Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TENTANG PERMASALAHAN STACKER CRANE

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................................2
BAB 1............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN............................................................................................................................3
BAB 2............................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................................6
BAB 3............................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..............................................................................................................................7
BAB 4..........................................................................................................................................10
KESIMPULAN..............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................11
BAB 1

PENDAHULUAN
Stacking area atau Container Yard merupakan salah satu faktor krusial yang perlu diperhatikan
dalam upaya meningkatkan kinerja terminal peti kemas. Pada Container Yard terdapat empat aktivitas
penumpukan utama, yaitu discharging (bongkar) dan loading (muat) kapal pengangkut serta receiving
(penerimaan) dan delivering (pengiriman) petikemas menggunakan truk pengangkut. Peti kemas yang
akan diperoses pada aktivitas tersebut akan ditumpuk oleh Stacking Crane (SC) . Stacking Crane (SC)
sering kali mengalami bottleneck dalam proses penanganan peti kemas mengingat SC harus menangani
peti kemas untuk ditransfer dari CY ke kapal dan menangkut peti kemas dari daratan untuk disimpan di
CY sebelum diangkut oleh kapal (Man, 2013). Oleh karena itu digunakan lebih dari satu SC untuk
meningkatkan kinerja dan throughput terminal karena satu blok dapat dilayani oleh dua SC sehingga lebih
banyak pula peti kemas yang dapat ditangani dan semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk
menangani setiap aktivitas. Penggunaan dua SC membutuhkan strategi pengoperasi yang tepat agar kedua
SC dapat dimaksimalkan penggunaannya. Kerja sama yang baik antarkedua SC dapat meminimalkan
waktu proses yang dibutuhkan untuk menangani suatu peti kemas, tetapi dapat pula memperlambat ketika
keduanya tidak digunakan dengan baik. Penggunaan dua SC yang tidak dapat saling melintasi
membutuhkan suatu area yang disebut buffer yang berguna sebagai tempat penyimpanan sementara peti
kemas ketika peti kemas tersebut harus diletakkan di CY yang jauh dari lokasi suatu SC berada sehingga
SC tersebut dapat meninggalkan peti kemas tersebut untuk ditangani oleh SC lainnya dan dapat
menangani peti kemas lainnya. Lokasi buffer area akan memengaruhi strategi pengoperasian ASC karena
menentukan luas jangkauan area kerja kerja ASC sehingga akan mengubah ASC yang bertugas
menangani suati peti kemas.

Kerja sama yang baik antarkedua SC dapat meminimalkan waktu proses yang dibutuhkan untuk
menangani suatu peti kemas, tetapi dapat pula memperlambat ketika keduanya tidak digunakan dengan
baik. Penggunaan dua SC yang tidak dapat saling melintasi membutuhkan suatu area yang disebut buffer
yang berguna sebagai tempat penyimpanan sementara peti kemas ketika peti kemas tersebut harus
diletakkan di CY yang jauh dari lokasi suatu SC berada sehingga SC tersebut dapat meninggalkan peti
kemas tersebut untuk ditangani oleh SC lainnya dan dapat menangani peti kemas lainnya. Tingginya
tingkat aktivitas di Terminal Petikemas Surabaya yang telah mengalami kelebihan kapasitas peti kemas
menjadi alasan PT Pelindo III untuk membangun Terminal Teluk Lamong. Terminal Teluk Lamong
adalah salah satu terminal multi-purpose yang dibangun untuk mengatasi kepadatan aktivitas di
Pelabuhan Tanjung Perak [4]. Terminal ini juga merupakan terminal semi otomatis yang mengusung tema
green port pertama di Indonesia. Container Yard di Terminal Teluk Lamong dibagi menjadi sepuluh blok
(10) dimana tiap blok berukuran panjang 39 bay (slot), lebar 9 row serta tinggi tumpukan 5 tier. Setiap
blok dilengkapi oleh dua Automatic Stacking Crane (ASC) yang digunakan untuk memindahkan
petikemas di dalam blok. ASC yang lebih dekat ke area landside akan disebut dengan landside ASC
(LASC) dan ASC yang lebih dekat ke area waterside akan disebut dengan waterside ASC (WASC).
Kedua ASC ini tidak dapat melintasi satu sama lain. Waterside ASC (WASC) telah menggunakan sistem
terotomasi dimana peti kemas akan dideteksi dengan menggunakan sensor sedangkan pada landside ASC
(LASC) proses penanganan peti kemas masih menggunakan tenaga operator dalam menyesuaikan
spreader dengan peti kemas dari dan ke truk pengangkut. LASC yang masih menggunakan tenaga
operator jika dibandingkan dengan WASC yang sudah otomatis memakan waktu yang lebih lama dalam
menangani peti kemas. Kegiatan utama pada CY Terminal Teluk Lamong adalah receiving, delivering,
discharging, dan loading dimana ASC akan menangani peti kemas yang akan masuk dari daratan
(receiving) akan ditumpuk di CY dan dipindahkan ke kapal (loading) serta akan menyimpan peti kemas
dari kapal (discharging) untuk disimpan sementara dan dikirimkan keluar Terminal Teluk Lamong
menggunakan truk (delivering). Sejalan dengan semakin meningkatnya aktivitas tersebut di Terminal
Teluk Lamong, semakin banyak pula peti kemas yang masuk dan keluar CY. Diperlukan strategi
pengoperasian ASC agar tidak timbul permasalahan yang dapat menurunkan kinerja Terminal Teluk
Lamong yang memiliki visi “Menjadi Top 5 Terminal Operator di kawasan ASEAN yang Berwawasan
Lingkungan pada Tahun 2020”. Pada penelitian ini akan dilakukan evaluasi strategi dua ASC dalam satu
blok CY di Terminal Teluk Lamong dengan mengubah-ubah lokasi buffer area. Evaluasi dilakukan
melalui simulasi kejadian diskrit mengingat kompleksitas serta sifat stokastik pada kedatangan peti
kemas. Adapun tujuan dari adanya penelitian ini adalah:

(1) melakukan evaluasi strategi pengoperasian ASC melalui studi simulasi diskrit;

(2) menentukan strategi pengoperasian ASC yang dapat menyeimbangkan utilitas ASC dan
meminimalkan waktu proses maupun waktu tunggu peti kemas.

Penelitian ini memiliki batasan sebagai berikut:

(1) simulasi yang dilakukan berfokus pada aktivitas di container yard dan pada 1 blok container yard;

(2) jenis petikemas yang digunakan adalah dry, reefer, dan tank;

(3) menggunakan dua ASC yang tidak dapat saling melintasi dalam satu blok;

(4) simulasi dilakukan untuk aktivitas selama satu bulan.

Selain itu, asumsi yang digunakan adalah:

(1) urutan pengambilan peti kemas ketika akan diberangkan dari CY diabaikan;

(2) waktu pengambilan dan peletakan peti kemas di CY untuk setiap tier adalah sama.

 Pengertian Angkat-angkut

Angkat-angkut adalah suatu aktivitas yang sering kita lihat di pasar tradisional maupun terminal.
Aktivitas tersebut membutuhkan tenaga yang cukup besar dan mempunyai resiko yang besar pula
sehingga aktivitas tersebut dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang berat. Pada umumnya pekerjaan
tersebut tidak memperhitungkan posisi kerja dan berat beban yang diangkut. Bagi pekerja yang terpenting
adalah bagaimana mereka bisa bekerja dengan cepat dan memperoleh output yang banyak. Tanpa disadari
aktivitas angkat-angkut yang dilakukan pekerja dapat menyebabkan penyakit ataupun cedera tulang
belakang terlebih jika pekerjaan tersebut tidak dilakukan dengan benar. Manuaba (2000) dalam Tarwaka
(2004) menyatakan bahwa jikalau resiko tuntutan tugas lebih besar dari kemampuan seseorang maka akan
terjadi penampilan akhir yang yang bisa dimulai oleh adanya ketidaknyamanan, overstress, kelelahan,
kecelakaan, cedera, rasa sakit, dan tidak produktif. Pada umumnya resiko yang sering dialami oleh
pekerja angkat-angkut adalah cedera tulang belakang yang diakibatkan oleh adanya sikap kerja yang tidak
alamiah dimana beban kebanyakan diangkut langsung pada tubuh dengan cara dipikul pada salah satu
bahu atau diletakkan dipunggung. Selain itu beban yang diangkut terlalu berat dan pembebanan tidak
merata. Akibatnya posisi tubuh dalam keadaan membungkuk yang menyebabkan terjadinya sikap kerja
paksa dan gangguan muskuloskeletal. Winar (2001) menyatakan bahwa pada pekerjaan angkat-angkut
pembebanan lebih terletak pada otot terutama pada punggung, cekungan mengarah ke belakang (lordosa
pinggang) dan pada daerah dada, cekungan mengarah ke depan (kifosa dada).
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
Dengan menggunakan dua ASC pada satu blok, perlu dilakukan strategi penjadwalan ASC agar
utilitas kedua ASC dapat dimaksimalkan serta tubrukan kedua ASC dapat dihindari. Terdapat beberapa
jenis strategi penjadwalan ASC yang dapat diterapkan, yaitu segmentation strategy, locking strategy,
waiting deadlock strategy, retrieval deadlock strategy dan no co-operation between asc’s . Segmentation
strategy membagi satu blok menjadi tiga area, yakni middle side, landside, dan seaside. Setiap ASC hanya
bisa bergerak di segmennya sendiri dan middleside, jika diperlukan. Middle side digunakan sebagai area
transfer di dalam blok. Kelemahan strategi ini adalah adanya kemungkinan pembagian segmen yang tidak
tepat sehingga akan muncul permasalahan ketika salah satu segmen telah penuh tetapi segmen lainnya
masih kosong. Hal ini akan menyebabkan terjadinya underutilization lahan pada CY. Locking strategy
menggunakan mekanisme kuncian. Setiap ASC boleh bergerak di sepanjang blok jika masih
dimungkinkan. Untuk menghindari tubrukan, mekanisme kuncian digunakan. Jika salah satu ASC sedang
berada di salah satu row/slot/tier, ASC tersebut akan mengunci area tersebut sehingga ASC lainnya tidak
dapat melintasi area tersebut. Waiting deadlock strategy menerapkan strategi tunggu ketika terjadi situasi
deadlock. Salah satu ASC akan mundur ketika terdapat ASC lain yang sedang beroperasi di area tertentu
hingga ASC tersebut menyelesaikan pekerjaannya. Retrieval deadlock digunakan untuk memastikan tidak
ada ASC yang akan menganggu proses operasional ASC lainnya. Satu tumpukan akan dikunci ketika
terdapat peti kemas yang akan ditumpuk di tumpukan tersebut sehingga tidak ada aktivitas penumpukan
atau pengambilan peti kemas lainnya yang dilakukan di tumpukan tersebut. Terminal Teluk Lamong
menerapkan strategi segmentasi dimana tiap ASC akan ditugaskan pada tiap segmen dalam satu blok.
Satu blok umumnya dibagi menjadi tiga segmen, yaitu waterside, landside, dan middle side atau dalam
hal ini buffer area. Satu ASC hanya dapat bergerak di areanya dan area middle. Hal ini dapat menjamin
tubrukan antarASC tidak akan terjadi. selain itu diberikan jarak aman antarASC dimana ASC akan
berhenti ketika jarak aman dicapai. Jarak aman yang diberikan yaitu sebesar 2 TEUS atau 40-ft. Kedua
ASC tidak dapat saling melintasi satu sama lain sebab satu ASC dikhusukan untuk melayani masing-
masing area LSTA dan 3 WSTA. Kemungkinan terjadinya persinggungan kedua ASC adalah saat salah
satu ASC harus mengambil petikemas pada buffer area yang terletak ditengah blok sedangkan ASC
lainnya sedang melakukan aktivitas di area tersebut..
BAB 3

PEMBAHASAN
Pelabuhan adalah salah satu infrastruktur penunjang transportasi laut yang merupakan pintu
gerbang keluar masuk barang dan penumpang. Fungsi dan peran pelabuhan sangat penting dalam
mendukung sistem transportasi untuk pengembangan suatu wilayah. Terminal kontainer adalah salah satu
fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk proses bongkar muat barang dalam kontainer. Lamanya proses
penumpukan kontainer bergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah kualitas dan kuantitas
peralatan yang ada. Rubber tyred gantry crane (RTG crane) adalah suatu alat angkat angkut yang
berfungsi untuk memindahkan kontainer dari head truck ke terminal kontainer atau sebaliknya dan
sebagai pengatur tumpukan susunan kontainer. Dalam operasinya, RTG crane/ semi otomatis crane dapat
mengangkut beban container berkisar 36 sampai 40 ton dengan kebutuhan listrik rata-rata 300-500 kW
yang disuplay dari generator listrik yg berada di tiap-tiap RTG Crane . Seiring perkembangan teknologi,
RTG Crane juga mengalami perkembangan. Listrik yang dipasok ke RTG Crane di pelabuhan bersumber
dari PLN dimana RTG Crane ini dinamakan Automatic Stacking Crane, seluruh Auto Stacking Crane
pada pelabuhan kelistrikannnya bersumber dari satu sumber yaitu PLN. Perkembangan RTG Crane ini
dibuat untuk mengurangi efek polusi dan suara yang dikeluarkan dari mesin diesel oleh RTG Crane. Oleh
sebab penggunaan Auto Stacking Crane, maka pada pelabuhan akan ada perubahan secara teknis, daya
dan ekonomis dengan adanya perencanaan pengadaan sistem Auto Stacking Crane. Pada penelitian ini
akan dianalisa perbandingan teknis dan ekonomis pada Auto Stacking Crane terhadap RTG Crane yang
menggunakan tenaga diesel.

Alat Bongkar Muat Peralatan mekanis memindahkan barang bongkaran ataupun muatan dari/ke
atas kapal baik peralatan derek/crane kapal maupun peralatan di dermaga atau pelabuhan dibantu forklift
dan lifting equipment seperti gantry crane dan peralatan mobile lainnya. Perencanaan alat-alat bongkar
muat di terminal terutama barang yang melalui gudang didasarkan pada:

a. Total tonase barang yang dilayani;

b. Tonase barang yang melalui transfer di dermaga;

c. Jenis, berat, ukuran panjang-lebar-tinggi, dan jumlah;

d. Jenis dan tipe kemasan;

e. Manuverability, lifting capacity, traveling speed dan karakteristik peralatan lainnya;

f. Kehandalan dan pelaikan peralatan yang tersedia;

Dalam rencana pengalokasian alat-alat mekanis, faktor keseimbangan anatara output operasi
kapal dengan kapasitas armada di terminal adalah kunci penentu kelancaran aktivitas bongkar muat.
Hendaknya kapasitas dan mobilitas peralatan terminal mampu melayani dengan seimbang (balance).
terhadap output kapal. Situsi imbalance harus dapat dicegah.

 Gantry Crane

Gantry Crane adalah suatu alat yang digunakan untuk mengangkat atau memindahkan muatan
berat dan banyak digunakan di pelabuhan untuk proses loading – unloading container. Dalam Eksitasi
internal atau eksternal, payload selalu memiliki kecenderungan untuk berosilasi tentang posisi vertical
maupun horisontal, sehingga masalah banyak terjadi pada dinamika dari struktur crane khususnya jenis
Gantry dan gerakan pendulum payload. Gerakan yang ditimbulkan oleh pendulum payload menimbulkan
beban massa pendulum payload bertambah sehingga menimbulkan ketidakstabilan crane dan kerusakan
serius pada sistem crane. Didasarkan kebutuhan kestabilan crane, maka diperlukan analisa kestabilan
crane jenis gantry berbasis amplitudo respon getaran agar mendapatkan kestabilan. Dalam lingkungan
kita, ada kebutuhan untuk memindahkan hal-hal seperti peralatan dari satu tempat ke tempat lain jauh
maupun dekat. Pada suatu industry konstruksi, pelabuhan, kereta api banyak digunakan untuk
mengangkut suatu barang biasanya bebannya berat sehingga tidak dapat ditangani oleh pekerja melainkan
dibutuhkan bantuan alat agar lebih memudahkan pekerjaan, Crane telah banyak digunakan untuk
mengakat maupun memindahkan mesin, alat, container dan benda berat lainnya, ada banyakmacam jenis
crane sesuai dengan kebutuhan suatu industry seperti tower crane, overhead crane, mobile crane dan
gantry crane.Crane jenis gantry adalah salah satu alat banyak digunakan diarea container yard (Lapangan
kontainer) sedang mobile crane biasa digunakan untuk memindahkan muatan diatas kapal ke daratan
pelabuan. Gantry crane terdiri dari pendulum, payload, crane mempunyai aturan bagaimana prosedur
mengangkat suatu container, ada sebuah kabel dengan payload menggantung dan pendulum akan
bergerak mengangkat maupun menurunkan beban ke lokasi yang dinginkan. Penanganan Gantry crane,
keselamatan adalah poin yang paling penting untuk dipertimbangkan saat operasi gantry crane.

Oleh karena itu, Gantry crane dioperasikan dengan mengikuti SOP (Standart Operation
Prosedure) untuk meminimalisasikan tingkat kecelakaan yang diakibatkan operasional gantry crane maka
prosedur sangat dibutuhkan, adapun antara lain :

a. Sebelum gantry crane dioperasikan hendaknya beban payload diperiksa apakah sudah
memenuhi toleransi agar beban tidak melebihi load maksimum yang dimiliki gantry crane.

b. Kegiata operasi harus diawasi oleh tenaga kerja yang profesional.

c. Operator gantry crane harus terbiasa mengoperasikan alat tersebut.

Operator harus memiliki keahlian mengoperasikan alat dan agar dapat mengoperasikan alat
dengan baik, maka setiap bulan operator akan dilatih. Faktor-faktor lain juga harus dipertimbangkan
sehingga kemungkinan kecelakaan terjadi adalah kecil . Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan,
sistem pengereman, komponen hidrolik dan pneumatik, listrik peralatan, alat bantu operasional,
mekanisme operasional, mengangkat perangkat, menentukan beban berat, segera mengenali bahaya dan
potensi, sistem kontrol dan lain-lain. Jangka waktu sistem kontrol, isu penting adalah bagaimana untuk
mengontrol beban ayunan. Ini penting untuk memiliki operasi yang lebih cepat dengan tetap menjaga
keamanan Kendaraan beroda secara umum, crane dapat didefinisikan sebagai mesin yang digunakan
untuk mengangkat dan menurunkan sebuah beban vertikal dan bergerak secara horisontal dan yang
memiliki mekanisme mengangkat sebagai bagian integral.

 Automatic Stacking Crane

Jika sekarang kita kenal alat angkat dan angkut Rubber Tyred Gantry (RTG), maka untuk
terminal modern saat ini menggunakan alat yang dikenal dengan nama Automatic Stacking Crane (ASC).
Kegunaan ASC sama persis dengan RTG, yang membedakan adalah ASC tidak lagi dioperasikan oleh
operator di atas alat, melainkan dari ruang kontrol gedung kantor. Sumber daya manusia saat ini bagi
perusahaan sudah menjadi aset yang tidak murah. ASC memberikan solusi atas mahalnya biaya operator
dengan :

a. Tidak menggunakan operator di atas alat, jadi dari segi keselamatan lebih bagus karena di
lapangan penumpukan peti kemas nanti sama sekali tidak ada operator.

b. Produktivitas alat bisa 2 kali lebih tinggi daripada RTG3. Biaya perawatan dan operasional
lebih hemat 30-40% karena 1 operator bisa mengoperasikan 4-6 alat secara bersamaan.

c. ASC ini menggunakan menggunakan tenaga listrik yang disuplai dari PLN sehingga tidak ada
emisi gas buang memberikan predikat alat yang ramah lingkungan. Karena menggunakan tenaga listrik,
alat tersebut lebih hemat bahan bakar 30-50% dari pada RTG yang menggunakan mesin diesel.

d. Tidak menggunakan sistem hidrolis sehingga pemeliharaannya lebih mudah.

e. Intelligent Structure membuat pergeseran dan kerja alat menjadi lebih ringan karena struktur
crane didesain lebih kokoh tapi ringan.
BAB 4

KESIMPULAN
Berdasarkan analisa teknis, lokasi penempatan Automatic Stacking Crane (ASC) di pelabuhan
harus berlokasi khusus dan dekat dengan gedung control dan cubicle power dari PLN, lebih rendah
getaran, suara, dan tidak menghasilkan emisi gas dikarenakan tidak memilik generator seperti Rubber
Tyred Gantry Crane (RTG Crane), lebih menjamin keselamatan operator, karena operator berada di dalam
gedung control, bukan di atas crane, memiliki jalur rel sendiri yang mengakibatkan akurasi jalur yang
lebih baik tetapi mengurangi flexibilitas, lebih rumit dalam transmisi daya dikarenakan daya bersumber
dari PLN yang membutuhkan instalasi khusus, lebih mudah dalam mengontrol dan memonitoring crane
karena dibantu beberapa sensor, dan integrasi data yang lebih baik. Hasil yang diperoleh dari penggunaan
Automatic Stacking Crane di pelabuhan adalah Automatic Stacking Crane lebih menjamin keselamatan,
rendah getaran, suara, dan emisi, lebih baik mudah dalam kontrol dan monitoring dan lebih baik dalam
integrasi data, lebih murah dalam biaya operator, operasional, dan pemeliharaan, dan baik untuk investasi
jangka panjang, dimana pada tahun ke-16 aliran kas lebih besar 11,767,574,905 dari pada Rubber Tyred
Gantry Crane.
DAFTAR PUSTAKA
IKPPS. 2012. Modul Small Group Activity. Serang: Penerbit V-Team PT. Indah Kiat

Ishikawa, Kaoru. Diagram Fishbone, Journal of Management Sept 25, E-Journal online. Melalui
< www.Pakkatnews.com> [25/09/12]

Ishikawa Kaoru 2008. Teknik Penuntun Pengendalian Mutu. Jakarta: Penerbit PT Mediyatama
Sarana Perkasa

Maslufi, Andita Yoggi. 2012. Studi Pemanfaatan rugi daya pada rubber tyred ganty crane saat
proses bongkar muat di PT. Terminal Peti Kemas Surabaya. Digilib ITS.

Drs. Daryanto.1992.Alat Pesawat Pengangkut. Cirebon.Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai