Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kematian maternal dan neonatal merupakan masalah besar khususnya


dinegara yang sedang berkembang. Sekitar 98-99% kematian maternal dan
perinatal terjadi di negara berkembang, sedangkan di negara maju hanya 1-2%.
Sebenarnya sebagian besar kematian tersebut masih adapt dicegah apabila
mendapat pertolongan pertama yang adekuat (Manuaba, 2007:6). Sri Hermiyati
(2008) mengatakan terdapat 4.692 jiwa ibu melayang karena tiga kasus
(kehamilan, persalinan, dan nifas). Kematian langsung ibu hamil dan melahirkan
akibat terjadinya perdarahan (28%), eklampsia (24%), infeksi (11%), partus lama
(5%) dan abortus (5%). Perdarahan yang banyak menyebabkan kematian ibu yang
sekarang banyak ditemui adalah abortus (Saleh, 2010).

Di dunia terjadi 20 juta kasus abortus tiap tahun dan 70.000 wanita
meninggal karena bortus tiap tahunnya. Angka kejadian abortus di Asia Tenggra
adalah 4,2 juta pertahun termasuk Indonesia, sedangkan frekuensi abortus spontan
di Indonesia adalah 10-15% dari 6 juta kehamilan setiap tahunnya atau 600-900
ribu, sedangkan abortus buatan sekitar 750 ribu 1,5 juta setiap tahunnya, 2500
orang di antaranya berakhir dengan kematian (Ulfah Ansor, 2006). Manuaba
(2007), mengemukakan diperkirakan terjadi gugur kandungan secara illegal pada
kehamilan yang tidak di inginkan sebanyak 2,5-3 juta orang/tahun dengan
kematian sekitar 125.000-130.000 orang/tahun di Indonesia.

Abortus dapat dialami oleh semua ibu hamil, faktor resikonya meliputi
usia dan riwayat baortus berulang (Koesno, 2008). Usia dapat mempengaruhi
kejadian abortus berulang karena pada usia kurang dari 20 tahun belum
matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu
maupun pertumbuhan dan perkembangan janin, sedangkan abortus yang terjadi
pada usia lebih dari 35 tahun disebabkan berkurangnya fungsi alat reproduksi,
kelainan pada kromosom dan penyakit kronis (Manuaba, 1998).
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk
menulis makalah yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Ny”M”
G6P4A1H5 usia kehamilan 15-16 minggu di Ruang Kebidanan RSUD dr. Rasidin
Padang”

1.2. Batasan Masalah

Dalam penulisan kasus ini penulis membatasi masalah yaitu penerapan


manajemen asuhan kebidanan pada kasus persalinan postterm.

1.3. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan dan


mengembangkan pola pikir ilmiah dalam melaksanakan manajemen asuhan
kebidanan pada kasus Abortus Insipien.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melaksanakan pengkajian data dengan cara wawancara, observasi


dan pemeriksaan pada pada kasus Abortus Insipien.
b. Dapat menegakkan diagnosa, mengkaji masalah dan kebutuhan pada kasus
Abortus Insipien.
c. Dapat mengidentifikasi masalah potensi yang mungkin terjadi pada kasus
Abortus Insipien.
d. Dapat menentukan tindakan segera pada kasus Abortus Insipien.
e. Dapat membuat rencana asuhan pada kasus Abortus Insipiensebagai dasar
untuk melaksanakan asuhan kebidanan.
f. Dapat melakukan implementasi secara efektif dan efisien pada kasus
Abortus Insipien.
g. Dapat mengevaluasi asuhan yang telah diberikan pada kasus Abortus
Insipien.
h. Dapat melakukan pendokumentasian pada kasus Abortus Insipien.
1.4. Manfaat Penulisan

a. Menambah wawasan dan pengetahuan, serta agar penulis dapat


melaksanakan manajemen asuhan kebidanan pada kasus Abortus Insipien.
b. Berperan secara profesional sehingga dapat memberikan pelayanan yang
berkualitas pada klien.
c. Mengembangkan kemampuan berfikir dalam menemukan masalah dan
dalam mencari pemecahan masalah tersebut
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.Pengertian Abortus

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu)


pada atau sebelum kehamilan tersebut. Berusia 22 minggu atau buah kehamilan
belum mampu untuk hidup di luar kandungan

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di


luar kandungan (Mochtar Rustam, Sinopsis Obstetri. 1998 : 209).

Berikut ini macam macam abortus:

a. Berdasarkan kejadiannya
1. Abortus spontan
Adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar (buatan)
untuk mengakhiri kehamilan tersebut (Saifuddin, 2002). Abortus spontan
dibagi atas:
2. Abortus imminens
Adalah abortus yang mengancam, perdarahannya bisa berlanjut beberapa
hari atau dapat berulang (Kusmiyati, 2009). Abortus imminens adalah
terjadinya perdarahan dari rahim sebelum kehamilan mencapai usia 20
minggu, dimana janin masih berada di dalam rahim dan tanpa disertai
pembukaan dari leher rahim.
3. Abortus insipiens
Adalah terjadinya perdarahan ringan atau sedang pada kehamilan muda
dimana hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri (Saifuddin, 2002).
4. Abortus inkomplit
Adalah abortus yang terjadi sebelum usiagestasi 10 minggu, janin dan
plasenta biasanya keluar, tetapi dalam waktu yang terpisah (Cuningham,
2005)
5. Abortus komplit
Adalah terjadinya perdarahan sampai semua produk pembuahan
ataujanin, selaput ketuban dan plasenta sudah keluar (Helen Farrer, 1999).
6. Abortus habitualis
Adalah abortus spontan yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih
(Kusmiyati, 2009).
7. Abortus infeksio
Adalah abortus yang disertai komplikasi infeksi. Adanya penyebaran
kuman atau toksin ke dalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat
menimbulkan septicemia, sepsis atau peritonitis (Saifuddin, 2002).
8. Abortus septic
adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau
toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum (Saifuddin, 2002).
9. Missed abortion
Missed abortion terjadi jika sesudah mengalami abortus
imminens,perdarahan pervaginam berhenti namun produk pembuahan
meninggal dan tetap berada dalam rahim (Helen Farrer, 1999).
10. Abortus buatan
Adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk
mengakhiri proses kehamilan (Kusmiyati, 2009).
b. Berdasarkan pelaksanaannya
1. Abortus medisinalis (abortus therapeutik)
Abortus yang dilakukan atas dasar indikasi vital ibu hamil, jika diteruskan
kehamilannya , akan lebih membahayakan jiwa ibu sehingga terpaksa
dilakukanabortus spontan (Manuaba, 2007).
2. Abortus kriminalis
Abortus yang dilakukan pada kehamilan yang tidak diinginkan,
diantaranya akibat perbuatan yang tidak bertanggung jawab. Sebagian
besar dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih sehingga dapat
menimbulkan komplikasi (Manuaba, 2007).
B. Etiologi

Insiden, 15% sampai 25% dari kehamilan yang dikenali secara klinis,
mungkin mendekati 50% dari semua konsepsi. (Graber, 2006:368) Penyebab
abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abortus didahului
oleh kematian janin.

Faktor-faktor yang yang dapat menyebabkan terjadinya abortus adalah:

a. Faktor Janin

Kelainan yang sering dijumpai pada abortus adalah kelainan perkembangan


zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan
abortus pada trimester pertama, yakni:

a) Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau


kerusakan kromosom (monosomi, trisomi atau poliploidi)
b) Embrio dengan kelainan lokal
c) Abnormalitas pembentukan plasenta (hiplopasi trofoblas) (Cunningham,
2005:952)

Produk konsepsi yang abnormal menjadi penyebab terbanyak dari abortus


spontan. Paling sedikit 10% hasil konsepsi manusia mempunyai kelainan
kromosom dan sebagian besar akan gugur. (Benson, 2008:297).

b. Faktor Maternal
1) Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa dapat membawa resiko bagi janin yang
sedang berkembang , terutama pada akhir trimester pertama atau awal
trimester kedua. Tidak diketauhi penyebab kematian janin secara pasti,
apakah janin yang menjadi terinfeksi ataukah toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme penyebabnya.Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
abortus.
2) Virus
Misalnya rubella, sitomegalo virus, virus herpes simpleks, varicella zoster,
vaccinia, campak, hepatitis, polio dan ensefalomeilitis.
3) Bakteri- misalnya Salmonella typi.
4) Parasit- misalnya Toxoplasma gondii, plasmodium.
5) Penyakit vaskular-misalnya hipertensi vaskular
6) Penyakit endrokin.
7) Faktor Imunologis
8) Trauma
9) Kelainan Uterus
Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks
inkompeten atau retroflexio uteri gravidi incarcerata.
10) Faktor psikosomatik pengaruh dari faktor ini masih dipertanyakan.
(Benson, 2008:298)

c. Faktor Eksternal
1. Radiasi
Dosis 1-10 rad bagi janin pada usia 9 minggu pertama dapat merusak janin
dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.
2. Obat-obatan
Antagonis asam folat, antikoagulan dan lain-lain. Sebaiknya tidak
menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16 minggu, kecuali telah di
buktikan bahwa obat tersebut tidak membahyakan janin atau untuk
pengobatan penyakit ibu yang parah.
3. Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan
benzen. (Wiknjosastro, 2007:303)

d. Faktor Resiko
a. Usia
Usia dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia resiko untuk
hamil dan melahirkan (Mulyati, 2003). Menurut Manuaba (1998) kurun
waktu reproduksi sehat adalah 20-30 tahun dan keguguran dapat terjadi
pada usia yang masih muda, karena pada saat remaja alat reproduksi
belum matang dan belum siap untuk hamil.
b. Paritas ibu
Semakin banyaknya jumlah kelahiran yang dialami seorang ibu semakin
tinggi resikonya untuk mengalami komplikasi kehamilan, persalinan dan
nifas (Mulyati, 2003). Sejalan dengan pendapat Cuningham (2005) bahwa
resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas.
c. Riwayat abortus sebelumnya
Setelah satu kali abortus spontan, memiliki resiko 15% untuk mengalami
keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, resiko meningkatnya 25%.
Beberapa studi meramalkan resiko setelah 3 abortus berurutan 30-45%
(Prawirohardjo, 2008).
d. Pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan antenatal yang baik adalah minimal 1 kali pada trimester
pertama, 1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga.
Keuntungan yang diperoleh dengan melakukan pemeriksaan antental
dengan baik adalah kelainan yang mungkin ada atau timbul pada
kehamilan tersebut cepat diketahui dan segera dapat di atasi sebelum
berpengaruh tidak baik pad kehamilan (Prawirohardjo, 2008).
e. Pendidikan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saifudin (2002) bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan makin rendah kejadian abortus. Angka
kejadian tertinggi yaitu pada golongan berpendidikan 10-12 tahun (SMA).
Secara teoritis diharapkan wanita ynag berpendidikan lebih tinggi
cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya.
f. Merokok
Merokok dilaporkan menyebabkan peningkatan risiko abortus. Bagi
wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko tersebut sekitar
dua kali lipat dibandingkan kontrol normal (Cuningham dkk, 2005)
g. Alkohol
Abortus spontan dan anomaly janin dapat terjadi akibat sering
mengkonsumsi alcohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Angka
abortus meningkat dua kali lipat pada wanita yang minum 2 kali setiap
minggu, dan tiga kali pada wanita yang mengkonsumsi alcohol
(Cuningham dkk, 2005)

C. Patofisiologis
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan
nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap
benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus
desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya karena vili
koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8 sampai 14
minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan
sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan (Wiknjosastro, 2007:303-305).
Mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih
dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih
tertinggal dalam cavum uteri.
Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat
pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam
yang banyak. (Widjanarko, 2009).
Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu
daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong
amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum), janin lahir
mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus
papiraseus (Wiknjosastro, 2007:303-305). Janin biasanya sudah dikeluarkan dan
diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang
plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan
kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan
umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol (Widjanarko,
2009).
D. Abortus Insipien
1. Defenisi

Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan


sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi
hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih
sering dan kuat perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat
dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan
kerokan.

Abortus yang sedang berlangsung dengan ostium sudah terbuka dan


kebutuhan yang teraba, kehamilan ibu tidak dapat dipertahankan
lagi.Perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil
konsep masih berada didalam cavum uteri. Kondisi ini menunjukkan proses
abortus sedang berlangsung dan akan berlangsung menjadi abortusincomplit
dan komplit (Prawiroradjo,2002).

2. Tanda-tanda Abortus Insipien


a. Pendarahan pervagina, keluar gumpalan darah
b. Rasa mules atau keram perut, nyeri karena kontraksirahim kuat
c. Pembukaan osteum uteri, Servile terbuka den teraba ketuban

3. Gambaran Klinik
a. Terdapat keterlambatan datang bulan
b. Terjadi perdarahan
c. Disertai sakit perut
d. Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi
e. Pemeriksaan hasil tes hamil dapat masih positif atau sudah negative

4. Komplikasi
a. Kematian ibu
b. Infeksi

5. Penanganan
a. Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin
b. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai
perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum
atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam.
Suntikkan ergometrin 0,5 mg intramuskular.
c. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam
deksrtose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai
kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit.
d. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan
aspirasi
vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :
e. Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit
bila
perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila
perlu).
f. Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
g. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
h. Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil
konsepsi.
i. Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per
menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
j. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

Anda mungkin juga menyukai