Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

ANALISA TERHADAP MIMPI DALAM AL-QUR’AN

A. Konsep Mimpi dalam Perspektif Al-qur’an Kementerian Agama


Sejak dahulu hingga kini, mimpi senantiasa menjadi topik perhatian yang serius bagi yang
melihat dan merasakannya. Kalau diperhatikan dalam al-qur’an, tentu akan ditemukan bahwa Allah SWT
telah mengisahkannya di dalam al-qur’an dengan berbagai hal tentang mimpi, seakan-akan Allah SWT
mengiringi umat manusia untuk mencurahkan perhatiannya terhadap mimpi. 1
Mimpi yang pada dasarnya menurut al-qur’an dibagi menjadi tiga bagian mimpi :
1. Ahlam ( ‫ ) احلم‬yaitu mimpi-yang tidak benar atau kosong.
2. Ahadis ( ‫ ) اضغاث‬yaitu mimpi yang
3. Ru’yah ( ‫ ) شؤياه‬yaitu mimpi yang benar-benar dari Allah swt.2
Dalam surat yang lain menerangkan tentang ru’yah itu benar sebagai mimpi yang
benar. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
٤٤ - ‫َقاُلْٓو ا َاْض َغاُث َاْح اَل ٍم ۚ َو َم ا َنْح ُن ِبَتْأِو ْيِل اَاْلْح اَل ِم ِبٰع ِلِم ْيَن‬
Artinya : Mereka menjawab, “(Itu) mimpi-mimpi yang kosong dan kami tidak mampu
menakwilkan mimpi itu.” (Q.S. Yusuf: 44).3
‫ۚ َلَقْد َص َدَق ُهّٰللا َر ُسْو َلُه الُّر ْء َيا ِباْلَح ِّق‬
Artinya : “Sungguh, Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya”
(Q.S. Al-Fath: 27).4
Berdasarkan nash-nash di atas, jelaslah bahwa mimpi tidak selalu dalam satu garis. Ia tergantung
kepada siapa yang mengalami mimpi, para ulama menyimpulkan dari nash-nash itu bahwa mimpi itu ada
tiga macam : mimpi Nabi, mimpi orang yang shaleh dan selain golongan dua ini. 5
Selanjutnya ru’yah yang benar atau mimpi yang benar dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Ar-ru’yah al-Sadiqoh
Ar’ru’yah al-Sadiqoh adalah mimpi yang benar-benar kenyataan, dan ini merupakan sebagian
dari wahyu dan kenabian, seperti yang telah dinyatakan dalam firman-Nya Allah swt surat al-Fath ayat 27
yang berbunyi:

‫َلَقْد َص َدَق ُهّٰللا َر ُسْو َلُه الُّر ْء َيا ِباْلَح ِّقۚ َلَتْد ُخ ُلَّن اْلَم ْس ِج َد اْلَحَر اَم ِاْن َش ۤا َء ُهّٰللا ٰا ِمِنْيَۙن ُمَح ِّلِقْيَن ُرُءْو َس ُك ْم‬
٢٧ – ‫َو ُم َقِّص ِر ْيَۙن اَل َتَخاُفْو َن ۗ َفَعِلَم َم ا َلْم َتْع َلُم ْو ا َفَجَعَل ِم ْن ُد ْو ِن ٰذ ِلَك َفْتًحا َقِرْيًبا‬
Artinya : “Sungguh, Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa
kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, jika Allah menghendaki dalam keadaan aman, dengan

1
Kholil Al-Anbari, Kamus Tafsir Mimpi, (Solo: Ar-Raiyan, 2005), Cet. Ke-1, hal.175
2
Ahmad bin Sulaimân Al-Uraini, Petunjuk Nabi Tentang Mimpi, (Jakarta: Darul Falah,1416H), hal.182
3
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Al-Qur’an, 1989), hal.355
4
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Al-Qur’an, 1989), hal.842
5
Ahmad bin Sulaimân Al-Uraini, Petunjuk Nabi Tentang Mimpi, (Jakarta: Darul Falah, 1416H), hal.58
1
menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat”.
(Q.S. al-Fath: 27).
Selang beberapa lama sebelum terjadi “perdamaian Hudaibiyah” Nabi Muhammad saw
bermimpi bahwa beliau bersama para sahabatnya memasuki kota mekkah dan Masjidil Haramdalam
keadaan sebagian mereka bercukur rambut dan sebagian lagi bergunting. Nabi mengatakan bahwa
mimpi beliau itu akan terjadi nanti, kemudian berita ini bersinar dikalangan kaum muslimin, orang-
orang munafik, orangorang Yahudi dan Nasrani. Setelah terjadi perdamaian Hudaibiyah dan kaum
muslimin waktu itu tidak sampai memasuki Mekkah, maka orang-orang munafik memperolok-olok
Nabi dan menyatakan bahwa mimpi Nabi yang dikatakan Beliau pasti akan terjadi itu adalah bohong
belaka. Maka turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa mimpi Nabi itu pasti akan menjadi kenyataan
di tahun yang akan datang.
Adapun mimpi yang benar ini terbagi menjadi dua bagian:
a. Mimpi yang jelas dengan lafadz yang jelas dan tidak memerlukan penafsiran atau takwil,
seperti mimpi Rasulullah saw.
b. Mimpi yang masih samar-samar, yang di dalamnya terkandung hikmah walaupun mimpi ini
masih memerlukan penafsiran, seperti mimpi Nabi Yusuf.
2. Ar-Ru’yah al-Salihah
Ar-Ru’yah al-Salihah adalah mimpi yang baik yang merupakan berita gembira yang dibawa oleh
malaikat dari Allah swt.
3. Ar-Ru’yah Hatifah al-Marmuzah
Ar-Ru’yah Hatifah al-Marmuzah adalah mimpi berupa bisikan dan berbentuk simbolik, mimpi ini
diberikan Allah untuk menjelaskan suatu persoalan atau kesulitan yang dihadapi oleh seseorang di dalam
kehidupan sehari-hari, akibat tidak ada suatu bentuk penyelesaian.6
4. Ar-Ru’yah al-Muhaziroh
Ar-Ru’yah al-Muhaziroh adalah mimpi sebagai peringatan. Mimpi ini dibawa malaikat sebagai
peringatan yang akan terjadinya bahaya serta mengancam orang- orang yang bermimpi. Biasanya mimpi
ini dikuatkan dengan syahid, yaitu indikasi atau keterangan yang datang bersama mimpi tersebut yang
juga berfungsi sebagai pertimbangan-pertimbangan ta’wilnya. Hal ini disebutkan oleh Allah swt dalam
surat Yusuf ayat 43 tentang mimpi Raja Mesir.7
Sebagaimana Firman Allah :
‫َو َقاَل اْلَم ِلُك ِاِّنْٓي َاٰر ى َس ْبَع َبَقٰر ٍت ِس َم اٍن َّيْأُك ُلُهَّن َس ْبٌع ِعَج اٌف‬
Artinya : “Dan raja berkata (kepada para pemuka kaumnya), “Sesungguhnya aku bermimpi
melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus”
(Q.S. Yusuf: 43).8
6
Usman Sya’roni, Otentisitas Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2002), hal.64
7
Ahmad bin Sulaimân Al-Uraini, Petunjuk Nabi Tentang Mimpi, (Darul Falah; Jakarta,1416H), hal.182
8
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Al-Qur’an, 1989), hal.355
2
Yang dimaksud dengan tujuh ekor sapi gemuk adalah musim subur dan makmur. Sedangkan
tujuh ekor sapi yang kurus adalah musim kemarau dan kelaparan.
Di antara rahmat Allah terhadap hamba-Nya adalah, di antaranya mensyariatkan beberapa
perkara ketika melihat mimpi, baik yang mereka sukai maupun yang tidak mereka sukai. Hal-hal yang di
syari’atkan bila orang bermimpi yang baik :
1. Bertahmid (memuji) kepada Allah setelah mendapat mimpi yang baik
2. Menceritakan dan membicarakannya dengan orang-orang yang disukai9
3. Tidak mengisahkannya kecuali kepada orang yang berakal, mempunyai hikmah, ilmu dan
nasihat.
Dari macam-macam bagian mimpi tersebut dapat diartikan sebagai berikut :
Adghâts adalah bentuk jamak dari lafadh daghats yaitu mimpi yang bercampur dengan ahlam
(yang bercampur baur), dan tidak ada takwilnya. Sedangkan ahlam adalah bentuk jamak dari hulm yaitu
mimpi yang tidak benar.
Dari sini jelaslah bahwa ahlam adalah mimpi-mimpi yang bercampur aduk dan dusta, tidak ada
artinya, serta tidak ada hakikatnya, dan biasanya hulm terjadi karena gangguan syaitan terhadap seorang
manusia. Apalagi syaitan mempunyai tipu daya yang menyusahkan Bani Adam.10
Adapun cara-cara mengantisipasi atau cara menanggulangi terjadinya mimpi- mimpi buruk agar tidak
terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut : 11
1. Berlindung kepada Allah (dari gangguan syaitan)
Dalilnya adalah hadits Abu Qatadah.

‫والحلم من الشيطان فازا شأى احذ كم وليتعوز من اششها‬


Artinya: “Dan mimpi burukku itu dari syaitan, barang siapa mimpi sesuatu yang tidak
disukainya maka memohon perlindungannya.”
2. Meludah tiga kali ke arah kiri
Dalilnya adalah hadits Abu Qatadah.
‫وليبصق عن يساشه ثالثا‬
Artinya : “Lalu meludah ke arah kirinya 3x” (H.R. Muslim, Sharah An_NAwawi).
Dari kedua hadist di atas, yakin bahwa mimpi buruk itu tidak akan membahayakan. H.R.
Bukhori dan Muslim meriwayatkan hadist yang artinya “Mimpi baik itu dari Allah dan mimpi burukku
itu dari syaitan, barang siapa mimpi sesuatu yang tidak disukainya ia meludah kesebelah kirinya tiga kali
dan memohon perlindungannya dari syaitan, maka mimpi itu tidak akan membahayakannya. 12

B. Hakikat Mimpi

9
Syaikh Usamah Al-Alawi, Hukum Mimpi Menurut Al-Quran dan Hadist, (Jakarta: Mustaqim,2003), hal.46
10
Kholil Al-Anbari, Kamus Tafsir Mimpi, (Solo: Ar-Raiyan, 2005), Cet. Ke-1, hal.183
11
Kholil Al-Anbari, Kamus Tafsir Mimpi, (Solo: Ar-Raiyan, 2005), Cet. Ke-1, hal.183
12
Muhammad Fuad Abdul Baki, Al-Lu’lu wal Marjân, (Surabaya: Bina Ilmu,1996), hal.857
3
Setiap mimpi mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah, hanya mimpi para Nabi
yang terbebas dari kesalahan, karena mimpi para Nabi merupakan wahyu, sehingga bebas dari kesalahan
dan godaan syetan ataupun pikiran diri sendiri yang muncul saat manusia tidur.
Keimanan Nabi Ibrahim as. pernah diuji melalui sebuah mimpi, beliau melihat dirinya
mengorbankan putranya sendiri: Dia berkata, “Wahai anakku! Kulihat dalam mimpiku, bahwa aku
menyembelihmu sebagai korban” .(Q.S As-Shaffat:102).

‫َفَلَّم ا َبَلَغ َم َع ُه الَّسْع َي َقاَل ٰي ُبَنَّي ِاِّنْٓي َاٰر ى ِفى اْلَم َناِم َاِّنْٓي َاْذ َبُحَك َفاْنُظْر َم اَذ ا َتٰر ۗى َقاَل ٰٓيَاَبِت اْفَع ْل َم ا ُتْؤ َم ُۖر َس َتِج ُد ِنْٓي‬
١٠٢ – ‫ِاْن َش ۤا َء ُهّٰللا ِم َن الّٰص ِبِرْيَن‬

Artinya : “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata,
“Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana
pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah)
kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” .(Q.S As-Shaffat:102)13

Ketika beliau telah memutuskan untuk melaksanakan mimpinya, Allah yang Maha Kuasa
berfirman,” Wahai Ibrahim! Engkau telah melakukan apa yang engkau lihat dalam mimpimu!”. 14 Oleh
karena itu, Nabi Ibrahim as berani menyembelih putranya, dengan berdasarkan mimpinya, karena mimpi
ini tidak mungkin salah dan merupakan wahyu dari Allah swt.
Pada dasarnya, mimpi merupakan kabar gembira dari Allah swt, sebagaimanamimpi Rasulullah
saw, memasuki Masjidil Haram dalam keadaan aman. Setelah mengalami mimpi, Rassulullah saw tidak
berpangku tangan dan tidak meninggalkan jihad, tetapi Beliau terus berjuang memimpin sahabatnya,
sehingga mimpi itu menjadi kenyataan, sehingga Rasulullah saw dapat memasuki Masjidil Haram
beserta para sahabatnya dalam keadaan aman.15
Para pendapat ahli sunah dalam hal ini, bahwa Allah swt menjadikan pada hati orang yang tidur
keyakinan-keyakinan, sebagaimana dia menjadikan pada hati orang yang tidur, karena dia menciptakan
keyakinan, seakan-akan dia menjadikan satu ilmu tentang hal-hal yang lain yang akan dijadikan
selanjutnya atau sesudah dia jadikan.16
Adapun tentang hakekat mimpi, Ibnu Qoyim Rohimahullah dalam kutipan Kholil Al-Anbari
mengatakan bahwa: “Ia adalah beberapa perumpamaan yang diberikan oleh malaikat yang ditugaskan
oleh Allah dalam masalah mimpi sehingga orang-orang yang bersangkutan bisa mengambil pelajaran atas
hal yang sama dan mentakdirkannya dengan yang sejenisnya”. Sedangkan menurut “Ahmad bin Sulaiman
Al-Uraini” mengatakan bahwa pengetahuan yang sebenarnya ada pada Allah, 17 terjadi perbedaan pula
tentang hakekat ru’ya oleh karena itu dalam kutipan Kholil Al-Anbari mengatakan: “Bahwa cukup

13
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Al-Qur’an, 1989), hal.725
14
Muhammad Ibn Sirin Al-Bashri, Ensiklopedia Arti Mimpi, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2008), hal.xxi
15
Kholil Al-Anbari, Kamus Tafsir Mimpi, (Solo: Aroyan, 2005), hal.145
16
Syeh Usamah Muhammad Al-Alawi, Hukum Mimpi, (Jakarta: Mustakim, 2003), hal.51
17
Ahmad bin Sulaimân Al-Uraini, Petunjuk Nabi Tentang Mimpi, (Jakarta: Darul Falah 1416H), hal.18
4
banyak pula seperti orang-orang non muslim melontarkan pertanyaan beberapa yang ingkar, sebab
mereka terpaku untuk membahas hakekat”.
Namun hakekat mimpi dalam uraian yang diterangkan Ibnu Hajar ketika beliau menyatakan “Al-
Hakim Berkata: Allah menugaskan seorang malaikat untuk mimpi. Malaikat itu melihat keadaan manusia
dari Laukhul Mahfudz, lalu dia menyalin dan membuat sebuah perumpamaan untuk setiap kejadiannya,
kalau dia tidur dengan keadaan seperti itu melalui jalan hikmah, tentu menjadi Busyro (Berita Gembira)
peringatan atau teguran.18
Pada dasarnya, hakikat mimpi bagi psikoanalisis hanyalah sebentuk pemenuhan keinginan
terlarang semata. Dikatakan oleh Freud (dalam Calvin S.Hal & Gardner Lindzaey, 1998) bahwa dengan
mimpi, seseorang secara tak sadar berusaha memenuhi hasrat dan menghilangkan ketegangan dengan
menciptakan gambaran tentang tujuan yang diinginkan, karena di alam nyata sulit bagi kita untuk
mengungkapkan kekesalan, keresahan, kemarahan, dendam, dan yang sejenisnya kepada obyek-obyek
yang menjadi sumber rasa marah, maka muncullah dalam keinginan itu dalam bentuk mimpi.

18
Kholil Al-Anbari, Kamus Tafsir Mimpi, (Solo: Aroyan, 2005), hal.180
5

Anda mungkin juga menyukai