Anda di halaman 1dari 32

EMERGENCY IN NURSING II

TRAUMA KEPALA

OLEH

KELMPOK II

ANTONINA DEVI R. 113063C115003

CHANDRA NUGRAHA PONGKA’PE 113063C115006

EVANGELIS CLAUDIA TETALA 113063C115012

I KADEK SIKA PRATAMA 113063C115016

MARIA AVILA KASINEM 113063C115025

NIA FRANSISKA BARUS 113063C115030

PUJIANTI ANUGRAHRI 113063C115036

RICY GUNAWAN 113063C115040

SELPI YANTI 113063C114067

SELIYA EKA SARI 113063C115042

THERESIA HOSANA 113063C115049

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cidera Kepala/ trauma kepala (head injury) merupakan salah satu penyebab
kematian, kecacatan, disabilitas, dan defisit mental. Trauma kepala menjadi penyebab
utama pada kelompok usia produktif (15-19 tahun) terbanyak akibat kecelakaan lalu
lintas dan penurunan kesadaran GCS 3-8, mengalami amnesia >24 jam. Penderita trauma
kepala sering mengalami edema serebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler
atau ekstraseluler pada ruang otak dan perdarahan intrakranial yang mengakibatkan
meningkatnya teknanan intrakranial (Kumar,2013).

Trauma kepala meliputi luka pada kulit kepala, tengkorak, dan otak. Trauma
kepala/ cidera kepala dapat menimbulkan berbagai kondisi dari gegar otak ringan, koma,
sampai pada kematian. Kondisi paling serius disebut dengan istilah cedera otak traumatik
(traumatik brain injury). Paling umum akibat jatuh (28%), kecelakaan kendaraan
bermotor (20%), tertabrak benda (19%), dan perkelahian (11%) dengan perbandingan
laki-laki dan perempuan 2:1 (Brunner & Suddart, 2013).

Penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit,


trauma kepala merupakan salah satu jenis terbanyak di Unit Gawat Darurat (UGD).
Banyak pasien trauma kepala meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit, dan kira-kira 90%
kematian pra Rumah Sakit karena menderita cidera otak. Dinegara maju menunjukkan
bahwa trauma kepala mencakup 26% dari jumlah berbagai macam kecelakaan, yang
mengakibatkan seseorang tidak bisa bekerja selama angka panjang.

Kejadian trauma kepala di Amerika Serikat setiap tahun diperkirakan mencapai


500.000 kasus yang terdiri dari trauma kepala ringan sebanyak 296.678 orang (59,3%),
trauma kepala sedang sebanyak 100.890 orang (20,17) dan trauma kepala berat sebanyak
102.432 (20,4%).

Data hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, jumlah data yang
dianalisis seluruhnya 1.027.758 orang untuk semua umur. Adapun responden yang
pernah mengalami cedera 84.774 orang dan tidak cedera 942.984 orang. Prevalensi
cedera tertinggi berdasarkan karakteristik responden yaitu pada kelompok usia 15-24
tahun (11,7%) dan laki-laki (10,1%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,2013).

Data hasil laporan tahunan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Ulin
Banjarmasin tahun 2014, cedera kepala termasuk ke dalam 10 besar penyakit
terbanyak bedah sebesar 1.187 dari 4.406 kasus. Sebagian besar pasien mengalami
cedera kepala ringan (64,6%), sedangkan sisanya mengalami cedera kepala sedang
(16,7%) dan cedera kepala berat (18,7%).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Cidera kepala/trauma kepala (head injury) adalah kumpulan kejadian
patofisiologik yang dapat melibatkan setiap komponen yang ada, mulai dari kulit kepala,
tulang dan jaringa otak atau kombinasinya. Cedera kepala merupakan salah satu
penyebab kematian atau kecacatan pada individu atau kelompok yang banyak melakukan
aktivitas/kegiatan dimana sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Price dan
Wilson, 2012).
B. Etiologi
a. Kecelakaan
b. Jatuh
c. Tertabrak benda
d. Perkelahian
C. Macam- macam Trauma Kepala

Macam – macam Definisi Etiologi Manifestasi klinis


trauma kepala
Concussion Memar pada otak 1. Akselerasi Mual, Muntah,
(konkusio / gegar akibat trauma tumpul 2. Deselerasi Letargi, Sakit
otak) yang menyebabkan 3. Trauma akibat kepala, amnesia
terbenturnya jaringan ledakan (blast retrograde, pusing,
otak ke bagian injury) hipertensi
tengkorak. /hipotensi, kejang,
vertigo, pandangan
kabur, perubahan
perilaku.

Kontusio Serebri Kondisi memar pada Kesulitan


(cerebral contusio) jaringan otak akibat bernapas,
benturan ke disorientasi,
tengokorak. kebingungan,
kehilangan
kesadaran, tampak
adanya luka,
agitasi, diameter
pupil tidak sama,
mengantuk,
perilaku yang
berlebihan,
kelemahan pada
salah satu sisi
tubuh, postur
abnormal,
mual/muntah,
gangguan
penglihatan,
kesulitan berbicara.
Diffuse axonal Gangguan fungsi Pasien mengalami
injury neurologic yang luas koma ± selama 6
tanpa ada lesi fokal jam, postur
abnormal,
kebingungan,
amnesia,
disautonomia
Skull Fracture Kondisi rusaknya Asimptomatik,
(fraktur tengkorak) atau terputusnya adanya perdarahan
kontinuitas tulang dari hidung,
tengkorak yang telinga, mata, atau
diakibatkan trauma pada area luka,
tumpul kekuatan pupil tidak sama
yang besar. ukurannya kanan
dan kiri, serta tidak
bereaksi terhadap
cahaya, gangguan
penglihatan,
adanya cairan
jernih yang keluar
dari hidung atau
telingan (cairan
serebrospinal),
adanya racoon eyes
atau battel’s sign,
kehilangan
kemampuan
pembau,
kebingungan, tidak
bisa istirahat, sakit
kepala, kejang.
Trauma Penetrasi Trauma akibat benda 1. Luka tembak
yang mencap atau 2. Luka tusuk
menembus 3. Peluru yang
tengkorak. menancap
4. Benda yang
menancap
Peningkatan Intra 1. Peningkatan 1. Gangguan
Kranial (TIK)
volume otak. tingkat
2. Peningkatan kesadaran
jumlah darah 2. Perubahan
dalam otak. ukuran pupil
3. Peningkatan 3. Perubahan
jumlah cairan fungsi motorik
serebrospinal. 4. Perubahan
tanda-tanda
vital
5. Berikan posisi
head elevaiton
untuk
meningkatkan
aliran darah
vena
6. Hindarai fleksi
ekstrem pada
panggul serta
pertahankan
posisi leher
dan kepala
dalam satu
garis.
7. Evaluasi suara
napas dan
saluran
oksiegn
8. Pantau nadi
dan ritme
jantung
9. Pertahankan
kadar glukosa
darah normal
10. Monitor input
dan output
Epidural Perdarahan yang 1. Sakit kepala
Hematoma (EDH) terjadi akibat 2. Penurunan
pecahnya pembuluh kesadaran
darah arteri dan secara
terakumulasi antar mendadak
lapisan durameter 3. Pola
dan skull. Frekuensi penurunan
kejadian epidural kesadaran
hematoma (EDH) disertai dengan
sekitar 1-2% dari fase lucid
inseiden trauma interval (pada
kepala. tahap awal
tidak sadar,
kemudian
pasien sadar
kembali
sekitar lima
menit sampai
enam jam yang
disebut
sebagai fase
lucid interval,
dan secara
cepat pasien
akan
mengalami
penurunan
kesadaran
kembali)
4. Adanya
hemiparese
kontralateral
5. Dilatasi pupil
ipsilateral
6. Bradikardi
7. TIK
meningkat
8. Tekanan darah
meningkat
9. Pola
pernapasan
abnormal

Subdural Perdarahan yang 1. Trauma kepala


terjadi akibat
Hematoma (SDH) 2. Prosedur atau
pecahnya pembuluh
darah yang tindakan yang
mengakibatkan
memicu pecahnya
akumulasi darah
antara durameter dan pembuluh darah
arachnond mater
3. Pemberian
atau disebut sebgai
rongga subdural. antikoagulan
Sumber perdarahan
4. Pecah spontan
berasal dari sinus
vena dan konteks 5. Riwayat konsumsi
serebral.
alkohol

Subarchnoid Perdarahan 1. Tarauma kepala 1. Biasanya tanpa


Hemorrhage subaraknoid 2. Hipertensi berat gejala
(SAH) (subarakniod 3. Ruptur 2. Sakit kepala
hemoragik/SAH) aneurisenta berat
merupakan 3. Penurunan
perdarahan yang tingkat
terjadi akibat kesadaran
pecahnya pembuluh 4. Muntah
darah subaraknoid 5. Kejang
sehingga 6. Kaku leher
menimbulkan 7. Mengantuk
akumulasi darah di (drowsiness)
antara membran 8. Koma
araknoid dan 9. Kebingungan
piamater yang (confucion)
mengelilingi jaringan 10. Perdarahan
otak atau disebut pada bola mata
sebagai ruang (perdarahan
subaraknoid. intraokular)
11. Fotofobia

Intracerebral Perdarahan yang 1. Akselerasal atau 1. Tanda dan


Hemorrahage terjadi di jaringan denderani gejala
(ICH) otak akibat pecahnya 2. Hipertensi dipengaruhi
pembuluh darah kecil 3. Trauma penetrasi oleh luas,
dalam otak antara jumlah, serta
srebrum dan batang lokais
otak. Sumber perdarahan
perdarahan berasal 2. Pupil adanya
dari pembuluh darah peningkatan
vena, sehingga tekanan
proses perdarahan intracerebral
berjalan lebih lambat. 3. Sakit kepala
hebat dan
memberat
sering sengan
meningkatnya
pendarahan
4. Penurunan
tingklat
kesadaran
5. Confice
6. Pernapasan
abnormal
7. Mual dan
muntah
8. Afasia
(gangguan
bicara)
9. Anjurkan
pasien tidak
kunsomsi
aspiria dan
antikoagulan

D. Manifestasi Klinis

1. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan;

a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian
sembuh.

b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

c. Mual atau dan muntah.

d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.

e. Perubahan keperibadian diri.

f. Letargik.
2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat;

a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak


menurun atau meningkat.

b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).

c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).

d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi


abnormal ekstrimitas.
E. Patofisiologi
1. Narasi

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat


ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena terkena lemparan benda
tumpul.

Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang


secara relative tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak
langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Cedera
sekunder, dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau taka
da pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatann volume darah)
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intracranial, dan akhirnya peningkatan tekananan
intracranial (TIK). Beberapa konsidi yang menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Epidural hematom menunjukkan adanya pengumpulan darah diantara tulang


tengkorak dan durameter akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri
meningeal media yang terdapat di durameter, pembuluh darah ini tidak dapat menutup
sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2
hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis. Tanda dan
gejala yang muncul penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparase.
Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irregular,
penurunan nadi, peningkatan suhu.

Subdural hematom menunjukkan terkumpulnya darah antara durameter dan


jaringanotak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadinya akibat pecahnya pembuluh
darah vena yang biasanya terdapat diantara durameter, perdarahan lambat dan sedikit.
Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi
dalam 2 minggu atau beberapa bulan. Tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu
nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema
pupil.

Perdarahan intraserebral yaitu perdarahan di jaringan otak karena pecahnya


pembuluh darah arteri, kapiler, vena. Tanda dan gejala yang mungkin nyeri kepala,
penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil,
perubahan tanda-tanda vital.

Perdarahan subarachnoid yaitu perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat


robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hamper selalu ada pada cedera kepala
yang hebat. Tanda dan gejala yang muncu yaitu nyeri kepala, penurunan kesadaran,
hemiparase, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.
2. Skema

Trauma benda tajam Kecelakaan, jatuh, trauma tumpul

Trauma Kepala

Pecahnya pembuluh darah

TIK meningkat Gangguan Penurunan suplai O2


Perfusi Jaringan
Serebral

Hipoksia

Asidosis

Iskemik

Infark serebri
Cerebrum Cerebellum Batang otak

Gg.koordinasi & Otak tengah: gg


Pons:gg.sensorik
Frontal: gg Pariental: Gg gerakan halus, reflek,
motorik, kontrol
kepribadian, sensasi rasa, gerakan yang pendengaran dan
jantung,
perilaku, motorik kecap, bau. benar, penglihatan
pernafasan,
keseimbangan teknan darah
Gg pengaturan
posisi, integrase
Motorik posisi&letak Penekanan pusat
input memori
bicara bag.tubuh reflek
Penekanan pusat
nafas
Gg. Reflek batuk
Kelemahan
Komunikasi berkurang
otot/paralisis Gangguan Pola
Verbal
Nafas
Pengeluaran sekret
Gg. Mobilitas Defisit Perawatan
terhambat
Fisik Diri
Kelemahan otot
spicter

Kontraktur Bersihan Jalan


Nafas Tidak
Inkontinensia Efektif
Urin/Feses
Risiko Tinggi
Cidera
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium; darah lengkap, kimia darah, koagulasi, urinalisis, BGA, skrining
toksikologi pada urine.
2. CT scan kepala; hasil pemeriksaan ditemukan adanya edema serebral, perdarahan,
fraktur, dan lesi. Pemeriksaan CT scan diindikasikan untuk pasien dengan GCS <13
pada saat initial assement , GCS <15 setelah 2 jam dari onset kejadian, suspect open
atau depressed skull fracture, terdapat gejala frakture basis kranii, post-traumatic-
seizure , defisit neurologi fokal, dan muntah lebih dari satu kali (Natonal institute for
health and care excelent/ NICE 2014)
3. X-ray kepala dan spinal; dilakukan dengan tujuan untuk melihat adanya fraktur
4. MRI; hasil MRI kemungkinan ditemukan adanya edema dan perdarahan pada pasien
yang tidak stabil, menggunakan ventilator, tidak kooperatif, pasien dalam kondisi
trauma akut.
5. Angiografi; pemeriksaan angiografi digunakan untuk melihat adanya trauma
serebrovaskular atau trombosis
6. Foto toraks
7. Pemeriksaan EKG 12 lead

G. Penatalaksanaan
1. Non medis atau keperawatan

1. Jalan napas (airway)

a. Lakukan imobilisasi servikal dengan cara jaw thrust atau menggunakan


servical collar.

b. Kaji apakah ada suara gurgling, snoring, dan stridor.

c. Jika terdapat gigi yang lepas atau fragmen tulang dijalan napas akibat trauma
diwajah, segera diambil.

d. Buka jalan napas, jika GCS kurang dari 8 maka lakukan intubasi endotrakeal.

e. Lakukan suction jika terdapat darah, saliva, atau muntahan pada jalan napas.

f. Pasang slang orogastrik untuk dekompresi lambung (jangan gunakan slang


nasogastrik).
2. Pernapasan (breathing)

a. Pertahankan saturasi oksigen > 95% dengan pemberian suplemen oksigen.

b. Pertahankan frekuensi pernapasan normal (eukapnea) dengan PaCO2 antara


35-38 mmHg.

c. Cegah hiperventilasi kecuali terjadi herniasi.

d. Monitoring end-tidal carbon.

e. Pertimbangkan penggunaan agen blokade neuromuskular jika pasien


mengalami kesulitan ventilasi.

f. Lakukan dekompresi dengan jarum ukuran 12G jika ditemukan tekanan


pneumotoraks (pneumothorax tension).

g. Jika terdapat kondisi pneumotoraks dan hemotoraks yang mengancam nyawa,


lakukan tindakan drainase pada ICS 5 pada midaksila anterior.

3. Sirkulasi (circulation)

a. Pertahankan status normovolemia pada pasien (jaga tekanan arteri antara 70-80
mmHg).

b. Pertahankan perfusi serebral > 70 mmHg.

c. Pada pasien dengan trauma penetrasi atau trauma tumpul, tekanan darah
sistolik hendaknya dipertahankan menimal 60 mmHg.

d. Pada pasien dengan traumaselain penetrasi atau trauma tumpul , tekanan darah
sistolik hendaknya dipertahankan menimal 90 mmHg.

e. Beriak tambahan cairan isotonik atau produk darah sesuai dengan kebutuhan
pasien.

f. Jika nadi pasien tidak teraba, maka berikan bolus cairan 250 cc sampai nadi
teraba.

g. Pasang kateter urine untuk monitoring pengeluaran urine (terutama jika pasien
diberikan diuretik).
4. Disabillity, lakukan monitoring status GCS secara berkala, respons pupil, nadi
pernapasan, dan tekanan darah.
5. Segera menyiapkan pasien utuk memeriksa diagnostik penunjang.
6. Cegah jangan smpai terjadipeningkatan TIK dengan pemberian sedasi atau
analgesik, pemberian diuretik osmotik (manitol), posisikan pasien head elevation
300 , minimalisasi stimulasi ekternal.
7. Fasilitasi pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan (evakuasi hematom
lobektomi, kraniotomi).
8. Cegah jangan sampai terjadi kejang.
9. Pertahankan suhu tubuh mormal.
2. Medis atau pemberian obat-obatan

a. Diuretik osmotik

b. Loop diuretic

c. Analgesik

d. Antibiotik

e. Antihipertensi
H. Komplikasi
1. Kematian otak
2. Kejang
3. Peningkatan tekanan di dalam kepala
4. Infeksi pada selaput otak (meningitis)
5. Kerusakan saraf kita
6. Penyakit otak degeneratif (alzheimer, parkinson, dan demensia)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Pengkajian data subjektif meliputi hal berikut:
1. Kaji mekanisme injuri
2. Tingkat kesadaran
3. Status mental
4. Gangguan komunikasi
5. Kemampuan motorik
6. Gangguan sensasi
7. Gangguan penglihatan
8. Nyeri (PQRST)
9. Sakit kepala
10. Kejang
11. Muntah
12. Usaha untuk mengurangi gejala
13. Status imunisasi

c. Untuk pengkajian riwayat pasien bisa dilakukan dengan mengkaji AMPLE


1. Allergi
2. Medication
3. Pas medical history (riwayat penyakit lalu)
4. Last ate (waktu makan terakhir kapan)
5. Exact event (kejadian atau lingkungan yang menyebabkan trauma)

d. Data-data yang diperlukan dalam pengkajian data objektif meliputi hal berikut
1. Kaji kondisi
2. Tingkat kesadaran berdasarkan Glasgow coma scale (GCS)
3. Orientasi, ingatan atau memori
4. Verbalisasi saat komunikasi
5. Perubahan perilaku
6. Adanya kejang
7. Tanda tanda vital terkait MAP
8. Nadi
9. Respirasi
10. Tanda trias Churings (peningkatan tekanan darah sistolik, bradikardi
pernapasan abnormal)
11. Suhu inti tubuh
12. Lokasi trauma
13. Kontinuitas tulang
14. Ukuran dan reaksi pupil terhadap cahaya
15. Kemampuan koordinasi motorik
16. Fungsi saraf kranial
17. Adanya cairan serebprospinal
18. Tanda meningen
19. Kekuatan otot

Tabel: Pengkajian Glasgow scala (GCS)

Buka Mata :
Spontan =4
Terhadap suara =3
Terhadap nyeri =2
Tidak ada respons =1

Respons Verbal :
Terorientasi = 5
Bingung = 4
Kata-kata tidak sesuai = 3
Suara tidak berhubungan = 2
Diam =1

Respons motorik :
Mengikuti perintah = 6
Melokalisasi nyeri = 5
Menarik diri terhadap nyeri = 4
Fleksi abnormal =3
Eksistensi abnormal =2
Tidak ada gerakan =1

Pengkajian Saraf Kranial

Saraf kranial Pengkajian

I Olfaktorius Tidak dilakukan pengkajian


secara rutin
II Optik Kemampuan penglihatan
III Okulomotor Pergerakan ekstraokuler,
pengkajian pupil
IV Troklear Pergerakan ekstraokuler
V Trigeminal Refleks kornea, sensasi pada
waja
VI Abdusen Pergerakan ekstraokuler
VII Fasial Otot-otot bicara, kemampuan
perasa, mengangkat alis dan
tersenyum
VIII Vestibulokoklear Kemampuan mendengar
IX Glosofaringeal Refleks muntah dan mengunyah
X Vagus Otot-otot bicara
XII Aksesori spinal Otot bahu
XII Hipoglosal Otot-otot bicara

Kekuatan otot :

1. 0 = tidak ada pergerakan


2. 1 = terdapat kontraksi otot
3. 2 = dapat bergerak tetapi kembali jatuh akibat gravitasi
4. 3 = dapat bergerak melawan gravitasi
5. 4 = dapat bergerak melawan tahanan dengan lemah
6. 5 = mampu melawan tahanan

2. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan Perfusi Jaringan Serebral berhubungan dengan penurunan suplai O2
2. Gangguan Pola napas berhubungan dengan penekanan pusat nafas
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pengeluaran sekret
terhambat.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot/paralisis.
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan motorik bicara
6. Inkontinensia urin/feses berhubungan dengan kelemahan otot spicter
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik
8. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kontraktur
9. Intervensi

Diagnosa 1. Gangguan Perfusi Jaringan Serebral berhubungan dengan


penurunan suplai O2

No Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Setelah 1. Tentukan faktor-faktor 1. Penurunan tanda/ gejala
dilakukan yang menyebabkan neuroligis atau kegagalan
tindakan koma/ penurunan dalam pemulihannya
keperawatan perfusi jaringan otak setelah serangan awal,
3 x 24 jam dan potensial menunjukkan perlunya
diharapkan peningkatan TIK. klien dirawat secara
masalah 2. Paantau/ catat status intensif.
teratasi neurologis secara 2. Mengkaji tingkat
dengan teratur dan bandingkan kesadaran dan potensial
kriteria hasil dengan nilai standar peningkatan TIK
tanda-tanda GCS. bermanfaat dalam
vital stabil 3. Evaluasi keadaan menentukan lokasi,
dan tidak ada pupil, ukuran perluasan, dan
tanda-tanda kesamaan antara kiri perkembangan kerusakan
peningkatan dan kanan, dan reaksi Sistem saraf pusat.
TIK. terhadap cahaya. 3. Reaksi pupil diatur oleh
4. Pantau tanda-tanda saraf kranial okulomotor
vital : Tekanan darah, (III) berguna untuk
nadi frekuensi napas, menentukan batang otak
suhu. apakah masih baik.
5. Kolaborasikan 4. Untuk mengetahui adanya
pemberian obat sesuai peningkatan TIK (tekanan
indikasi, misal diuretic, intra kranial).
streroid, antikonvulsan, 5. Diuretik diguanakan pada
analgetik, sedatif, fase akut untuk
antipiretik. menurunkan air dari sel
otak, menurunkan
6. edema otak,dan tekanan
intra kranial.
Steroid mengurangi
inflamasi dan edema
jaringan.
Antikonvulsan untuk
mengatasi dan mencegah
terjadinya kejang.
Analgetik berguna untuk
menghilangkan nyeri.
Sedatif untuk
mengendalikan rasa
gelisah.
Antipiretik mengendalikan
atau menurunkan demam
yang mempunyai
pengaruh meningkatkan
metabolism selebral atau
peningkatan kebutuhan
oksigen.
Diagnosa 2. Gangguan Pola napas berhubungan dengan penekanan pusat nafas

No Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Setelah 1. Kaji kecepatan, 1. Hiperventilasi
dilakukan kedalaman, biasanya terjadi atau
tindakan frekuensi, irama menyebabkan
keperawatan napas, dan suara akumulasi atau
selama 2 x 24 napas tambahan pneumonia
jam seperti rongki, (komplikasi yang
diharapkan mengi, krekels. sering terjadi)
pola napas 2. Atur posisi klien 2. Untuk meningkatkan
efektif dengan dengan posisi semi ventilasi.
kriteria hasil: fowler 30⁰. 3. Penghisapan yang
Klien tidak 3. Lakukan suction rutin , beresiko terjadi
merasakan dengan hati-hati hipoksia, dan trauma
sesak napas, (tekanan, irama, jaringan karena
retraksi lama) 10-15 detik. kebutuhan pengisapan
dinding dada 4. Kolaborasi terapi yang ketidakmampuan
tidak ada, oksigen sesuai untuk mengeluarkan
pola napas kebutuhan. sekret.
regular 5. Kolaborasi dengan 4. Mencegah hipoksia,
respirasi 16- pemeriksaan menurunkan kerja
24 /menit, analisa gas darah napas dan
ventilasi (AGD), tekanan memaksimalkan
adekuat, oksimetri. bernapas.
kepatenan 5. Menentukan
jalan napas kecukupan
dapat oksigen ,keseimbangan
dipertahankan asam-basa dan
kebutuhan akan terapi.
Diagnosa 3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
pengeluaran sekret terhambat.
No Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan 1. Kaji status 1. Obstruksi dapat
tindakan pernapasan disebabkan
keperawatan selama 2. Evaluasi pengumpulan
3x 24 jam pergerakan dada sputum, pendarahan,
diharapkan kriteria dan auskultasi bronchospasme dan
hasil : suara napas dada adanya masalah
veskiler, 3. Lakukan suction terhdap tube.
mengurangi rasa dengan hati-hati 2. Pergerakan yang
sesak, tidak terdapat (tekanan, irama, simetris dan suara
otot bantu lama) 10-15 napas yang bersih
pernapasan. detik indikasi pemasangan
4. Pemberian tube yang tepat dan
oksigen sesuai tidak adanya
kebutuhan penumpukan sputum.
3. Meningkatkan
ventilasi untuk semua
bagian paru, dan
kelancaran pelepasan
sputum.
4. Pemberian oksigen
untuk memenuhi
kebutuhan oksigen
klien

Diagnosa 4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan


otot/paralisis.
No Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan 1. Periksa kembali 1. Mengidentifikasi
tindakan kemampuan dan kerusakan secara
keperawatan selama keadaan secara fungsional dan
2x 24 jam fungsional pada mempengaruhi pilihan
diharapkan Klien kerusakan yang intervensi yang akan
dapat melakukan terjadi. dilakukan.
mobilitas fisik 2. Berikan bantu 2. Mempertahankan
dengan kriteria hasil untuk latihan mobilitas dan fungsi
tidak adanya rentang gerak sendi/ posisi normal
kontraktur, footdrop, 3. Bantu klien dalam ekstrimitas dan
adanya peningkatan program latihan dan menurunkan terjadinya
kekuatan dan fungsi penggunaan alat vena statis.
bagian tubuh yang mobilisasi.Tingkatk 3. Proses penyembuhan
sakit, mampu an aktivitas dan yang lambat seringa kali
mendemonstrasikan partisipasi dalam menyertai trauma kepala
aktivitas yang merawat diri sendiri dan pemulihan fisik
memungkinkan sesuai kemampuan merupakan bagian yang
dilakukannya. sangat penting.
Keterlibatan klien dalam
program latihan sangat
penting untuk
meningkatkan kerja sama
atau keberhasilan
program.

Diagnosa 5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan motorik bicara


No Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Setelah 1. Kaji derajat 1. Membantu menentukan
dilakukan disfungsi daerah atau derajat
tindakan 2. Mintalah klien kerusakan serebral yang
keperawatan untuk mengikuti terjadi dan kesulitan klien
diharapkan perintah dalam proses komunikasi.
gangguan 3. Anjurkan keluarga 2. Mengkaji ada tidaknya
komunikasi untuk kerusakan sensori
verbal tidak berkomunikasi 3. Untuk merangsang
terjadi, dengan klien komunikasi
menunjukan
komunikasi
dengan baik.

Diagnosa 6. Inkontinensia urin/ feses berhubungan dengan kelemahan otot


spicter

No Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Setelah 1. Bantu klien untuk 1. Klien biasanya membatasi
dilakukan menjaga asupan asupan cairan untuk
tindakan cairan yang adekuat menguragi episode
selama 2x 24 2. Bantu klien dalam inkontinesia.
jam mengurangi berat 2. Obesitas dikaitkan dengan
keperawatan badan jika penderita peningkatan tekaanan intra-
diharapkan obesitas abdomen pada kandung
klien 3. Identifikasi prosedur kemih.
kontinesia pembedahan 3. Pada pria, reseksi
urin/ feses. sebelumnya dari transurethral kelenjar prostrat
klien dapat menyebabkan retensi
urine.

Diagnosa 7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas

No Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Setelah dilakukan 1. Bantu klien dalam 1. Untuk memenuhi
tindakan memenuhi kebutuhan sehari-hari
keperawatan selama kebutuhan sehari- klien
2x 24 jam hari 2. Kateter yang bersih akan
diharapkan 2. Perawatan kateter membuat klien lebih
kebutuhan sehari- bila terpasang nyaman
hari klien 3. Kaji adanya 3. Konstipasi akan
terpenuhi, berat konstipasi, bila membuat klien merasa
badan stabil, tempat perlu perlu tidak nyaman
tidur bersih, tubuh pemakaian 4. Agar kebutuhan klien
klien bersih, tidak pelembek tinja sehari-hari dapat
ada iritasi pada untuk memudahkan terpenuhi
kulit klien, buang BAB/ buang air
air besar dan buang besar.
air kecil dapat 4. Libatkan keluarga
dibantu. dalam perawatan
pemenuhan
kebutuhan sehari-
hari.

Diagnosa 8. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kontraktur


No Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Setelah 1. Sediakan 1. Mengindari hal-hal yang
dilakukan lingkungan yang dapat membahayakn klien
tindakan nyaman dan aman 2. Membantu klien dalam
keperawatan untuk klien memenuhi kebutuhanya
diharapkan 2. Identifikasi 3. Menghindari klien dari
Klien kebutuhan barang-barng yang dapat
terbebas dari keamanan klien, membahayakan klien
cidera, klieen sesuai dengan 4. Membantu klien untuk
dan keluarga kebutuhan membatasi gerak klien agar
mampu 3. Memindahkan tidak terjatuh dari tempat
mengenali barang-barang yang tidur
perubahan dapat 5. Agar klien, keluarga dan
sattus membahayakan pengunjung dapat memahami
kesehatan klien adanya perubahan status
4. Memasang side rail kesehatan dan penyebab
tempat tidur penyaki
5. Berikan penjelasan
pada klien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat (2009). Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala dan

Stroke. Yogyakarta : Ardana Media.

Doenges,M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan

pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta.

Mutaqqin , Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem

Persarafan . Jakarta : Salemba Medika.

Nanda (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Editor

T.Heather Herdman, Shigemi Kamistru. Jakarta : EGC

Nursalam. (2011). Managemen keperawatan edisi 3. Jakarta: Salemba Medika Rosjidi,

Nuratif. A.H. Dan Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose

Medis 7 NANDA NIC-NOC . Jogjakarta: Mediaction.

Oktavianus. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Neurobehavior. Yogyakarta:Graha

Ilmu

Taylor, CM & Sheila Spark Ralph. (2014). Diagnosa Keperawatan : dengan Rencana

Asuhan. Jakarta : EGC

Ulya, Ikhda; Kusumaningrum,Bintari. (2017). Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat Pada

Kasus Trauma. Jakarta : Salemba Medika.

http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/Keperawatan/article/view/368/347

file:///C:/Users/acer/Downloads/275-Article%20Text-535-1-10-20180227.pdf

http://repository.poltekkeskdi.ac.id/583/1/KTI%20RPL%20GEL%20I%20%28TRauma%20Kepala

%20Berat%29.pdf

https://www.researchgate.net/publication/

327243256_HUBUNGAN_SKOR_GLASGOW_COMA_SCALE_GCS_DENGAN_JUMLAH_TROMBOSIT_PA

DA_PASIEN_CEDERA_KEPALA_DI_IGD_RSUD_ULIN_BANJARMASIN
Soal Kasus

1. Seorang laki-laki usia 45 tahun, masuk ruang UGD di antar oleh tukang ojek akibat
kecelakaan lalu lintas, klien tidak sadarkan diri, terdapat darah di mulut dan hidung
klien, hasil pemeriksaan tekanan darah 90/60, Nadi 120x/menit, Respirasi 35x/menit.
Apakah masalah keperawatan yang utama pada klien tersebut?
a. Gangguan Pola napas
b. Gangguan Perfusi Jaringan Serebral
c. Bersihan jalan napas tidak efektif
d. Gangguan mobilitas fisik
2. Seorang laki-laki usia 45 tahun, masuk ruang UGD di antar oleh tukang ojek akibat
kecelakaan lalu lintas, klien tidak sadarkan diri, terdapat darah di mulut dan hidung
klien, hasil pemeriksaan tekanan darah 90/60, Nadi 120x/menit, Respirasi 35x/menit.
Apakah tindakan keperawatan yang utama pada klien tersebut?
a. Cek kesadaran klien
b. Buka jalan nafas
c. Lakukan suction
d. Cek TTV klien
3. Ny. B usia 25 tahun di bawa ke UGD dengan hematoma di temporal sinistra akibat
dipukuli suaminya, klien dalam kondisi kesadaran menurun, refleks membuka mata
dengan cubitan pada kelopak mata dan mampu menepis cubitan tersebut dengan
tangan kirinya dan saat diajak bicara hanya erangan kesakitan yang keluar dari mulut
klien. Berapakah skor GCS pada klien tersebut?
e. E2V4M5
f. E3V2M4
g. E2V2M5
h. E2V3M5
4. Tn. R usia 35 tahun di bawa ke UGD karena terjatuh dari atap rumah saat
memperbaiki genteng yang bocor, kepala klien terbentur tanah dengan tanda dan
gejala klien merasa pusing, mual, muntah, vertigo, pandangan kabur dan perubahan
perilaku. Menurut tanda dan gejalanya termasuk dalam jenis apakah trauma yang di
alami klien?
a. Concussion (konkusio/geger otak)
b. Kontusio serebri (serebral contusio)
c. Trauma penetrasi
d. Epidural Hematoma (EDH)
5. Ny. P usia 40 tahun di bawa ke UGD karena pukulan kayu di kepala saat melerai
adiknya yang sedang berkelahi. Klien kesulitan bernapas, kebingungan, kehilangan
kesadaran, diameter pupil tidak sama dan kesulitan berbicara. Menurut tanda dan
gejalanya termasuk dalam jenis apakah trauma yang di alami klien?
a. Concussion (konkusio/geger otak)
b. Kontusio serebri (serebral contusio)
c. Trauma penetrasi
d. Epidural Hematoma (EDH)

Anda mungkin juga menyukai