Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny.D DENGAN DIAGNOSA


MEDIS STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG TERATAI RSUD
WONOSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh :
LELY KURNIAWATI
M23040008

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI
YOGYAKARTA
2023/2024
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan asuhan keperawatan pada Ny. D dengan Diagnosa Medis
“STROKE NON HEMORAGIK” di Ruang Teratai RSUD Wonosari, telah diperiksa
oleh Pembimbing Klinik (Clinical Instructure) yang di sahkan pada:
Hari :
Tanggal :

Pembimbing Lapangan/ CI Dosen Pembimbing

Sri Restari Restu F, A.Md.Kep Ns. Panca Umar Saputra, S.Kep,M.Sc

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Ners

Ns. Liza Novitasari, M. Kep


1. Konsep Dasar Medis Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik

1.1 Definisi

Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan

yang menggunakan konsep manajemen secara umum di dalamnya seperti

perencanaan,pengorganisasian,pengarahan dan pengendalian atau evaluasi.

Manajemen keperawatan merupakan koordinasi danintegrasi dari sumber-

sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai

tujuan, obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan.

Manajemen keperawatan terdiri dari manajemen asuhan keperawatan.

Marquis,dkk (2010).

American Association of Critical-Care Nurses (AACN) mendefinisikan

Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang di

hadapkan secara rinci dengan manusia (pasien) dan bertanggung jawab atas

masalah yang mengancam jiwa seperti Non Hemoragik Stroke. Stroke non

hemoragik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran

darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti ( wijaya & putri 2013 ). Dan

tanda klinis atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran

darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan

otak. ( wilson & price, 2016 )

Berdasarkan definisi di atas dapat di simpulkan stroke non hemoragik

merupakan terhentinya aliran darah ke otak baik kanan maupun kiri karena

penyumbatan oleh bekuan darah ataupun aterosklerosis yang terjadi kurang

lebih dua minggu.


1.2 Anatomi Fisiologi

Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena

merupakan pusat komputer dari semua alat yang di tubuh yang mengatur

semua kegatan dan aktivitas tubuh.Otak merupakan bagian dari saraf sentral

yang terletak di dalam rongga tenggkorak (kranium) yang dibungkus oleh

selaput otak yang kuat. Berat otak orang dewasa kira-kira 1400 gram

mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25% oksigen dan

menerima 1,5% curah jantung.Adapun secara garis besar anatomi dan fungsi

adalah otak dibagi menjadi 3 bagian yaitu (Setiadi, 2016):

Gambar 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak

1) Otak besar (hemisfer cerebral/cerebrum)

Otak besar terdiri dari dua belahan yang tidak sepenuhnya

dipisahkan. Berpasangan (kanan dan kiri) bagian atas dari otak yang

mengisi lebih dari setengah masa otak. Permukaannya berasal dari bagian

yang menonjol (gyri) dan lekukan (sulci). Cerebrum dibagi dalam 4 lobus

yaitu:
a) Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertnggung jawab

untuk proses berfikir. pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,

seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, motorik bicara

(areabroca di hemisfer kiri), pusat penghirup, pusat pengontrolan

gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer).

b) Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang merupakan

sensasi perabaan, tekanan, dan sedikit menerima perubahan

temperatur.

c) Lobus occipitallis, mengandung area visual yang menerima sensasi

dari mata. Berfungsi juga menginterpretasi dan memproses rangsang

penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini

dengan informasi saraf lain dan memori.

d) Lobus temporalis, mengandung area auditori yang menerima sensai

dari telinga dan berperan dalam pembentukan dan perkembangan

emosi.

2) Batang otak (brain stem)

Batang otak terdiri dari otak tengah,pons, dan medula oblongata.

Otak tengah menghubungkan ponsdan otak kecil dengan hemisper otak;

itu terdiri dari jalur sensorikdan motorik dan berfungsi sebagai pusat

untuk refleks arteri danvisual. Saraf kranial III dan IV berasal dari otak

tengah. Ponsterletak di depan

serebelum antara otak tengah dan medula danmerupakan jembatan antara

dua bagian otak kecil, dan antaramedula dan otak besar. Saraf kranial V

hingga VIII terhubung ke otak di pons. Pons berisi jalur motorik dan
sensorik. Porsi pons juga mengontrol jantung, pernapasan, dan tekanan

darah.

3) Otak kecil (cerebelum)

Otak kecil merupakan bagian otak yang terletak di bagian

belakang otak besar. Berfungsi sebagai pusat pengaturan koordinasi

gerakan yang disadari dan keseimbangan tubuh serta posisi tubuh.

Serebelum mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh fermis.

Berat serebelum lebih kurang 150 gram (85-9%) dari berat otak

seluruhnya. Fungsi serebelum mengembalikan tonus otot diluar kesadaran

yang merupakan suatu mekanisme syaraf yang berpengaruh dalam

pengaturan dan pengendalian terhadap:

a) Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan

keseimbangan dan sikap tubuh.

b) Terjadinya kontraksi dengan lancar dan teratur pada pergerakan

dibawah pengendalian kemauan dan mempunyai aspek ketrampilan.

c) Serebelum juga berfungsi untuk mempertahankan postur.

Setiap pergerakan memerlukan koordinasi dalam kegiatan

sejumlah otot. Otot antagonis harus mengalami relaksasi secara teratur

dan otot sinergis berusaha memfiksasi sendi sesuai dengan kebutuhan

yang diperlukan oleh bermacam pergerakan.

Urutan Nama Saraf Sifat Saraf Memberikan saraf untuk dan


saraf fungsi
I Nervus Sensorik Hidung, sebagai alat penciuman
olfaktorius

II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatan


III Nervus Motorik Penggerak bola mata dan
okulomotoris mengangkat kelopak mata
IV Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan
penggerak bola mata
V Nervus Motorik dan sensorik Kulit kepala dan kelopak mata
trigeminu N. Motorik dan sensorik atas
Oftalmikus Sensorik Rahang atas, palatum
N. Maksilaris Motorik dan sensorik dan hidung Rahang
N. Mandibularis bawah dan lidah
VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata
VII Nervus fasialis Motorik dan Sensorik Otot lidah, menggerakkan lidah
dan selaput lendir rongga mulut
VIII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan pendengaran
IX Nervus vagus Sensorik dan motorik Faring, tonsil, dan lidah,
rangsangan citarasa
X Nervus vagus Sensorik dan motorik Faring, laring, paru-paru dan
esophagus
XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
XII Nervus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah
hipoglosus

1.3 Etiologi

Penyebab stroke non hemoragik yaitu :

1. Trombosis ( bekuan darah di dalam pembuluh darah otak)

2. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain yang dibawah ke

otak dari bagian tubuh yang lain )

3. Iskemia ( suplai darah ke jaringan berkurang).

Stroke non hemoragik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah

yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.

akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak maka terjadi proses patologik

pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa

perubahan fungsi dan bentuk sel yang di ikuti dengan kerusakan fungsi dan

integritas susunan sel yang selanjutnya terjadi kematian neuron.

Penyebab Stroke non hemoragik di bagi lagi berdasarkan lokasi

penggumpalan, yaitu:
1) StrokeNon Hemoragik Embolik

Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan

di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi

kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shuntyang

menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.

Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan

gangguan pada katup mitralis, fibrilasi atrium,infark kordis akut dan

embolus yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini

menyebabkan curah jantung berkurang dan serangan biasanya muncul di

saat penderita tengah beraktivitas fisik seperti berolahraga.

2) Stroke Non Hemoragik Trombus

Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak.

Dapat dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem

arteri karotis) merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus dan

stroke pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus

posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah

terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi dan merupakan

indikator penyakit atherosklerosis.

1.4 Patofisiologi

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di

otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan

besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area

yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat

berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia

karena gangguan paru dan jantung).

Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap

otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku

pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi

turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa

sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia

jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan, edema

dan kongesti disekitar area.

Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area

infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-

kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai

menunjukan perbaikan, CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika

tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh

embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi

septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi

abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang

tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah.

Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah

atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih di sebabkan oleh ruptur arteri

osklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang

sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan

penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat

berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral


dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila

anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena

gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac

arrest (Purwanto, 2016).


1.5 Pathway

Gambar 2. Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015)

Keterangan : ------------ Sesuai Pasien kelolaan


1.6 Manifestasi Klinis

Pada stroke iskemik terjadi akibat sumbatan atau penurunan aliran darah

otak. Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi :

a) TIA (Transient IschemicAttack)

Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.

Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokalserebral, emboli maupun

trombosis.

b) RIND (Reversible IschemicNeurologic Deficit)

Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang

dari 21 hari.

c) Stroke in Evolution

Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.

d) Completed Stroke

Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang

lagi.

Adapun gejala klinis lainnya meliputi (Indrawati et al., 2016):

1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau

hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi

akibat adanya kerusakan pada area motorik

di korteks bagian frontal,kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika

terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada

sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan

sensorik sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi.


2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan Gangguan

sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan

gangguansaraf sensorik.

3) Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau

koma),terjadi akibat kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau

terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia.

4) Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam

membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat

kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri

middle sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia motorik,sensorik

dan afasia global. Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika area pada area

Broca, yang terletak pada lobus frontal otak. Pada afasia jenis ini pasien

dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak dapat mengungkapkan

dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara. Afasia sensorik terjadi

karena kerusakan pada area Wernicke, yang terletak pada lobus temporal.

Pada afasia sensori pasien tidak dapat menerima stimulasi pendengaran

tetapi pasien mampu mengungkapkan pembicaraan. Sehingga

respon pembicaraan pasien tidak nyambung atau koheren. Pada afasia

global pasien dapat merespon pembicaraan baik menerima maupun

mengungkapkan pembicaraan.

5) Disatria merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga

ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien dapat memahami

pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca. Disartria terjadi

karena kerusakan nervus cranial sehingga terjadi kelemahan dari otot


bibir,lidah dan laring. Pasien juga terdapat kesulitan dalam mengunyah

dan menelan.

6) Gangguan penglihatan, diplopia, dimana pasien dapat kehilangan

penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda,gangguan lapang

pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan pada lobus

temporal atau parietal yang dapat menghambat seratsaraf optik pada

korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan karena

kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.

7) Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial

IX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup

kemudian makanan masuk ke esophagus

8) Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena

terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.

9) Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan

intrakranial, edema serebri.

Perbedaan Stroke Non Haemoragic dan Stroke Hemoragik

Gejala Stroke Non Hemoragik Stroke Hemoragik


Saat kejadian Mendadak, saat istirahat Mendadak, sedang
aktifitas
Nyeri kepala Ringan, sangat ringan Hebat
Kejang Tidak ada Ada
Muntah Tidak ada Ada
Adanya tanda peringatan Ada Tidak ada
Sakit kepala Tergantung luas daerah yang terkena Mulai dari pingsan –
koma
Reflek patologis Tidak ada Ada
Pembengkakan otak Tidak ada Ada
Perbandingan Stroke Kiri dan Kanan
Stroke Hemisfer Kanan Stroke Hemisfer Kiri
Paralisis pada tubuh kanan Paralisis pada sisi kiri tubuh
Defek lapang pandang kanan Defek lapang pandang kiri
Afasia (ekspresif, reseptif, atau global) Deficit persepsi-khusus
Perubahan kemampuan intelektual Peningkatan distraktibilitas
Perilaku lambat dan kewaspadaan Perilaku impuls dan penilaian buruk, kurang
kesadaran terhadap defisit

1.7 Pemeriksaan Penunjang

Untuk menentukan perawatan yang paling tepat untuk stoke, tim medis

perlu mengevaluasi jenis stroke yang dialami pasien dan area otak mana yang

tekena stroke. Ada beberapa test yang perlu dilakukan untuk menunjukkan

bahwa seserang terkena stroke, antara lain (Haryono & Utami, 2019):

1) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui gejala apa yang

dialami, kapan gejala mulai dirasakan, dan reaksi pasien terhadap gejala

tersebut. Selain itu riwayat kesehatan, riwayat konsumsi obatobatan, dan

cidera juga perlu dikaji. Riwayat penyakit terkait jantung, serangan

iskemik transien, dan stroke juga perlu mendapatkan perhatian khusus.

Pemeriksaan fisik meliputi tekanan darah dan denyut jantung, serta

pemeriksaan bruit diatas arteri leher (karotid) untuk memeriksa adanya

arterosklerosis. Pemeriksaan juga dapat melibatkan oftalmoskop untuk

memeriksa tanda-tanda Kristal kolesterol kecil atau gumpalan

dipembuluh darah dibagian belakang mata.


2) Tes darah

Pasien harus menjalani serangkaian tes darah agar tim perawatan

mengetahui seberapa cepat gumpalan darah

berkembang, apakah gula darah tinggi atau rendah secara abnormal,

apakah zat kimia darah tidak seimbang, atau apakah pasien mengalami

infeksi. Mengelola waktu pembekuan darah dan kadar gula serta bahan

kimia utama lainnya akan menjadi bagian dari perawatan stroke.

3) Pemeriksaan CT scan

CT scan menggunakan serangkaian sinar x untuk membuat

gambar detail dari otak. CT scan dapat menunjukkan perdarahan, tumor,

stroke dan kondisi lain. Dokter mungkin menyuntikkan pewarna ke

pembuluh darah pasien untuk melihat pembuluh darah di leher dan otak

secara lebih detail.

4) Pencitraan resonansi magnetik (MRI)

MRI menggunakan gelombang radio dan magnet yang kuat untuk

menciptakan tampilan rinci otak. MRI dapat mendeteksi jaringan otak

yang rusak oleh perdarahan otak. Dokter akan menyuntikkan pewarna ke

pembuluh darah untuk melihat arteri dan vena dan menyoroti aliran darah.

5) USG karotis

Dalam tes ini gelombang suara menciptakan gambar terperinci

dari bagian dalam arteri karotid di leher. Tes ini menunjukkan

penumpukan deposit lemak (plak) dan aliran darah

di arteri karotid.
6) Angiogram serebral

Dalam tes angiogram serebral, dokter memasukkan tabung tipis

(kateter) melalui sayatan kecil (biasanya di pangkal paha), melalui arteri

utama dank e arteri karotidatau vertebral. Selanjutnya, dokter akan

menyuntikkan pewarna ke pembuluh darah untuk membuatnya terlihat

dibawah X-ray, prosedur ini memberikan gambaran rinci tentang arteri

diotak dan leher.

7) Ekokardiogram

Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk membuat

gambar detail dari jantung. Ekokardiogram dapat menemukan sumber

gumpalan dijantung yang mungkin telah berpondah dari jantung ke otak

dan menyebabkan stroke.

1.8 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Keperawatan

1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan

pengisapan lendir.

2. Pemberian oksigen

3. Mengendalikan tekanan darah klien dalam batas normal

4. Memperbaiki aritmia jantung

5. Perawatan kandung kemih

6. Memberikan kenyamanan pada klien dengan pemberian posisi yang

tepat dan lakukan perubahan posisi tiap 2 jam

7. Lakukan latihan gerak aktif maupun pasif

8. Kurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh


9. Kontrol diabetes dan berat badan.

10. Koreksi adanya adanya kelainan gas darah

11. Perhatikan pemenuhan nutrisi (kalori) dan keseimbangan

cairan elektrolit.

12. Posisikan kepala dengan ditinggikan 30°

b. Penatalaksanaan Medis

1. Pemenuhan cairan dan elektrolit

2. Mencegah peningkatan Tekanan Intra Cranial (TIK):

3. Pemberian antihipertensi

4. Pemberian diuretika untuk menurunkan edema

5. Pemberian vasodilator perifer untuk meningkatkan aliran darah

serebral (ADS)

6. Pemberian antikoagulan untuk mencegah terjadinya atau

memberatnya trombus

7. Pemberian diazepam untuk kejang

8. Pemberian anti tukak

9. Pemberian manitol untuk mengurangi udema otak

10. Kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan peningkatan

tekanan dalam otak

1.9 Komplikasi

Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah

serebral dan luasnya area cedera yang dapat mengakibatkan perubahan pada

aliran darah serebral sehingga ketersediaan oksigen ke otak menjadi

berkurang dan akan menimbulkan kematian jaringan otak (Bararah, & Jauhar,
2013). Komplikasi Stroke Menurut (Pudiastuti, 2011) pada pasien stroke yang

berbaring lama dapat terjadi masalah fisik dan emosional diantaranya:

1) Bekuan darah (Trombosis) Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh

menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan (edema) selain itu juga

dapat menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk

dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru.

2) Dekubitus Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul,

pantat, sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak pengaruh dirawat dengan

baik maka akan terjadi ulkus dekubitus dan infeksi.

3) Pneumonia Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna,

hal ini menyebabkan cairan terkumpul di paru paru dan selanjutnya

menimbulkan pneumoni.

4) Atrofi dan kekakuan sendi (Kontraktur) Hal ini disebabkan karena kurang

gerak dan immobilisasi.

5) Depresi dan kecemasan Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan

menyebabkan reaksi emosional dan fisik yang tidak diinginkan karena

terjadi perubahan dan kehilangan fungsi tubuh.


2. Konsep Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik

2.1 Pengkajian

1. Identitas Klien

Meliputi nama, umur, jeniskelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, suku bangsa, tanggaldan jam MRS, nomor register, dan diagnosis

medis.

2. Keluhan utama

Adapun keluhan utama yang sering dijumpai yaitu kelemahan anggota

gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan

penurunan tingkat kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya pada NHS bisa terjadi gejala kelumpuhan separuh badan atau

gangguan fungsi otak yang lain serta adanya penurunan atau perubahan

pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.

perubahan perilaku juga umum terjadi.

4. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,

penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsioral yang

lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,dan kegemukan.

Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat

penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh

dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

5. Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,

diabetesmelitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

6. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan mengacu pada pengkajian B1-B6 dengan pengkajian fokus

ditujukan pada gejala yang mungkin muncul pada kasus Non hemoragik

stroke.

a) B1 (Breathing)

Pada inspeksi di dapatkan peningkatan produksi sputum,sesak napas,

penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.

Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan

peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun

yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat

kesadaran.

b) B2 (Blood/sirkulasi) kaji adanya tanda – tanda peningkatan

TIK yaitu peningkatan tekanan darah yang sering terjadi pada klien

stroke.

c) B3 (Brain/persarafan otak)

Kaji adanya keluhan nyeri kepala hebat, kaji status mental, tingkah

laku, gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik. Kaji fungsi

intelektual observasi adanya penurunan dalam ingatan dan memori

serta penurunan kemampuan berhitung. Stroke menyebabkan

berbagai defisit neurologis, bergantungpada lokasi lesi (pembuluh

darah mana yang tersumbat), ukuranarea yang perfusinya tidak


adekuat, dan aliran darah kolateral(sekunder atau aksesori). Lesi otak

yang rusak tidak dapatmembaik sepenuhnya.

d) B4 (Bladder/perkemihan)

Kaji adanya tanda-tanda inkontenensia uri akibat ketidakmampuan

untuk mengendalikan kandung kemih.

e) B5 (Bowel/pencernaan)

Kaji adanya kesulitan menelan,nafsu makan menurun,serta mual dan

muntah.

f) B6 (Bone/tulang dan integumen)

Kaji adanya dekubitus,warna kulit dan turgor kulit Pada kulit, jika

klienkekurangan O2 kulit akan tampak pucat.

Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan. Adanya kesulitan untuk

beraktivitas karena kelemahan,kehilangan sensori serta mudah

lelahmenyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

7. Pengkajian Tingkat Kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke

Biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika

klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk

menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan

pemberian asuhan.

8. Pengkajian Fungsi Serebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan

bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.


a) Status Mental

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi

wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut

biasanya status mental klien mengalami perubahan.

b) Fungsi Intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka

pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung

dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage

yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak

begitu nyata.

c) Kemampuan Bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang

memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang

dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area

Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat

memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi

padabagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)

didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak

dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria

(kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit

dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung

jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia(ketidakmampuan untuk

melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat


ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir

rambutnya.

2.2 Diagnosa Keperawatan

Berikut merupakan beberapa diagnosa yang mungkin muncul

padapasien non hemoragik stroke(SDKI, 2017).

1) Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d hipertensi

2) Pola napas tidak efektif b/d hambatan upaya napas

3) Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresiyangtertahan.

4) Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan neuromuskuler

5) Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan

anggota gerak

2.3 Perencanaan Keperawatan

Berikut merupakan intervensi keperawatan berdasarkan masalah

keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan

kondisi klinis stroke berdasarkan (SIKI, 2018)


No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Hasil

1. Resiko perfusi Setelah dilakukan ManajemenPeningkatanTekananIn

serebral tidak tindakan keperawatan trakranial

efektif b/d 3x24 jam diharapkan Observasi

hipertensi Perfusi jaringan serebral 1) Identikasi penyebab peningkatan

pasien menjadi efektif TIK

dengan kriteria hasil: 2) Monitor tanda/gejala peningkatan

TIK
- Tingkat kesadaran
3) Monitor status pernapasan
meningkat
4) Monitor intakedan outputcairan
- Gelisah menurun
Terapeutik
- Tekanan
1) Minimalkan stimulus dengan
intracranial
menyediakan lingkungan yang
menurun tenang

- Kesadaran membaik
- 2) Berikan posisi semifowler

3) Pertahankan suhu tubuhnormal

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian sedasi

dan antikonvulsan, jikaperlu

2) Kolaborasi pemberian diuretik

osmosis

PemantauanNeurologis

Observasi :

1) Monitor ukuran, bentuk,

kesimetrisan, dan reaktifitas pupil.

2) Monitor tingkat kesadaran

3) Monitor tanda-tandavital

4) Monitor kesimetrisan wajah

5) Monitor respons terhadap

pengobatan.

Terapeutik

1) Tingkatkan frekuensi
pemantauan neurologis, jika
perlu
2) Hindari aktivitas yang dapat

meningkatkan tekanan

intrakranial

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan

2. Pola Nafas Setelah dilakukan Manajemenjalan nafas

tidak Efektif b/d tindakan asuhan Observasi

hambatan upaya keperawatan 3x24 jam 1) Monitor pola napas (frekuensi,

napas diharapkan kedalaman, usaha napas)

Pola nafas menjadi 2) Monitor bunyi napas tambahan

efektif dengan kriteria (mis: wheezing)

hasil: Terapeutik

- Frekuensi napas 1) Posisikan semifowler atau fowler

membaik 2) Pertahankan kepatenan

- Kedalaman jalan nafas dengan head- tilt dan

napas membaik chin-lift

- Ekskursi dada 3) Berikan minum hangat


membaik
4) Lakukan fisioterapi dada
5) Lakukan penghisapan lendir

kurang dari 15 detik

6) Berikan oksigen

Edukasi

1) Ajarkan teknik batukefektif

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian

bronkodilator,mukolitik.

DukunganVentilasi

Observasi

1) Identifikasi adanyakelelahan

ototbantu napas

2) Identifikasi efek perubahan

posisi terhadap status pernapasan

3) Monitor status respirasi dan

oksigenasi ( frekuensi, dan

kedalaman napas, penggunaan

otot bantu napas,bunyi napas

tambahan, saturasi oksigen)

Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan

napas

2) Berikan posisi semifowler

ataufowler

3) Fasilitasi mengubah posisi

senyaman mungkin

4) Berikan oksigenasi sesuai

kebutuhan

Edukasi

1) Ajarkan melakukan teknik

relaksasi napas dalam

2) Ajarkan mengubah posisi

secaramandiri

3) Ajarkan teknik batukefektif

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian
bronkodilator jikaperlu

3. Bersihan jalan Setelah dilakukan PemantauanRespirasi


nafas tidak Tindakan asuhan
Observasi
efektif b/d keperawatan 3x24
1) Monitor frekuensi, irama,
sekresi jam diharapkan
yang tertahan. kedalaman dan upaya napas.

2) Monitor pola napas


Bersihan jalan napas 3) Monitor kemampuan batuk

tetap paten dengan efektif

Kriteria Hasil: 4) Monitor adanyaproduksisputum

- Produksi sputum 5) Monitor adanyasumbatan jalan

menurun napas

- Frekuensi napas 6) Monitor saturasi oksigen


dan pola napas Terapeutik
membaik
1) Atur interval pemantauan

respirasi sesuai kondi pasien

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur

pemantauan

Penghisapan JalanNapas

Observasi

1) Identifikasi kebutuhan dilakukan

penghisapan

2) Monitor dan catat warna,jumlah dan

konsistensi sekret

Terapeutik

1) Gunakan Tindakan aseptik


Edukasi.

1) Anjurkan melakukan teknik

napas dalam,sebelum melakukan

penghisapan

2) Anjurkan bernapas dalam dan pelan


selama insersi kateter suction

4. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi

mobilitas fisik Tindakan asuhan Observasi

b/d gangguan keperawatan 3x24 jam 1) Identifikasi adanya nyeri atau

neuromuskuler diharapkan mobilitas keluhan fisik lainnya

dan kelemahan fisik tidak terganggu 2) Identifikasi toleransi fisik

anggota gerak dengan kriteria hasil: melakukan pergerakan

- Pergerakan 3) Monitor frekuensi jantung dan

ekstremitas tekanan darah sebelum memulai

meningkat mobilisasi

- Kekuatan otot 4) Monitor kondisi umum selama

meningkat melakukan mobilisasi

- Rentang gerak Terapeutik

(ROM) meningkat 1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi


Dengan alat bantu ( mis; duduk diatas
- Kelemahan fisik tempat tidur )

menurun 2) Fasilitasi melakukan pergerakan

3) Libatkan keluarga untuk

membantu pasien dalam

meningkatkan pergerakan

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur

mobilisasi

2) Anjurkan melakukan mobilisasi

dini

3) Ajarkan mobilisasi sederhana

yang harus dilakukan

(mis:duduk diatas tempat tidur)

5. Gangguan Setelah dilakukan Promosi komunikasi defisit bicara

Komunikasi tindakan asuhan Observasi

Verbal b/d keperawata 3x24 jam 1) Monitor frustasi,marah,depresi,

gangguan diharapkan komunikasi Atau hal lain yang mengganggu

neuromuskuler verbal meningkat bicara

dengan 2) Identifikasi perilaku emosional dan

kriteria hasil: fisik sebagai bentuk komunikasi

- Kemampuan Terapeutik

berbicara meningk 1) Gunakan metode komunikasi


at Alternatif (mis: menulis, mata

berkedip, isyarat tangan)


- Kemampuan
2) Berikan dukungan psikologis
mendengar
3) Ulangiapayangdisampaikan pasien
meningkat
4) Gunakan juru bicara
- Kesesuaian
Edukasi
ekspresi wajah/
1) Anjurkan berbicara perlahan
tubuh meningkat
2) Ajarkan pasien dan keluarga proses
- Pelo menurun
kognitif dengan kemampuan

- Pemahaman berbicara

komunikasi membaik Kolaborasi

1) Rujuk ke ahli patologi bicara atau


terapis

2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan tindakan yang

ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal

yang mencakup aspek peningkatan, pencegahan, pemeliharaan serta

pemulihan kesehatan dengan mengikut sertakan pasien dan keluarganya

(Maghfuri, 2015).

2.5 Evaluasi

Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan

berencana, yang memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan


tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan

membandingkan antara proses dengan pedoman/ rencana proses tersebut.

Keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antar tingkat

kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan

kesehatan pasien dengan tujuan yang telahdirumuskan sebelumnya

(Maghfuri, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, S. D., Maghfirah, S., & Verawati, M. (2019). Gambaran kepatuhan kontrol
pada pasien stroke. Health Sciences Journal, 3(2), 14–22.
https://doi.org/10.24269/hsj.v3i2.261
Dinkes Prov. Sulawesi Selatan. (2020). Profil kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
tahun 2019. Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan.
http://dinkes.sulselprov.go.id
Hammad, Rizani, K., & Agisti, R. (2018). Tingkat kelelahan perawat di ruang
ICU. Dunia Keperawatan, 6(1), 27–33.
https://doi.org/10.20527/dk.v6i1.4957
Haryono, R., & Utami, M. P. S. (2019). Keperawatan medikal bedah 2. Pustaka Baru
Press.
Ikawati, Z., & Anurogo, D. (2018). Tata laksana terapi penyakit sistem syaraf pusat.
Bursa Ilmu.
Indrawati, L., Sari, W., & Dewi, C. S. (2016). Stroke: cegah dan obati sendiri. Penebar
Plus.
Kemenkes RI. (2018). Hasil utama RISKESDAS 2018. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan.
https://www.kemkes.go.id
Khotimah, N., Handayani, R. N., & Susanto, A. (2021). Asuhan keperawatan hambatan
mobilitas fisik pada Ny. S dengan stroke non hemoragik di ruang anggrek
RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Seminar Nasional
Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 1462–1467.
https://prosiding.uhb.ac.id/index.php/SNPPKM/article/view/850 LeMone, P.
(2016). Buku ajar keperawatan medikal bedah. EGC.
Maghfuri, A. (2015). Buku pintar keperawatan: konsep dan aplikasi. Trans Info
Media.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis dan nanda nic-noc. Mediaction.
Okwari, R., Utomo, W., & Woferst, R. (2017). Gambaran dukungan keluarga pasien
pasca stroke dalam menjalani rehabilitasi. Jurnal Online
Keperawatan Universitas Riau, 5, 372-377.
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSIK/article/download/19101/
Purwanto, H. (2016). Keperawatan medikal bedah II. Kementerian Kesehatan RI.
Rahmadani, E., & Rustandi, H. (2019). Peningkatan kekuatan otot pasien stroke non
hemoragik dengan hemiparese melalui latihan range of motion (ROM) pasif.
Journal of Telenursing, 1(2), 354–363.
https://doi.org/10.31539/joting.v1i2.985
Romli, L. Y., & Indrawati, U. (2018). Modul praktikum keperawatan kritis. Icme Press.

SDKI. (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia. Persatuan Perawat Nasioanal


Indonesia.
Setiadi. (2016). Dasar-dasar anatomi dan fisiologi manusia. Indomedia Pustaka.
SIKI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia. Persatuan Perawat Nasioanal
Indonesia.

WHO. (2021). Cardiovascular diseases. World Health Organization.


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cardiovasculardiseases-
(cvds)

Anda mungkin juga menyukai