Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN

TRAUMA MUSKULOSKELETAL

Dosen Pengampu : Dyah Trifianingsih, S.Kep., Ners., M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK V:


Devi A. Mambat
Gregorius Gerry
Jepri Anggara
Leluni
Leny Setiawati
Maria Yunita
Paska Feronica M.
Reni Puspita Radian Sari
Sr. Bernadetha Peta Pilli
Septalia Lely

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANJARMASIN
TAHUN 2019
TOPIK

TRAUMA MUSKULOSKELETAL

A. PENDAHULUAN

Sistem muskuloskeletal merupakan kerangka tubuh manusia terdiri dari tulang,


sendi dan otot yang berperan sebagai penyangga, penggerak dan pelindung tubuh
(Risnanto & Insani, 2014). Sistem muskuloskeletal memungkinkan individu untuk
melakukan aktifitas dan menunjang mobilisasi serta berpartisipasi secara aktif dalam
semua aspek kehidupan yakni untuk mempertahankan ekonomi, sosial dan fungsional
hidup mereka tanpa ada batasan. Kesehatan muskuloskeletal yang buruk, tercermin
dalam berkurangnya kemampuan fisik (Woolf, March & Officer, 2015).

Gangguan muskuloskeletal merupakan gabungan dari beberapa kondisi yang


berbeda, kondisi muskuloskeletal yang bersifat kronik membuat beban penyakit
muskuloskeletal saat ini jauh melebihi kapasitas layanan kesehatan di sebagian besar
negara (Woolf, March & Officer, 2015). Masalah muskuloskeletal perlu dikenali
sebagai masalah umum pada praktik layanan kesehatan terutama yang lebih dari satu
masalah gangguan muskuloskeletal, hal ini untuk mencegah terjadinya morbiditas pada
penderita gangguan muskuloskeletal (Kelvin et al, 2010).

Riskesdas (2018). menunjukkan proporsi cidera moskuluskeletal terjadi


penurunan, yaitu dari 42,845% (Riskesdas, 2013) menjadi 31,4% di tahun 2018. Cedera
dari trauma muskuloskeletal biasanya memberikan disfungsi struktur disekitarnya dan
struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan muskuloskeletal yang
paling sering terjadi akibat suatu trauma adalah kontusio, strain, sprain, dislokasi dan
subluksasi.
1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kntinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall
C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa
Fraktur adalah rusaknya kontuinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang dating lebih besar dari diserap oleh tulang.
Patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2000). Pendapat lain
menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena
kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).

Klasifikasi fraktur (Arief Mansjoer, dkk. 2000) :


a. Berdasarkan sifat fraktur (Luka yang ditimbulkan)
1. Fraktur tertutup (close fraktur) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang denga dunia luar di sebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.

2. Fraktur terbuka (open fraktur) bila ada hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit

b. Berdasarkan komplit dan ketidakkomplitan fraktur


1. Fraktur komplit (bila garis fraktur melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua kortek tulang.
2. Fraktur inkomplit (bila garis fraktur tidak melalui seluruh penampang
tulang)
c. Berdasarkan garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
1. Fraktur Transversal (fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung).
2. Fraktur oblik (fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut sumbu
tulang)
3. Fraktur spiral (fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yg
disebabkan trauma rotasi)
4. Fraktur kompresi (fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kearah permukaan lain)
5. Fraktur avulsi (fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan)
d. Berdasarkan jumlah garis patah
1. Fraktur komunitif (fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhububungan)
2. fraktur segmental (fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan tidak
saling berhubungan)
3. Fraktur multiple (fraktur dimana garis fraktur lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama)
e. Berdasarkan pergeseran tulang
1. Fraktur undisplesed (garis patah lengkap tetapi kedua frakmen tidak
bergeser)
2. Fraktur displesed (terjadi pergeseran tulang )
f. Berdasarkan posisi tulang
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
g. Berdasarkan kelelahan
Fraktur akibat tekanan yang berulang -ulang
h. Berdasarkan kondisi patologis
Fraktur yang dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan pada
tulang yang telah lemah atau abnormal.
2. Etiologi
a. Kekerasan/trauma lansung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b. Kekerasan/trauma tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran factor kekerasan.
c. Kondisi patologis/trauma akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
3. Patofisiologi

Luka terbuka

Kontaminasi
lingkungan luar

Resiko infeksi

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur tergantung pada tingkat keparahan trauma serta lokasi
fraktur. Menurut Smeltzer dan Bare (2002), yaitu :
a. Nyeri
b. Bengkak (edema)

c. Echimosis (memar)
d. Deformitas

e. Krepitasi (bunyi/suara yang dihasilkan oleh gesekan-gesekan dari segmen-


segmen tulang)
f. Pergerakan abnormal

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Rontgen
Syarat foto rontgen pada fraktur :
1. Patah tulang dipertengahan foto
2. Persendian proksimal dan distal terlihat pada foto
3. Dua foto dua arah bersilangan 900
4. Sinar menembus tegak lurus
5. Bila ada keraguan  anggota gerak yang sehat untuk perbandingan
b. Pemeriksaan penunjang lain dilakukan bila terdapat indikasi misal persiapan
tindakan operasi, pathologic fracture, etc.
c. Lab darah : Darah Lengkap (Hb, leukosit, Hct, Trombosit), BUN, Kreatinin
Serum, Faal hemostasis, Serum Elektrolit, BGA, Blood glucose.
d. ECG
e. Radiologic : Thorax Plain, MRI, bone window CT Scan, etc

6. Penatalaksanaan
a. Fraktur terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan ( golden period ) 6-8 jam
1. Proteksi diri, Respon, ABCD
2. Hentikan perdarahan ( bebat tekan / heacting situasi)
3. Imobilsasi ( pasang bidai )
4. observasi TTV (bila px syok pasang infus )
5. Analgesik+Antibiotik+ Antitetanus
b. Seluruh Fraktur
1. Resusitasi dan stabilisasi dilakukan bila ditemukan tanda – tanda life &
limb threatening
2. Pasien fraktur akibat kecelakaan sering disertai kegawatdaruratan
mengancam nyawa yang lebih membutuhkan pertolongan daripada cedera
patah tulangnya.
3. Tata laksana fraktur dilakukan pada secondary survey setelah ABCD stabil
4. Identifikasi komplikasi atau penyulit patah tulang terutama immediate dan
early complication

Resusitasi dan stabilisasi :


1. Oksigenasi sesuai indikasi
2. Pemasangan iv line akses, tangani dan atau cegah syok hipovolemik
3. Bleeding control bila ditemukan perdarahan. Hecting definitive hanya
boleh dilakukan setelah stabil.
4. Pemasangan kateter urine sesuai indikasi
5. Immobilisasi bagian yang cedera dengan pembidaian dan atau pembebatan
6. Analgesic sesuai indikasi
7. Antibiotic broadspectrum
8. Antitetanus sesuai indikasi
Terapi definitif :
1. Manajemen definitive fraktur dilakukan oleh spesialis bedah (orthopedic,
neurosurgery, general, etc.) sesuai indikasi.
2. Konservatif
3. Operatif

Terapi simptomatik

1. Analgesic
2. jenis, dosis, dan cara pemberian sesuai indikasi klinis
3. Immobilisasi (splinting dan bandaging) sesuai indikasi
4. Pemberian antitetanus sesuai dengan indikasi terutama pada open fraktur
5. Simptomatik lain sesuai klinis

7. Komplikasi
a. Komplikasi awal
1. Kerusakan arteri
2. Kompartement Syndrom (gangguan tualang yang terjadi saat tekanan pada
otot meningkat dan mencapai batasyang berbahaya)
3. Fat Emboli syndrome (emboli lemak bersirkulasi dan menyebabkan
disfungsi multisistem)
4. Infeksi
5. Avaskuler Nekrosis (kondisi jaringan tulang matikarena kekuranganpasokan
darah)
6. Shock
b. Kompikasi dalam waktu lama
1. Delayet Union (patah tulang tidak bisa sembuh setelah selang waktu 3-5
bulan)
2. Non Union (patah tulang tidak bisa sembuhsetelah selang waktu 6-8 bulan
dan tidak didapatkan pseudoarthrosis atau sendi palsu)
3. Malunion (fraktur sembuh pada saatnya tetapi terdapat deformitas)
8. Asuhan Keperawatan
TRIASE ( P1,P2.P3)
1. PENGKAJIAN
A. Survey Primer
1. Airway dan C Spine Immobilization : bebas/sumbatan
2. Breathing :Kontrol ventilasi , nafas spontan /tidak ,RR .
3. Circulation : Kontrol perdarahan,Nadi,akral,Tensi
4. Disability : Kesadaran / GCS/pupil
5. Exposur : paparan
B. Survey Sekunder
1. Riwayat Trauma
2. Riwayat penyakit dahulu
3. Riwayat alergi
4. Pemeriksaan fisik (Kepala dan wajah, Cervikal Spine/penyempitan saraf
leher, thorax, abdeomen, extermitas)

Empat komponen yang harus diperiksa:

1. Kulit yang melindungi penderita dari kehilangan cairan dan infeksi


2. Fungsi neuromuscular
3. Status sirkulasi
4. Integritas ligamentum dan tulang

Lingkup pemeriksaan fisik :

1. Lihat dan Tanya


2. Raba
3. Pemeriksaan sirkulasi

Lihat dan tanya

1. Warna dan perfusi


2. Luka
3. Deformitas (angulasi, pemendekan)
4. Perubahan warna atau memar
5. Bandingkan dengan ekstremitas sebelahnya

Raba

1. Pemeriksaan fungsi neurologis (sensorik)  kehilangan rasa nyeri dan


raba menunjukkan adanya trauma spinal atau saraf tepi
2. Pemeriksaan daerah nyeri tekan (fraktur atau trauma jaringan lunak) 
adanya nyeri, nyeri tekan dan deformitas mendukung diagnosis fraktur
3. Stabilitas sendi dinilai secara klinis  gerakan abnormal menunjukkan
ruptur

Pemeriksaan sirkulasi

1. Pulsasi bagian distal tiap ekstremitas diperiksa dengan palpasi dan


diperiksa pengisian kapiler jari

2. Pada penderita dengan hemodinamik stabil, perbedaan pulsasi, dingin,


pucat, paresthesi dan motorik abnormal menunjukkan adanya trauma
arteri

3. Hematom yang membesar dan perdarahan yang memancar


menunjukkan trauma arteri

9. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasme otot,gerakan frakmen tulang,cedera jaringan
lunak
2. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka
3. Resiko infeksi b/d ketidak adekuatan pertahanan primer

10. Intervensi Keperawatan


a. Nyeri akut b/d spasme otot ,gerakan frakmen tulang, cedera jaringan lunak
1. Imobilisasi area yang mengalami fraktur
2. Kalaborasi dalam pemberian analgesik
3. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik distraksi dan relasasi
4. Terapi koqnitif ,membayangkan nyeri sebagai sesuatu yang dapat di
kontrol
5. Berikan informasi penyebab nyeri
b. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka
1. Bebat tekan pada daerah yang cidera
2. Lakukan imobilisasi sesuai prosedur
3. Berikan posisi yang nyaman
4. Observasi keadaan kulit .
c. Resiko infeksi b/d ketidak adekuatan pertahanan primer
1. Lakukan perawatan luka sesuai protokol (SPO)
2. Kalaborasi dalam pemberian antibiotik dan anti tetanus
3. Ajurkan klien menjaga kebersihan luka

B. KESIMPULAN

Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi disekitarnya


dan struktur pada bagian yang di lindungin atau disangganya. Gangguan yang
paling sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain,
dan dislokasi.

Ketika terjadi trauma muskuloskeletal harus segera di tangani karena jika


tidak ditangani secara dini maka akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah.
Imobilisasi, reduksi dan traksi untuk fraktur merupakan penatalaksanaan untuk
pasien fraktur. Imobilisasi dini harus dilakukan untuk mencegah deformitas dan
sebagai penyangga tulang yang patah.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan trauma


atau tenaga fisik dan menimbulkan nyeri serta gangguan fungsi. Fraktur
disebabkan oleh cidera, fraktur patologi, dan fraktur beban. Secara umum fraktur
dibedakan menjadi 2 yaitu terbuka dan tertutup.

C. SARAN
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang konsep trauma musculoskeletal. Kami selaku penulis
sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar
makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Teima kasih.

D. LATIHAN
1. Tn. P berumur 65 tahun di antar ke IGD karena mengalami kecelakaan lalu
lintas, kaki terjepit. Patah tulang terbuka bagian kaki kiri. Saat di IGD Tn. P
menjerit nyeri kesakitan, dan banyak mengeluarkan banyak darah . TD:
90/60 mmHg , P: 85 X/menit, R:24X/menit T:37oC.
Berdasarkan kasus diatas diagnosa utama untuk pasien diatas adalah....
a. Nyeri akut berhubungan dengan
b. Gangguan rasan nyaman berhubungan dengan nyeri
c. Syok hipovolemik berhubungan dengan pendaraan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka
2. Seorang pemain sepak bola tiba-tiba terjatuh saat mencoba merebut bola dari
lawannya. Dia tampak kesakitan sambil memegang bahunya, lalu seorang
perawat dating & mengamati keadan manusia tersebut & didapatkan
hasil :lengan kaku & siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh. Ujung
tulang bahu nampak menonjol keluar, di bagian depan tulang bahu nampak
ada cekungan kedalam. Di bawah ini yg bukan tindakan kegawatdaruratan
buat menangani keadan tersebut ialah:
a. Ketiak yg cedera ditekan dgn telapak kaki (tanpa sepatu)
b. Lengan penderita ditarik sesuai dgn arah letak kedudukannya ketiak 1tu
c. Tarikan wajib dikerjakan dgn pelan & semakin lama semakin kuat
d. Lengan bagian bawah dipegang, lalu dihitungan ketiga dikerjakan tarikan
yg cepat & tiba-tiba
3. Pada penatalaksanaan dislokasi terdapat metode RICE, fungsi dari E
(elevation) yaitu :
a. Mempertahankan posisi
b. Mengurangi peradangan khususnya pembengkakan
c. Mempercepat penyembuhan
d. Menghambat aliran darah vena
4. Dari beberapa cedera yg amat berbahaya di bawah ini ialah…
a. Cidera medula spinalis
b. Cidera patah tulang femur
c. Cidera close patah tulang
d. Cidera open patah tulang humerus
5. Terjadinya kerusakan / destruksi saraf & pembuluh darah yg dikarenakan
karena pembengkakkan & edema di daerah patah tulang ialah salah satu
gejala komplikasi awal dari patah tulang yaitu
a. Infeksi
b. sindrom emboli lemak
c. sindroma kompartement
d. Avaskulernekrosis
6. Usaha & tindakan buat memanipulasi fragmen-fragmen tulang yg patah
sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya ialah salah satu prinsip
4R pada patah tulang yaitu:
a. Rekognisi
b. Reduksi
c. Retens
d. Rehabilitasi
7. Di bawah ini mewujudkan/adalah beberapa hal penyebab dari cidera medula
spinalis, kecuali…
a. Kecelakaan mobil, industri
b. Terjatuh karena olahraga
c. Luka tusuk, tembak
d. Keturunan/genetika
8. Skenario 1
Tn.P umur 65 tahun di antar ke IGD karena mengalami kecelakaan lalu
lintas kaki terjepit dan bagian leher terbentur. Patah tulang terbuka bagian
kaki kiri, saat di IGD Tn. P menjerit kesakitan, dan banyak mengeluarkan
darah.

Td: 90/60 mmHg, P: 85x / mnt, R: 24x / mnt, T: 370c,

Apa penanganan pertama dari kasus patah tulang di atas?

a. Berikan terapi infus RL


b. Berikan pembidaian
c. Atur possisi pasien
d. Berikan tranfusi darah
9. Di bawah ini penatalaksanaan untuk menghindari kontaminasi bakteri pada
fraktur terbuka, yaitu dengan cara diberikan …
a. Analgesik
b. Antibiotik
c. Antitetanus
d. Semua benar
10. Berdasarkan skenario diatas, pemeriksaan yang gunakan untuk memeriksa
apakash pasien kehilangan rasa nyeri dan raba menunjukkan adanya trauma
spinal atau saraf tepi adalah...
a. Pemeriksaan fungsi neurologis (sensorik)
b. Pemeriksaan daerah nyeri tekan (fraktur atau trauma jaringan lunak)
c. Stabilitas sendi dinilai secara klinis
d. Semua benar
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10.
Jakarta: EGC.

Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC

Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI

Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika.


7. Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Lukman. Ns dan Ningsih Nurna. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem muskuloskeletal . Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Brunner and Sudart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. EGC. Jakarta.
Joyce, Black dan Jane Hakanson. 2004. Keperawatan Medical Bedah Manajemen
Klinis Untuk Hasil Yang Di Harapkan. CV. Pentasada Media Edukasi. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai