Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DIAGNOSA ASMA

Disusun Oleh:
TIARA REGINA PUTRI
1903061

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS KARYA HUSADA
SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma bronkhial salah satu penyakit saluran pernapasan yang banyak dijumpai
di masyarakat. Asma bronkhial merupakan suatu penyakit pada jalan napas yang
disebabkan oleh stimulus tertentu yang menyerang bagian trachea dan bronki. Asma
bronkial dapat menyerang dari semua golongan usia dari usia anak-anak hingga
dewasa yang paling umum terjadi pada anak anak dan sebagaian besar kematian
terjadi pada orang dewasa. Klien yang mengalami ketidakefektifan pola napas akan
mengalami penurunan ventilasi yang aktual atau potensial yang disebabkan oleh
perubahan pola napas. Faktor yang mempengaruhi terjadinya asma bronkhial meliputi
faktor alergi, faktor non alergi, faktor psikologi, faktor genetik atau keturunan dan
faktor lingkungan. Ketidakefektifan pola napas ditandai dengan adanya suara mengi,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas (Retn, 2018).
Menurut data dari laporan Global Initiatif for Asthma (GINA) tahun 2017
dinyatakan bahwa angka kejadian asma dari berbagai negara adalah 1- 18% dan
diperkirakan terdapat 300 juta penduduk di dunia menderita asma. Prevalensi asma
menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016 memperkirakan 235 juta
penduduk dunia saat ini menderita penyakit asma dan kurang terdiagnosis dengan
angka kematian lebih dari 80% di negara berkembang (GINA, 2017).
Asma biasanya dikenal dengan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
wheezing (Mengi) intermiten yang timbul sebagai 2 respon akibat paparan terhadap
suatu zat iritan atau alergen. Pola pikir ini mengakibatkan penatalaksanaan asma
hanya berfokus pada gejala asma yang muncul dan tidak ditunjukan pada penyebab
yang mendasari terjadinya kondisi tersebut. Gejala asma sering terjadi pada malam
hari dan saat udara dingin, biasanya dimulai mendadak dengan gejala batuk dan rasa
tertekan di dada, disertai dengan sesak napas (dyspnea) dan mengi. Batuk yang
dialami pada awalnya susah, tetapi segera menjadi kuat. Karakteristik batuk pada
penderita asma adalah berupa batuk kering, paroksismal, iritatif, dan non produktif,
kemudian menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental. Jalan napas yang
tersumbat menyebabkan sesak napas, sehingga ekspirasi selalu lebih sulit dan panjang
dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan
setiap otot aksesori pernapasan. Penggunaan otot aksesori pernapasan yang tidak
terlatih dalam jangka panjang dapat menyebabkan penderita asma kelelahan saat
bernapas ketika serangan atau ketika beraktivitas (Clark & Varnell, 2013).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin melakukan kajian pustaka Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Asma
B. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui konsep dasar penyakit asma
2. Dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan asma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Thalasemia
1. Pengertian Asma
Asma adalah kondisi yang dikarakteristikan dengan inflamsi lapisan jalan
napas bronkial. Sel yang melapisi bronkus melepaskan zat kimia yang
menyebabkan inflamsi ketika sel ini terstimulus oleh iritan dan allergen
(Rosdahl,C.B& T.Kowalski,M, 2017).
2. Etiologi Thalasemia
Menurut (Wijaya AS dan Putri YM, 2014) etiologi asma dapat dibagi atas :
a. Asma ekstrinsik / alergi Asma yang disebabkan oleh alergen yang
diketahui masanya sudah terdapat semenjak anak-anak seperti alergi
terhadap protein, serbuk sari, bulu halus, binatang dan debu.
b. Asma instrinsik / idopatik Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus
yang jelas, tetapi adanya faktor-faktor non spesifik seperti: flu, latihan
fisik, kecemasan atau emosi sering memicu serangan asma. Asma ini
sering muncul sesudah usia 40tahun setelah menderita infeksi sinus.
c. Asma campuran adalah asma ekstrinsik dan intrinsik.
3. Manifestasi Klinis
Asma bukan suatu penyakit spesifik tetapi merupakan sindrom yang
dihasilkan mekanisme multiple yang akhirnya menghasilkan kompleks gejala
klinis termasuk obstruksi jalan nafas reversible. Ciri-ciri yang sangat penting
dari sindrom ini, di antaranya dispnea, suara mengi, obstruksi jalan nafas
reversible terhadap bronkodilator, bronkus yang hiperresponsitif terhadap
berbagai stimulasi baik yang spesifik maupun yang nonspesifik, dan
peradangan saluran pernafasan. Semua ciri-ciri tadi tidak harus terdapat
bersamaan. Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi, serta sesak nafas.
Gejala yang sering terlihat jelas adalah penggunaan otot nafas tambahan, dan
timbulnya pulsus paradoksus (Djojodibroto, 2016)
4. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan
oleh liimfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan
molekul IgE yang berkaitan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang
mencetuskan asma bersifat airborne dan agar dapat menginduksi keadaan
sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk
periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali sensitivitasi telah terjadi, klien akan
memperlihatkan respons yang sangat baik, sehingga kecil alergen yang
mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut
asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis betaadrenergik,
dan bahan sulfat. Sindrom pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada
orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-
kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang
diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian
muncul asma progresif. Klien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi
dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini,
toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti-inflamasi non-steroid
lain. Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme karenaa penggunaan
aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan
pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis β-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas
pada klien asma, sama halnya dengan klien lain, dapat menyebabkan
peningkatan reaktivitas jalan nafas dan hal tersebut harus dihindari. Obat
sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit
dan sulfat klorida, yang secara luas digunakan dalam industri makanan dan
farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi
jalan nafas akut pada klien yang sensitif. Pajanan biasnya terjadi setelah
menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini, seperti salad,
buah seger, kentang, kerang, dan anggur.
Pencetus-pencetus serangan di atas ditambah dengan pencetus lainnya
dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi.
Reaksi antigen-antibodi ini akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang
sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat
yang dikeluarkan dapat berupa histamin, bradikinin, dan anafilaktosin. Hasil
dari reaksi tersebut adalah timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot
polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekret mukus.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnotik asma bronkhial menurut (Huda Nurarif, 2015)
meliputi:
a. Pengukuran fungsi paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol golongan adrenergik. Menunjukkan diagnotik asma jika adanya
peningkatan pada nilai FEV dan FVC sebanyak lebih dari 20%.
b. Tes provokasi bronchus
Tes ini dilakukan pada Spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau
bahkan lebih setelah tes provoksi dan denyut jantung 80- 90% dari maksimum
dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
c. Pemeriksan kulit
Pemeriksaan kulit ini dilakukan untuk menunjukkan adanya antibody IgE
hypersensitive yang spesifik dalam tubuh.
d. Pemeriksaan laboratorium
1) Analisa gas darah (AGD/ Astrup)
Hanya dilakukan pada klien dengan serangan asma berat karena terjadi
hipoksemia, hiperksemia, dan asidosis respiratorik.
2) Sputum
Adanya badan kreola adalah salah satu karakteristik untuk serangan
asmabronkhial yang berat, karena hanya reaksi yang hebat yang akan
menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepas
sekelompok sel- sel epitel dari perlekatannya.
3) Sel eosinophil
Sel eosinofil pada klien asma dapat mencapai 1000- 1500/mm2 dengan
nilai sel eosinofil normal adalah 100-200/mm2
4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia.
Menunjukkan asmabronkhial jika jumlah sel eosinofil yang lebih dari
15.000/mm2 terjadi karena adanya insfeksi. Serta nilai SGOT dan
SGPT meningkat disebabkan hati akibat hipoksia atau hyperkapnea.
6. Penatalaksanaan
Pengobatan Nonfarmakologi
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditunjuk untuk meningkatkan pengetahuan klie tentang
penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus,
menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada
lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisisoterapi
Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
Pengobatan Farmakologi
1) Bronkodilator Agonis β2
Obat ini mempunyai efek bronkodilator. Terbutalin, salbutamol, dan
fenetoral memiliki lama kerja 4-6 jam, sedangkan agonis β 2 long
acting bekerja melebihi 12 jam, seperti salmeterol, formeterol,
bambuterol, dan lain-lain. Bentuk aerosol dan inhalasi memberikan
efek bronkodilatasi yang sedang dengan dosis yang jauh lebih kecil
yaitu sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.
2) Metilaxatin
Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatorrnya berkaitan
dengan konsentrasinya dalam serum. Efek samping obat ini dapat
ditekan dengan pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan
jangka panjang.
Terapi
d. Terapi awal menurut (Arief Mansjoer,M,dkk, 2014), yaitu :
1) Oksigen 4-6 liter/menit Agonis β 2 (salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5
mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nebulasi dan pemberiannya dapat
atau iv dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam
larutan dextrose 5% dan diberikan perlahan.
2) Aminofilin bolus iv 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
3) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg iv jika tidak ada respon
segera atau pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam
serangan berat.
Respon terapi awal baik, jika didapat keadaan berikut :
a) Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan.
b) Pemeriksaan fisik normal
c) Arus puncak ekspirasi (APE) >70% Jika respon tidak ada atau tidak
baik terhadap terapi awal maka pasien sebaiknya dirawat di rumah
sakit
Terapi asma kronik adalah sebagai berikut :
a) Asma ringan : agonis β 2 inhalasi bila perlu atau agonis β 2 oral
sebelum exercise atau terpapar alergen.
b) Asma sedang : anti inflamasi setiap hari dan agonis β 2 inhalasi bila
perlu
c) Asma berat : steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau
agonis β 2 long acting, steroid oral selang setiap hari atau dosis tunggal
harian dan agonis β 2 inhalasi sesuai kebutuhan.diulang setiap 20
menit sampai 1 jam. Pemberian agonis β 2 dapat secara subkutan
7. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari asma bronkhial menurut(Mansjoer, 2015) meliputi:
1) Pneumotoraks
Pneumothoraks adalah keadaan dimana adanya udara dalam rongga
pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.
2) Atelectasis
Atelectasis adalah pengerutan atau seluruh paru- paru akibat
penyumbatan saluran udara atau akibat dari pernafasan yang sangat
dangkal.
3) Aspergilos
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan dari
jamur yaitu Aspergillus sp. 12
4) Gagal nafas
Gagal napas diakibatkan karena pertukaran oksigen dengan
karbondioksida dalam paru- paru yang tidak dapat mengontrol
konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel
tubuh.
5) Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru- paru adalah kondisi dimana lapisan
bagian dalam saluran pernafasan yang kecil (bronkhiolis) mengalami
bengkak.
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Asma
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Usia: asma bronkial dapat menyerang segala usia tetapi lebih sering
dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun
dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
2) Jenis kelamin: laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang
kemudian sama pada usia 30 tahun. (Soemantri, 2009)
3) Tempat tinggal dan jenis pekerjaan: lingkungan kerja diperkirakan
merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2- 15% klien dengan
asma bronkial (Muttaqin, 2012). Kondisi rumah, pajanan alergen
hewan di dalam rumah, pajanan asap rokok tembakau, kelembapan,
dan pemanasan (Francis, 2011).
2. Keluhan Utama
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronkial adalah dispneu
(bisa sampai berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (Soemantri,
2009).
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma yaitu pasien
mengalami sesak nafas, batuk berdahak, pasien yang sudah menderita
penyakit asma, bahkan keluarga yang sudah menderita penyakit asma/faktor
genetik (Ghofur A, 2008).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Terdapat data yang menyertakan adanya faktor predisposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran
nafas bagian bawah (Soemantri, 2009).
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya riwayat penyait
keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan penyakit yang
sama pada anggota keluarganya (Soemantri, 2009).
e. Pola Hidup
Perempuan lebih rentan terhadap laki-laki. Risiko akan bertambah pada
perempuan yang merokok atau tinggal pada daerah yang padat polusi dan
tercemar (Mumpuni & Wulandari, 2013).
f. Faktor Sosial Ekonomi
Pengkajian terhadap faktor-faktor sosial/ekonomi yang berdampak pada
kesehatan (Marrelli, 2008).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Klien Keadaan umumpada pasien asma yaitu compas metis, lemah, dan sesak
nafas.
b. Pemeriksaan kepala dan muka
Inspeksi : pemerataan rambut, berubah/tidak, simetris, bentuk wajah.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak rontok, tidak ada oedema.
c. Pemeriksaan telinga
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
d. Pemeriksaan mata
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema, konjungtiva anemis,
reflek cahaya normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
e. Pemeriksaan mulut dan faring
Inspeksi : mukosa bibir lemah, tidak ada lesi disekitar mulut, biasanya ada
kesulitan dalam menelan
Palpasi : tidak ada pembesaran tonsil.
f. Pemeriksaan leher
Inspeksi : simetris, tidak ada peradangan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
g. Pemeriksaan payudara dan ketiak
Inspeksi : ketiak tumbuh rambut/tidak, kebersihan ketiak, ada lesi/tidak,ada
benjolan/tidak.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
h. Pemeriksaan thorak
1) Pemeriksaan paru
Inspeksi : batuk produktif/nonproduktif, terdapat sputum yang kental
dan sulit dikeluarkan, dengan menggunakan otot-otot tambahan,
sianosis (Somantri, 2009). Mekanika bernafas,pernafasan cuping
hidung, penggunaan oksigen,dan sulit bicara karena sesak nafas
(Marelli, 2008).
Palpasi : bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan (Somantri,
2009). Takikardi akan timbul diawal serangan, kemudian diikuti
sianosis sentral (Djojodibroto, 2016).
Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada perkusi (kowalak, Welsh,
& Mayer, 2012)
Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada
fase respirasi semakin menonjol (Somantri, 2019).
2) Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictuscordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis terdengar di ICS V mid clavicula kiri.
Perkusi : pekak.
Auskultasi : BJ 1dan BJ 2 terdengar tunggal, ada suara tambaha/tidak.
3) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : bentuk tidak simetris.
Auskultasi : bising usus normal (5-30x/menit).
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : tympani.
4) Pemeriksaan integumen
Inspeksi : kulit berwarna sawo matang, tidak ada lesi, tidak ada
oedema.
Palpas : integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan.
5) Pemeriksaan anggota gerak (ekstermitas)
Inspeksi : otot simetri, tidak ada fraktur.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
4. Pemeriksaan Penunjang
1) Pengukuran Fungsi Paru (spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerososl golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
2) Tes Provokasi Bronkus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan Fev sebesar 20%
atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari
maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR
105 atau lebih.
3) Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam
tubuh.
4) Pemeriksaan Laboratorium
a) Analisa Gas Darah (AGD/Astrup): hanya dilakukan pada serangan
asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis
respiratorik.
b) Sputum: adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma
yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
trensudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel
epitelnya dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat
adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi
terhadap antibiotik.
c) Sel eosinofil: pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai
1000-1500/mm3 baik asma instrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan
hitung sel eosinosil normal antara 100-200/mm3 .
d) Pemeriksaan darah rutin dan kimia: jumlah sel leukosit yang lebih dari
15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi SGOT dan SGPT meningkat
disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia dan hiperkapnea.
5) Pemeriksaan radiologi: hasil pemeriksaan radiologi pada klien asma
bronkial biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru
atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum,
atelektasis.
5. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
dan deformitas dinding dada.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam
jumlah berlebihan peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan
bronkospasme
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbon dioksida.
6. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1. Ketidakefektifan Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
pola nafas Setelah dilakukan Observasi
berhubungan intervensi keperawatan 1. Monitor pola napas (frekuensi,
dengan keletihan selama 3 x 24 jam, kedalaman, usaha napas)
otot pernafasan dan maka pola napas 2. Monitor bunyi napas tambahan
deformitas dinding membaik, dengan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing,
dada. kriteria hasil: ronchi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna,
1. Dispnea menurun
aroma)
2. Penggunaan otot
Terapeutik
bantu napas menurun
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Pemanjangan fase
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw
ekspirasi menurun
thrust jika curiga trauma fraktur
4. Frekuensi napas
servikal)
membaik
2. Posisikan semi-fowler atau fowler
5. Kedalaman napas
3. Berikan minum hangat
membaik
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak ada kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk efektif

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif (I.01006)
bersihan jalan nafas asuhan keperawatan Observasi
berhubungan selama 3x24 jam  Identifikasi kemampuan batuk
dengan mucus diharapkan Bersihan  Monitor adanya retensi sputum
dalam jumlah jalan napas meningkat  Monitor tanda dan gejala infeksi
berlebihan dengan kriteria hasil: saluran napas
peningkatan 1. Batuk efektif  Monitor input dan output cairan
produksi mucus, meningkat (misal: jumlah dan karakteristik)
eksudat dalam 2. Produksi sputum Terapeutik
alveoli dan menurun  Atur posisi semi-fowler dan fowler
bronkospasme 3. Mengi menurun  Pasang perlak dan bengkok di
4. Wheezing menurun pangkuan pasien
 Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
 Anjurkan Tarik napas dalam melalui
hidung selama 4 detik, ditahan selama
2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi Tarik napas
dalam hingga 3 kali
 Anjutkan batuk dengan kuat langsung
setelah Tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu.
3. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I.01014)
pertukaran gas tindakan keperawatan Observasi
berhubungan 3x24 jam diharapkan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
dengan retensi gangguan pertukaran dan upaya napas
karbon dioksida. gas membaik dengan 2. Monitor pola napas (seperti
kriteria hasil: bradypnea, takipnea, hiperventilasi,
1. Dispnea menurun kussmaul, Cheyne-stokes, biot,
2. Bunyinapas ataksik)
tambahan menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
3. Takikardia menurun 4. Monitor adanya produksi sputum
4. PCO2 membaik 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
5. PO2 membaik 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
6. pH arteri membaik 7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai analisa gas darah
10. Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu.

7. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Ukuran implementiasi keperawatan yang diberikan kepada
klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah
masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan
dan kegiatan komunikasi

8. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan
mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan
yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap
yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan
tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi
dan tanda gejala yang spesifik. Terdapat dua jenis evaluasi yaitu evaluasi
sumatif dan formatif dengan menggunakan beberapa metode. Evaluasi dapat
dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Evaluasi berjalan (sumatif) Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk
pengisian format catatan perkembangan dengan berorientasi kepada
masalah yang dialami oleh keluarga. format yang dipakai adalah
format SOAP.
b. Evaluasi akhir (formatif) Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara
membandingkan antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat
kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua tahap dalam proses
keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah
atau rencana yang perlu dimodifikasi

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Asma bronkhial merupakan suatu penyakit pada jalan napas yang disebabkan
oleh stimulus tertentu yang menyerang bagian trachea dan bronki. Asma
bronkial dapat menyerang dari semua golongan usia dari usia anak-anak
hingga dewasa
2. Asma biasanya dikenal dengan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
wheezing (Mengi) intermiten yang timbul sebagai 2 respon akibat paparan
terhadap suatu zat iritan atau alergen.
3. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
thalassemia dimana peran dan fungsi perawat yang pertama adalah promotif
(perawat mampu memberikan pendidikan kesehatan terkait asma berupa tanda
gejala dan penatalaksanaan awal jika terjadi asma), peran dan fungsi perawat
yang kedua preventif (peran perawat disini mampu melakukan tindakan yang
bisa mencegah munculnya asma), peran dan fungsi perawat yang ketiga
kuratif (di tahap ini perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan
dengan berkalaborasi dengan tim kesehatan lain)
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
----. (2017). Standar Diagnosis keperawatan Indonesia definisi dan Indikator Edisi I Cetakan
III(Revisi). Jakarta: DPP PPNI.
----. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai