Anda di halaman 1dari 168

BAB I

PENDAHULUAN

Penulisan skripsi merupakan penyusunan karya tulis terakhir dan


tertinggi bagi mahasiswa yang menyelesaikan studi Program Strata Satu
(S1) di lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum, sebagaimana di
fakultas-fakultas lain di UIN Sunan Gunung Djati, bahkan di perguruan
tinggi lainnya. Ia merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
kesarjanaan pada program tersebut.
Penyusunan skripsi dilakukan sebagai suatu proses kegiatan dan
sebagai salah satu kegiatan ilmiah yang memiliki bobot SKS. Sebagai
suatu proses kegiatan, penyusunan skripsi dilakukan melalui tahapan-
tahapan: penyusunan, pengusulan dan seminar rencana penelitian
(proposal penelitian), pelaksanaan penelitian, penulisan dan
mempertanggungja-wabkan hasilnya. Oleh karena itu, buku pedoman
yang berhubungan dengan serangkaian kegiatan tersebut sangat
diperlukan agar setiap langkah dari keseluruhan proses kegiatan tersebut
dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.
Sebagai suatu kegiatan ilmiah, penyusunan skripsi merupakan
salah satu cara penggalian dan pengembangan ilmu pengetahuan sesuai
dengan disiplin ilmu yang menjadi kompetensi mahasiswa. Dalam hal ini,
yang menjadi konsentrasi bidang Ilmu Agama Islam pada Fakultas
Syari`ah yaitu fiqh dan pranata sosial. Diharapkan penyusunan skripsi
oleh para mahasiswa Fakultas Syari`ah memiliki signifikansi ganda, yaitu
signifikansi ilmiah dan sedapat mungkin, signifikansi sosial.
Pedoman ini disusun sebagai upaya peningkatan kualitas
penyusunan rencana penelitian dan penulisan hasilnya. Ia berisi ketentuan
umum tentang teknis penyusunan proposal penelitian dan penulisan
skripsi, serta petunjuk-petunjuk konsepsional yang berhubungan dengan
wilayah penelitian untuk pembuatan skripsi yang sesuai dengan jurusan
atau program studi setiap mahasiswa. Kehadirannya, diharapkan mampu
memberikan kejelasan dan kemudahan terutama bagi mahasiswa yang
melakukan penyusunan skripsi dan menjadi pegangan bagi para
mahasiswa dan pembimbing dalam mengarahkan mahasiswa
bimbingannya.

2
BAB II
KETENTUAN UMUM

A. Pengertian dan Fungsi Skripsi


Skripsi adalah karya tulis ilmiah berdasarkan hasil penelitian, baik
penelitian lapangan (field research) maupun penelitian kepustakaan
(library research) yang dilakukan oleh mahasiswa dalam penyelesaian
tugas akhir Program S1. Tugas penyusunan skripsi menjadi salah satu
syarat bagi para mahasiswa yang akan mencapai gelar kesarjanaan di
lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati,
sebagaimana di fakultas-fakultas lainnya.
Adapun fungsi skripsi sebagai salah salah satu bentuk karya
ilmiah adalah sebagai alat komunikasi ilmiah antara mahasiswa yang
menyelesaikan tugas akhir Program S1 dengan masyarakat akademik
dalam rangka pengembangan ilmu. Melalui skripsi para mahasiswa dapat
mensosialisasikan temuannya, baik yang bersifat pengembangan ilmu
maupun bersifat praktis, setelah terlebih dahulu penemuannya diuji
tentang validitasnya, baik dari aspek metodologis maupun substansi
bidang keilmuan yang memayunginya oleh sidang penguji yang terdiri
dari para pakar dalam bidangnya.

B. Tujuan Penulisan Skripsi


Tujuan utama penulisan skripsi adalah memberi bekal pengalaman
dalam melakukan penelitian ilmiah kepada mahasiswa, sehingga mereka
mampu:
1. Berfikir dan bekerja secara ilmiah;
2. Merencanakan penelitian ilmiah;

3
3. Melaksanakan penelitian ilmiah;
4. Menuliskan karya ilmiah hasil penelitian; dan
5. Mempertanggungjawabkan hasil penelitian.

C. Ruang Lingkup Skripsi


Skripsi ditulis oleh mahasiswa bertolak dari gejala kehidupan
yang memunculkan permasalahan untuk dipelajari dan dipecahkan oleh
mahasiswa yang bersangkutan.
Secara umum, wilayah penelitian (reseach area) untuk pembuatan
skripsi di lingkungan UIN, berdasarkan Keputusan Menteri Agama
Nomor 110 Tahun 1982, adalah bidang ilmu-ilmu Agama Islam, yang
meliputi:
1. Bidang Al-Qur'an dan Al-Hadits;
2. Bidang Pemikiran dalam Islam;
3. Bidang Fiqh (Hukum Islam) dan Pranata Sosial;
4. Bidang Sejarah dan Peradaban Sosial;
5. Bidang Bahasa dan Sastera;
6. Bidang Pendidikan Islam,
7. Bidang Dakwah Islam dan Perbandingan Agama; dan
8. Bidang Perkembangan Pemikiran di Dunia Islam.

Pengembangan ilmu-ilmu Agama Islam, khususnya dalam proses


belajar mengajar dan penelitian untuk pembuatan skripsi yang
dilaksanakan pada Fakultas Syari`ah adalah bidang fiqh dan pranata
sosial. Oleh karena itu, penelitian untuk pembuatan skripsi dalam salah
satu bidang ilmu Agama Islam tersebut merupakan bagian dari
pengembangan program studi mahasiswa sesuai program pendidikan
akademik serta jurusan yang dipilih.
Berkenaan dengan hal itu, bagi mahasiswa yang akan melakukan
penelitian untuk pembuatan skripsi memilih masalah penelitian dalam

4
batas-batas wilayah penelitian sebagaimana dikemukakan di atas. Adapun
kriteria masalah penelitian itu adalah sebagai berikut:
1. Masalah penelitian berada dalam cakupan salah satu bidang
hukum Islam, sesuai dengan program studi mahasiswa pada jurusan
yang dipilih. Hal itu akan memudahkan perumusan dan pelaksanaan
penelitian dan sekaligus menunjuk tentang kompetensi keilmuan
mahasiswa yang bersangkutan;
2. Masalah penelitian menarik dan diminati oleh mahasiswa yang
bersangkutan. Hal itu menjadi unsur pendorong dan memudahkan
pelaksanaan penelitian;
3. Sumber data mengenai masalah itu tersedia dan dapat diperoleh, baik
berupa bahan kepustakaan maupun berupa informasi dari para nara
sumber di lapangan;
4. Mahasiswa yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk melakukan
penelitian tantang masalah yang diminatinya itu. Kemampuan ini
dalam pengertian yang luas, mencakup kemampuan akademik,
kemampuan tenaga, kemampuan biaya dan kemampuan memanfaatkan
waktu yang tersedia; dan
5. Penelitian tersebut dapat menghasilkan informasi atau metodelogi
baru yang berguna untuk pengembangan fiqh/hukum Islam dan pranata
sosial.

Permasalahan yang dituangkan dalam skripsi adalah masalah-


masalah yang berhubungan dengan bidang-bidang yang menjadi
konsentrasi pengkajiannya pada jurusan masing-masing yang ada di
Fakultas Syari`ah.
Bidang keahlian yang dikembangkan pada masing-masing jurusan
adalah sebagai berikut:
1. Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah: perkawinan, kewarisan, peradilan,
perwakafan dan pranata-pranata sosial yang berkaitan dengan masalah-
masalah tersebut;

5
2. Jurusan Mu`amalah: perbankan, asuransi, perdagangan, perburuhan
dan pranata-pranata sosial yang berkaitan dengan masalah-masalah
tersebut;
3. Jurusan Jinayah Siyasah: hukum pidana, hukum perdata, politik
hukum dan pranata-pranata sosial yang berkaitan dengan masalah-
masalah tersebut;
4. Jurusan Muqaranah al-Madzahib fi al-Fiqh wa al-Qanun: Uhsul Fiqh,
Fiqh dan pranata-pranata sosial yang berkaitan dengan pengembangan
kedua bidang tersebut.

D. Pendekatan
Penelitian bidang fiqh/hukum Islam dan pranata sosial, khususnya
dalam pembuatan skripsi, secara garis besarnya dapat dilakukan dengan
dua pendekatan, yaitu pendekatan normatif (normative/library research )
dan pendekatan empirik (empirical/field research ).
Penelitian fiqh/hukum Islam dan pranata sosial dalam wujudnya
yang ideal, seperti mengenai kaidah-kaidah yang dirumuskan para ulama
dan pemikiran filosofi dari para pemikir, dilakuakn dengan pendekatan
normatif. Penelitian fiqh/hukum Islam dan pranata sosial dalam wujudnya
yang aktual, seperti pelaksanaan hukum waris, pelaksanaan hukum
dagang, hukum perkawinan, hukum asuransi, pranata-pranata keagamaan,
perilaku dan peristiwa keagamaan lainnya di dalam masyarakat Muslim,
dilakukan dengan pendekatan empirik.

6
E. Menemukan Masalah dan Prosedur Pengajuan Proposal
Penelitian
untuk Skripsi
Prosedur pengajuan proposal penelitian untuk skripsi ialah proses
yang harus dilalui oleh setiap mahasiswa yang akan melakukan penelitian
untuk penulisan skripsi. Mahasiswa yang boleh mengajukan proposal
penelitian untuk skripsi adalah mereka yang sudah menyelesaikan
minimal 75 % dari SKS yang dibebankan. Secara keseluruhan, proses ini
meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Menemukan masalah yang akan diteliti;
2. Mengkonsultasikan dengan pembimbing akademik;
3. Membuat proposal penelitian;
4. Proposal penelitian diperiksakan kepada pembimbing akademik;
5. Proposal penelitian ditandatangankan kepada pembimbing
akademik;
6. Proposal penelitian dikonsultasikan kepada Ketua Jurusan;
7. Proposal penelitian (4 rangkap) didaftarkan ke Biro Skripsi fakultas;
8. Proposal penelitian diseminarkan di Biro Skripsi pada hari dan tanggal
yang telah ditentukan; dan
9. Mengambil SK Dekan tentang judul penelitian dan pembimbing yang
akan membimbing selama penelitian dan penulisan skripsi seminggu
setelah disetujui dalam seminar.

Agar lebih jelas, mari kita cermati uraian untuk masing-masing


tahapan tersebut di bawah ini.

1. Menemukan masalah yang akan diteliti


Dimana masalah dapat diperoleh? Jawabnya: di mana-mana.
Masalah ini ditemukan dari latar belakangnya yang berkenaan dari gejala-
gejala dan peristiwa-peristiwa yang menantang, merangsang, misterius
dan tidak memuaskan sehingga terjadi masalah.

7
Untuk merumuskan masalah, seseorang harus mengetahui yang
dimaksud dengan masalah itu sendiri. Masalah memang ada di mana-
mana. Tetapi, kita harus mampu membedakan antara masalah akademik
dan masalah yang non-akademik. Bagi mahasiswa, tidak punya uang
untuk membeli buku, misalnya, adalah masalah. Kemacetan lalulintas
pada masa kampanye adalah masalah bagi pengemudi dan polisi, padi
dimakan tikus adalah masalah bagi petani, hujan mengguyur sepanjang
hari adalah masalah bagi penjual es, tidak hujan sepanjang tahun bukan
hanya masalah bagi petani tapi juga masalah bagi ummat manusia
seluruhnya, mahasiswa merokok di ruang kelas adalah masalah bagi
mahasiswa yang bukan perokok, lambatnya dosen menyerahkan nilai
hasil UAS adalah masalah bagi mahasiswa, kenaikan harga BBM adalah
masalah bagi rakyat berpenghasilan rendah, dan seterusnya. Tapi, itu
semua bukan masalah akademik dan oleh sebab itu masalah-masalah
tersebut tidak perlu diteliti untuk membuat skripsi.
Masalah apa yang bisa diteliti dan ditulis untuk skripsi?
Jawabannya adalah masalah akademik. Yaitu, masalah-masalah yang
memerlukan pemecahan secara ilmiah. Yang bagaimana masalah yang
disebut masalah yang memerlukan pemecahan secara ilmiah itu? Masalah
yang memerlukan pemecahan secara ilmiah itu adalah fenomena-
fenomena yang menyimpang dari yang seharusnya. Atau dengan kata
lain, ketimpangan antara teori dengan praktik. Misalnya, dalam disiplin
ilmu yang dikembangkan di jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah, menurut
hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama (PA) dijelaskan bahwa
PA hanya memiliki wewenang untuk mengadili bidang Hukum Perdata
Islam seperti pernikahan, perwakapan, waris dan hibah; tapi tiba-tiba ada
satu PA di Jawa Barat yang menerima, memeriksa, dan memutus masalah
tindak pidana pemerkosaan. Putusan PA ini bisa diteliti dan diangkat
menjadi skripsi, karena ia adalah memerlukan pemecahan ilmiah.
Dalam bidang mu’amalah, contoh masalah yang memerlukan
pemecahan secara ilmiah antara lain masalah jual beli singkong dengan

8
cara kemplang, yaitu menjual singkong tanpa dipanen lebih dahulu, tetapi
singkong yang masih di kebun dijual langsung oleh petani kepada bandar
dengan cara ditaksir. Jual beli seprti itu jelas mengandung gharar
(tipuan). Secara teoritis, tipuan dalam jual beli itu harus dihindarkan,
tetapi di sebagian masyarakat, jual beli seperti itu tetap berlangsung.
Mengapa? Harus dicarikan penyebab dab solusinya secara ilmiah agar
masyarakat tidak melakukan tindakan hukum yang bertentangan dengan
hukum Islam.
Dalam bidang siyasah, contoh masalah yang memerlukan
pemecahan secara ilmiah antara lain masalah pilihan partai umat Islam
dalam Pemilihan Umum di Indonesia. Data yang ada menunjukkan bahwa
mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam. Karena itu
secara teoritis, partai yang akan menjadi pemenang dalam Pemilihan
Umum itu adalah partai berbasis Islam. Tetapi, kenyataannya tidak.
Mengapa?
Dalam bidang Hukum Pidana Islam, contoh masalah yang
memerlukan pemecahan secara ilmiah antara lain masalah penerapan
hukum pidana Islam, baik secara parsial maupun menyeluruh. Data
kependudukan menunjukkan bahwa penduduk Indonesia mayoritas
beragama Islam. Secara teoritis, penerapan Hukum Pidana Islam itu akan
menjamin keberlangsungan hidup umat manusia dari agama mana pun
sehingga kehidupan akan berjalan dalam suasana yang aman, tentram dan
diliputi keadilan. Tetapi, banyak warga negara Indonesia, termasuk yang
bergama Islam yang menolak berbagai upaya penerapan Hukum Pidana
Islam. Bahkan, para pejabat pemerintah yang juga beragama Islam tidak
menampakkan keseriusan dalam mengupayakan penerapan Hukum
Pidana Islam. Mengapa?
Dalam bidang kajian yang dikembangkan di Jurusan
Perbandingan Madzhab dan Hukum, contoh masalah yang memerlukan
pemecahan secara ilmiah antara lain masalah perbedaan pendapat dalam
berbagai persoalan, termasuk dalam masalah ibadah dan mu’amalah.

9
Secara teoritis, ketika dihadapkan pada perbedaan pendapat, umat Islam
harus mengamalkan pendapat yang lebih kuat (râjih) dan meninggalkan
yang lemah (marjûh). Dalam kenyataannya masih ada umat Islam yang
tetap mengamalkan pendapat yang lemah, meninggalkan pendapat yang
kuat, bahklan mereka tertutup terhadap perubahan yang positif hanya
karena leluhur mereka telah beramal seperti itu. Mengapa?
Supaya dapat menemukan masalah akademik untuk diteliti
sebagai bahan penulisan skripsi dengan mudah, maka pertama, perlu
dibiasakan banyak membaca referensi yang membahas teori-teori yang
berhubungan dengan disiplin ilmu yang sedang ditekuni. Bahkan, akan
lebih membantu, jika setiap membaca sebuah buku, kitab, artikel dalam
jurnal, artikel dalam surat kabar dan sebagaimnya, kita catat beberapa
informasi penting dari bacaan itu dalam satu lembar kertas. Jika yang kita
baca itu adalah sebuah buku atau kitab, maka yang perlu termuat dalam
catatan itu adalah: nama pengarang, tahun terbit, judul buku/kitab, kota
tempat penerbitan, nama penerbitan, nomor-nomor halaman tertentu
dimana kita melakukan kutipan tentang sesuatu yang dianggap penting,
dan ringkasan tentang hal-hal yang dianggap penting. Catatan tersebut
akan berguna pada suatu saat nanti ketika kita akan membuat sebuah
karya ilmiah. Jika, yang dibaca itu adalah sebuah artikel dari jurnal atau
dari buku kumpulan tulisan, atau dari surat kabar, disamping informasi
tadi tambah dengan nama jurnal, nama surat kabar dan nomor serta
edisinya.
Langkah kedua, setelah kita menguasai beberapa teori penting
dalam disiplin ilmu yang sedang ditekuni, disarankan agar kita memiliki
kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Kepekaan kita harus dilatih dalam
mencermati setiap perkembangan di masyarakat, terutama perkembangan
fenomena-fenomena yang terkait erat dengan disiplin ilmu yang sedang
ditekuni. Perpaduan harmonis antara penguasaan teori dengan
kemampuan menangkap sinyal-sinyal persoalan yang tengah dihadapi
masyarakat akan menjadi bekal yang sangat penting untuk menemukan

10
masalah akademik dengan mudah. Jika sudah begitu, maka kita tidak
akan tersiksa oleh perasaan kesulitan menemukan masalah untuk bahan
penulisan skripsi, tetapi sebaliknya, kita akan prihatin betapa banyak
persoalan yang tengah dihadapi masyarakat dalam kehidupan mereka dan
belum dapat kita pecahkan.

2. Mengkonsultasikan dengan pembimbing akademik


Ketika sudah mendapatkan sejumlah masalah akademik dari hasil
pencarian yang dilakukan, segera mengkonsultasikannya ke pembimbing
akademik anda. Jangan sekali-kali menuangkan masalah yang sudah
ditemukan itu tanpa didahului dengan mengkonsultasikannya dengan
pembimbing akademik. Itu dilakukan dengan tujuan agar kita tidak
melakukan sesuatu yang sia-sia atau tidak berguna (useless). Banyak
bentuk kesia-sian yang akan terjadi seperti, masalah sudah ada yang
membahas atau pembimbing tidak setuju karena berbagai alasan seperti
kurang aktual, kurang relevan dan sebagainya. Konsultasi akan
mengurangi energi yang dikeluarkan karena akan terhindar dari kesia-
siaan. Melalui konsultasi, kita akan memperoleh berbagai masukan
berharga dari pembimbing akademik. Misalnya, teknik penulisan
proposal yang baik, cara menyajikannya dalam seminar dan hal-hal lain
yang berhubungan dengan prosedur penulisan, pengajuan dan seminar
proposal sampai keluar SK Dekan tentang judul dan pembimbing
penulisan skripsi. Perlakukan dia sebagai salah satu sumber inspirasi
akademik anda dan sebagai tokoh yang akan membantu meningkatkan
kualitas akademik anda dalam berbagai aspeknya. Jangan sekali-kali
memperlakukan dia hanya sebagai tukang tanda tangan, sehingga anda
menemui dia hanya pada saat mau menandatangankan KRS (Kartu
Rencana Studi). Temui dia setiap anda memiliki persoalan dalam dunia
akademik anda.

11
3. Membuat proposal penelitian
Disamping berkonsultasi kepada Pembimbing Akademik, untuk
menghasilkan proposal penelitian yang berkualitas ada beberapa langkah
yang perlu dilakukan. Pertama, pelajari proposal-proposal yang ada di
Biro Skripsi atau jurusan, atau lihat skripsi-skripsi yang ada di
Perpustakaan Fakultas atau Perpustakaan Pusat. Dari situ kita akan
memperoleh gambaran umum tentang wujud sebuah proposal. Ini sangat
perlu dilakukan agar kita memahami tradisi atau konvensi yang ada yang
berlaku di lingkungan dimana anda sedang melakukan kegiatan studi.
Kedua, pelajari dan ikuti buku pedoman yang berlaku atau dipakai di
tempat di mana anda tengah studi. Jika terdapat suatu pertentangan antara
yang anda temukan dalam proposal-proposal atau skripsi-skripsi yang
ditulis para senior dengan yang ada dalam Buku Pedoman Penulisan,
maka ikuti apa yang ada dalam Buku Pedoman. Tidak semua proposal
atau skripsi yang ditulis oleh senior anda adalah baik dan benar, bisa saja
ada diantaranya yang ditulis sembarangan, tidak sesuai dengan buku
pedoman yang berlaku.

4. Proposal penelitian diperiksakan kepada Pembimbing Akade-


mik
Draf proposal yang sudah ditulis secara lengkap sebelum
didaftarkan ke Biro Skripsi terlebih dahulu dikonsultasikan dan
diperiksakan kepada Pembimbing Akademik. Kelengkapan proposal
meliputi halaman depan berupa surat permohonan yang ditujukan ke Biro
Skripsi dan isi proposal yang meliputi: (1) latar belakang masalah, (2)
rumusan dan identifikasi masalah, (3) tujuan penelitian, (4) kerangka
pemikiran, (5) langkah-langkah penelitian, dan (6) daftar pustaka. Surat
pengajuan judul skripsi yang ditujukan kepada Dekan melalui Ketua Biro
Skripsi berisi identitas mahasiswa pengusul dan judul skripsi yang
diajukan. Surat tersebut ditandatangani mahasiswa pengusul di sebelah
kanan dan disebelah kiri dibubuhkan tanda tangan Pembimbiung

12
Akademik sebagai bukti telah menyetujui judul skripsi yang diusulkan.
Contoh surat permohonan pengajuan judul skripsi kepada Biro Skripsi
dapat dilihat di bawah ini.

Nomor : Khusus Kepada


Lamp. : 1 (satu) Proposal Yth. Bapak Dekan
Hal : Pengajuan Judul Skripsi c/q Biro Skripsi Fak.
Syari`ah
UIN SGD Bandung
di
BANDUNG
Assalamu`alaikum Wr. Wb.
Yang bertanda tangan di bawah adalah:
Nama : Zelfy Arifiany
Nomor Pokok : 200808086
Jurusan : Perbandingan Madzhab dan Hukum
(PMH)
Mengajukan proposal penelitian untuk skripsi dengan judul:
Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i tentang Nasab Anak Zin
Demikian usulan ini disampaikan dan atas dikabulkannya
diucapkan terima kasih.
Wassalamu`alaikum Wr. Wb.
Menyetujui: Bandung, 20 Mei 2023
Pembimbing Akademik, Pemohon,

Dr. …………, MA Zelfy Arifiany


NIP ………….. NIM. 200808086

13
5. Proposal penelitian ditandatangankan kepada Pembimbing
Akademik
Setelah berbagai masukan dari Pembimbing Akademik diterima
dalam konsultasi sebelumnya, kemudian proposal diperbaiki sesuai
masukan-masukan tersebut. Saran sekecil apa pun dari Pembibing
Akademik harus diperhatikan supaya proposal menjelma dalam wujudnya
yang menurut kita dan Pembimbing Akademik sudah maksimal atu
sempurna. Hasil revisi akhir itu kemudian ditandatangankepada
Pembibing Akademik setelah kita terlebih dahulu menandatanganinya.
Hindari kesalahan dalam menulis nama, NIP dan gelar akademik
Pembibing Akademik.

6. Proposal penelitian dikonsultasikan kepada Ketua Jurusan


Langkah berikutnya yang harus ditempuh adalah
mengkonsultasikan dan memperoleh persetujuan dari Ketua Jurusan.
Proposal yang sudah ditandatangani oleh kita dan Pembibing Akademik
didiskusikan dengan Ketua Jurusan untuk memperoleh persetujuan bahwa
judul yang diusulkan relevan dengan disiplin ilmu yang menjadi kajian
utama di jurusan itu. Persetujuan Ketua Jurusan atau Sekretaris Jurusan
ditandai dengan pembubuhan tanda tangan atau paraf pada proposal yang
diajukan, meskipun begitu kita tidak perlu menyediakan kolom khusus
untuk tanda tangan atau paraf Ketua Jurusan atan Sekretaris Jurusan.
Supaya tahap ini tidak memperoleh hambatan seperti penolakan karena
judul itu sudah ada yang membahas, maka disarankan agar kita sebelum
menulis proposal itu mencari informasi tentang judul-judul atau masalah-
masalah yang sudah dibahas oleh mahasiswa lain di jurusan itu. Informasi
itu tersedia baik di jurusan maupun di Biro Skripsi.

7. Proposal penelitian (4 rangkap) didaftarkan ke Biro Skripsi


fakultas

14
Setelah memperoleh persetujuan dari Ketua Jurusan atau
Sekretaris Jurusan, kemudian proposal itu digandakan menjadi 5
eksemplar. Yang asli dipegang oleh kita, yang empat lainnya diberikan ke
Biro Skripsi pada waktu pendaftaran untuk diseminarkan. Pada waktu
mendaftar ke Biro Skripsi untuk seminar, bahkan sebaiknya sejak akan
minta persetujuan dari Ketua atau Sekretaris Jurusan anda sudah
melengkapi dokumen yang dipoerlukan yaitu tanda bukti lunas SPP pada
semester yang tengah berjalan. Tanda bukti tersebut cukup berupa foto
kopi resi pembayaran SPP yang anda terima pada saat membayar SPP.

8. Proposal penelitian diseminarkan di Biro Skripsi pada hari dan


tanggal yang telah ditentukan
Pada waktu mendaftarkan untuk seminar akan diperoleh informasi
kapan anda akan memperoleh kesempatan untuk menyeminarkan
proposal penelitian untuk skripsi yang telah anda ajukan. Dalam forum
seminar itu anda akan diminta untuk menjelaskan rencana penelitian itu
oleh beberapa orang dosen yang memiliki keahlian dalam bidang yang
diajukan yang pada waktu itu akan bertindak sebagai penguji. Disamping
menguji sampai sejauh mana penguasaan anda terhadap bidang yang
akan diteliti dan sampai sejauh mana kejelasan arah penelitian yang akan
dilakukan mereka pun akan memberikan masukan berupa saran untuk
perbaikan proposal anda baik dari segi teknis maupun substansi materi
yang akan diteliti. Pada saat itu mahasiswa diminta untuk
mempresentasikan proposalnya sejelas-jelasnya dalam waktu yang
singkat. Untuk mencapai itu sebaiknya kita mempersiapkan beberapa
catatan penting yang bisa ditayangkan melalui OHP atau Digital
Projector.

9. Mengambil SK Dekan tentang judul penelitian dan pembimbing


yang akan membimbing selama penelitian dan penulisan skripsi
seminggu setelah disetujui dalam seminar

15
Stelah diseminarkan dan dinyatakan diterima oleh forum, maka
proses pokok pengajuan judul sudah selesai. Langkah berikutnya adalah
mengambil SK judul skripsi dari Biro Skripsi, yang biasanya sudah siap
diambil dalam beberapa hari setelah dinyatakan diterima. Surat
Keputusan Dekan yang akan diterima itu memuat judul skripsi yang
disahkan dan untuk ditindaklanjuti dengan penelitian dan dua nama
pembimbing skripsi yang salah satunya adalah Pembibing Akademik.
Dalam SK itu ditentukan siapa yang menjadi pembimbing 1 dan siapa
yang menjadi pembimbing 2.
Posisi pembing anda penting diketahui agar tidak terjadi salah
kaprah dalam melakukan bimbingan pada tahap berikutnya. Jika pada
waktu sebelum keluar SK kita hanya berkonsultasi secara intensip kepada
Pembibing Akademik, tetapi setelah keluar SK kita melakukan bimbingan
secara intensip kepada pembimbing skripsi yang telah ditunjuk oleh
Dekan. Penentuan pembimbing pertama dan keduanya, biasanya
dilakukan atas pertimbangan senioritas, oleh karena itu kita dituntut untuk
selalu melakukan bimbingan kepada pembimbing 2 dulu, lalu kepada
pembimbing 1. Hal itu dimaksudkan supaya pembimbing 2 memberikan
masukan yang maksimal, kemudian dilengkapi oleh pembimbing 1.
Apabila bimbingan dilakukan sebaliknya, yaitu dari pembimbing 1 dulu,
kemudian ke pembimbing 2, maka pembimbing 2 akan merasa sungkan
untuk melakukan perubahan atas sesuatu yang sudah dianggap benar oleh
pembing 1 yang secara teoritis lebih senior.
Bimbingan pertama setelah menerima SK dilakukan kepada
Pembimbing 2 dulu dengan membawa Bab I dan outline sambil
menyerahkan SK Pembimbing. Bab I dan outline diperbaiki berdasarkan
atas masukan dari Pembimbing 2, kemudian, hasil perbaikan itu dibawa
ke Pembimbing 1 sambil menyerahkan SK Pembimbing kepadanya.
Proses bimbingan selanjutnya dilakukan sesuai kesepakatan kita dengan
para pembimbing.

16
F. Pertanggungjawaban Skripsi
Kadar ilmiah suatu skripsi dipertanggungjawabkan oleh
mahasiswa penulisnya dalam suatu ujian khusus (munaqasyah). Ujian ini
dilakukan oleh suatu team penguji yang terdiri dari empat orang: seorang
ketua sidang, seorang sekretaris sidang, dan dua orang penguji. Penguji
pertama, menguji aspek metodologi yang digunakan dalam penelitian
termasuk teknik penulisan skripsi, sedangkan penguji kedua menguji
substansi hasil penelitian yang dituangkan dalam skripsi.
Substansi skripsi sepenuhnya menjadi tanggung jawab mahasiswa
penulis skripsi. Sedangkan kualitas skripsi, menjadi tanggung jawab
bersama, yaitu mahasiswa yang bersangkutan, para pembimbing, para
penguji, ketua jurusan dan dekan.
Skripsi yang dinyatakan berkualitas tinggi dapat
direkomendasikan untuk diterbitkan, untuk dipersembahkan kepada
masyarakat. Dengan demikian, terjadi komunikasi antara civitas
akademika dengan masyarakat dalam skala yang lebih luas, yang
sekaligus menempatkan Fakultas Syari`ah sebagai bagian dari masyarakat
tersebut.

G. Bobot Kredit Skripsi


Bobot kredit skripsi yaitu 4 (empat) Satuan Kredit Semester
(SKS), sesuai dengan kurikulum yang berlaku di lingkungan UIN
(Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1995).

17
BAB III
PENYUSUNAN RENCANA PENELITIAN

Sebagai awal kerja untuk mengadakan penelitian ilmiah yang


nantinya akan ditulis menjadi skripsi, mahasiswa diwajibkan menyusun
rencana penelitian. Rencana penelitian ini lajim pula disebut proposal
penelitian atau usul penelitian.
Proposal penelitan yang disusun oleh mahasiswa baru merupakan
konsep yang bersifat sementara. Bersifat sementara karena proposal itu
masih harus dikaji dan disempurnakan lebih lanjut melalui proses
konsultasi dengan dosen pembimbing dan melalui seminar. Dalam setiap
konsultasi atau seminar tentang proposaal itu, maka perubahan-perubahan
ke arah penyempurnaan masih mungkin untuk dilakukan.
Dalam garis besarnya, dalam proposal dikemukakan tentang hal-
hal sebagai berikut:

A. Judul Penelitian;
B. Latar Belakang Masalah;
C. Perumusan dan Identifikasi Masalah;
D. Tujuan Penelitian;
E. Kerangka Pemikiran;

18
F. Hipotesis (jika ada); dan
G. Langkah-langkah Penelitian.

Uraian berikut akan menjelaskan secara singkat tiap-tiap hal yang


dikemukakan dalam proposal penelitian.

A. Judul Penelitian
Judul penelitian (selanjutnya baca: skripsi) merupakan identitas
atau cermin dari jiwa seluruh pemikiran yang dituangkan dalam bentuk
tulisan. Oleh karena itu, judul penelitian bersifat menjelaskan diri dan
menarik. Judul itu dirumuskan dalam bentuk kalimat yang singkat, dapat
mengungkap tentang masalah yang diteliti, tujuan penelitian yang
diajukan dan metode penelitian yang digunakan. Judul penelitian harus
menunjukkan variabel (objek penelitian) atau variabel-variabel yang
diteliti.
Untuk merumuskan judul yang baik, perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Ditulis dalam kalimat pernyataan;
b. Jelas, singkat, dan padat;
c. Berisi variabel-variabel yang akan diteliti;
d. Menggambarkan keseluruhan isi dan kegiatan penelitian yang akan
dila-kukan;
e. Meliputi sifat/jenis penelitian; dan
f. Untuk penelitian lapangan harus dilengkapi dengan lokasi penelitian
dan tahun, serta objek yang diteliti.

Beberapa contoh judul penelitian yang memenuhi kriteria di


atas antara lain adalah sebagai berikut:

19
1. Akibat Hukum Fasakh dan Proses Penyelesaiannya menurut
Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi`i;
2. Analisis terhadap Perbedaan Penggunaan Kaidah Fiqh antara
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi`i;
3. Baitul Mâl wa al-Tamwîl Amanah Ummat sebagai Alternatif
Ekonomi Masyarakat Kecamatan Sukabumi, Kota Sukabumi;
4. Bunga Bank menurut Ulama Syafi`iyah;
5. Etika Bisnis dalam Islam: Kajian Aksiologi Hukum Islam;
6. Kawin Muda dan Perceraian di Kabupaten Indramayu;
7. Keabsahan Putusan Pengadilan Agama Cibadak Nomor 31/
pdt.G/ 1996/ PA/ CBD tentang Harta Bersama;
8. Kehujjahan Mafhûm Mukhâlafah bi al-Shiffah menurut Pendapat
Imam Abu Hanifah dan Imam Malik;
9. Pandangan Syaikh Muhammad al-Ghazali tentang Kesaksian
Wanita dalam Perkara Pidana;
10. Pelaksanaan Poligini Tanpa Izin Pengadilan Agama di Desa
Wanasari, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur;
11. Pembunuhan Atas Dasar Kerelaan Korban menurut Pendapat
Imam Abu Hanifah;
12. Pencatatan Perkawinan di Desa Kawungluwuk, Kabupaten
Subang;
13. Pendapat Imam Syafi`i dan Abu Hanifah tentang Muzâra`ah;
14. Pendapat Imam Syafi`i dan Abu Hanifah tentang Ta`ârudh antara
Qiyas dan Hadits Ahad;
15. Pendapat Ulama Desa Bojong Pondok Terong, Kecamatan Bojong
Gede, Kabupaten Bogor tentang Pelaksanaan Nikah Tahlil;
16. Penyelesaian Perselisihan antara Bank Syari`ah dengan
Nasabahnya Melalui Arbitrase Islam di Indonesia (Studi Kasus di
BPRS Bandung);
17. Peranan Santri dalam Mengembangkan Koperasi Pesantren “An-
Nur”, Malangbong, Kabupaten Garut;

20
18. Sistem Pengendalian Intern dalam Aktivitas Pemberian Kredit
pada Bank Muamalat Indonesia;
19. Pelaksanaan Cara Jual Beli Ijon di Desa Kujang, Kecamatan
Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya;
20. Pelaksanaan Kampanye Pemilu 1997 di Kotamadya Bandung;
21. Hubungan Kerja antara Saudagar dengan Nelayan di Desa
Kedung Jaya, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang;
22. Usaha-usaha Pekerja Sosial Masyarakat dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat di Desa Sadasari, Kecamatan
Argapura, Kabupaten Majalengka;
23. Pelaksanaan Zakat dan Infaq dari Calon Haji di BAZIS Kabupaten
Subang;
24. Transaksi Jual Beli Saham dan Obligasi di Pasar Modal Indonesia
dalam Perspektif Fiqh Mu`amalah;
25. Usaha-usaha BAZIS Kabupaten Tasikmalaya dalam Mengenaskan
Kemiskinan;
26. Usaha-usaha yang Dilakukan BP4 Kecamatan Ujungberung
dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga;
27. Metode Istinbâth Hukum Imam Malik dan Imam Syafi’i dalam
Menentukan Hukuman Bagi Pelaku Aborsi;
28. Metode Istinbath al-Ahkam yang Digunakan oleh Ulama Sunni
dan Ulama Syi'i dalam Menentukan Hukum Menikahi Wanita Ahl
al-Kitab;
29. Methode Istinbath al-Ahkam yang Digunakan oleh Dua Tokoh
Ulama NU Desa Mandalamukti Kecamatan Cikalong Wetan
Kabupaten Bandung dalam Menentukan Hukum Jima bagi Suami
Isteri yang Menikah Hamil Zina Sebelum Janin Lahir; dan
30. Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i tentang Nasab
Anak Zina

21
B. Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah penelitian bertolak dari adanya animo dan
perhatian peneliti (dalam hal ini mahasiswa) terhadap sesuatu yang
disinyalir mengandung masalah. Sesuatu itu berasal dari pergulatan
pemikiran di dalam masyarakat ilmiah atau dari pengalaman sehari-hari,
yang dapat dijelaskan, dianalogikan dan dihubungkan dengan pandangan
orang atau lembaga yang memiliki otoritas. Masalah yang disinyalir itu
dikemukakan secara meyakinkan, baik yang menyendiri maupun yang
berhubungan dengan sesuatu yang lain.
Latar belakang masalah penelitian dirumuskan dalam bentuk
pernyataan-pernyataan yang saling berhubungan, yang mengandung
komponen-komponen yang kontradiktif, yang secara akademik dapat
dianggap bermasalah dan menuntut pemecahan. Pengungkapan
pernyataan itu dimulai dari yang bersifat umum dan berakhir pada yang
bersifat khusus atau spesifik. Dari pernyataan-pernyataan spesifik yang
disusun secara sistematik, artinya berurutan dan berhubungan secara
fungsional, akan tergambar adanya masalah yang spesifik yang perlu
diteliti.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun latar
belakang masalah yaitu:
a. Tidak terlalu muluk-muluk sehingga jauh dari konteks
permasalahan;
b. Berorentasi pada profesi, fungsi dan bidang kajian utama sipenyusun
proposal;
c. Harus dapat menunjukkan adanya masalah;
d. Harus mengemukakan fakta dan data sebagai alasan/ argumentasi
adanya masalah;
e. Menjelasakan mengapa begitu penting masalah yang diajukan untuk
diteliti;

22
f. Peneliti harus menjelaskan bahwa keinginan untuk meneliti masalah
tersebut timbul, karena melihat adanya kesenjangan/ perbedaan antara
apa-apa yang seharusnya/ idealnya dengan kenyataan yang ditemui dan
diketahui atau dilihat; dan
g. Agar dalam latar belakang masalah dapat didukung oleh data dan fakta,
perlu dilakukan studi pendahuluan dengan cara membaca referensi-
referensi yang relevan dan/ atau terjun langsung ke lapangan dimana
disinyalir ada masalah yang menarik dan ilmiah untuk diteliti.

Contoh latar belakang masalah antara lain adalah sebagai berikut:

Judul Penelitian: Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i tentang
Nasab
Anak Zina

Latar Belakang Masalah


Perkawinan adalah sunnatullâh yang dilakukan oleh manusia,
hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan suatu cara
yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang
biak dan melestarikan hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap
melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan
perkawinan. Kesiapan itu tercermin dari kematangan usia, kesehatan
fisik, kesehatan mental, kemampuan ekonomi dan keinginan kuat untuk
melakukan perkawinan.
Allah tidak mau menjadikan manusia itu seperti makhluk lainnya
yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan
betinanya secara anarki dan tidak tidak berdasarkan atas satu aturan.
Maka untuk menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah

23
adakan hukum sesuai dengan martabatnya. Hubungan antara laki-laki dan
perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan saling meridhai,
dengan upacara ijâb dan qabûl, sebagai lambang dari adanya rasa saling
ridha, dan dengan dihadiri para saksi (Sayyid Sabiq, 1990, VI: 7).
Perkawinan merupakan sasaran dan tujuan di dalam hidup untuk
membangun rumah tangga dan untuk memperoleh keturunan yang akan
memberikan ketentraman jiwa, kasih sayang dan membina cinta kasih.
Rumah tangga yang kita bangun adalah berintikan keluarga, karena
pembinaan rumah tangga dimulai dari pembentukkan keluarga.
Kehidupan berkeluarga ini terjadi lewat perkawinan yang sah, baik
menurut hukum agama (baca: Fiqh) maupun ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Dari sini akan tercipta kehidupan yang harmonis,
tentram dan sejahtera lahir batin yang didambakan oleh setiap insan yang
normal (A. Zuhdi Muhdhor, 1994: 14).
Untuk memelihara keturunan itu telah dijelaskan dalam al-Quran
tentang anjuran untuk menikah, berdasarkan firman Allah dalam surat al-
Rum ayat 21 yang berbunyi:

‫َو ِمْن آَياِتِه َأْن َخ َلَق َلُك ْم ِمْن َأْنُفِس ُك ْم َأْز َو اًج ا ِلَتْس ُك ُنْو آ ِإَلْيَه ا َو َج َع َل َبْيَنُك ْم َمَو َّد ًة‬
.‫َوَر ْح َم ًة ِإَّن ِفْي َذ ِلَك آلَياٍت ِلَقْو َيَتَفَّك ُر ْو ن‬
‫ٍِم‬
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia telah
menciptakan isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-
orang yang berfikir (Soenarjo, dkk., 1971: 644).

Juga dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (1981,


VI: 117) yang berbunyi sebagai berikut:

24
‫لى اهلل‬5
5‫ قال رسول اهلل ص‬: ‫عن عبد اهلل بن مسعود رضي اهلل عنه قال‬
‫ يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض‬: ‫عليه وسلم‬
‫للبصر وأحصن للفرج وإن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء‬
Dari Abdullah bin Mas'ud r.a., ia telah berkata: Rasulullah Saw.
Telah bersabda: 'Hai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kamu
telah sanggup untuk kawin, maka hendaklah ia kawin karena
sesungguhnya kawin itu menghalangi pandangan (terhadap hal-hal
yang dilarang agama) dan melindungi kemaluan (farj) dan
barangsiapa tidak sanggup, hendaklah ia berpuasa karena
sesungguhnya puasa itu sebagai perisai bagi dirinya. (A. Hassan, 1991
: 505).
Namun, terkadang sasaran dan tujuan perkawinan yang terdapat
dalam al-Quran dan al-Hadits hanya sebatas teori saja dan belum dapat
diaplikasikan dalam pelaksanaannya. Dalam hal ini ada sebagian manusia
yang mengambil jalan pintas untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya
dengan cara yang tidak halal (berzina). Perbuatan tersebut hanya
menimbulkan akibat yang senantiasa mengancam kerukunan rumah
tangga, karena perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan yang tidak
bermoral.
Islam menyimpan pondasi moral tersebut yaitu untuk membangun
sebuah rumah tangga di atas atap perkawinan yang sah, karena Islam
menganggap perbuatan zina merupakan perbuatan yang tidak halal. Dua
orang manusia yang berjenis kelamin berbeda diharuskan untuk
mengarahkan hubungan mereka kepada satu kitab undang-undang yang
melindungi moralitas manusia terhadap ketidaksenonohan dan
ketidaksopanan. Itulah sebabnya, mengapa ikatan perkawinan oleh al-
Quran disebut hishn, artinya benteng atau pertahanan. Kaitannya dengan
perkawinan berarti mempertahankan sebuah mahligai kesucian dan
memelihara moral merupakan sasaran yang paling utama. (Abul A'la al-
25
Maududi, 1987 : 7).
Akan tetapi kenyataannya ada dari sebagian umat Islam yaitu
orang-orang yang sudah terlanjur mengambil jalan pintas itu. Dalam hal
ini banyak faktor yang melatarbelakangi timbulnya perilaku yang
demikian, yaitu diantaranya karena semakin maraknya fornografi dalam
berbagai media yang tidak diimbangi dengan internaslisasi nilai-nilai
moral yang intensif, sehingga lahirlah pergaulan seks yang bebas. Yang
menjadi persoalan di sini yaitu bagaimana dengan anak yang dikandung
dari hasil perbuatan tersebut (berzina), yang jelas ia tidak berdosa, ia lahir
dari keterpaksaan sebagai akibat dari perbuatan yang tidak bermoral itu.
Persoalan ini telah melahirkan perbedaan pendapat dari para
ulama Fiqh terutama para imam madzhab yang empat. Perbedaan tersebut
antara lain berkisar pada nasab anak zina, yaitu kepada siapa jalur
nasabnya? Apakah kepada bapak yang menghamili atau kepada ibu yang
mengandungnya? Dan bagaimana pengaruhnya terhadap perkawinan,
kewarisan dan perwalian?
UU No. 1 tahun 1974 pasal 42 menyebutkan bahwa "anak yang
sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah". Kemudian dalam pasal 43 dijelaskan tentang hubungan anak
yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya (Arkola: 18).
Berdasarkan kedua pasal di atas, jelaslah bahwa akad dalam
perkawinan merupakan suatu indikasi akibat yang timbul karena
perkawinan, diantaranya anak. Anak yang sah sebagai akibat dari
perkawinan yang sah dan mempunyai kedudukan yang sah baik secara
hukum maupun secara kenyataannya. Sedangkan di kalangan imam
madzhab terutama Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i yang menjadi
bahan penelitian penulis, tampak terjadi perbedaan, terutama dalam
menentukan nasab anak zina tersebut.
Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa aqad dalam perkawinan
tidak menjadi ukuran untuk menentukan keabsahan anak, seorang anak

26
yang lahir dari pergaulan antara laki-laki dengan perempuan baik melalui
perkawinan yang sah atau tidak tetap dinasabkan kepada ayah dan ibunya
(Syamsuddin al-Syarkhashi, 1989, XVII: 154-155). Sedangkan Imam
Syafi'i (t.t., III: 86) menyatakan bahwa akad dalam perkawinan
merupakan ukuran untuk menentukan keabsahan seorang anak (Lihat pula
Abdurrahman al-Jaziry, t.t., IV: 62).
Dengan demikian Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita
yang melahirkan anak tersebut tetap dianggap berada dalam ranjang
suaminya, maka anak tersebut dipertalikan nasabnya kepada laki-laki itu
(suami) sebagai anak yang sah. Pendapat dia, seperti dikemuakkan oleh
Ibnu Rusyd (1990, II : 597) berlandaskan kepada keumuman makna
hadits Nabi Saw. yang berbunyi:

‫الولد للفراش‬
"Anak adalah bagi firâsy (hamparan)." (Salim Bahresy, 1996 :
503) .

Sedangkan Imam Syafi'i berpendapat bahwa wanita yang


melahirkan anak sebelum enam bulan dari akad nikah, maka anak yang
dilahirkan itu tidak dapat dipertalikan nasabnya kepada laki-laki yang
menyebabkan mengandungnya. Hal ini dijelaskan dalam suatu hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagaimana dikoleksi oleh
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi (t.t., II: 126) yang berbunyi:

‫عن ابن عمر رضي اهلل عنه إّن الّنبّي صّلى اهلل عليه وسّلم العن بين‬
.‫رجل وامرأته وانتفى من ولدها ففّر ق بينهما والحّق الولد بالمرأة‬

"Dari Ibnu Umar r.a., bahwa di masa Nabi Saw., telah meli'an
antara seorang laki-laki dengan isterinya. Ia (suami) mengingkari
27
anaknya. Maka ia (Nabi) menceraikan keduanya dan menghitungkan
nasab kepada ibunya." (Salim Bahresy, 1996 : 126).

C. Rumusan dan Identifikasi Masalah


Di sini ada tiga istilah yang memerlukan penjelasan tuntas agar
tepat dalam penggunaannya. Ketiga istilah yang kelihatannya sering
membingungkan itu adalah (1) perumusan masalah, (2) identifikasi
masalah dan (3) pertanyaan penelitian.
Perumusan masalah. Perumusan masalah berasal dari dua kata:
“perumusan” (formulation ) dan “masalah” (problem ). Kata
“perumusan”, berasal dari kata dasar “rumus” (formula ) yang diberi
awalan “pe” dan akhiran “an”. Salah satu arti dari kata “rumus” yang
terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Anonimous, 1995: 852)
adalah pernyataan (statement ). Perumusan, menurut kamus tersebut salah
satu artinya adalah pernyataan yang ringkas dan tepat (Anonimous, 1995:
852).
Jadi, yang dimaksud dengan perumusan masalah adalah
pernyataan masalah (problem statemen) yang ringkas dan tepat. Karena ia
merupakan pernyataan masalah, maka ia dirumuskan dalam kalimat
pernyataan; bukan dengan kalimat pertanyaan. Perhatikan contoh
perumusan masalah di bawah ini yang dilengkapi dengan judul
penelitiannya:

Judul Penelitian: Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i tentang
Nasab
Anak Zina

Perumusan masalahnya bisa dikemukakan sebagai berikut:

Dari uraian di atas (maksudnya: dalam latar belakang masalah) di

28
ketahui bahwa Imam Abu Hanifah berbeda pendapat dengan Imam
Syafi’i tentang nasab anak zina. Menurut Imam Abu Hanifah, nasab anak
zina itu dipertalikan kepada laki-laki yang menzinahinya (suami) sebagai
anak yang sah; sedangkan menurut Imam Syafi’i, wanita yang melahirkan
anak sebelum enam bulan dari akad nikah, maka anak yang dilahirkan itu
dikategorikan sebagai anak zina dan tidak dapat dipertalikan nasabnya
kepada laki-laki yang menzinahinya. Perbedaan tersebut dilatarbelakangi
oleh perbedaan dalil dan metode istinbat hukum yang digunakan dan
bahwa diantara kedua pendapat itu ada pendapat yang lebih kuat untuk
diaplikasikan baik dilihat dari segi dalil maupunmetode istinbath hukum
yang digunakannya.

Untuk mempermudah dalam pembuatan perumusan masalah,


perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dirumuskan berdasarkan masalah-masalah yang akan diteliti;
b. Memberikan gambaran bahwa ada sesuatu yang perlu diselesaikan/
dipe-cahkan dalam arti dicari jawaban;
c. Terlihat variabel-variabel yang diteliti;
d. Jelas ruang lingkupnya, jangan terlalu luas dan sempit; dan
e. Masalah yang dirumuskan dapat membantu peneliti dalam
memproses pelaksanaan penelitian.

Perumusan masalah merupakan awal dari segenap proses ilmiah.


Tanpa ada masalah yang dirumuskan, tidak akan ada penelitian ilmiah (no
problem, no scientific study ). Masalah adalah ibarat jantung dari setiap
rencana penelitian ilmiah. Bahkan, masalah yang dirumuskan
menentukan keberhasilan penelitian ilmiah. Makin tegas dan terarah
perumusan masalahnya, makin jelas pula arah dan pelaksanaan penelitian.
Sebaliknya, apabila perumusan masalah itu kabur, tidak jelas, maka

29
penelitian yang dilakukan tidak akan terarah dan tidak akan menghasilkan
temuan penelitian yang valid.
Identifikasi masalah. Kata “identifikasi” berasal dari kata Inggris
“identification” (kata benda), yang kata kerjanya “to identify” yang
artinya “establish identity” (menentukan atau menetapkan identitas).
Perhatikan penggunaan kata “identifikasi” yang sesuai dengan makna
tersebut pada kalimat berikut: Para petugas dari jajaran POLRI berhasil
mengidentifikasi para korban jatuhnya pesawat CN-235 versi militer
buatan IPTN Bandung dengan cepat. Artinya, para petugas dari jajaran
POLRI telah mampu mengenal identitas para korban yang hangus
terbakar dalam pesawat yang naas itu dengan cepat.
Jadi, yang dimaksud dengan identifikasi masalah adalah
pemberian identitas terhadap masalah yang akan diteliti. Identifikasi
masalah berfungsi untuk mempertegas adanya masalah penelitian dan
masalah tersebut sesuai dengan bidang konsentrasi dari mahasiswa yang
akan melakukan penelitian. Dengan mengacu kepada wilayah dan
pendekatan penelitian sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka
peneliti, dalam hal ini mahasiswa pembuat skripsi, dapat
mengidentifikasikan gejala yang akan ditelitinya sebagai masalah dari
salah satu bidang hukum Islam. Contoh identifikasi masalah dapat dilihat
di bawah ini.

Judul Penelitian: Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i tentang
Nasab
Anak Zina

Identifikasi masalahnya bisa dikemukakan sebagai berikut:

Perbedaan pendapat antara Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i


tentang nasab anak zina (seperti pada contoh di atas) dapat

30
diidentifikasikan atau dikelompokkan kepada masalah fiqh munakahat,
yang termasuk dalam wilayah penelitian hukum Islam dan pranata sosial
dan karena penelitiann difokuskan pada aspek metodologi dan dalil yang
digunakan, maka penelitian itu diidentifikasi sebagai bagian dari bidang
kajian utama pada jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum.

Identifikasi masalah mempunyai konsekuensi terhadap perumusan


tujuan penelitian, kerangka pemikiran dan langkah serta metode
penelitian yang akan digunakan. Penelitian mengenai perbedaan pendapat
tentang nasab anak zina, berbeda dengan penelitian mengenai hubungan
antara kawin pada usia muda dengan tingkat perceraian. Perbedaan itu
meliputi tujuan, kerangka pemikiran dan metode penelitian yang
digunakan. Demikian pula, pendekatan dalam kedua penelitian itu
berbeda.
Pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian (research question
), sesuai dengan namanya, dirumuskan dalam kalimat pertanyaan.
Kegunaan pertanyaan penelitian sebagaimana kegunaan hipotesis
penelitian (research hypothesis) adalah untuk memfokuskan arah
penelitian. Penelitian akan difokuskan untuk menjawab pertanyaan
penelitian. Oleh karena itu bisa juga dikatakan bahwa pertanyaan
penelitian berfungsi sebagai pembatasan masalah penelitian. Pembatasan
masalah merupakan upaya untuk menentukan aspek-aspek tertentu dari
masalah yang akan diteliti. Dapat pula dipertegas dengan pembatasan
lokasi penelitian dan waktu tertentu dari objek yang diteliti. Pertanyaan
penelitian merupakan bagian penting dari sebuah rencana penelitian.
Tetapi, perlu ditekankan di sini bahwa pertanyaan penelitian bukan
perumusan masalah juga bukan identifikasi masalah. Perhatikan contoh di
bawah ini yang meliputi judul penelitian dan isi yang harus kita muat
pada poposal penelitian atau Bab I skripsi pada bagian “Rumusan dan
Identifikasi Masalah” yang di dalamnya ada pertanyaan penelitian.

31
Judul Penelitian: Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i tentang
Nasab
Anak Zina

Perumusan masalahnya bisa dikemukakan sebagai berikut:

Dari uraian di atas (maksudnya: dalam latar belakang masalah) di


ketahui bahwa Imam Abu Hanifah berbeda pendapat dengan Imam
Syafi’i tentang nasab anak zina. Menurut Imam Abu Hanifah, nasab anak
zina itu dipertalikan kepada laki-laki yang menzinahinya (suami) sebagai
anak yang sah; sedangkan menurut Imam Syafi’i, wanita yang melahirkan
anak sebelum enam bulan dari akad nikah, maka anak yang dilahirkan itu
dikategorikan sebagai anak zina dan tidak dapat dipertalikan nasabnya
kepada laki-laki yang menzinahinya. Perbedaan tersebut dilatarbelakangi
oleh perbedaan dalil dan metode istinbat hukum yang digunakan dan
bahwa diantara kedua pendapat itu ada pendapat yang lebih kuat untuk
diaplikasikan baik dilihat dari segi dalil maupunmetode istinbath hukum
yang digunakannya.

Identifikasi masalahnya bisa dikemukakan sebagai berikut:

Perbedaan pendapat antara Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i


tentang nasab anak zina (seperti pada contoh di atas) dapat
diidentifikasikan atau dikelompokkan kepada masalah fiqh munakahat,
yang termasuk dalam wilayah penelitian hukum Islam dan pranata sosial
dan karena penelitiann difokuskan pada aspek metodologi dan dalil yang
digunakan, maka penelitian itu diidentifikasi sebagai bagian dari bidang
kajian utama pada jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum.

32
Pertanyaan penelitiannya bisa dikemukakan sebagai berikut:
Agar cakupan penelitian ini tidak terlalu luas, maka akan
difokuskan hanya untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apa dasar hukum yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah dan Imam
Syafi'i dalam menentukan nasab anak zina?
2. Bagaimana cara istinbâth al-ahkâm yang ditempuh oleh Imam Abu
Hanifah dan Imam Syafi'i dalam menentukan nasab anak zina?
3. Pendapat siapakah yang paling râjih (kuat) diantara pendapat Imam
Abu Hanifah dan Imam Syafi'i tentang nasab anak zina?

Perlu dicatat dan diingat, bawa pertanyaan penelitian yang


diajukan harus operasional. Artinya, pertanyaan-pertanyaan itu harus bisa
dijawab dengan tuntas dan jelas. Jadi tidak perlu muluk-muluk.
Disamping itu, suatu pertanyaan penelitian jangan berisi lebih dari satu
variabel. Contoh pertanyaan-pertanyaan penelitian yang tidak operasional
yang sering muncul antara lain adalah:
a. Sejauh manakah perbedaan pendapat antara Ulama Syafi`iyah dan
Ulama Hanafiyah tentang hukum tertib dalam berwudhu?
b. Sejauh manakah hubungan antara tingkat pemahaman mahasiswa
Ju-rusan Mu`amalat terhadap teori-teori tentang bunga bank dengan
respon mereka terhadap kehadiran Bank Mu`amalat atau bank-bank
“Islami” lainnya?
Pertanyaan-pertanyaan yang dimulai dengan kalimat “sejauh
mana”, bagi mahasiswa Fakultas Syari`ah Bandung dewasa ini tidak
operasional. Mengapa? Sebab pertanyaan-pertanyaan itu memerlukan
penjelasan kuantitatip (quantitative explanation ) yang dihasilkan dari
penelitian kuantitatip (quantitative research ). Sedangkankan mereka
belum dikenalkan kepada penelitian kuantitatip, apa lagi teknik-teknik

33
analisisnya. Mereka, baru dikenalkan kepada penelitian-penelitian
kualitatip (qualitative research ) dan teknik-teknik analisis kualitatip
(qualitative analysis techniques ).
Contoh pertanyaan penelitian yang memuat lebih dari satu
variabel antara lain adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pendapat Imam Syafi’i tentang menikahkan wanita hamil
zina dengan laki-laki yang menghamilinya sebelum janin yang
dikandungnya lahir dan apa dalil-dalil serta metode istinbath hukum
yang digunakannya?
b. Bagaimana respon masyarakat Muslim di Kota Bandung terhadap
kehadiran Bank Mu’amalat Indonesia (BMI) dan bagaimana
perkembangan perkekonomian masyarakat muslim setelah berdirinya
BMI?
Pertanyaan penelitian no. a sangat membingungkan, kerena dalam
waktu yang bersamaan harus menjawab tiga masalah sekaligus. Karena
itu alangkah baiknya jika pertanyaan no. a itu dipecah menjadi tiga
pertanyaan, yaitu tentang: (1) pendapat, (2) dalil yang digunakan, dan (3)
metode intinbat hukum yang digunakan.
Demikian pula pertanyaan no. b cukup membingungkan, karena
harus menjawab dua masalah yang berbeda dalam waktu yang bersamaan.
Pertanyaan itu alangkah baiknya disederhanakan atau dipecah menjadi
dua pertanyaan, yaitu pertanyaan tenbtang: (1) respon masyarakat, dan (2)
perkembangan ekonomi masyarakat.
Kalimat “tidak terlalu luas” dan “hanya” yang dimuat dlam
kalimat yang mendahului pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas (dalam
box), menekankan adanya pembatasan masalah. Dengan kata lain,
penelitian akan dilakukan hanya pada masalah-masalah yang dimuat pada
pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut. Masalah-masalah yang tidak
memiliki hubungan langsung dengan pertanyaan-pertanyaan itu, bukan
kewajiban peneliti untuk menelitinya dalam penelitian ini.
Ciri-ciri pertanyaan penelitian yang baik adalah sebagai berikut:

34
a. Ringkas, jelas, dan sederhana;
b. Memungkinkan untuk dijawab/ diuji secara ilmiah;
c. Dalam bentuk kalimat pertanyaan; dan
d. Mengenai satu variabel atau hubungan antara dua variabel atau lebih.

Adapun cara merumuskan pertanyaan adalah sebagai berikut:


a. Mulailah dengan memahami persoalan yang ingin diteliti:
menyangkut hubungan antar variabel ataukah tidak?
b. Rumuskan dulu masalah pokoknya;
c. Apabila masalah pokok masih dapat dijabarkan, rumuskan sub-sub
masalahnya; dan
d. Baik pokok masalah maupun sub-sub masalahnya harus dirumuskan
dengan jelas dengan cara:
1) Apabila menyangkut hubungan antar variabel, rumuskan
mengenai ada tidaknya hubungan antar variabel itu;
2) Apabila tidak menyangkut hubungan antara variabel, rumuskan
dengan kaliamat tanya yang sesuai dengan sifat variabelnya. Ini
misalnya: apabila menyangkut proses pakailah kata-katanya:
bagaimana. Apabila menyangkut jenis atau maksud, pakailah kata
tanya: Apa/apakah. Apabila menyangkut jumlah atau ukuran
pakailah kata tanya: Berapa, begitu seterusnya;
3) Tiap kata di dalam kalimat pertanyaan hendaknya definitif (tidak
menimbulkan aneka tafsiran);
4) Bahasa dan kata-katanya dimengerti oleh orang lain; dan
5) Dapat dijawab secara realistis atau diuji secara ilmiah.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Ada tiga istilah yang penting dijelaskan pada bagian ini: Tujuan
penelitian, maksud penulisan dan kegunaan penelitian.

35
Tujuan penelitian adalah tujuan atau tujuan-tujuan yang secara
langsung ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian. Tujuan penelitian
ini bersifat ilmiah dan berkaitan langsung dengan kegiatan penelitian.
Oleh karena itu, jika penelitian sudah dilaksanakan dan pertanyaan-
pertanyaannya sudah terjawab, maka tujuan penelitian sudah tercapai
meskipun tanpa ditulis dalam bentuk karya tulis ilmiah seperti skripsi.
Rumusan tujuan penelitian selamanya mengacu kepada masalah
yang telah dirumuskan. Lebih spesifik lagi mengacu kepada pertanyaan-
pertanyaan penelitian. Apabila rumusan masalah menyangkut hubungan
antara dua variabel, maka rumusan tujuaan penelitiannya hendaknya
berupa mencari penemuan tentang ada atau tidaknya hubungan antar
kedua variabel dimaksud. Apabila rumusan masalah mempersoalkan
kemajuan prestasi, maka rumusan tujuan penelitian harus menyatakan
untuk menemukan tentang upaya yang dijalankan atau tingkat/tarap
kemajuan prestasi dimaksud. Jadi tujuan penelitian ialah apa yang secara
langsung dan spesifik akan dicapai dengan penelitian yang akan
dilakukan yang bertolak dari masalahnya.
Seiring dengan rumusan masalahnya, maka tujuan penelitian dapat
terdiri dari:
a. Tujuan umum, yakni tujuan penelitian yang berupaya menjawab
masalah pokok; dan
b. Tujuan - tujuan khusus, yakni tujuan-tujuan penelitian yang secara
spesifik akan menjawab masalah-masalah khusus atau sub-sub
masalahnya.
Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa dalam merumuskan
tujuan penelitian, seorang peneliti tinggal mengubah redaksi kalimat
pertanyaan penelitian menjadi kalimat pernyataan yang dimulai oleh
kalimat “untuk mengetahui” sebagai pengganti kalimat tanya seperti
“bagaimana”, “apakah”, “adakah” “siapa” dan seterusnya. Perhatikan
contoh-contoh kalimat tujuan penelitian di bawah ini.

36
Judul Penelitian: Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i tentang
Nasab
Anak Zina

Pertanyaan penelitiannya sebagai berikut:


1. Apa dasar hukum yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah dan Imam
Syafi'i dalam menentukan nasab anak zina?
2. Bagaimana cara istinbâth al-ahkâm yang ditempuh oleh Imam Abu
Hanifah dan Imam Syafi'i dalam menentukan nasab anak zina?
3. Pendapat siapakah yang paling râjih (kuat) diantara pendapat Imam
Abu Hanifah dan Imam Syafi'i tentang nasab anak zina?

Tujuan penelitian yang ingin penulis capai adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan oleh Imam Abu
Hanifah dan Imam Syafi'i dalam menentukan nasab anak zina.
2. Untuk mengetahui cara istinbath al-ahkam yang ditempuh oleh Imam
Abu Hanifah dan Imam Syafi'i dalam menentukan nasab anak zina.
3. Untuk mengetahui pendapat yang paling rajih (kuat) diantara pendapat
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i dalam menentukan nasab anak
zina.

Maksud penulisan (skripsi) adalah tujuan yang ingin dicapai


dengan penulisan skripsi itu sendiri. Maksud atau tujuan penulisan,
biasanya, bersifat formal, dihubungkan dengan sesuatu yang berada di
luar kegiatan penelitian. Karena maksud penulisan skripsi itu berkaitan
dengan proses pencapaian gelar kesarjanaan di Fakultas Syari`ah, maka
maksud itu tidak akan tercapai sebelum penulisan dilakukan dan sesuai

37
persyaratan yang ditetapkan atau disetujui oleh fakultas sebagai lembaga
yang akan memberikan gelar kesarjanaan tersebut.
Terkadang ada orang yang menyamaartikan tujuan penelitian
dengan maksud penulisan. Ini terbukti dari pengalaman memeriksa
banyak skripsi mahasiswa yang mengemukakan tujuan penelitian secara
keliru. Yang mereka kemukakan dalam tujuan ternyata bukan tujuan
penelitian, melainkan maksud penulisan. hana
Contoh-contoh redaksi maksud penulisan skripsi antara lain
adalah sebagai berikut.

a. Memenuhi syarat mencapai gelar sarjana;


b. Menambah pengalaman belajar menulis;
c. Memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat; dan
sejenisnya.

Kegunaan penelitian adalah nilai aplikasi dari hasil-hasil


penelitian. Kegunaan penelitian tidak sealalu harus dikemukakan dalam
setiap penelitian. Ia lebih merupakan ciri khas dari penelitian terapan
(applied researh). Dalam penelitian terapan, yang pelaksanaannya
didanai oleh sponsor, kegunaan penelitian merupakan bagian yang harus
ditonjolkan, karena penelitian jenis ini yang hampa nilai aplikasi dinilai
gagal. Kegagalan peneltian jenis ini berarti kerugian bagi pihak sponsor.
Contoh kalimat yang mengungkapkan kegunaan penelitian antara
lain adalah sebagai berikut.

Judul penelitian: Faktor-faktor yang Melemahkan Minat Umat Islam


Jawa Barat
untuk Menjadi Nasabah di PT Bank Mu’amalat

38
Indonesia (BMI)

Kegunaan penelitiannya bisa dirumuskan antara lain sebagai berikut:

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan berharga bagi


para pembuat kebijakan (policy makers ) di PT Bank Mu`amalat
Indonesia (BMI) dalam meningkatkan minat masyarakat untuk menjadi
nasabah pada bank Islami tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa orientasinya untuk


pengembangan ilmu. Ia disebut penelitian murni (pure research ).
Namun, meskipun tujuan utamanya untuk pengembangan ilmu bukan
berarti penelitian-penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa selalu tidak
memiliki nilai aplikasi. Ada diantara penelitian-penelitian yang dilakukan
oleh mahasiswa terutama mahasiswa Strata 2 dan Strata 3 yang disamping
mengembangkan ilmu juga dapat membantu para pembuat kebijakan
dalam merumuskan kebijakannya. Dengan kata lain, penelitian yang baik
adalah penelitian yang berfungsi ganda: fungsi ilmiah dan fungsi sosial.

E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dapat berupa kerangka teori, dan dapat pula
berbentuk kerangka penalaran logika. Kerangka teori berupa uraian
ringkas mengenai teori yang digunakan dan cara menggunakan teori itu
dalam menjawab permasalahan. Kerangka penalaran adalah urutan
berfikir logik sebagai suatu ciri cara berfikir ilmiah yang akan digunakan
dan cara menggunakan logika tersebut dalam memecahkan masalah.
Kerangka berfikir itu bersifat operasional, yang diturunkan dari satu atau
beberapa teori, atau dari pertanyaan-pertanyaan yang logik. Ia
berhubungan erat dengan masalah penelitian, dan menjadi pedoman

39
dalam perumusan hipotesis atau pertanyaan penelitian yang akan
diajukan.
Dalam penelitian empirik yang dilakukan dengan pendekatan
kuantitatif keranngka pemikiran biasanya menghubungkan dua variabel
yang akan diuji, yaitu hubungan asimetrik atau hubungan simetrik.
Disamping itu, dapat pula diajukan hubungan antara beberapa variabel,
sehingga memungkinkan mengajukan variabel pengontrol (control
variable) atau variabel antara (intervening variable) yang dapat
memperjelas hubungan antara variabel bebas (independent variable)
dengan variabel terikat (dependent variable). Sebaiknya, kerangka
pemikiran dilengkapi dengan bagan atau skema sederhana untuk
memperjelas dan mempermudah pemahaman dan cara kerja peneliti.
Dalam penyusunan kerangka pemikiran tersebut, dimulai dengan
pengungkapan informasi teoritik yang berkenaan dengan masalah
penelitian secara umum. Hal itu dilakukan dengan penulisan tinjauan
pustaka dari bahan-bahan bacaan yang tersedia. Umpamanya, untuk
menjelaskan mengenai perbedaan pendapat ulama tentang nasab anak
zina, atau kedudukan hukum bunga bank, agar dikemukakan teori atau
konsep perbedaan pendapat dikalangan fuqaha yang dapat dibaca dalam
beberapa kitab fiqh. Atau dapat pula digunakan teori-teori lain yang tepat
dijadikan acuan untuk menjelaskan gejala yang akan diteliti oleh pembuat
skripsi.
Kerangka pemikiran dimaksudkan untuk memberikan
gambaran/batasan-batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai
landasan penelitian yang ada kaitannya dengan variabel-varibel yang akan
diteliti. Dalam membuat kerangka pemikiran perhatikan beberapa hal di
bawah ini:
a. Harus mencari teori-teori atau prinsip-prinsip yang berkaitan dengan
masalah yang akan diteliti;
b. Teori-teori atau prinsip-prinsip dapat ditemukan dalam buku-buku/
doku-men-dokumen;

40
c. Kerangka teori/pemikiran harus dapat membantu peneliti;
d. Teori dalam kerangka pemikiran harus memperjelas sasaran dan
tujuan penelitian yang dilakuakan.

Contoh kerangka pemikiran dapat dilihat antara lain adalah


sebagai berikut.

Kerangka Pemikiran

Pada prinsipnya penyajian isi al-Quran tidak seluruhnya terinci


(tafhsilî), akan tetapi ada sebagian ayat al-Quran yang disajikan secara
global (ijmâlî). Pada ayat yang kategorinya ijmâlî ini mesti membutuhkan
penjelasan yang nyata, yaitu dengan menggunakan seperangkat alat bantu
untuk mengetahui dalalah nash-nya. Alat yang dimaksud adalah ijtihad
dengan menggunakan pola pikir yang sehat yang berlandaskan pada al-
Quran dan al-Sunnah dan menggunakan metode yang benar. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Nisa ayat 59 yang berbunyi:

‫َيآ َأُّيَه ا اَّلِذْيَن آَم ُنْو آ َأِط ْيُع وا اَهلل َو َأِط ْيُع وا الَّر ُس ْو َل َو ُأولِى ْاَألْم ِر ِم ْنُك ْم َف ِإْن‬
... ‫َتَناَز ْع ُتْم فِْي َش ْي ٍء َفُر ُّد ْو ُه ِإلَى اِهلل َو الَّر ُس ْو ِل‬
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasul-Nya dan
ulil amri diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan rasul-Nya ..."
(Soenarjo, dkk., 1971: 128)
Seperti halnya dalam menentukan nasab anak selain diukur
melalui akad pernikahan bisa juga dilihat dari masa kandungannya
seorang anak yang dihitung dari mulai masa persetubuhan sampai masa

41
batas tertentu (usia kehamilan). Para ulama berbeda pendapat dalam
menentukan masa kehamilan dalam kandungan, yang dalam hal ini untuk
menentukan keabsahan anak dan nasab anak yang ada dalam kandungan
itu.
Untuk menghindari dari pertentangan para ulama yang berbeda
pendapat dalam menentukan masa kehamilan, maka adanya pembatasan
usia kehamilan yaitu batas kehamilan minimal enam bulan dan batas
maksimal empat tahun, dan apabila anak tersebut lahir di luar batas
kehamilan yang telah ditentukan tidak dapat dikatakan sebagai anak yang
sah.
Perbedaan pendapat di kalangan para ulama itu dapat disebabkan
karena beberapa hal, diantaranya adalah:
1. Berbeda dalam memahami dan mengartikan kata-kata dan
istilah baik dalam al-Quran maupun dalam al-Sunnah.
2. Berbeda tanggapan terhadap hadits, ada hadits yang sampai
kepada sebagian ulama tetapi tidak sampai pada ulama lain.
Meskipun hadits tersebut diketahui oleh semua ulama, sering
pula terjadi sebagian ulama menerimanya sebagai hadits yang
shahih sedangkan yang lain menganggapnya dhaif.
3. Berbeda dalam menanggapi kaidah-kaidah fiqh.
4. Berbeda tanggapannya terhadap ta'arudh hadits atau dalil dan
tarjih (menguatkan satu dalil atas dalil yang lain).
5. Berbeda pendapat dalam menetapkan dalil yang sifatnya
ijtihadi. (A. Djazuli, 1987: 102-103).

Ulama sepakat, bahwa dasar-dasar hukum syara' (dalil-dalil


hukum) adalah al-Quran, Hadits, Ijma', dan Qiyas, maka apabila ada
kejadian yang memerlukan penyelesaian hukum, pertama kali harus dicari
dalam al-Quran, apabila di dalam al-Quran tidak ada maka di dalam
Hadits, apabila di dalam Hadits tidak ditemukan maka harus melihat Ijma'
para ulama. Apabila mereka telah berijma' mengenai suatu hukum pada

42
masanya dan dalam ijma itu ditemukan hukumnya maka harus
dilaksanakan. Dan apabila tidak ditemukan dalam ijma', maka harus
berijtihad untuk mencari hukumnya (Abdul Wahab Khalaf, 1985: 18).
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah
perbedaan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i dalam
memahami ayat al-Quran surat al-Nisa ayat 22, yaitu:

... ‫َو َال َتْنِك ُح ْو ا َم ا َنَك َح َأَبآُؤ ُك ْم‬


"Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini
oleh ayahmu …" (Soenarjo, dkk., 1971 : 120).
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i berbeda pendapat dalam
memhami ayat tersebut, yaitu dalam menentukan nasab anak zina.
Adapun metode istinbath al-ahkam yang digunakan oleh Imam
Abu Hanifah yaitu istidlal terhadap al-Quran, al-Sunnah, Qaul Shahabi,
dan al-Ijma'; menggunakan al-Qiyas, dan mempertimbangkan al-Istihsan
dan terakhir al-'Urf. Dalam hal terjadinya pertentangan antara qiyas dan
istihsan, qiyas tidak dapat dilakukan, maka Imam Abu Hanifah
meninggalkan qiyas dan berpegang kepada istihsan karena adanya
pertimbangan maslahat. Dengan kata lain, penggunaan qiyas sepanjang
dapat diterapkan jika memenuhi persyaratan. Jika tidak mungkin
dilakukan terhadap kasus-kasus yang dihadapi, maka pilihan alternatifnya
adalah menggunakan istihsan dengan alasan maslahat (Romli S.A., 1999:
21).
Sedangkan Imam Syafi'i dalam kegiatan istinbath hukum untuk
menetapkan hukum nasab anak zina itu, beristidlal terhadap al-Quran, al-
Sunnah, jika ia temukan dan menggunakan ijma', jika tidak menemukan
dalam al-Quran dan al-Sunnah, maka menggunakan qiyas dengan
mencari persamaan atas dasar al-Quran dan al-Sunnah. Al-Syafi'i
mengingkari istihsan sebagai dalil hukum (Romli SA, 1999 : 51).
Perbedaan dalam memahami ayat al-Qur’an, perbedaan metode
istinbat hukum yang digunakan, perbedaan sikap atas dalil syara tertentu

43
di antara Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i serta perbedaan latar
belakang kehidupan dan situasi kondisi pada jamannya masing-masing,
telah melahirkan perbedaan pendapat tentang nasab anak zina.
Kerangka pemikiran seperti diuraikan di atas dapat
disederhanakan dalam diagram sebagai berikut:

FENOMENA MUJTAHID
HUKUM

METODE

DALIL

PENDAPAT SITUASI DAN


KONDISI

KUAT LEMAH
=Hubungan
langsung
AMALKAN TINGGAL- =Hubungan tidak
KAN langsung

44
F. Pengajuan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan
penelitian yang diajukan dari masalah yang telah dirumuskan. Hipotesis
itu dirumuskan secara eksplisit dalam bentuk pernyataan, tetapi dapat
pula dinyatakan secara implisit. Dalam hal terakhir, tidak dituntut untuk
dilakukan pengujian hipotesis.
Dalam penelitian yang diarahkan untuk pengujian hipotesis
dituntut adanya kejelasan variabel dan hubungan antar varibel yang akan
diuji. Kejelasan variabel, antara lain; mengenai dimensi-dimensi variabel
yang sangat spesifik. Adapun mengenai kejelasan hubungan antara
variabel, meliputi tipe hubungan asimetrik yang lebih sering digunakan
dalam penelitian, hubungan simetrik, dan hubungan timbal balik
(reciprocal). Kejelasan hubungan itu akan memudahkan untuk
menentukan model test statistik yang akan digunakan.
Dalam penelitian yang tidak dimaksudkan untuk pengujian
hipotesis, hipotesis berfungsi sebagai pedoman untuk mengarahkan
penelitian, terutama dalam menentukan jenis data yang dibutuhkan dan
yang harus dikumpulkan.
Contoh hipotesis antara lain dapat dilihat di bawah ini.

Judul Penelitian: Pengaruh Agama Islam dan Budaya terhadap Prestasi


Ekonomi:
Studi Perbandingan pada Masyarakat Sunda dan Cina
di
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

45
Pertanyaan penelitiannya sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman dan pengamalan masyarakat Sunda dan Cina
muslim Cianjur tentang akhlak kerja Islam.
2. Apakah akhlak kerja Islam mempengaruhi budaya kerja masyarakat
Sunda dan Cina muslim Cianjur.
3. Apakah terdapat hubungan antara pemahaman dan pengamalan akhlak
kerja Islam dengan prestasi ekonomi mereka.

Hipotesisnya dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Pemahaman dan pengamalan masyarakat Sunda muslim Cianjur


tentang akhlak kerja Islam terbagi menjadi empat kategori, sedangkan
pemahaman dan pengamalan masyarakat Cina muslim Cianjur tentang
hal itu terbagi menjadi dua kategori.
2. Akhlak kerja Islam belum banyak mempengaruhi budaya kerja
masyarakat Sunda dan Cina muslim Cianjur, karena pemahaman
mereka tentang itu pada umumnya masih rendah .
3. Terdapat hubungan antara pemahaman dan pengamalan akhlak kerja
Islam dengan prestasi ekonomi masyarakat Sunda dan Cina muslim
Cianjur.

G. Langkah-langkah Penelitian
Langah-langkah penelitian lajimnya disebut prosedur penelitian.
Pada tahapan ini secara garis besarnya meliputi penentuan metode
penelitian, penentuan sumber data, teknik pengumpulan data. dan teknik
analisis dan penafsiran data. Langkah-langkah tersebut dapat dirinci
sebagai berikut:

a. Metode Penelitian

46
Untuk memberikan gambaran bagaimana penelitian akan
dilaksanakan, peneliti hendaknya memberitahukan metode penelitian
yang akan digunakannya secara singkat dalam proposalnya (yang
kemudian akan dimuat dalam bab I dalam skripsi).
Metode yang digunakan dalam sebuah penelitian akan sangat
bergantung kepada masalah yang diteliti. Diantara metode-metode
penelitian yang demikian banyaknya, yang relevan digunakan dalam
penyusunan skripsi mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum antara lain:
metode deskriptif, metode deskriptif analitis, metode komparasi
(perbandingan), metode historis, metode survey deskriptif, dan metode
survey analitis (Cf. Buku-buku Metode Penelitian).

1) Metode deskriptif adalah cara penelitian yang hanya


mendeskripsikan (menggambarkan) fenomena yang ada secara utuh tanpa
melakukan analisis teoritis terhadap fenomena itu secara mendalam.
2) Metode deskriptif analitis adalah cara penelitian yang setelah
mendeskripsikan (menggambarkan) data tentang fenomena yang ada
secara utuh diikuti dengan upaya menganalisis dengan menggunakan
teori-teori yang ada terhadap data yang terkait dengan fenomena itu
secara mendalam.
3) Metode komparasi; cara penelitian dengan membandingkan
kondisi variabel pada suatu tempat dengan kondisi varibel ditempat lain.
Bisa juga perbandingan ini antara masa (sekarang dengan sebelumnya)
atau membandingkan dua pendapat yang berbeda.
4) Metode historis; cara penelitian dengan mempelajari fakta,
peristiwa dan peninggalan sejarah dimasa lalu;
5) Metode survey deskriptif atau biasa disederhanakan dengan
istilah metode deskriptif, yaitu cara penelitian dengan mengutamakan
pengamatan (observasi) terhadap gejala, peristiwa dan kondisi aktual
dimana peneliti melakukan penelitiannya secara langsung;

47
6) Metode survey analitis; cara penelitian yang mengutamakan
problem-problem estimasi serta pengujian hipotesis melalui analisis
statistika.

b. Sumber Data
Penentuan sumber data disesuaikan dengan objek penelitian yang
telah ditentukan. Pada tahap ini ditentukan sumber data primer dan
sekunder, terutama penelitian yang bersifat normatif dan kesejarahan.
Bagi penelitian empirik pada tahap ini meliputi cara penentuan lokasi
penelitian, cara penarikan sampel (sampling technique) dan penentuan
besarnya sampel. Dalam pengambilan sampel, prinsip yang harus
dikethaui adalah bahwa semakin besar jumlah sampel, maka semakin baik
generalisasi yang dihasilkan. Sebaliknya, semakin kecil jumlah sampel
yang diambil, maka semakin beresiko generalisasi yang dihasilkan, yaitu
semakin besar kemungkinan bahwa generalisasi yang dirumuskan tidak
mencerminkan apa yang terjadi pada populasi. Apabila populasi itu
jumlahnya di bawah 100, maka sebaiknya tidak diambil sampel, tetapi
diteliti semuanya. Penelitian seperti itu disebut dengan penelitian
populasi. Penarikan sampel baru disarankan apabila jumlah populasi lebih
dari 100.
Setiap peneliti harus memahami setiap variabel penelitiannya.
Untuk memudahkan penelitian, variabel harus diuraikan menjadi variabel
yang lebih kecil (sub variabel). Memecah-mecah variabel ke dalam sub
variabel disebut kategorisasi. Kategori-kategori ini dapat diartikan
sebagai indikator varibel. Indikator varibel bisa dibagi lagi kepada bagian
yang lebih kecil disebut deskriptor. Kegunaan membagi variabel pada sub
variabel dan deskriptor adalah untuk:
1) Merumuskan hipotesis;
2) Menyusun APD (Alat Pengumpul Data);
3) Mengumpulkan data; dan lain-lain.

48
Contoh cara penguraian atau pemecahan variabel menjadi sub
variabel atau indikator dan menguari indikator kepada deskriptor dapat
dilihat di bawah ini.

VARIABEL SUB INDIKATOR SIFAT/


VARIABEL MACAM
(DIMENSI)

Pendapat ulama Kuat/Lemah -Dalil yang digu Kualitatif/primer


nakan

-Metode istinbat Kualitatif/primer


hukum yang di
gunakan

Kehidupan kelu Harmonis/tidak Kesejahteraan Kualitatif/primer


Arga Harmonis ekonimi/ pelak
sanaan peran
dan masing-
masing/
pelaksanaan ajar
Tingkat - Formal menu- an agama Kuantitatif/pri-
pendidik rut jenjang Jumlah tahun mer
an
- Non-formal Kuantitatif/pri-
(latihan-latihan Jumlah tahun mer
atau kursus-kur
sus)

Bhs. Daerah Kualitatif/primer

49
Penguasaan Indonesia Tingkat kefasih
baha Asing an
sa

-Sumbangan Kualitatif/primer
ide, Relevansi
Partisipasi fikiran, gagas-
gagasan An/fikiran yang
diterima dan di-
laksanakan Kualitatif/primer

-Sumbangan Barang/alat/
ma- uang sesuai de
terial ngan yang dimin
ta Kualitatif/primer

Volume kerja
-Sumbangan yang dicurahkan
tena baik sendiri mau
ga pun dengan ang
gota keluarga

c. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data bergantung kepada objek penelitian dan
sumber data yang digunakan. Dalam penelitian normatif, pengumpulan
data dilakukan dengan cara penelaahan teks, terutama studi kepustakaan.
Dalam penelitian kesejarahan dilakukan dengan cara studi kepustakaan

50
dan dokumentasi, serta wawancara kepada pelaku sejarah apabila masih
hidup.
Dalam penelitian empirik, cara pengumpulan data cukup beragam,
tergantung kepada metode penelitian yang digunakan. Secara umum
teknik pengumpulan data itu meliputi observasi (observation), wawancara
(interview), wawancara mendalam (depth interview), angket
(questionnaire), dan studi dokumentasi (documentary study).

d. Analisis dan Penafsiran Data


Apabila analisis menggunakan penghitungan statistika, sebutkan
cara apa yang digunakan, cantumkan rumusnya dan jelaskan secara
singkat langkah-langkah penghitungannya. Untuk analisis kualitatif dapat
digunakan analisis isi, generalisasi dan analisis perbandingan, dengan
mempergunakan penalaran (logika).
Pada dasarnya analisis dan penafsiran data merupakan penguraian
data melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Mengedit data (Editing);
2) Mengkode data (Coding);
3) Mentabulasi data (Tabulation);
4) Menganalisis data (Analysis)
a) Analisis hubungan (Correlation analysis)
(1) Hubungan simetris (Symmetrical correlation)
(2) Hubungan asimetris (Asymmetrical correlation)
(3) Hubungan timbal balik (Reciprocal correlation)
b) Analisis silang (Cross analysis)
c) Analisis sosiometrik (Sociometrical analysis)
d) Analisis semantik differensial (Differential semantic Analysis)
5) Menafsirkan data (Data interpretation)
6) Pengambilan generalisasi dan kesimpulan (Generalization and
conclusion)

51
1) Mengedit data (Editing)
Sebelum diolah, data perlu diedit terlebih dahulu. Data yang
terkumpul yang dikumpulkan dalam buku catatan (record book), atau
daftar pertanyaan (questionnaire), atau pedoman wawancara (interview
guide), perlu dibaca dengan teliti, dan jika ditemukan kesalahan atau hal-
hal yang meragukan, maka data tersebut perlu diedit, yakni diperbaiki
kualitasnya dan menghilangkan keragu-raguan pada data.
Beberapa pertanyaan di bawah ini akan sangat berguna untuk
dijawab ketika mengedit data:
a) Apakah data yang terkumpul sudah lengkap dan sempurna?
b) Apakah catatan tentang data yang terdapat dalam buku catatan cukup
jelas
sehingga mudah dibaca?
c) Apakah semua catatan tentang data dapat difahami?
d) Apakah semua data sudah cukup konsisten?
e) Apakah respon yang diperoleh sudah sesuai semuanya?

2) Mengkode data (Coding)


Mengkode data yang berupa jawaban-jawaban yang diberikan
oleh responden, artinya memberikan angka-angka pada setiap jawaban
yang diberikan. Jawaban yang diberikan akan sangat bervariasi dari mulai
kalimat yang cukup panjang sampai kalimat yang pendek atau hanya
berupa “ya” atau “tidak”. Pemberian kode kepada setiap jawaban akan
sangat penting jika data akan dianalisis dengan menggunakan komputer.

3) Mentabulasi data (Tabulation)


Mentabulasi data artinya memasukkan data ke dalam tabel-tabel.
Yang dimaksud dengan tabel di sini bukan tabel yang biasa disajikan

52
dalam karya ilmiah seperti skripsi, meskipun banyak kesamaannya.
Dilihat dari isinya, tabel yang dibuat pada waktu menganalisis data adalah
data mentah, sedangkan yang ada pada tabel yang disajikan pada laporan
penelitian adalah data yang sudah diproses. Guananya pentabulasian data
dalam menganalisis data adalah untuk mengelompokkan data sehingga
memudahkan dalam menghitung jumlah kasus termasuk kategori-
kategorinya.

4) Menganalisis data (Analysis)


Setelah diedit, diberi kode, dan ditabulasikan, kemudian data
dianalisis. Yang dimaksud dengan menganalisis data adalah mengatur
urutan data, mengorganisasikannya ke dalam satu pola, kategori, dan
satuan uraian dasar sehingga data dapat berbicara atau dapat difahami
dengan mudah. Langkah awal dalam menganalisis data adalah membagi
data ke dalam kelompok kategori-kategori. Yang dimaksud dengan
kategori adalah bagian dari bagian. Beberapa catatan yang harus
diperhatikan dalam membuat kategori agar hasilnya tepat guna adalah
sebagai berikut:
a) Kategori yang dibuat harus sesuai dengan masalah dan tujuan
penelitian;
b) Kategori harus lengkap;
c) Kategori harus bebas dan terpisah;
d) Setiap kategori harus berasal dari suatu kaidah klasifikasi; dan
e) Setiap kategori harus dalam satu level.

Apabila data yang terkumpul merupakan data kuantitatip, maka


analisis data dapat dilakukan dengan menggunakan teknik analisis
hubungan baik yang simetris, asimetris, maupun timbal balik, teknik
analisis silang, teknik analisis sosiometrik, dan teknik analisis semantik
differensial.

53
Sebaliknya, apabila penelitian anda termasuk penelitian kualitatip,
maka langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menganalisis data
adalah sebagai berikut.
Pertama, membaca, mempelajari, dan menelaah semua data yang
terkumpul dari berbagai sumber seperti pengamatan, wawancara yang
sudah dicatat pada buku catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen
resmi, gambar, foto, dan lain-lain.
Kedua, mereduksi data dengan cara membuat abstraksi tentang
data. Langkah ini merupakan upaya untuk membuat rangkuman yang inti,
proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dipelihara.
Ketiga, menyusun abstraksi data ke dalam satuan-satuan.
Keempat, menyusun satuan-satuan abstraksi data ke dalam
kategori-kategori.
Kelima, abstraksi data yang telah dikategorisasikan kemuadian
diberikan kode sesuai yang diinginkan.
Keenam, melakukan pemeriksaan mengenai keabsahan data.
Ketujuh, menafsirkan data. Tentang penafsiran data, perhatikan
uraian pada bagian berikutnya.

5) Menafsirkan data (Data interpretation)


Setelah dianalisis, meskipun menggunakan komputer, data tetap
harus ditafsirkan agar hasil penelitian mudah difahami oleh semua orang.
Yang dimaksud dengan menafsirkan data adalah memberikan arti yang
signifikan terhadap data yang telah dianalisis, menjelaskan pola
uraiannya, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian
mengenai data yang telah dianalisis tadi.

6) Pengambilan generalisasi dan kesimpulan (Generalization and


conclusion)
Hasil penafsiran terhadap data yang sudah dinalisis akan berbetuk
kalimat-kalimat atau proposisi-proposisi yang penuh dengan makna.

54
Proposisi-proposisi tersebut, kemudian dihubungkan satu sama lain dan
kemudian melahirkan proposisi baru yang merupakan proposisi yang
berlaku umum. Proposisi yang berlaku umum ini disebut dengan teori.
Langkah inilah yang disebut dengan pembuatan generalisasi dan
kesimpulan dari data.
Dalam usulan penelitian, semua hal di atas disajikan serba
ringkas, tapi jelas.

55
BAB IV
PENGORGANISASIAN SKRIPSI

Yang dimaksud dengan pengorganisasian skripsi adalah


penyusunan pada keseluruhan sajian skripsi. Susunan pola skripsi terdiri
dari bagian-bagian penulisan skripsi. Secara garis besarnya, skripsi dapat
dibagi kepada tiga bagian: pelengkap awal (bagian muka), bagian utama
(tubuh skripsi), dan pelengkap akhir (lampiran-lampiran).

A. Bagian Muka Skripsi


Bagian muka skripsi minimal harus memuat tiga unsur pokok
sebagai berikut:
1. Judul;
2. Kata pengantar; dan
3. Daftar isi.

Lengkapnya, sebagaimana sudah dijalankan oleh para mahasiswa


pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung
dan mahasiswa pada Fakultas dan Perguruan Tinggi lain pada umumnya,
bagian muka skripsi itu secara berurutan memuat unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Sampul;
2. Halaman Judul;
3. Ikhtisar (Abstrak);
4. Halaman Persetujuan;
5. Halaman Pengesahan;
6. Daftar Riwayat Hidup;
7. Ucapan Terima Kasih;

56
8. Persembahan;
9. Motto;
10. Kata Pengantar;
11. Daftar Isi;
12. Daftar Tabel;
13. Daftar Gambar; dan
14. Daftar Singkatan dan Pedoman Transliterasi.

1. Sampul Skripsi (Cover)


Ada lima unsur yang harus dimuat dalam sampul atau kulit muka
skripsi, yaitu:

a. Judul skripsi;
b. Tujuan penulisan skripsi;
c. Nama dan nomor pokok mahasiswa penulis skripsi;
d. Tempat penulisan skripsi; dan
e. Tahun penulisan skripsi.

Pada sampul dicetak judul skripsi, nama lengkap dan nomor


pokok penulis, tempat dan tahun diterbitkan (semuanya ditulus dengan
huruf kapital). Diantara judul dengan nama penulis di tulis kata
"SKRIPSI" di bawahnya lagi dituliskan "Diajukan sebagai Salah Satu
Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam pada Jurusan ...
Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Gunung Djati".
Kemudian cantumkan kata "Oleh:" (jangan ditulis vertikal), di
bawahnya adalah nama penulis misalnya; Nurul Arifin. Lalu dibagian
bawah ditulis Bandung. Kemudian di bawahnya lagi tahun selesainya
penulisan skripsi. Semua tulisan yang terdapat pada sampul ditulis secara
simetrik, yaitu ditempatkan di tengah-tengah daerah pengetikan.
Teks sampul skripsi disusun dalam satu halaman penuh, dengan
batasan marginnya sama dengan batasan untuk teks. Komposisi teks

57
terdiri atas judul, tulisan skripsi dengan keterangannya, penulis skripsi
dan nomor pokoknya, tempat dan tahun penerbitan. Pembagian ruangan
pada masing-masing bagian dibuat seimbang dan serasi. Contoh sampul
skripsi, lihat pada halaman berikut.

garis naskah atas

PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM SYAFI’I


TENTANG NASAB ANAK ZINA

SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Islam pada Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum
Fakultas Syariaah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati

Oleh:
ZELFY ARIFIANY
NIM. 200506469

58
BANDUNG
2023

garis naskah bawah


2. Halaman Judul
Judul skripsi ditempatkan pada halaman pertama, walaupun tidak
dibubuhi nomor halaman, pada halaman ini ditulis, judul skripsi, nama
dan nomor pokok penulis, fakultas penyelenggara ujian skripsi, tempat
dan tahun penerbitannya. Tulisan pada halaman judul hampir sama
dengan yang tertera di dalam sampul. Hanya pada bagian kedua, skripsi
beserta keterangannya, ditempati oleh nama penulis skripsi dan bagian
ketiga untuk nama penulis skripsi ditempati oleh nama fakultas
penyelenggara ujian skripsi (Contoh halaman judul dapat dilihat di
halaman berikut).

3. Ikhtisar (abstract)
Skripsi diringkas secara utuh dalam sebuah ikhtisar atau abstract.
Ikhtisar itu diketik dalam satu spasi pada satu halaman yang terdiri atas
nama penulis dan judul skripsi; kenudiAn beberapa alinea isi ikhtisar.
Alinea pertama, berisi masalah penelitian. Alinea kedua, berisi tujuan
penelitian. Alinea ketiga, berisi kerangka pemikiran. Alinea keempat,
berisi langkah-langkah penelitian, termasuk metode penelitian yang
digunakan, sumber data dan teknik samplin (jika memakai), teknik
pengumpulan data dan teknik analisis data. Alinea kelima, berisi temuan
yang diperoleh dalam penelitian tersebut. Ikhtisar tersebut diletakan
setelah sampul (sebelum halaman judul), yaitu lembar pertama setelah

59
jilid skripsi tanpa diberi nomor halaman (Contoh Ikhtisar dapat dilihat
pada halaman berikut).

4. Halaman Persetujuan
Pada halaman persetujuan ditulis judul skripsi, nama para
pembimbing, nama ketua jurusan dan nama dekan. Gelar kesarjanaan
mereka digunakan secara lengkap dalam halaman ini, demikian pula
Nomor Induk Pegawai (NIP) mereka.

Contoh halaman judul:


garis naskah atas

PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM SYAFI’I


TENTANG NASAB ANAK ZINA

Oleh:
ZELFY ARIFIANY
NIM. 200506469

60
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG
2023
garis naskah bawah
Cotoh Ikhtisar:
IKHTISAR

Nurul Arifin. Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Al-Syafi'i


Tentang Nasab Anak Zina.
Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i berbeda pendapat mengenai
nasab anak zina. Hal ini erat sekali hubungannya dengan dalil dan metode
penggalian hukum yang digunakan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui (1) dasar hukum, (2)
metode penggalian hukum yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah dan
Imam Syafi'i, serta (3) pendapat yang paling râjih di antara kedua
pendapat itu.
Penelitian ini bertolak dari pemikiran bahwa sumber hukum yang
utama adalah al-Quran dan al-Hadits. Untuk menentukan hukum sesuatu
yang belum dijelaskan secara pasti dalam kedua sumber itu dilakukan
dengan berbagai metode seperti qiyas, istihsân dan mashlahah al-
mursalah. Keberagaman cara itu melahirkan keragaman pendapat.
Penelitian ini menggunakan metode perbandingan dengan teknik
analisis isi terhadap kitab-kitab Fiqh karya ulama Hanafiah dan Imam

61
Syafi'i, diantaranya al-Mabsuth, Fathul Qadir, al-Umm dan Muhadzdzab
yang dijadikan sebagai sumber data primer. Sedangkan sumber data
sekundernya adalah bagian-bagian tertentu dari kitab dan buku-buku fiqh
yang relevan dengan materi yang dibahas. Data yang terkumpul dianalisis
dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil analisis menunjukkan bahwa (1) dasar hukum yang
digunakan oleh Imam Abu Hanifah dalam menentukan nasab anak zina
adalah surat al-Nisa ayat 22 dan hadits riwayat jama'ah. Sedangkan yang
digunakan Imam Syafi'i adalah surat al-Nisa ayat 22 dan hadits
riwayatkan Bukhari, (2) metode istinbâth al-ahkâm yang digunakan oleh
Imam Abu Hanifah adalah penafsiran hakiki atau lewat pemahaman
zhâhir nash. Sedangkan Imam Syafi'i dengan cara penafsiran majâzî dan
juga menggabungkan al-Quran dan al-Hadits untuk mencari maslâhat
syar'i, dan (3) pendapat yang paling râjih diantara kedua pendapat itu
adalah pendapat Imam Syafi'i.
Tanda tangan dan nama Pembimbing diletakkan dibagian tengah
sebelah kiri dan sebelah kanan. Tanda tangan Ketua Jurusan dan Dekan di
bawah, masing-masing sebelah kiri dan kanan. Halaman ini ditempatkan
pada halaman ii, setelah halaman judul (Contoh halaman persetujuan lihat
pada halaman berikut).

5. Halaman Pengesahan
Halaman pengesahan berisi pernyataan bahwa skripsi itu telah
dipertanggungjawabkan dalam sidang munaqasyah dihadapan satu team
penguji. Pada halaman ini ditulis judul skripsi (dicetak miring atau
digarisbawahi; tidak ditulis diantara tanda petik, dan tidak perlu ditulis
dengan huruf kapital), tempat (nama kota) dan tanggal sidang
munaqasyah, nama jelas team penguji: Ketua, Sekretaris, Penguji I, dan
Penguji II. Disamping itu, pada halaman pengesahan dibubuhkan tanda
tangan para Dosen pembimbing (Dosen Pembimbing I dan Dosen

62
Pembimbing II), Ketua Program Studi dan Dekan yang dilengkapi dengan
nama jelas serta NIP. masing-masing. Disebelah kiri tanda tangan Dekan
dibubuhkan stempel Fakultas (Contoh halaman pengesahan dapat dilihat
pada halaman berikut).

6. Riwayat Hidup
Riwayat hidup penulis skripsi ditulis pada satu halaman di
dalamnya ditulis mengenai tempat dan waktu dilahirkan, nama kedua
orang tua, riwayat pendidikan dasar sampai mencapai gelar kesarjanaan.
Pengalaman kerja secara singkat dapat dimasukkan di dalam riwayat
hidup, apabila penulis yang bersangkutan memiliki pengalaman tersebut.
Boleh juga dikemukakan pengalaman penulis dalam kegiatan-
kegiatan kemahasiswaan, kepemudaan dan kemasyarakatan (Contoh
riwayat hidup dapat dilihat pada halaman berikut).

Contoh halaman persetujuan:

PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM AL-SYAFI’I


TENTANG NASAB ANAK ZINA

Oleh:
RIYADH AHSANUL ARIFIN
NIM. 96300018

Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,

63
Dr. …………, MA ………….., M.Ag.
NIP ………….. NIP …………….

Mengetahui:

Ketua Jurusan Dekan


Perbandingan Madzhab dan Hukum, Fakultas Syari`ah,

……………………….., M.Ag. Prof. Dr. H. …………, M.Si.


NIP …………. NIP …………………….

Contoh Halaman Pengesahan:

PENGESAHAN

Skripsi berjudul Fungsi Bank Mu’amalat Indonesia Jawa Barat


dalam Memberdayakan Ekonomi Masyarakat Jawa Barat telah
dipertanggungjawabkan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Sunan Gunung Djati, pada tanggal 28 Februari 2005. Majlis
sidang terdiri dari:
Ketua : Drs. …………….., M.Ag.
Sekretaris : Drs. …………….., M.Ag.
Penguji I : Drs. ……………..., M.S.

64
Penguji II : Dra. ………………, M.Si.

Bandung, 28 Februari 2023


Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. ………., MA Dr. …………., M.Ag.


NIP …………. NIP ………………..

Mengetahui:

Ketua Dekan
Jurusan Mu’amalah, Fakultas Syari`ah,

Dr. …………, M.Ag. Prof. Dr. H. ………., M.Si.


NIP …………. NIP ……………….

Contoh Riwayat Hidup:

RIWAYAT HIDUP

FOTO Nurul Arifin dilahirkan di Bandung, tanggal 20


April
1964. Ia adalah anak pertama dari pasangan
Bapak

65
Tajul Arifin dan Ibu Rd. Ai Siti Qoribah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah pertama
di Bandung. Kemudian, pendidikan menengah atas di Madrasah Aliyah
Negeri (MAN) Pacet, Cianjur, pada tahun 2019. Kemudian pada tahun
2019 melanjutkan kuliah di Jurusan Muamalaj, Fakultas Syariah dan
Hukum, UIN Sunan Gunung Djati, di Bandung.
Selama menjadi mahasiswa, ia aktip dalam kegiatan
kemahasiswaan, terutama di dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan
Muamalah, bahkan pernah menjadi ketua himpunan tersebut selama satu
tahun. Di samping itu, ia pernah menjadi salah seorang Pengurus Senat
Mahasiswa Fakultas Syari`ah dan Hukum periode 2020-2021. Selama
kuliah, ia juga sudah mulai kegiatan bisnisnya dalam bidang property
bekeja sama dengan beberapainvestor dari dalam dan luar negeri.
Ia menyelesaikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Syariah dan
Hukum pada tahun akademik 2022-2023, dengan judul skripsi Pendapat
Abu Hanifah dan Al-Syafi`i tentang Bunga Bank, di bawah bimbingan Dr.
H. ………, M.Si. dan Drs. ………., M.Ag..

Bandung, 7 Juni 2023

Penulis

7. Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih yang ada pada Kata Pengantar, hanya
ditujukan kepada orang-orang yang secara langsung berhubungan dengan
kegiatan penelitian dan penulisan skripsi. Mereka adalah para
pembimbing dan orang-orang yang berjasa dalam proses penelitian dan
penulisan skripsi, seperti sponsor dan informan tertentu.
Pada bagian ini ucapan terima kasih disampaikan kepada para
pihak baik organisasi maupun perorangan yang telah berjasa dalam

66
memberikan motivasi atau bantuan, baik langsung maupun tidak langsung
dalam keberhasilan menyelesaikan studi. Contoh ucapan terima kasih
adalah sebagai berikut.

Contoh Ucapan Terima Kasih:

Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas penulis sampaikan kepada:
Ayahanda dan Ibunda tercinta;
Adik-adik tersayang; dan
Seseorang yang setia menunggu

8. Persembahan
Pembuatan suatu karya ilmiah seperti skripsi yang dihasilkan
melalui upaya yang cukup melelahkan biasanya berakhir dengan
kepuasan dan kesenangan. Peluapan rasa puas dan senang pun biasanya
tidak hanya dirasakan oleh penulisnya sendiri tapi juga oleh orang-orang
atau kelompok yang secara spesifik disebutkan dalam persembahan.
Contoh persembahan sederhana dapat dilihat di bawah ini.

67
Contoh Persembahan:

Skripsi ini kupersembahkan kepada:


Almamater dan seluruh pecinta dan pengamal ilmu

9. Motto
Yang dimaksud dengan motto di sini adalah kalimat atau prase
singkat yang menunjukkan pendirian penulis. Contoh motto dapat dilihat
di bawah ini.

Contoh Motto:

68
Motto:

Kebenaran itu dari Tuhanmu,


sebab itu jangan sekali-kali
kamu termasuk orang-orang
yang ragu
(Q.S. Al-Baqarah: 147).

10. Kata Pengantar


Kata pengantar pada intinya memuat ucapan terima kasih kepada
para pihak yang secara langsung telah berjasa dalam pembuatan skripsi
dan harapan penulis. Contoh Kata Pengantar dapat dilihat di bawah ini.

69
Contoh Kata Pengantar:

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Swt. Telah


berkenaan melimpahkan berbagai kemudahan dalam proses pembuatan
skripsi ini sehingga dapat diselesaikan tanpa mengalami kesulitan yang
berarti. Shalawat dan salam semoga selalu dicyrahkan kepada Nabi
Muhammad Saw., keluarganya dan seluruh pengukutnya, amin.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing, Bapak Drs. H. ………., M.Si dan Bapak Drs. ……., SH.
yang telah membimbing penulis selama pembuatan skripsi ini. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ketua Jurusan Peradilan Agama
dan Dekan Fakultas Syariah ddan Hukum yang banyak memberikan
kemudahan kepada penulis.
Semoga hasil penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu,
khususnya bidang Hukum Islam, amin.

Bandung, 7 Juni 2023

Penulis

11. Daftar Isi


Dalam daftar isi secara berurutan dimuat kata pengantar, daftar isi,
daftar tabel, daftar gambar, judul-judul bab dan sub bab, daftar pustaka

70
dan lampiran-lampiran. Kata “Daftar Isi” ini diketik dengan huruf besar
diletakkan di tengah-tengah halaman, dua spasi dibawah garis naskah
sebelah atas. Perkataan halaman diketik di sisi kanan, dua spasi dibawah
daftar isi.
Judul bab pada daftar isi diketik dengan huruf besar pada ketukan
pertama garis naskah. Sedangkan judul sub bab diketik dengan huruf
besar pada huruf pertama masing-masing kata dan ditempatkan pada
ketukan ketujuh, kecuali kata perangkai seperti untuk, sebagai, dalam,
dan pada, huruf awalnya tidak memakai huruf besar atau huruf kapital. Di
depan masing-masing sub bab ditulis huruf latin besar, yang membedakan
antara sub bab satu dengan yang lainnya. Jarak pengetikan antara sub bab
yang satu dengan yang lainnya adalah dua spasi. Apabila judul sub bab
diketik lebih dari satu baris, maka pengetikan baris pertama dengan baris
kedua dan selanjutnya adalah satu spasi. Contoh penulisan daftar isi dapat
dilihat di bawah ini.

Contoh Daftar Isi:

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................
v

DAFTAR ISI .......................................................................................


vi

DAFTAR TABEL ..............................................................................


viii

71
DAFTAR GAMBAR .........................................................................
ix

BAB I: PENDAHULUAN .........................................................


1

A. Latar Belakang Masalah .............................................


1

B. Perumusan Masalah ....................................................


4

C. Tujuan Penelitian ........................................................


5

D. Kerangka Pemikiran ..................................................


6

E. Langkah-langkah Penelitian ......................................


14

BAB II KERANGKA TEORITIS TENTANG NASAB


ANAK ZINA ....................................................................
18

A. Pengertian Anak Zina .................................................


18

B. Dasar Hukum tentang Nasab Anak Zina ................ 22

72
C. Nasab Anak Zina .........................................................
30

BAB III NASAB ANAK ZINA MENURUT IMAM ABU


HANIFAH DAN IMAM SYAFI'I ............................... 35

A. Biografi Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i ........ 35

B. Dasar Hukum tentang Nasab Anak Zina menurut


Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i .......................
40

C. Metode Istinbath al-Ahkam Imam Abu Hanifah dan


Imam Syafi'i tentang Nasab Anak Zina ....................
50

D. Analisis Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam


Syafi'i tentang Nasab Anak Zina ...............................
61
BAB IV KESIMPULAN .................................................................
85

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................


87

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................
89

12. Daftar Tabel

73
Daftar tabel dibuat apabila di dalam naskah terdapat beberapa
buah tabel. Penomoran tabel digunakan angka Arab yang diketik setelah
kata “Tabel” (Misalnya Tabel 1). Pada garis berikutnya ditulis judul tabel.
Judul Tabel ditulis tidak dengan huruf kepital, namun setiap huruf
pertama dalam setiap kata selain kata perangkai yang termuat dalam judul
tabel hendaknya ditulis dengan huruf besar (Seperti: Pendapatan Para
Pedagang Kaki Lima di Pasar Ujungberung dalam Lima Tahun Terakhir).
Nomor dan judul tabel ditulis di tengah-tengah. Tabel agar dibuat penuh
ke pinggir sehingga tidak ada daerah kosong baik di kiri maupun kanan
tabel. Sedangkan ke bawah disesuaikan dengan kebutuhan. Daftar tabel
ditempatkan setelah halaman daftar isi. Contoh daftar tabel dapat dilihat
pada halaman berikut.

13. Daftar Gambar


Daftar gambar, dibuat apabila di dalam naskah terdapat beberapa
buah gamabar. Penomoran gambar pada halaman tersebut digunakan
angka Arab yang ditelakan di bawah gambar itu sendiri (seperti: Gambar
1: Peta Desa Sakawayana, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut).
Judul dan nomor gambar ditulis di tengah-tengah halaman. Daftar gambar
ditempatkan setelah halaman daftar Tebel. Contoh daftar gambar dapat
dilihat pada halaman berikutnya.

Contoh Daftar Tabel:


DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

1 Jumlah Mahasiswa UIN Angkatan 2004 yang 22


Tinggal Bersama Orang Tuanya

74
2 Jumlah Mahasiswa UIN yang Tidak Mampu 29
Membayar SPP Tahun Akademik 2004

3 Rata-rata IP Mahasiswa UIN yang Tinggal di 35


Pondok Pesantren pada Semester Ganjil Tahun
Akademik 2004

4 Rata-rata IP Mahasiswa UIN yang Tinggal di 45


Rumah Kontrakan pada Semester Ganjil Tahun
Akademik 2004

5 Tingkat Pendidikan Ayah Mahasiswa UIN 52


Angkatan 1980 dan Angkatan 2004

6 Pendapatan Rata-rata Ayah Mahasiswa UIN 58


Angkatan 1980 dan Angkatan 2004

7 Alasan Mahasiswa UIN Angkatan 2004 Memilih 65


UIN sebagai Tempat Studi

8 Rata-rata Anggaran Dana Pembelian Buku 69


Mahasiswa UIN Angkatan 2004 per Semester

Contoh Daftar Gambar:

DAFTAR GAMBAR

75
No. Gambar Nama Gambar Halaman

1 Skema Kerangka Pemikiran 14

2 Skema tentang Prosedur Perceraian di 23


Pengadilan Agama Sumedang Tahun 2005

3 Prosedur Penyelesaian Administrasi di 28


Pengadilan Agama Sumedang Tahun 2005

4 Hubungan Kerja antara Pengadilan Agama 35


dengan Badan Penasehat Perkawinan, Perse
lisihan dan Perceraian (BP4) Sumedang

14. Daftar Singkatan


Apabila naskah memuat sejumlah singkatan dan transliterasi yang
dianggap memerlukan penjelasan, maka anda perlu memasukkan kedua
daftar tersebut. Contoh daftar singkatan dapat dilihat pada halaman ini
dan pedoman translitarasi dapat dilihat pada halaman berikutnya.

Contoh Daftar Singkatan:

DAFTAR SINGKATAN

BMI : Bank Mu’amalat Indonesia

76
BMT : Baitul Mâl wa al-Tamwîl
BP4 : Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan dan
Perceraian
BNI : Bank Negara Indonesia
BPR : Bank Perkreditan Rakyat
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
H.R. : Hadits Riwayat
KHI : Kompilasi Hukum Islam
M.A. : Mahkamah Agung
MPR : Majlis Permusyawaratan Rakyat
NTCR : Nikah, Thalaq, Cerai, dan Rujuk
P.A. : Pengadilan Agama
P.N. : Pengadilan Negeri
PTA : Pengadilan Tinggi Agama
Q.s. : Qur’an Surat
r.a. : Radhiyallâhu ‘anhu/ha
Saw. : Shallallâhu ‘alahi wa Sallama
S.K. : Surat Keputusan
Swt. : Subhânanu wa Ta’âla
www : World Wide Web

B. Bagian Tubuh Skripsi


Tubuh skripsi adalah bab-bab yang ada dalam skripsi. Skripsi
dapat diorganisasikan minimal menjadi 4 bab. Bab I Pendahuluan (lihat
contoh pada bagian terdahulu), Bab II Kerangka Teoritis, Bab III Hasil
Penelitian dan Bab IV Kesimpulan.

1. Tubuh Utama Tulisan


Tubuh utama skripsi merupakan uraian tentang data objek yang
diteliti. Atau hasil dan pembahasan masalah yang diteliti. Penuturannya

77
dalam tulisan dimuat dalam satu atau beberapa bab. Tiap-tiap bab dimulai
pada halaman baru. Judul tiap bab diketik dengan huruf besar (capital
letter) dan ditempatkan di tengah-tengah secara simetrik dua spasi di
bawah garis naskah. Nomor halaman pada masing-masing bab tidak
dicantumkan, atau jika mau dicantumkan di bagian bawah teks.
Pada bagian utama tulisan ini disamping disajikan data yang
diperoleh dari lapangan atau dari sumber lain, juga dimuat analisis
penulis terhadap data yang diperoleh. Pada bagian analisis ini yang
biasanya disajikan pada bab tersendiri, penulis menghubungkan data yang
diperoleh dari lapangan dengan teori-teori yang sudah disajikan secara
garis besar pada kerangka pemikiran dan pada bagian tinjauan pustaka.
Pada bagian analisis ini penulis mengemukakan pendapatnya tentang
fenomena yang dianalisis dengan mengemukakan berbagai argumen yang
dapat memperkuat pendapatnya.

2. Kesimpulan
Dalam kesimpulan dikemukakan mengenai natijah hasil
penafsiran dan pembahasan informasi dan data yang diperoleh dalam
penelitian, sebagai jawaban atas pertanyaan penelitian (lihat
pendahuluan). Dengan kesimpulan ini dapat diperoleh informasi baru dan
diketahui posisi serta implikasi dari penelitian yang dilakukan. Informasi
itu dapat berupa pendapat baru atau koreksi terhadap pendapat lama, atau
pendapat yang memperkuat pendapat lama.
Berdasarkan informasi baru itu penulis skripsi diperkenankan
mengajukan saran atau pilihan untuk penelitian lebih lanjut, disertai
alasan secukupnya. Dan hal yang penting untuk diperhatikan, bahwa
kesimpulan tersebut bukan ringkasan dan bukan pula singkatan cerita dari
tubuh utama tulisan. Pembedaan itu untuk menghindari pengulangan di
dalam naskah.

3. Daftar Pustaka

78
Daftar Pustaka merupakan keterangan mengenai bahan bacaan
yang dijadikan rujukan dalam proses pembuatan skripsi. Dalam daftar
pustaka itu dicantumkan hal ihwal bahan bacaan (berupa buku, jurnal,
artikel, koleksi karangan dan sebagainya), yang berisi nama pengarang,
tahun terbit, judul karangan, tempat penerbitan, dan nama penerbit
(Selanjutnya lihat teknik penulisan pada bagian berikutnya.

BAB V

79
PETUNJUK-PETUNJUK TEKNIS

A. Teknik-teknik Penyajian Hasil Penelitian


Penyajian hasil penelitian dapat menggunakan tiga macam cara,
yakni penyajian verbal, matematis dan penyajian visual. Berikut diuraikan
satu persatu secara singkat.

1. Penyajian Verbal
Penyajian verbal adalah penyajian hasil penelitian dalam bentuk
kata-kata. Bagian terbesar dari suatu karya ilmiah, seperti skripsi, tesis
dan disertasi disajikan secara verbal. Penyajian verbal yang baik dan
benar hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Tajam, dalam arti, kata-kata yang dipakai secara tegas menyatakan
apa yang dimaksud dalam konsep sehingga tidak memberikan
kemungkinan tafsiran yang berbeda-beda. Jadi harus menyatakan apa
adanya.
b. Obyektif, dalam arti, kata-kata yang dipakai terhindar dari
pernyataan-pernyataan yang subyektif dari penulis. Umpamanya
terlalu diwarnai oleh keinginan-keinginan, perasaan dan khayalan
penulis. Jadi harus menerangkan apa adanya tentang objek penelitian
ditunjang oleh fakta dan informasi secukupnya.
c. Jelas, dalam arti dapat segera dimengerti maksudnya oleh pembaca
dari kelas sosial mana pun. Penyajian yang jelas antara lain
menggunakan kalimat bahasa Indonesia yang baik, dengan perkataan
yang sederhana, dan dengan sistematika sajian yang rapi.
d. Ringakas, dalam arti, kalimat-kalimatnya tidak berbelit-belit dan
terlalu panjang. Jadi, tiap kalimat dan alinea dalam penulisan
hendaknya ringkas tetapi padat. Kalimat ringkas lebih baik daripada
kalimat yang panjang berbelit-belit, karena kalimat-kalimat yang
ringkas akan mudah difahami pembaca.

80
e. Dalam menyatakan kata ganti orang seperti "aku", "saya",
atau "kami" sebaiknya diganti dengan perkataan penulis.

2. Penyajian Matematis
Penyajian matematis adalah penyajian hasil penelitian dalam
bentuk angka-angka atau simbol-simbol bilangan matematis lainnya.
Angka-angka ini dapat diperoleh dari pembilangan, tabulasi atau
perhitungan-perhitungan statistika.
Penyajian matematis sering menggunakan tabel-tabel. Tabel
adalah penampilan sistematis hasil pembilangan atau pekerjaan matematis
lainnya dalam bentuk kolom-kolom atau lajur-lajur yang disusun sesuai
kebutuhan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan tabel
ialah sebagai berikut:
a. Tidak usah memberikan uraian atau penjelasan panjang lebar tentang
isi tabel karena tabel itu merupakan pemadatan sejumlah besar data
sehingga memudahkan cara melihat keseluruhan data. Jika tabel
memerlukan komentar atau penjelasan, maka berikan sesingkat dan
sejelas mungkin.
b. Hindarkan pemotongan suatu tabel dengan terpisah pada halaman-
halaman yang berbeda.
c. Penukilan atau perujukan tabel hendaknya menggunakan nomor tabel,
bukan menggunakan halam naskah dimana tabel tercantum.
d. Perkataan “Tabel” beserta nomornya diketik di tengah halaman 3 spasi
di bawah kalimat yang mendahuluinya, kemudian judul tabel diketik 2
spasi di bawah judul/nomor tabel (lihat uraian dan contoh pada bagian
terdahulu).
e. Keterangan atau catatan kaki ditulis 2 spasi di bawah garis horizontal
terbawah tabel.
f. Garis horizontal teratas dan terbawah pada tabel sama dengan garis-
garis vertikal dari garis horizontal lainnya berupa garis tunggal.

81
g. Ukuran, keterangan atau simbol matematis dapat disingkat,
umpamanya: % untuk persen, No. untuk Nomor, tgl. untuk tanggal, f
untuk frekuensi dan sebagainya.

3. Penyajian Visual
Penyajian visual adalah penyajian hasil penelitian dengan
menampilkan grafik-grafik, peta-peta, gambar-gambar dan sebagainya.
Penyajian visual ini dimaksudkan sebagai kombinasi, pelengkap atau
kongkritisasi sajian matematis dan verbal. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyajian visual antara adalah sebagai berikut:
a. Sajian visual hendaknya ditempatkan di belakang uraian matematis
yang relevan serta masih dalam teks.
b. Tidak seperti dalam tabel, nomor dan judul gambar dalam sajian
visual hendaknya ditempatkan di bawah sajian visualnya.
c. Sajian visual dapat menggunakan beberapa bentuk antara lain:
1) Grafik garis atau poligon.
Pada grafik garis disajikan nilai kuantitatif variabel
dengan garis mendatar yang disebut sumbu X dan garis vertikal
yang disebut sumbu Y. Poligonnya adalah garis yang
menghubungkan titik-titik yang menyatakan kuantitas dalam
hubungan dengan kedua sumbu.
2) Grafik frekuensi kumulatif atau ogive
Dalam grafik sumbu Y dipakai sebagai sumbu frekuensi
kumulatif yang sering dinyatakan dalam bentuk persentase.
3) Grafik balok atau bar graph
Dalam grafik, kuantitas-kuantitas digambarkan dengan
balok-balok atau persegi-persegi empat panjang.
4) Grafik lingkaran atau pie chart
Sajian kuantitas atau proporsi antar bagian dari
keseluruhan dalam bentuk gambar lingkaran.

82
5) Piktogram
Sajian kuantitas besar disederhanakan menjadi kuantitas
kecil dalam bentuk gambar grafis tertentu, umpamanya untuk
tiap seribu ekor kucing digambarkan dengan satu ekor kucing.

6) Bagan
Penggambaran unit-unit atau fungsi-fungsi suatu sistem
atau badan, umpamanya dalam bentuk susunan atau struktur
suatu lembaga/organisasi

B. Teknik Pengetikan
Banyak tulisan yang dapat dijumpai menggunakan cara
pengetikan yang berbeda-beda. Dalam bagian ini dikemukakan beberapa
aturan yang lajim dalam rangka penulisan skripsi sebagai karya ilmiah.
Dalam merespon globalisasi, bentuk tulisan kita dikenal dunia
internasional, maka pada bagian selanjutnya akan dikemukakan dua
teknik perujukan yang sama-sama sudah dikenal dunia internasional,
yaitu: (1) Cara Harvard dan (2) Cara Footnotes.

1. Kertas yang dipakai dan ukurannya


Beberapa aturan mengenai kertas untuk skripsi adalah sebagai
berikut:
a. Jenis kertas yang dipakai untuk menulis skripsi adalah kertas HVS.
b. Ukuran kertas yang lazim dipakai untuk skripsi atau karya ilmiah yaitu
A4.
c. Batas teks dari margin dalam setiap halaman adalah sebagai berikut:
1) Sebelah atas, 4 cm;
2) Sebelah kanan, 2 cm;
3) Sebelah bawah, 2 cm; dan
4) Sebelah kiri, 4 cm..

83
d. Tiap lembar kertas hanya satu permukaan/halaman yang dipakai
untuk pengetikan teks. Penggunaan kedua permukaan dari satu
halaman kertas, seperti layaknya buku-buku yang diterbitkan, dalam
penulisan skripsi, tesis atau disertasi adalah tidak diperkenankan.

2. Pengetikan huruf, kata dan alinea


Mengenai pengetikan huruf, kata dan alinea untuk teks skripsi
adalah sebagai berikut:
a. Huruf-huruf dalam teks skripsi hendaknya diketik dengan
menggunakan hurup jenis tertentu yang mudah dibaca. Bila
menggunakan mesin tik atau printer Dot Matrix hendaknyua
menggunakan pita yang masih baik (baru) sehingga huruf yang
dihasilkan akan jelas dan berwarna hitam gelap. Kualitas cetak
dengan printer adalah Letter Quality atau Near Letter Quality
(NLQ), bukan Draft. Huruf yang digunakan adalah huruf yang
setara dengan huruf mesin tik Pica 10 cpi, atau setara dengan
Roman 12 (bila menggunakan WordStar, WordPerfect for DOS,
atau aplikasi non-Windows lain). Jika menggunakan aplikasi
Windows, huruf yang digunakan setara dengan Courer New 11,5
point, atau Times New Roman 12 point. Jenis pilihan huruf tidak
dibatasi, namun hendaknya huruf yang dipilih tetap formal dan
mudah dibaca, serta tidak memiliki bentuk huruf yang sama untuk
huruf yang berbeda (seperti huruf i kapital (I) dan huruf L kecil (l)
dari huruf Arial). Jika karena sesuatu hal anda tidak menemukan
mesin tulis dengan jenis hurup termaksud atau font-font dalam
komputer anda mengalami gangguan, maka anda dapat
menggunakan font lain yang lebih mendekati, baik dari segi ukuran
maupun bentuknya. Huruf-huruf yang tidak diperkenankan antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Jenis huruf Sans Serif, misalnya Arial;

84
2. Jenis huruf sambung/ miring, misalnya Monotype Corsiva;
3. Jenis huruf blok, misalnya Impact; dan
4. Jenis huruf informal, misalnya Comic Sans.

b. Huruf pertama dari kata pertama dalam setiap alinea diketik masuk
sebanyak tujuh ketukan; mulai pada ketukan ke delapan (jika
menggunakan mesin tik); kira-kira 1,27 cm jika menggunakan
komputer terhitung dari batas tepi kiri, sedangkan huruf-huruf awal
baris ketikan berikutnya adalah lurus batas tepi kiri.

Contoh alinea:

|Batas margin kiri


Perkembangan kesejahteraan para santri di Pondok Pesantren
Annur Malangbong meningkat secara perlahan-lahan setelah
didirikannya Koperasi Pesantren.
Pemerintahan SBY – JK sampai saat ini belum dapat
memenuhi janji-janjinya terhadap rakyat.

c. Jarak pengetikan antara baris teks adalah dua spasi.


Contoh:

|Batas margin kiri

Perkembangan kesejahteraan para santri di Pondok Pesantren

85
Annur Malangbong meningkat secara perlahan-lahan setelah

didirikannya Koperasi Pesantren.

Pemerintahan SBY – JK sampai saat ini belum dapat

memenuhi janji-janjinya terhadap rakyat.

d. Semua kalimat dalam alinea harus diketik secara berturut-turut


tanpa memberi ruang kosong dibagian kanan halaman atau di
tengah-tengahnya.

Contoh:

Contoh yang benar:

Perkembangan kesejahteraan para santri di Pesantren Annur


Malangbong meningkat secara perlahan-lahan setelah didirikannya
Kope-rasi Pesantren.

Contoh yang tidak benar 1:

Perkembangan kesejahteraan para santri di Pesantren Annur


Malangbong meningkat secara perlahan-lahan setelah
didirikannya Koperasi Pesantren.

86
Contoh yang tidak benar 2:

Perkembangan kesejahteraan para santri di Pesantren Annur


Malangbong meningkat secara perlahan-lahan setelah
didirikannya Koperasi Pesantren.

e. Pengetikan teks pada batas tepi kanan secara vertikanl diharapkan


tampak rapi, tetapi tidak dibenarkan dibuat-buat menjadi rata betul
dengan jalan membuat kejanggalan umpamanya: menempatkan
tanda penghubung (-) di belakang kata yang tidak membutuhkan,
memberi ruang kosong diantara kata-kata di bagian tepi kanan,
menempatkan tanda penghubung (-) renggang dengan semestinya
demi kerataan di tepi kanan.

Contoh:

Contoh yang benar:


Perkembangan kesejahteraan para santri di Pesantren Annur
Malangbong meningkat secara perlahan-lahan setelah didirikannya
Koperasi Pesantren. Salah satu indikatornya adalah bahwa pembayaran
berbagai keuangan sekolah selalu tepat waktu. Sebelum berdiri Koperasi
Pesantren, pembayaran berbagai kewajiban tersebut sering terlambat.

Contoh yang tidak benar 1 (pemberian tanda hubung yang tidak berguna):

Perkembangan kesejahteraan para santri di Pesantren Annur -


Malangbong meningkat secara perlahan-lahan setelah didirikannya

87
Koperasi- Pesantren. Salah satu indikatornya adalah bahwa pembayaran
berbagai - keuangan sekolah selalu tepat waktu. Sebelum berdiri
Koperasi Pesantren, pembayaran berbagai - kewajiban tersebut sering
terlambat.

Contoh yang tidak benar 2 (pemberian ruang kosong di antara kata di


bagian tepi kanan):

Perkembangan kesejahteraan para santri di Pesantren Annur


Malangbong meningkat secara perlahan-lahan setelah didirikannya
Koperasi Pesantren. Salah satu indikatornya adalah bahwa pembayaran
berbagai keuangan sekolah selalu tepat waktu. Sebelum berdiri Koperasi
Pesantren, pembayaran berbagai kewajiban tersebut sering terlambat.

Contoh yang tidak benar 3 (pemberian tanda hubung terpisah dari kata
yang dipotongnya):

Perkembangan kesejahteraan para santri di Pesantren Annur Ma -


langbong meningkat secara perlahan-lahan setelah didirikannya Koperasi
Pesantren. Salah satu indikatornya adalah bahwa pembayaran berbagai ke
-uangan sekolah selalu tepat waktu. Sebelum berdiri Koperasi Pesantren,
pembayaran berbagai kewajiban tersebut sering terlambat.

3. Pengetikan nomor, tanda baca dan simbol


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengetik nomor-
nomor, tanda-tanda baca serta simbol-simbol adalah sebagai berikut:

88
a. Nomor-nomor halaman bagian muka skripsi (sebelum bab I) ditulis
dengan angka Romawi kecil ditempatkan di kaki halaman persis di
tengah-tengah, 1 cm tepi bawah.
b. Nomor-nomor halaman bagian utama skripsi ditulis dengan angka-
angka Arab diketik di sudut kanan atas halaman, 2 cm dari tepi atas
dan kanan, kecuali untuk halaman judul (Bab) diketik di kaki halaman
persis di tengah-tengah, 1 cm dari tepi bawah.
c. Dalam skripsi tidak boleh terdapat kesalahan menempatkan tanda-tanda
baca: titik, koma, tanda penghubung, tanda kutip, tanda kurung, titik-
titik, dan titik koma.
d. Angka-angka di awal kalimat hendaknya diketik secara verbal.
Misalnya : "8 anggota Koperasi Pesantren Annur ..." seharusnya
diketik: "Delapan anggota Koperasi Pesantren Annur ...".
e. Simbol-simbol seperti akar, sigma, alpha dan sebagainya yang tidak
terdapat pada mesin tik bisa ditulis dengan pena yang mengunakan
tinta berwarna hitam.

4. Pemotongan kata
Kesalahan ejaan agar tidak terjadi dalam penulisan skripsi,
umpamanya:
a. Jangan salah memotong kata. Misalnya kata “keluaran” dipotong
menjadi “kel-uaran”, atau “kelua-ran”, atau “keluara-n”. Sering
kesalahan begini dikerjakan demi meratakan bagian tepi teks sebelah
kanan. Jika hendak memotong kata hendaklah diperhatikan kata
dasarnya, suku katanya, tambahannya, dan sisipannya. Misalnya, kata
“keluaran”, kata dasarnya adalah “luar”, awalan “ke”, akhiran “an”.
Suku katanya: “lu” dan “ar”. Jadi jika akan dipotong, kata tersebut
bisa: “ke-luaran”, atau “kelu-aran”, atau “keluar-an”.
b. Jangan memakai huruf-huruf ejaan lama seperti dj untuk j, j untuk y,
dan sebagainya, kecuali untuk nama orang masih ditolerir.

89
c. Jangan memakai singkatan-singkatan seperti dng (untuk dengan), spt
(untuk seperti), dll (untuk dan lain-lain), tsb (untuk tersebut), tgl
(untuk tanggal), dan lain-lain, kecuali dalam tabel karena terbatasnya
ruangan.
d. Jangan membiasakan menyingkat perkataan yang belum populer
umpamanya Purek, Pudek, Asmen, dan sebagainya, kecuali disertakan
daftar singkatan yang memberikan penjelasan atas singkatan-singkatan
yang digunakan pada skripsi anda.

5. Pengetikan sistematika
Sistematika skripsi tercermin pada pembagian atau susunan
skripsi menjadi bab-bab, sub-sub bab dan seterusnya, termasuk alinea-
alineanya. Adapun beberapa ketentuan pengetikan sistematika skripsi
adalah sebagai berikkut:
a. Tiap judul bab diketik pada halaman baru.
b. Nomor bab diketik di tengah-tengah halaman 4 cm dari tepi atas
dengan angka Romawi.
c. Di bawah nomor bab, jarak 2 spasi diketik judul bab dengan huruf-
huruf besar tanpa titik akhir kalimat. Judul bab ini diketik di tengah-
tengah (merupakan center heading) dan boleh juga diketik dua baris
atau lebih. Apabila judul bab itu lebih dari satu baris, sebagaimana
judul dalam sampul, maka diketik dengan pola piramida terbalik,
Perhatikan contoh di bawah ini:

BAB II

PELAKSANAAN PERCERAIAN DIBAWAH TANGAN

DI WADO KABUPATEN SUMEDANG

90
d. Tiga spasi di bawah judul diketik teks atau sub judul, dari sub
judul ke teks berjarak 2 spasi, antara teks dengan sub judul
berikutnya berjarak 3 spasi, begitu antara teks dengan sub-sub bab
selanjutnya. Perhatikan contoh di bawah ini.

BAB II

PELAKSANAAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN

DI WADO KABUPATEN SUMEDANG

A. Jumlah Perceraian Dibawah Tangan Selama Tahun 2004

Selama tahun 2004 di Kecamatan Wado Kabupaten Sumedang


...

6. Pengetikan dan penomoran sub-sub bab


Penomoran setiap bab dan sub-sub bab dalam suatu skripsi ada
beberapa cara seperti berikut:
a. Cara pertama: dengan teknik campuran (alphanumerical system ) yaitu
angka Romawi, angka Arab, huruf Latin besar, dan huruf Latin kecil,
seperti terlihat pada contoh di bawah ini:

91
BAB I

PENDAHULUAN

A. sub bab tingkat pertama

1. sub bab tingkat kedua

a sub bab tingkat ketiga

1) sub bab tingkat keempat

a) sub bab tingkat keliama

(1) sub bab tingkat keenam

(a) sub bab tingkat ketujuh

(i) sub bab tingkat kedelapan

b. Cara kedua: dengan sistem angka persepuluhan (decimal system ),


seperti terlihat pada tampilan di bawah ini:

BAB II

PELAKSANAAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN

92
DI WADO KABUPATEN SUMEDANG

2.1 sub bab tingkat pertama

2.1.1 sub-sub bab tingkat pertama

2.1.2 sub-sub bab tingkat pertama

2.1.3 dan seterusnya secara konsepsional

2.2 sub bab tingkat kedua

2.2.1 sub-sub bab tingkat kedua

2.2.2 sub-sub bab tingkat kedua

2.2.3 dan seterusnya secara konsepsional

Berdasarkan pengalaman membimbing, dari kedua cara teersebut


di atas salah satu cara yang sebaiknya dipakai adalah cara pertama karena
dengan tanpa mengurangi kerapian dan estetika penulisan, cara itu penulis
anggap lebih ekonomis dalam arti dapat mendayagunakan setiap halaman
skripsi secara efisien.
Dengan cara ini penempatan nomor-nomor sub bab adalah sebagai
berikut: untuk nomor sub bab tingkat pertama pada posisi tepi kiri

93
dilanjutkan dengan sub topiknya, kemudian alinea awalnya dimulai huruf
pertama masuk 7 ketukan dari margin kiri, selanjutnya huruf-huruf tepi
berikutnya ditik mulai dari margin kiri. Dengan cara begitu penulisan
akan lebih hemat tidak membuang-buang bagian halaman.
Banyak penulis yang menempatkan huruf-huruf tepi kiri dengan
posisi mengikuti letak huruf pertama dari sub babnya. Ini jelas kurang
efisien, akibatnya sering kita jumpai penulisan di bagian kiri halaman-
halamannya banyak kosong.

C. Penggunaan Bahasa
Penulisan skripsi umumnya menggunakan bahasa Indonesia,
kecuali pada Jurusan Bahasa dan Sastra Arab atau Jurusan Bahasa dan
Sastra Inggris. Akan tetapi, di Fakultas Syari`ah disamping bahasa
Indonesia, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris dapat pula digunakan jika
mahasiswa menghendakinya. Bahasa Indonesia yang digunakan adalah
bahasa Indonesia yang baku, mengacu pada Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Yang Disempurnakan. Penggunaan kata ganti pertama seperti
saya, kami dan kita, agar diganti dengan kata ganti orang ketiga sperti
penulis, ia, atau dia. Penggunaan kata ganti itu terutama pada bagian
muka, khususnya di dalam riwayat hidup dan kata pengantar.

D. Istilah Bahasa Asing dan Bahasa Daerah


Penulisan istilah atau kata yang berasal dari bahasa asing atau
bahasa daerah yang terjemahannya belum dikenal luas oleh pembaca,
diberi garis bawah atau ditulis dengan huruf italic atau huruf miring dan
di belakang kata atau istilah tersebut ditulis padanannya dalam Bahasa
Indoenesia dan diletakkan dalam kurung. Seperti kata drop-out (Bahasa
Inggris), istinbâth al-ahkâm (Bahasa Arab), dan nyalindung ka gelung
(Bahasa Sunda). Upaya pencarian padanannya atau penyerapannya ke
dalam Bahasa Indonesia merupakan cara yang terbaik, secara berangsur-
angsur dilakukan penyempurnaan istilah itu ke dalam bahasa Indonesia.

94
Dengan demikian, skripsi dapat dijadikan salah satu media untuk
mengembangkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmiah. Contohnya
dapat dilihat di bawah ini.

Jumlah Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung Angkatan


2000 yang drop-out (putus kuliah) meningkat jika dibandingkan dengan
Angkatan 1999.

Metode istinbâth al-ahkâm (penggalian hukum) yang digunakan


oleh para ulama fiqh ...

Dalam hidup ini kita sebagai para suami dituntut untuk mandiri,
mampu menafkahi anak dan isteri dari hasil keringat sendiri, tidak boleh
nyalindung ka gelung (bergantung kepada isteri yang kaya).

E. Penulisan Ayat al-Qur'an dan Hadits


Penulisan ayat al-Qur'an, juga teks Hadits dibuat di dalam naskah,
sesuai dengan konteks penulisan. Pengutipan ayat-ayat tersebut dilakukan
sesuai dengan aslinya, yaitu memperhatikan tanda-tanda baca yang
tertera. Oleh karena itu ayat al-Qur'an ditulis dengan syakalnya sesuai
dengan teks yang dituliskan di dalam kitab al-Qur'an, yaitu dengan
menggunakan rasam Utsmânî. Sedangkan penulisan terjemahannya
dalam Bahasa Indonesia disesuaikan dengan teks yang ditulis oleh
penerjemah. Demikian pula Hadits, jika teks aslinya yang terdapat dalam
kitab-kitab Hadits yang dijadikan rujukan dilengkapi dengan syakal,
maka dalam kutipan pun hendaklah dikutip seutuhnya. Bahkan, Hadits
harus selalu dikutip lengkap dengan sanadnya.

95
F. Pedoman Transliterasi Huruf Arab-Latin
Penyalinan huruf Arab ke huruf Latin meliputi penyalinan huruf
ke huruf dan penyalinan huruf di dalam kalimat. Mengenai cara
trnasliterasi huruf Arab-Latin ini, digunakan pedoman sebagai berikut.

Pedoman Transliterasi:

TRANSLITERASI HURUF ARAB KE HURUF LATIN

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

‫ا‬ ‫ط‬ th

‫ب‬ b ‫ظ‬ zh

‫ت‬ t ‫ع‬ ‘

‫ث‬ ts ‫غ‬ gh

‫ج‬ j ‫ف‬ f

‫ح‬ h ‫ق‬ q

96
‫خ‬ kh ‫ك‬ k

‫د‬ d ‫ل‬ l

‫ذ‬ dz ‫م‬ m

‫ر‬ r ‫ن‬ n

‫ز‬ z ‫و‬ w

‫س‬ s ‫ه‬ h

‫ش‬ sy ‫ء‬ `

‫ص‬ sh ‫ي‬ y

‫ض‬ dh

Vokal Pendek Vokal Panjang Diftong

__ a ‫ا‬ ... â

__ i î ‫اي‬ ay
‫ي‬ ...
97
__ u ‫و‬ ... û ‫او‬ aw

Catatan: Tasydid menggunakan huruf ganda.

Beberapara contoh transliterasi dapat dilihat di bawah ini:

1. matti’ûhunna;
2. matâ’an;
3. fastamta’û;
4. fastamta'tum;
5. mut’ah;
6. Sunan al-Tirmidzî;
7. Bidâyah al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtashid;
8. Kitâb al-Ta’Rîfât; dan
9. Tafsîr Minhâj al-Shâdiqîn.

G. Paragrap di Akhir Margin


Paragraf terakhir dalam suatu halaman, sekurang-kurangnya
terdiri atas dua baris. Demikian pula pada akhir pragraf pada halaman
baru, sekurang-kurangnya atas dua baris. Memulai suatu paragraf pada
garis naskah bagian bawah agar dihindarkan. Apabila hal itu tidak dapat
dihindarkan, maka dapat dilakukan dua pilihan. Pilihan pertama adalah
penulisan paragraf itu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan baris
kedua di bawah garis naskah. Pilihan kedua adalah penulisan paragraf

98
pada halaman selanjutnya, dengan memisahkan satu baris pada akhir garis
naskah. Perhatikan contoh di bawah ini.

Contoh yang benar:


Perkembangan kesejahteraan para santri di Pesantren Annur
Malangbong meningkat secara perlahan-lahan setelah didirikannya
Koperasi Pesantren. Salah satu indikatornya adalah bahwa pembayaran
berbagai keuangan sekolah selalu tepat waktu. Sebelum berdiri Koperasi
Pesantren, pembayaran berbagai kewajiban tersebut sering terlambat.

Contoh yang salah:


Perkembangan kesejahteraan para santri di Pesantren (teks
selanjutnya di halaman berikutnya).

H. Peta
Dalam penelitian empirik kemungkinan besar membutuhkan peta.
Peta itu berfungsi sebagai penunjuk mengenai lokasi penelitian. Apabila
penelitian itu dilakukan di suatu lokasi, di sebuah desa di Jawa Barat,
umpamanya, maka diperlukan dua buah peta. Pertama peta desa
penelitian yang dibuat secara cermat dan memadai. Kedua, peta Jawa
Barat yang dapat menunjukkan letak lokasi penelitian itu, meskipun
hanya merupakan titik atau gugusan kecil. Apabila peta itu sangat
diperlukan di dalam naskah, sebaiknya dimasukan dalam naskah itu. Tapi,
jika tidak terlalu dibutuhkan, maka peta itu cukup diletakkan dalam
lampiran. Peta, sebagaimana tabel dianjurkan diletakkan dalam posisi
vertikal, tapi, jika dalam posisi itu tidak cukup, maka boleh dalam posisi
horizontal.

99
I. Pengutipan
Pengutipan pada sumber dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pengutipan langsung dan pengutipan tidak langsung. Dalam penulisan
skripsi, sebaiknya dilakukan pengutipan tidak langsung. Oleh karena itu
dituntut kecermatan penulis untuk memahami isi kutipan yang dapat
mencerminkan persis maksud yang sebenarnya dari bahan yang dikutip.
Kutipan tidak langsung ditik biasa tanpa harus menambahkan tanda petik
atau tanda-tanda lainnya.
Pengutipan langsung dilakukan apabila sangat diperlukan, seperti
pengutipan ayat al-Qur'an, definisi dan perbandingan arti bahasa. Cara
pengutipan langsung diperlukan ketelitian yang amat tinggi mengenai
susunan kalimat, ejaan dan tanda-tanda baca. Disamping itu, dalam
pengutipan langsung dibedakan cara penulisannya, yaitu antara yang
kurang dari lima baris dengan yang lima baris atau lebih. Kutipan yang
kurang dari lima baris di beri tanda petik (") pada awal dan akhir isi
kutipan dan ditik 2 spasi. Sedangkan kutipan yang lima baris atau lebih,
tidak dibubuhi tanda petik dan diketik satu spasi dan menjorok empat
ketukan atau 1 cm dari margin kiri. Perhatikan contoh di bawah ini.

Contoh kutipan kurang dari lima baris dalam bahasa asing:

“Some sociologists are interested in the significance of religion as

an agency of social control. Sociologists have always been interested in

the question, ‘what are the sources of social order and stability in a

society?’”.

100
Contoh kutipan kurang dari lima baris dalam Bahasa Indonesia:

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia telah

menciptakan isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung

dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih

dan sayang ...”

Contoh kutipan lima baris atau lebih:

Some sociologists are interested in the significance of


religion as an agency of social control. Sociologists have always
been interested in the question, ‘what are the sources of social
order and stability in a society?’ Some have said that this is
achieved when people share particular beliefs, values and ideals
in common. Some writers (for example, Durkheim) have
concluded that where there is a dominant religion with which
people identify, then a sense of unity and social cohesion results.

Contoh kutipan lima baris atau lebih dalam Bahasa Indonesia:

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia telah


menciptakan isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berfikir.

101
Catatan:
Dicetak miring bukan karena ia sebagai kutipan, tapi karena ia sebagai
bahasa asing.

J. Menyebutkan Sumber yang Dikutip


Semua penulis akan menyadari bahwa banyak tulisan ilmiah yang
dihasilkannya berdasar atas tulisan-tulisan orang lain. Hal ini membawa
kita kepada kesepakatan seluruh civitas akademika dari seluruh lembaga
pendidikan tinggi. Dalam menulis karya ilmiah kita dituntut untuk selalu
menyatakan dengan sejujurnya nama penulis yang idenya telah kita
gunakan dalam tulisan kita. Jika hal itu tidak dilakukan, yakni
menyebutkan sumber, sehingga kita seolah-olah sedang mengemukakan
pendapat kita sendiri, padahal itu jelas pendapat orang lain, maka berarti
kita melakukan penjiplakan (plagiarism) dan ini merupakan dosa besar
dalam dunia akademik. Bentuk penjiplakan yang paling besar terjadi
ketika tulisan orang lain ditulis kembali kata per kata persis seperti pada
aslinya dalam karya ilmiah kita tanpa menyebutkan sumbernya. Demikian
juga pengambilan ide orang lain tanpa menyatakan sumbernya meskipun
telah ditulis dalam kata-kata kita sendiri termasuk penjiplakan.
Dalam karaya ilmiah, apa pun bentuknya, kita akan selalu
menggunakan ide atau informasi yang telah kita dapatkan dari penulis
lain. Kadang-kadang kita menemukan penulis tertentu telah
mengemukakan idenya dalam kata-kata dan kalimat yang bagus, benar,
indah, bahkan menarik sehingga kita ingin menuliskan kembali kata per
kata sebagaimana pada aslinya dalam tulisan kita. Ini disebut dengan
kutipan langsung sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya.
Perujukan pada sumber yang dikutip dapat dilakukan dalam
berbagai cara. Tapi, pada bagian ini dikemukakan dua teknik perujukan

102
yang sama-sama sudah dikenal dunia internasional, yaitu: (1) Cara
Harvard dan (2) Cara Footnotes.

1. Cara Harvard
Cara Harvard adalah salah satu teknik penyebutan sumber kutipan
yang banyak digunakan oleh para penulis terutama dalam bidang ilmu-
ilmu sosial. Dalam teknik ini sumber disebutkan dalam teks dalam bentuk
yang singkat (hanya nama penulis, tahun terbit, nomor jilid atau volume
[jika berjilid], dan nomor halaman).
Penulisan sumber yang dijadikan rujukan dalam teknik ini dapat
dilakukan dengan dua cara. Pertama, ditulis nama pengarang, tahun
penerbit, dan nomor halaman yang dikutip diletakan di dalam kurung.
Kedua, ditulis nama pengarang dan diletakan di luar kurung, sedangkan
tahun penerbit dan nomor halaman diletakkan di dalam kurung.
Contoh pemakaian cara ini dapat dilihat di bawah ini.

Contoh cara pertama:


Asosiasi mengandung maksud “bagaimana mengikat negeri
jajahan dengan negeri penjajah”. (Deliar Noer, 1980: 182).

Contoh cara kedua:


Viney (1980: 15) has produced evidence that women exhibit
“many patterns of reaction” when they are forced to adjust from one style
to another which is markedly different.

Contoh itu menunjukkan bahwa perujukan bentuk ini tidak secara


otomatis memberikan informasi yang lengkap tentang buku atau artikel
yang dikutip. Untuk mengetahui informasi itu, kita harus melihatnya
dalam Daftar Pustaka yang disajikan dalam bagian tersendiri, yaitu di

103
bagian akhir sebuah tulisan. Dalam teknik Harvard bagian itu disebut
REFERENSI (References) yang cara penulisannya agak berbeda dari cara
footnote. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, dalam pengetikan sumber yang berupa buku dan jurnal,
tahun terbit diletakkan di dalam kurung setelah nama atau nama-nama
penulis dan judul buku atau artikel diikuti dengan koma.
Kedua, nama penulis pertama disebutkan nama populernya yang
biasanya dalam bentuk nama keluarga, atau marga, atau nisbahnya
terlebih dahulu, kemudian nama aslinya. Penulis yang diketahui hanya
memiliki nama asli, maka tulis saja apa adanya; tidak perlu dibalik.
Ketiga, dalam pengetikan sumber berupa jurnal, nomor volume
jurnal yang berisi artikel yang kita kutip digarisbawahi, dan diikuti
dengan nomor halaman artikel yang kita kutip.
Untuk lebih jelasnya, cermati cara penulisan DAFTAR
REFERENSI dalam teknik ini untuk berbagai sumber sebagai berikut.

1. Buku yang ditulis seorang penulis:

Tajul Arifin (2005), Understanding Islamic Law through English, Civic


Education Center, Bandung.

Al-Jaziry, Abdurrahman (t.t.), Kitâb al-Fiqh `alâ Madzâhib al-Arba`ah,


Jilid IV, Dâr al-Fikr al-Arabî, Mesir.

2. Buku yang ditulis dua orang penulis:

Anshari, Endang Saefuddin dan Syafiq A. Mughni (1984), A. Hassan,


Wajah dan Wijhah Seorang Mujtahid, Firma Al-Muslimun,
Bandung.

104
Yahya, Muchtar dan Fatchurrahman (1986), Dasar-dasar Pembinaan
Hukum Islam, PT. Al-Ma`arif, Bandung.

3. Buku yang ditulis tiga orang penulis atau lebih:

Asmin, Yudian W., dkk. (2000), Persatuan Islam, Pembaharuan Islam


Indonesia Abad XX, Gajah Mada Unversity Press, Yogyakarta.

Soenarjo, dkk., (1989), Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama


Republik Indoensia, Jakarta.

4. Artikel yang dimuat dalam sebuah buku dengan seorang editor:

Martin, David (1972), “Secularization: The Range of Meaning”. Dalam


Peter Worsley (ed.), Problems of Modern Society, Penguin Books
Ltd., Harmondsworth, Middlesex, England.

5. Artikel yang dimuat dalam sebuah buku dengan dua orang editor:

Weber, Max (1958), "The Sociology of Charismatic Authority". Dalam


H.H. Gerth and C. Wright Mills (eds.), From Max Weber: Essays
in Sociology, Oxford University Press, New York, 1-23.

6. Artikel yang dimuat dalam sebuah buku dengan tiga orang editor atau
lebih:

Dhavamony, Mariasusai (1995), “Fenomenologi Agama”. Dalam


Sudirdja dkk. (eds.), Kelompok Studi Agama, Kanisius,
Yogyakarta, 50-75.

7. Buku Terjemahan:

105
Federspiel, Howard M. (1996), Kajian Al-Qur’an di Indonesia: Dari
Mahmud Yunus Hingga Quraisy Shihab. Alih Bahasa Tajul Arifin,
Mizan, Bandung.

8. Artikel dalam Jurnal Ilmiah:

Tajul Arifin (2005), “Feminism and Pornography”, Adliya, Oktober 2004


– Maret 2005, 71-79.

9. Artikel dalam Surat Kabar:

Draeger, H. (2005), “The Job Market and Women”, New York Post, 27
Februari, 20.

10. Skripsi, Tesis atau Disertasi:

Tajul Arifin (2004), “Pengaruh Agama Islam dan Budaya terhadap


Prestasi Ekonomi: Studi Perbandingan pada Masyarakat Sunda
dan Cina Kabupaten Cianjur, Jawa Barat”, Disertasi, Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung.

11. Laporan Hasil Penelitian:

Tajul Arifin (2005), “Kepemimpinan Wanita di Desa Sakawayana


Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut”, Laporan Hasil
Penelitian, Pusat Penelitian UIN Sunan Gunung Djati, Bandung.

12. Makalah:
Tajul Arifin (2001), “Analisis Data”, Makalah, Disampaikan pada
Penyegaran Pembimbing Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum,

106
Biro Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung
Djati, Bandung, 2 Oktober.

13. Disket dan CD-ROMs


Bureau of the Census (1995), Median Gross Rent by Counties of the
United States in 1990, Prepared by the Geography Division in
cooperation with the Housing Division, Bureau of the Census,
CD-ROM, Washington, DC.

14. On line (Internet):


Avery, Bryant (2000), “Oil Prices Likely to Remain High”, The
Edmonton Jurnal, Business section. (on line). Sumber elektronik
diakses dari http://www.edmontonjournal.com. Diakses 16 Maret
2005.

2. Cara Footenote
Cara lain yang juga sering digunakan oleh jurnal-jurnal ilmiah
bertarap internasional adalah cara footenote (catatan kaki). Dalam cara ini
penulis dituntut untuk meletakkan nomor pada poin dimana pendapat
penulis lain kita kutip, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan demikian, sumber yang pertama kita gunakan diberi nomor 1,
kemudian nomor 2, dan seterusnya. Nomor-nomor tersebut, kemudian
diletakkan di halaman yang bersangkutan bagian bawah dan di belakang
nomor-nomor tersebut disebutkan informasi detail tentang sumber itu.
Dalam menyebutkan sumber pada teknik ini sudah ada
kesepakatan yang harus diikuti yang pada garis besarnya adalah sebagai
berikut.
Jika sumber yang dikutip itu adalah sebuah buku, maka dalam
footenote itu harus memuat hal-hal sebagai berikut.

107
Pertama, nama penulis buku dalam susunan yang normal apa
adanya; tidak dibalik (nama yang diberikan diikuti nama keluarga atau
marga, jika ada).
Kedua, judul buku secara lengkap dan dicetak miring.
Ketiga, edisi buku itu, jika buku itu edisi kedua atau ke sekian.
Keempat, tempat penerbitan, diikuti nama penerbit, tahun
penerbitan dan nomor halaman yang dikutip. Cermati aturan dan contoh-
contoh di bawah ini.
Contoh, dalam teks tertulis sebagai berikut:

"Asosiasi lebih memperlihatkan corak kolonial. Ia mengandung


maksud bagaimana cara mengikat negeri jajahan dengan negeri
penjajah ... dan seterusnya". 1)
_________________
1) Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,
edisi 2, Jakarta, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan
Ekonomi dan Sosial, 1980, hlm. 182.

Apabila dari sumber yang sama dikutip lagi dan belum terselingi
oleh kutipan lain, dan dari halaman yang sama, yaitu 182, maka dalam
catatan kaki ditulis:

_________________
2) Ibid.
Ibid singkatan dari Ibidem, yang artinya pada tempat yang sama.

Apabila dari sumber yang sama dikutip lagi dan belum terselingi
oleh kutipan lain, namun dari halaman yang berbeda, misalnya halaman
185, maka dalam catatan kaki ditulis:
__________________

108
3) Ibid., hlm. 185.

Apabila dari sumber tersebut dikutip kembali tetapi telah diselang


oleh kutipan sumber lain dan halam yang dikutip berbeda misalnya dari
halaman 2003, maka pada catatan kaki tersebut ditulis:

__________________
4) Deliar Noer, Op. Cit., hlm. 203.

Op. Cit. singkatan dari Opere Citato, yang artinya: dalam


karangan yang telah disebut.

Sedangkan apabila dari halaman yang sama dikutip lagi, tetapi


telah diselangi kutipan dari sumber lain, maka ditulis:

__________________
5) Deliar Noer, Loc. Cit.

Loc. Cit., singkatan dari Loco Citato yang artinya: pada tempat
yang telah dikutip.

Jika sumber yang dikutip itu adalah sebuah artikel dari jurnal
ilmiah, maka dalam footenote itu harus memuat hal-hal sebagai berikut.
Pertama, nama penulis artikel dalam susunan yang normal apa
adanya; tidak dibalik (nama yang diberikan diikuti nama keluarga atau
marga, jika ada).
Kedua, judul artikel yang dikutip yang diapit oleh dua tanda petik
(“ ...... “).
Ketiga, nama jurnalnya dicetak miring..

109
Keempat, Nomor Volume, tahun terbit artikel itu dan diikuti
dengan nomor halam yang dikutip. Cermati aturan dan contoh-contoh di
bawah ini.

Contoh:
__________________
6) L.L. Viney and P. Blazeley, “The Affective Reactions of
Housewives to Community Relocation”, Journal of Community
Psychology 5, 1977, hlm. 38.

Semua singkatan yang digunakan untuk peneyebutan sumber dari


buku berlaku pula bagi artikel dari jurnal ilmiah bahkan dari seluruh
sumber-sumber lainnya.
Dalam bagian akhir karya ilmiah yang ditulis dengan
menggunakan teknik footenote dilengkapi dengan daftar semua sumber
yang sudah dikutip. Bagian itu dalam teknik ini disebut BIBLIOGRAFI.
Cara penulisan BIBLIOGRAFI pada dasarnya sama dengan
teknik penulisan footenote dengan tiga perbedaan sebagai berikut:
Pertama, nama keluarga atau marga atau nama populer penulis
ditulis pertama, lalu diikuti dengan nama aslinya (dibalik; sebaliknya dari
dalam footenote).
Kedua, di akhir artikel jurnal dicantumkan nomor halaman artikel
yang dikutip. Yakni menjelaskan artikel itu ada pada halam berapa
sampai berapa dalam jurnal itu.
Ketiga, pemisahan antara bagian-bagian penting (nama penulis,
judul artikel, nama, jurnal, dan tahun terbit) dilakukan dengan
menggunakan tanda titik.
Cermati aturan-aturan itu dalam contoh-contoh di bawah ini.

DAFTAR BIBLIOGRAFI

110
1. Buku yang ditulis seorang penulis:

Tajul Arifin. Understanding Islamic Law through English. Civic


Education Center, Bandung, 2005.

Al-Jaziry, Abdurrahman. Kitâb al-Fiqh `alâ Madzâhib al-Arba`ah, Jilid


IV. Dâr al-Fikr al-Arabî, Mesir, t.t.

2. Buku yang ditulis dua orang penulis:

Anshari, Endang Saefuddin dan Syafiq A. Mughni. A. Hassan, Wajah dan


Wijhah Seorang Mujtahid. Firma Al-Muslimun, Bandung, 1984.

Yahya, Muchtar dan Fatchurrahman. Dasar-dasar Pembinaan Hukum


Islam. PT. Al-Ma`arif, Bandung, 1986.

3. Buku yang ditulis tiga orang penulis atau lebih:

Asmin, Yudian W., dkk. Persatuan Islam, Pembaharuan Islam Indonesia


Abad XX. Gajah Mada Unversity Press, Yogyakarta, 2000.

Soenarjo, dkk.. Al-Quran dan Terjemahnya. Departemen Agama


Republik Indoensia, Jakarta, 1989.

4. Artikel yang dimuat dalam sebuah buku dengan seorang editor:

Martin, David. “Secularization: The Range of Meaning”. Dalam Peter


Worsley (ed.), Problems of Modern Society. Penguin Books Ltd.,
Harmondsworth, Middlesex, England, 1972, hlm. 100-167.

111
5. Artikel yang dimuat dalam sebuah buku dengan dua orang editor:

Weber, Max. "The Sociology of Charismatic Authority". Dalam H.H.


Gerth and C. Wright Mills (eds.), From Max Weber: Essays in
Sociology. Oxford University Press, New York, 1958, hlm. 1-23.

6. Artikel yang dimuat dalam sebuah buku dengan tiga orang editor atau
lebih:

Dhavamony, Mariasusai. “Fenomenologi Agama”. Dalam Sudirdja dkk.


(eds.), Kelompok Studi Agama. Kanisius, Yogyakarta, 1995, hlm.
50-75.

7. Buku Terjemahan:

Federspiel, Howard M. Kajian Al-Qur’an di Indonesia: Dari Mahmud


Yunus Hingga Quraisy Shihab. Alih Bahasa Tajul Arifin. Mizan,
Bandung, 1996.

8. Artikel dalam Jurnal Ilmiah:

Tajul Arifin. “Feminism and Pornography”, Adliya. Oktober 2004 –


Maret 2005, hlm. 71-79.

9. Artikel dalam Surat Kabar:

Draeger, H. “The Job Market and Women”, New York Post. 27 Februari
2005, hlm. 20.

10. Skripsi, Tesis atau Disertasi:


Tajul Arifin. “Pengaruh Agama Islam dan Budaya terhadap Prestasi

112
Ekonomi: Studi Perbandingan pada Masyarakat Sunda dan Cina
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat”, Disertasi. Program Pascasarjana
Universitas Padjadjaran, Bandung, 2004.

11. Laporan Hasil Penelitian:


Tajul Arifin. “Kepemimpinan Wanita di Desa Sakawayana Kecamatan
Malangbong, Kabupaten Garut”, Laporan Hasil Penelitian. Pusat
Penelitian UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 2005.

12. Makalah:
Tajul Arifin. “Analisis Data”, Makalah. Disampaikan pada Penyegaran
Pembimbing Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, Biro Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati, Bandung,
2 Oktober 2001.

13. Disket dan CD-ROMs


Bureau of the Census. Median Gross Rent by Counties of the United
States in 1990. Prepared by the Geography Division in
cooperation with the Housing Division, Bureau of the Census,
CD-ROM, Washington, DC., 1995.

14. On line (Internet):


Avery, Bryant. “Oil Prices Likely to Remain High”, The Edmonton
Jurnal, Business section, 1995. (on line). Sumber elektronik
diakses dari http://www.edmontonjournal.com. Diakses 16 Maret
2005.

Jika sudah disusun secara alpabetis (sebagaimana seharusnya


dalam sebuah karya ilmiah), maka DAFTAR BIBLIOGRAFI di atas akan
tampak seperti di bawah ini:

113
DAFTAR BIBLIOGRAFI

Al-Jaziry, Abdurrahman. Kitâb al-Fiqh `alâ Madzâhib al-Arba`ah, Jilid


IV. Dâr al-Fikr al-Arabî, Mesir, t.t.

Anshari, Endang Saefuddin dan Syafiq A. Mughni. A. Hassan, Wajah dan


Wijhah Seorang Mujtahid. Firma Al-Muslimun, Bandung, 1984.

Asmin, Yudian W., dkk. Persatuan Islam, Pembaharuan Islam Indonesia


Abad XX. Gajah Mada Unversity Press, Yogyakarta, 2000.

Avery, Bryant. “Oil Prices Likely to Remain High”, The Edmonton


Jurnal, Business section, 1995. (on line). Sumber elektronik
diakses dari http://www.edmontonjournal.com. Diakses 16 Maret
2005.

Bureau of the Census. Median Gross Rent by Counties of the United


States in 1990. Prepared by the Geography Division in
cooperation with the Housing Division, Bureau of the Census,
CD-ROM, Washington, DC., 1995.

Dhavamony, Mariasusai. “Fenomenologi Agama”. Dalam Sudirdja dkk.


(eds.), Kelompok Studi Agama. Kanisius, Yogyakarta, 1995, hlm.
50-75.

Draeger, H. “The Job Market and Women”, New York Post. 27 Februari
2005, hlm. 20.

Federspiel, Howard M. Kajian Al-Qur’an di Indonesia: Dari Mahmud

114
Yunus Hingga Quraisy Shihab. Alih Bahasa Tajul Arifin. Mizan,
Bandung, 1996.

Martin, David. “Secularization: The Range of Meaning”. Dalam Peter


Worsley (ed.), Problems of Modern Society. Penguin Books Ltd.,
Harmondsworth, Middlesex, England, 1972, hlm. 100-167.

Soenarjo, dkk.. Al-Quran dan Terjemahnya. Departemen Agama


Republik Indoensia, Jakarta, 1989.

Tajul Arifin. “Analisis Data”, Makalah. Disampaikan pada Penyegaran


Pembimbing Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, Biro Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati, Bandung,
2 Oktober 2001.

Tajul Arifin. “Feminism and Pornography”, Adliya. Oktober 2004 –


Maret 2005, hlm. 71-79.

Tajul Arifin. “Kepemimpinan Wanita di Desa Sakawayana Kecamatan


Malangbong, Kabupaten Garut”, Laporan Hasil Penelitian. Pusat
Penelitian UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 2005.

Tajul Arifin. “Pengaruh Agama Islam dan Budaya terhadap Prestasi


Ekonomi: Studi Perbandingan pada Masyarakat Sunda dan Cina
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat”, Disertasi. Program Pascasarjana
Universitas Padjadjaran, Bandung, 2004.

Tajul Arifin. Understanding Islamic Law through English. Civic


Education Center, Bandung, 2005.

Weber, Max. "The Sociology of Charismatic Authority". Dalam H.H.

115
Gerth and C. Wright Mills (eds.), From Max Weber: Essays in
Sociology. Oxford University Press, New York, 1958, hlm. 1-23.

Yahya, Muchtar dan Fatchurrahman. Dasar-dasar Pembinaan Hukum


Islam. PT. Al-Ma`arif, Bandung, 1986.

K. Catatan Kaki
Catatan kaki selain berfungsi sebagai catatan untuk menunjuk
pada sumber yang dirujuk sebagaimana telah diuraikan di atas, juga
berfungsi sebagai catatan tambahan, yang berisi komentar atau penjelasan
tambahan, yang dianggap tidak dapat atau kurang baik apabila
dimasukkan di dalam naskah. Catatan kaki ditempatkan tiga spasi di
bawah naskah sampai pada garis naskah di bagian bawah. Catatan kaki
diketik satu spasi dan dimulai pada ketukan keenam di bawah garis
catatan kaki, sepanjang tiga belas ketukan.
Contoh catatan kaki dapat dilihat di bawah ini:
Ketaatan terhadap pemimpin akan sangat bergantung kepada
siapa yang dimaksud dengan pemimpin itu sendiri7): bisa wajib, dan bisa
pula haram.
__________________
7) Dewasa ini dalam konteks kenegaraan, jika kita melihat
hubungan antara negara dengan agama diberbagai negara, maka
pemimpin negara dapat dibagi kepada empat bagian: (1) Yang paling kiri,
yaitu pemimpin negara yang anti agama, seperti negara Komunis, (2)
Pemimpin negara sekuler, di dalamnya dipisahkan antara urusan negara
dengan agama; negara tidak mengurusi agama dan agama pun tidak
mengurusi negara, (3) Pemimpin negara sekuler yang mementingkan
agama. Di negara model ini, agama sangat diperhatikan, dipelihara dan
dikembangkan. Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa agama akan
memeprkuat negara, dan agama pun berkepentingan pada negara; seperti
116
Indonesia. Dan (4) Pemimpin negara agama, seperti negara Islam
Pakistan. (Jika ada sumbernya sebutkan di sini dengan menggunakan
aturan-aturan tersebut di atas).
L. Gelar Kesarjanaan, Jabatan Akademik, Kemasyarakatan dan
Keagamaan
Gelar-gelar kesarjanaan, seperti Drs., Ir., S.Ag., S.E., S.Sos.,
S.Pd., M.Ed., M.Pd., S.H., M.S., M.A., M.Sc., Dr., dan Ph.D., dan lain-
lain tidak cicantumkan di dalam naskah skripsi. Demikian pula jabatan
akademik seperti Profesor tidak ditulis di dalam naskah. Disamping itu,
panggilan Bapak atau Ibu atau Saudara serta gelar keagamaan seperti K.
(Kyai), Ust. (Ustadz), H. (Haji), K.H. (Kyai Haji) tidak ditulis di dalam
naskah skripsi. Pengecualian hanya terdapat di bagian muka, yaitu dalam
persetujuan, pengesahan, riwayat hidup dan kata pengantar, sebagaimana
yang telah dikemukakan dalam contoh.

M. Lampiran
Lampiran merupakan tempat untuk menyajikan keterangan atau
angka-angka tambahan. Dalam lampiran dapat dimuat uraian singkat
tentang cara penelitian, contoh perhitungan statistik, peraturan
perundang-undangan yang digunakan, peta, gambar, Surat Keputusan
Judul Skripsi, Izin Penelitian, Angket yang digunakan, dan lain-lain.
Apabila lampiran itu cukup banyak maka dapat dibuat daftar lampiran di
akhir setelah bab terakhir. Dalam daftar lampiran itu dicantumkan nomor
lampiran, nama-nma lampiran tersebut yang diikuti dengan nomor
halaman.
Bagi mahasiwa yang melakukan penelitian lapangan, diperlukan
tanda bukti yang menyatakan bahwa penelitian itu telah dilakukan di
tempat yang telah direncanakan. Tanda bukti itu diketahui oleh pihak
yang berwenang, misalnya kepala desa tempat penelitian, kemudian
dilampirkan dibagian akhir skripsi.

117
BAB VI
APLIKASI METODOLOGI PENELITIAN DALAM
PERKEMBANGAN TEORI KOMUNIKASI:
SEBUAH BAHAN RENUNGAN

A. Pendahuluan
Pada bagian ini, penulis akan memperkenalkan kepada pembaca
metode-metode yang digunakan dalam penelitian komunikasi. Adalah
penting untuk memahami bagaimana para ilmuwan sosial melakukan
penelitian untuk menghasilkan pengetahuan tentang komunikasi. Karena
pola apilikasi yang tidak berbeda dapat dilakukan dalam melakukan
penelitian dalam bidang fiqh dan pranata sosial. Dalam buku-buku
tentang komunikasi kita telah mengungkap sejumlah informasi yang baik
tentang komunikasi manusia, kita yakin bahwa semua informasi itu akan
menjadi lebih bermakna jika pembaca memiliki pengetahuan mendalam
tentang bagaimana informasi itu telah ditemukan.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk menggali ciri dan asal
usul ilmu pengetahuan. Kenyataanya, salah satu wilayah utama dalam
bidang filsafat, epistemologi, diarahkan hanya untuk mencapai tujuan
tersebut. Meskipun hampir semua pengetahuan yang terdapat dalam
buku-buku komunikasi telah dipelajari melalui penerapan ilmu
pengetahuan sosial, tanpa bermaksud untuk mengatakan bahwa metode
lainnya yang biasa digunakan untuk mempelajari komunikasi ---seperti
metode kritik untuk mengkritik teori--- adalah tidak penting. Menyajikan
seluruh metode penelitian bukanlah maksud penulis, namun kami ingin
menggarisbawahi kerangka kerja di belakang teori-teori yang telah kita

118
ketahui dari berbagai referensi. Dengan demikian, bagian ini akan
menjelaskan secara agak mendetil apa yang terlibat dalam melakukan
penelitian ilmu sosial agar kita memperoleh gambaran yang utuh tentang
aplikasinya, sehingga dapat mencoba pola yang mendekati, jika tidak
sama, dalam penelitian fiqh dan pranata sosial.
Landasan yang terpenting dari penelitian ini adalah tidak rumit:
penelitian ilmu sosial dalam bidang komunikasi mencakup observasi
terkontrol tentang manusia agar mampu memahami perilaku mereka yang
komunikatip (Behavioral science research in communication involves
controlled observation of humans in order to understand their
communicative behavior). Kedua kata kunci dalam definisi tersebut
adalah terkontrol (controlled) dan observasi (observation). Kontrol dapat
dicapai dengan desain. Yakni, prosedur diikuti sehingga tingkat
kepercayaan diri ilmuwan sosial dalam masalah yang ditelitinya tentang
pendekatan terhadap manusia sama dengan tingkat kepercayaan diri yang
dimiliki oleh para ahli ilmu alam seperti dalam bidang biologi. Dengan
demikian, desain penelitian adalah merupakan suatu bentuk metode
terpenting yang akan kita bahas. Kata kunci yang kedua, yaitu observasi,
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti dan bagaimana masalah
tersebut diteliti. Secara spesifik, perhatian dari observasi adalah
berkenaan dengan prosedur pengukuran. Sejumlah cara untuk mengukur
berbagai aspek komunikasi akan dibahas.

B. Metode Ilmiah
Sebelum memasuki pembahasan tentang desain riset dan teknik
pengukuran, penulis akan membicarakan beberapa ide dasar tentang
penelitian ilmiah. Mari kita perhatikan suatu masalah penelitian untuk
menggambarkan ide-ide tersebut. Misalnya, kita tertarik untuk meneliti
tentang pengaruh MTV vedeo musik terhadap para penontonnya. Pada
tahap ini anda belum mengetahui secara pasti aspek apa dari video musik
yang anda minati, atau pengaruh apa yang akan dicari. Urain Raymond

119
Cattell (1966) tentang metode ilmiah memberikan tuntunan untuk
mengembangkan bagaimana pemikiran anda dalam masalah ini dapat
dikembangkan.

Induksi mengantarkan kepada hipotesis,


yang mengarahkan kepada deduksi
dan akhirnya kepada percobaan
Lalu, percobaan mengarahkan kepada induksi baru

Tahap induksi mencakup pemahaman atar masalah penelitian.


Dalam contoh kita, anda dapat mengamati, membaca, berdiskusi, dan/atau
memikirkan tentang video musik. Misalnya, anda memutuskan bahwa
perhatian utama anda adalah untuk mengetahui apakah video musik
berpengaruh terhadap bagaimana para penonton menyukai lagu. Fikiran
anda adalah bahwa video musik memberikan suatu imajinasi kepada
penonton dan bahwa imajinasi itu akan memiliki pengaruh yang penting
terhadap bagaimana suatu lagu dievaluasi. Ketika anda mulai
berspekulasi seperti ini, maka anda sedang memasuki tahap yang kedua---
hipotesis. Pada tahap perumusan hipotesis, anda membuat suatu prediksi
berdasarkan atas pemikiran anda sendiri. dengan demikian, anda dapat
merumuskan hipotesis bahwa kemampuan seseorang dalam berimajinasi
akan mempengaruhi (menjembatani) kadar pengaruh dari video musik.
Secara lebih jelas, ketika penonton itu kemampuan berimajinasinya
rendah, maka video musik akan membuat lagu akan lebih disenangi,
namun video tidak akan memiliki pengaruh ketika kemampuan
berimajinasi para penontonnya tinggi, karena mereka tidak memerlukan
yang lain (video musik) untuk menciptakan imajinasi (baru). Pada saat
anda menjelaskan hasil yang seharusnya terjadi jika cara berfikir anda
adalah benar, anda sedang berada pada tahap ketiga---deduksi. Dalam
contoh kita, contoh deduksi anda adalah “Disenanginya sebuah lagu,

120
berdasarkan atas suatu skala pengukuran, secara positip akan dipengaruhi
oleh video musik, hanya jika penonton memiliki kemampuan berimajinasi
yang rendah.”
Percobaan adalah tahap yang keempat, desain suatu percobaan
mulai muncul pada saat tahap deduksi telah selesai. Percobaan harus
mampu menguji suatu hipotesis. Aspek mana dari desain yang akan
membuat kita mampu melihat apakah pengaruh yang telah dideduksi itu
akan terjadi atau tidak? Desain itu harus ringkas. Pilih sekelompok
penonton. Tentukan apakah mereka memiliki kemampuan untuk
berimajinasi yang tinggi atau rendah. Ambil setengah dari mereka yang
memiliki kemampuan berimajinasi tinggi dan setengah dari mereka yang
kemampuan berimajinasinya rendah terhadap video musik dan kemudian
berikan skor kepada lagu itu berdasarkan atas suatu skala sikap. Ambil
para partisipan penelitian lainnya (juga, setengahnya dari mereka yang
memiliki daya imajinasi tinggi dan setengahnya dari mereka yang daya
imajinasinya rendah), perdengarkan lagu itu (tanpa video) kemudian
berikan skor juga terhadap lagu tersebut. Desain ini dapat disebut sebagai
desain 2 X 2 (dua level kemampuan berimajinasi [tinggi dan rendah]
dengan menggunakan dua bentuk musik pendorong [musik saja dan
musik berserta video]).
Mari kita umpamakan bahwa anda telah mendeduksi penelitian ini.
Akankah akhirnya seperti itu? Berdasarkan atas model itu, tidak. Bahkan,
jika anda tidak melakukan peneltian lebih lanjut tentang masalah ini,
maka proses penelitian ini memiliki celah untuk dilanjutkan. Ini berarti
bahwa suatu hasil dari percobaan berhubungan dengan sejumlah hasil
peneltian tertentu lainnya yang sudah mengilhami hipotesis yang pertama.
Informasi yang baru ini, bersama-sama dengan informasi yang lama,
menghasilkan suatu konfiguarsi (susunan) baru yang memiliki potensi
untuk mendorong merumuskan hipotesis baru untuk diuji. Proses tersebut
terus berlanjut dan berlanjut. Kita tidak pernah mempelajari segala
sesuatu tentang suatu bidang penelitian.

121
Mari kita perluas contoh kita. Jika hipotesis anda sudah diperkuat
(oleh data), anda dapat menunjukannya pada hasil (pada tahap induksi).
Barangkali bukanlah suatu kemampuan yang terlalu luar biasa seperti
yang dibayangkan oleh orang lain (perlunya dorongan, misalnya) yang
mampu menjelaskan dengan sangat baik pengaruh video musik. Atau,
pengaruh video musik terhadap sejauh mana orang menyenangi lagu
mungkin tidak sepenting bagaimana video musik mempengaruhi sikap
politik dan sosial. Apakah karena wanita dalam video musik diperlakukan
sebagai “objek seks” yang membuat video musik berpengaruh terhadap
penontonnya menjadi memiliki sikap yang penuh gairah seks terhadap
wanita? Ini hanya dua contoh dari induksi baru dengan sejumlah
implikasi bagi hipotesis, deduksi, dan percobaan. Bahkan jika hipotesis
awal yang telah ada rumuskan tidak didukung (oleh data), hasil penelitian
itu akan sangat berharga sebagai dorongan bagi proses induksi. Misalnya,
anda memutuskan bahwa hipotesis anda tidak memperoleh hasil
pengujian yang baik sebab ukuran yang anda gunakan tentang
kemampuan berimajinasi mengacu kepada ukuran IQ bukan kepada
kemampuan untuk berimajinasi itu sendiri. Sehingga, suatu penelitian
baru dengan menggunakan suatu cara pengukuran kemampuan
mengimajinasi yang berbeda dapat dilakukan. Jika proses tersebut sama
degan yang telah dilakukan sebelumnya, maka teori yang ditemukannya
tidak dapat diterima sebagai fakta. Dalam penelitian selalu terdapat
kemungkinan bahwa suatu teori baru akan memberikan penjelasan yang
lebih baik daripada teori sebelumnya dan juga menjelaskan peristiwa
yang tidak tersentuh oleh teori yang ada.

C. Konsep-konsep Fundamental
Beberapa konsep di bawah ini adalah penting untuk membuat
rencana penelitian, pengukuran serta memahami penelitian.

122
1. Variabel
Ciri yang paling tampak dari variabel adalah tingkat variasinya.
Disamping itu, variabel merupakan suatu konsep yang penting dan bukan
suatu konsep yang sederhana dalam penelitian komunikasi. Kata
“konsep”, “gagasan”, dan “variabel” digunakan dalam pengertian yang
sama. Semua istilah tersebut digunakan untuk suatu abstraksi atau suatu
teknik yang merujuk kepada suatu kelas atau kelompok sesuatu.
Misalnya, kemampuan berimajinasi menunjuk kepada cara dimana orang
menggunakan imajinasinya. Penggunaan suatu kata atau kata lainnya
bergantung kepada tingkat pengertiannya. Ketika mendiskusikan sesuatu
pada level teori, para ilmuwan biasanya menggunakan istilah “konsep”
atau “gagasan” seperti halnya dalam masalah “kemampuan berimajinasi
seseorang adalah merupakan suatu gagasan yang penting dalam
menjelaskan pengaruh MTV”. Di sisi lain, ketika mendiskusikan tingkat
pengukuran dan analisis, para ilmuwan pada umumnya menggunakan
istilah “variabel”, seperti terlihat dalam kalimat “kemampuan untuk
berimajinasi merupakan suatu variabel yang sulit diukur dengan
menggunakan skala”.
Variabel dikotomi dan variabel kontinu. Beberapa variabel hanya
memiliki dua kategori. Apakah seseorang telah menonton video suatu
lagu yang terdapat dalam MTV atau belum dimasukkan kepada kelompok
variabel dikotomi, karena dalam varaibel tersebut hanya ada dua nilai
atau kategori, yaitu anda telah menonton atau belum menonton video.
Dalam penelitian komunikasi, variabel yang paling sering diperlakukan
sebagai variabel dikotomi adalah varaibel jenis kelamin, apakah anda
laki-laki atau perempuan. Namun, beberapa varaibel bersifat kontinu,
yakni memiliki makna untuk dikelompokkan kepada tinggi atau rendah
dengan terdapat nilai-nilai diantara keduanya sehingga anda dapat
mengatakan bahwa suatu variabel berlaku bagi seseorang pada tingkat
tertentu. Kemampuan untuk berimajinasi adalah merupakan suatu contoh.
Kita dapat memahami apa yang kita sebut sebagai sangat tinggi, atau

123
sangat rendah dalam hal kemampuan untuk berimajinasi; orang juga bisa
ditempatkan pada berbagai posisi yang ada diantara dua posisi yang
sangat berlawanan. Para ilmuwan dapat mengubah variabel kontinu ---
yang memiliki beberapa nilai atau kategori---ke dalam suatu variabel
dikotomi agar variabel tersebut lebih sesuai dengan tujuan penelitian dan
lebih mudah untuk dinalisis melalui suatu percobaan. Mereka biasanya
melakukan hal ini dengan membagi sekelompok skor yang berada di
tengah-tengah (mediannya). Jadi, jika kita ingin mengetahui bagaimana
kemampuan berimajinasi yang dimiliki oleh 200 mahasiswa
mempengaruhi tingkat kesukaan mereka terhadap sebuah lagu, maka kita
dapat (1) menerapkan suatu cara pengukuran tingkat kemampuan
berimajinasi seperti Skala Kekayaan Berimajinasi (Richness Fantasy
Scale) (Hovland dan Janis, 1959), yang mengukur kemampuan
berimajinasi sebagai suatu variabel kontinu, (2) ingin menemukan skor
median (tengah-tengah) bagi kelompok yang dijadikan objek penelitian,
kemudian (3) ingin mengelompokkan seluruh mahasiswa yang skornya di
atas median sebagai kelompok berdaya imajinasi “tinggi” dan mereka
yang memiliki skor kemampuan berimajinasi di bawah rata-rata sebagai
kelompok yang kemampuan berimajinasinya “rendah”. Meskipun
prosedur ini kehilangan perbedaannya yang jelas (sejauh mana perbedaan
yang dimiliki oleh orang yang kemampuan berimajinasinya sangat tinggi
dibandingkan dengan mereka yang kemampuan berimajinasinya tinggi,
misalnya) prosedur tersebut memberikan suatu cara yang dapat digunakan
untuk memecahkan persoalan mendasar tentang apakah kemampuan
berimajinasi dapat digunakan untuk menilai baik atau tidaknya sebuah
lagu.

2. Variabel independen dan variabel dependen


Dalam penelitian eksperimen, variabel independen dan variabel
dependen memiliki suatu hubungan sebab akibat satu sama lainnya.

124
Variabel independen (pennyebab) diteliti untuk menentukan pengaruhnya
terhadap variabel dependen (hasil atau akibat). Variabel yang tidak
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti (seperti memakan
makanan ringan pada waktu menonton video, menontonnya sendirian,
atau menontonnya bersama teman) tidak perlu dilibatkan secara konstan.
Ketika variabel-variabel yang ada itu dikelompokkan kepada independen
variabel, variabel-variabel tersebut bisa dilibatkan dalam analisis
seluruhnya bisa juga tidak. Memanipulasi suatu variabel, artinya bahwa
peneliti mengubah sesuatu untuk menciptakan, minimal dua kondisi bagi
variabel tersebut: ada dan tidak ada. Kondisi dimana variabel itu tidak
ada, disebut dengan kondisi kontrol. Kondisi minimal untuk
memanipulasi penampilan dalam video MTV untuk menentukan
pengaruh terhadap tingkat kesukaannya terhadap lagu akan berbeda
antara mereka yang mendengar lagu sambil menonton videonya dari
mereka yang hanya mendengarkan lagunya saja lewat kaset. Kelompok
kedua akan diperlakukan sebagai kelompok pengontrol karena mereka
dilibatkan dalam kondisi pengontrol, mereka tidak melihat video MTV,
yaitu variabel independen yang kita miliki. Suatu desain yang lebih
kompleks dapat melibatkan beberapa macam penampilan. Suatu
percobaan dengan menerapkan empat keadaan bagi variabel tersebut akan
memiliki kelompok yang menonton video selama tiga kali, dua kali,
sekali, ditambah kelompok yang hanya mendengarkan lagunya saja tanpa
menonton video. Ketika variabel itu tidak dimanipulasi, ini sering juga
terjadi, karena variabel-variabel tersebut tidak dapat dimanipulasi secara
jelas atau secara etnik. Atribut variabel adalah karakteristik dari para
responden yang dilibatkan dalam penelitian; mereka, mungkin variabel
yang paling sering tidak dimanipulasi. Atribut variabel yang biasa
digunakan dalam penelitian komunikasi berhubungan dengan masalah:
karakter fisik seperti jenis kelamin, karakteristik demografi seperti usia,
dan karakteristik individu seperti kepandaian dalam berkomunikasi.
Daripada mengirim orang ke Denmark untuk mengubah kelaminnya

125
melalui operasi atau mengkondisikan mereka agar merasa ketakutan
secara terus menerus seperti yang telah pernah dialaminya, para peneliti
memilih sekelompok manusia yang telah memiliki atribut variabel yang
ingin mereka pelajari. Jika kita ingin mempertentangkan tingkat
kemampuan berimajinasi antara laki-laki dan perempuan, maka kita
memilih sekelompok orang yang akan dilibatkan dalam penelitian secara
seimbang antara laki-laki dan perempuan. Misalnya, kita memilih
partisipan sampai kita menemukan 50 orang laki-laki dan 50 orang
perempuan. Seorang laki-laki dan seoramg perempuan mungkin memiliki
kemampuan berimajinasi yang tinggi, sedangkan yang lainnya memiliki
kemampuan berimajinasi yang rendah. Namun, ketika variabel tidak
dimanipulasi, kita kehilangan kepercayaan bahwa ia merupakan suatu
penyebab dari suatu akibat. Jika suatu variabel tidak berada dalam suatu
kontrol langsung dari peneliti, maka selalu ada kemungkinan bahwa
variabel tersebut bukan merupakan variabel penyebab yang sebenarnya
dari variabel akibat, namun variabel tersebut hanya berhubungan dengan
variabel penyebab yang sebenarnya. Misalnya, perbedaan biologis antara
laki-laki dan perempuan mungkin tidak memiliki pengaruh pada tingkat
kemampuan berimajinasi, tetapi bagaimana tentang anak-anak yang
dibesarkan pada masyarakat kita. Jadi, jika kita menemukan perempuan
yang telah menonton video skor tingkat kesukaannya terhadap lagu lebih
tinggi daripada laki-laki yang memiliki kemampuan berimajinasi tinggi,
kita tidak dapat meyakini apakah perbedaan tersebut diakibatkan oleh
perbedaan kelamin biologis atau karena pengaruh budaya.
Variabel dependen adalah pengaruh dalam model sebab akibat.
Suatu variabel disebut dependen jika anda tertarik untuk menjelaskannya
dalam kaitannya dengan variabel lain yang mempengaruhinya (variabel
independen). Dalam contoh yang kita gunakan, kesukaan terhadap lagu
dalam suatu video musik adalah variabel dependen, karena kesukaan
difahami sebagai sesuatu yang dipengaruhi oleh penilaian terhadap video
dan kemampuan berimajinasi dari penonton (variabel independen). Ide

126
tentang pengukuran adalah penting ketika berhubungan dengan variabel
dependen dan variabel-variabel yang tidak dimanipulasi dan masalah ini
akan diuraikan pada bagian terkahir dari bab ini.

3. Definisi
Dua bentuk definisi menjadi landasan penting bagi penelitian
ilmiah: definisi umum dan definisi operasional. Definisi umum
mendefinikan suatu konsep dengan menggunakan konsep lain. Dengan
demikian, menyukai suatu lagu dapat didefinisikan sebagai “suatu
kecenderungan yang dapat dipelajari untuk mengevaluasi apakah sebuah
lagu disenangi secara konsisten atau tidak”. Ini memadukan beberapa
konsep: kecenderungan yang dapat dipelajari, untuk mengevaluasi, secara
konsisten ... Penggunaan konsep-konsep lain, adalah suatu indikasi bahwa
konsep yang diberikan, secara teoritis, bermakna (Kerlinger, 1986: 28).
Definisi operasional mendefinisikan sesuatu dalam kerangka operasional
atau prosedur yang telah diikuti agar memiliki definisi tentang objek
penelitian. Ini merupakan suatu istilah yang sangat penting dari
pengulangan dalam penelitian ilmiah. Yakni, seorang ilmuwan, yang
meneliti secara mandiri, harus mampu meniru hasil yang diperoleh
peneliti lain. Definisi opersional memberikan mekanisme untuk hal ini.
Ada dua bentuk definisi operasional: yang dapat diukur dan dapat
diuji. Suatu definisi operasional yang dapat diukur menyajikan informasi
penting tentang bagiaman suatu varaibel diukur. Misalnya, sebuah
definisi operasional tentang bagiaman tingkat kesukaan seseorang
terhadap sebuah lagu diukur mungkin dapat seperti ini: “Tingkat
kesukaan terhadap sebuah lagu diukur melalui enam atau tujuh skala
semantik yang berbeda (akan dijelaskan kemudian) yang menunjukkan
dimensi-dimensi pengujian atas makna yang biasanya bertahap dari:
indah - jelek, menarik - mengerikan, menyenangkan - tidak
menyenangkan, menggairahkan - menjemukan, menarik - membosankan,

127
berguna - tidak berguna. Skala ini diberikan kepada 50 mahasiswa yang
berasal dari populasi yang sama sebagaimana 200 mahasiswa lainnya
yang dijadikan responden dalam ekperimen yang sebenarnya.” (Sebuah
penjelasan tentang prosedur statistik untuk menguji realibilitas dan
validitas akan disertakan kemudian). Jika definisi operasional yang anda
susun itu akurat, maka anda dapat menemukan hasil yang sama dengan
menggunakan prosedur yang sama yang sudah ditentukan oleh peneliti.
Kadang-kadang, sebagaimana terjadi dalam skala yang dipublikasikan,
suatu definisi operasional yang dapat diukur bisa sangat singkat.
Misalnya: “Kemampuan berimajinasi diukur dengan menggunakan Skala
Kekayaan Kemampuan Berimajinasi” (Hovland dan Janis, 1959). Jika
prosedur yang digunakan dalam pengukuran telah dipublikasikan,
biasanya anda tidak perlu untuk mengulangi prosedurnya, karena
penduplikasian merupakan sesuatu yang tidak berguna. Yakni, prosedur
yang digunakan untuk skala yang sudah dipublikasikan sudah dianggap
sebagai pengetahuan biasa oleh para peneliti. Tentu, siapa pun harus
membaca sumber yang telah dipublikasikan jika mereka tidak familiar
dengan skala.
Suatu definisi operasional dari eksperimen menggariskan prosedur
yang harus diikuti dalam memanipulasi sebuah variabel. Maka, jika
peneliti lain ingin meneliti independen variabel tersebut, mereka harus
tahu bagaimana untuk melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan
oleh peneliti yang pertama (sebelumnya). Berkenaan dengan contoh
terdahulu, seorang peneliti mungkin tertarik dalam masalah apakah video
musik yang ada mempengaruhi sikap penontonnya terhadap wanita atau
tidak. Suatu definisi opersional dalam eksperimen tentang video musik
yang ada mungkin seperti ini, “Tiga puluh individu, yang sama dengan
mereka yang dilibatkan dalam percobaan yang sebenarnya, yang telah
menonton 20 video musik teratas selama tahun 1989 dan mereka diminta
untuk merengking pada suatu skala yang terdiri dari 10 poin dalam hal
bagaimana wanita telah dilecehkan dalam video tersebut. Tiga rengking

128
tertinggi dan tiga terendah dipilih untuk eksperimen. Para partisipan
dalam eksperimen tersebut dianggap telah menonton video musik baik
tiga yang melecehkan wanita maupun tiga yang tidak melecehkan wanita
(variabel independen) kemudian mengisi skala yang sudah disiapkan
untuk mengukur sikap mereka terhadap wanita (variabel dependen).

4. Hipotesis
Terdapat tiga macam hipotesis yang penting dalam penelitian
ilmiah. Sebuah hipotesis penelitian adalah merupakan suatu prediksi atas
hasil dari percobaan. Yakni, jika pemikiran yang merupakan landasan
adalah benar, maka hasil tertentu akan diperoleh. Jika hasil yang telah
dihipotesiskan dapat diperoleh, maka penelitian ini berarti bahwa
mendukung atau membenarkan pemikiran atau teori. Teori diuji melalui
pengujian hipotesis. Bagi contoh kita tentang MTV, hipotesis
penelitiannya mungkin seperti ini: “Video musik akan memiliki pengaruh
terhadap sejauh mana sebuah lagu disukai pendengar yang memiliki
kemampuan berimajinasi yang rendah, tetapi tidak akan memiliki
pengaruh apa-apa bagi penonton yang kemampuan berimajinasinya
tinggi”.
Hipotesis penelitian pada dasarnya adalah kalimat yang berisi
prediksi tentang hasil penelitian; karena itu hipotesis perlu diuji dengan
cara membandingkannya kepada sesuatu yang lain. Pengujian yang nyata
adalah pengujian statistik. Hipotesis statistik dalam contoh kita adalah:
“Mean (rata-rata) dari skor tingkat kesukaan terhadap sebuah lagu dari
responden yang rendah kemampuan berimajinasinya dan menonton video
musik akan lebih besar daripada rata-rata skor responden yang rendah
daya imajinasinya dan hanya mendengarkan musik (tanpa menonton
video, sedangkan skor rata-rata tidak akan berbeda diantara mereka yang
tinggi daya imajinasinya”. Masalahnya adalah bahwa hipotesis statistik
tidak dapat diuji secara langsung, karena biasanya terdapat kesalahan.

129
Karena terjadi kesalahan pengukuran dan sampel, maka kita menjadi
tidak yakin bahwa skor rata-rata yang kita peroleh bagi keempat
kelompok tersebut adalah betul-betul seperti yang akan kita temukan jika
kita mengukur semua orang yang ada dalam populasi yang atas dasar
mana kita ingin membuat suatu generalisasi sebagai hasil dari penelitian
tersebut. Dengan kata lain, kita tidak bisa yakin bahwa dengan menguji
200 orang yang berada di Boston atau di Cleveland, maka kita dapat
memprediksi apa yang akan terjadi sebenarnya pada seluruh penduduk
yang ada di kedua kota tersebut. Jika hasil yang kita peroleh tidak
mengandung kesalahan, maka kita cukup melihat keempat skor rata-rata
dan melihatnya apakah hasil itu berhubungan dengan pola yang telah kita
prediksikan sebelumnya.
Karena suka ada kesalahan, maka kita memerlukan adanya suatu
standar untuk menguji hipotesis statistik. Yang dimaksud dengan standar
itu adalah hipotesis nol: “Tidak ada perbedaan yang nyata diantara skor
rata-rata,” teori probabilitas dan statistik inferensial menyediakan
penjelasan yang lengkap, namun kita hanya akan menyederhanakan
konsep dengan mengatakan bahwa logika untuk menguji hipotesis nol
adalah untuk menentukan apakah perbedaan diantara skor rata-rata itu
karena terjadi kesalahan atau bukan. Jika anda mengukur beberapa
variabel (tinggi, berat, atau pemahaman komunikasi, misalnya) bagi
empat kelompok manusia, keempat skor rata-rata hampir selalu akan
berbeda. Namun, masalahnya adalah apakah perbedaan tersebut nyata
atau perbedaan yang ditemukan itu hanya terjadi karena terdapat
kekeliruan prosedur. Kesalahan dapat disebabkan, misalnya, oleh
kekeliruan menggunakan suatu alat untuk mengukur tinggi atau secara
kebetulan seperti terjadi dalam pembentukkan kelompok yang tidak tepat
karena seluruh anggotanya terdiri dari mereka yang sangat percaya diri
atau terdiri dari orang yang pintar. Dengan menggunakan metode teori
probabilitas dan statistik inferensial, maka kita akan menghitung jumlah
kesalahan yang mungkin terdapat dalam skor rata-rata yang ditemukan.

130
Kemudian, kita dapat menguji perbedaan antara kedua skor rata-rata
tersebut. Dengan mempertimbangkan kesalahan yang terdapat pada setiap
skor rata-rata, maka kita dapat membuat pernyataan tentang bagaimana
kemungkinannya bahwa perbedaan tersebut disebabkan oleh kesalahan
semata. Misalnya, kita melakukan hal ini dua skor rata-rata dan sampai
kepada kesimpulan bahwa kemungkinan perolehan skor rata-rata tersebut
disebabkan oleh faktor kebetulan atau kekeliruan, sehingga membuat
perbedaan diantara skor rata-arata tersebut menjadi besar atau bahkan
lebih besar daripada perbedaan yang dihasilkan dari pengukuran yang kita
lakukan, yaitu 0,62. Kita akan sangat yakin bahwa perbedaan tersebut
cukup nyata. Yakni, bahwa perbedaan 62 kali dari 100, sebenarnya, tidak
ada perbedaan sama sekali. Hal itu terlalu “naif“ untuk menolak hipotesis
nol. Jika sesuatu berbeda dari sesuatu yang lainnya, maka harus sedikit
kemungkinannya bahwa perbedaan itu dapat dijelaskan oleh faktor
kekeliruan. Standar propabilitas dalam ilmu sosial untuk menolak
hipotesis nol adalah 0,5. Maksudnya, faktor kebetulan itu harus kurang
dari lima kali dari seratus, bahwa perbedaan tersebut terjadi karena faktor
kekeliruan atau karena faktor kebetulan. Ketika probabilitas tersebut
rendah, maksudnya bahwa perbedaan tersebut disebabkan karena
fluktuasi kesempatan, maka peneliti menyimpulkan bahwa perbedaan
yang dihasilkan adalah nyata---bukan terjadi karena kebetulan.
Logika pengujian hipotesis, kemudian, jika hipotesis nol bagi
perbedaan yang diprediksi ditolak, maka ini berarti dukungan atau
pembenaran atas hipotesis statistik yang kemudian mendukung hipotesis
penelitian. Ini mungkin terlihat agak “membingungkan” bagi anda,
namun urutan dari hipotesis nol statistik penelitian sangat penting;
probablitas statistik memungkinkan kita untuk dapat menyatakan hasil
penelitian kita dengan tingkat keyakinan tertentu. Misalnya, anda akan
memperlakukan situasi berikut ini secara berbeda: (1) kesimpulan
menunjukkan perbedaan antara kelompok A dan kelompok B bisa terjadi
dengan kemungkinan 20 kali dari 100; (2) kemungkinannya adalah satu

131
dari 1000 bahwa perbedaan antara kelompok A dan C adalah karena
faktor kebetulan. Pada conotoh ini adalah jelas bahwa anda akan lebih
yakin bahwa A berbeda dari C daripada bahwa A berbeda dari B. Jika
anda diminta untuk bertaruhan dalam hal perbedaan yang mana yang
nyata didasarkan atas teori probabilitas, maka anda harus bertaruhan pada
perbedaan antara A dan C.

5. Pertanyaan Penelitian
Pada saat tertentu, terdapat situasi dimana kita tidak mungkin untuk
merumuskan suatu hipotesis untuk suatu penelitian karena teori yang ada
tidak memberikan landasan untuk memprediksi apa yang akan terjadi.
Juga, bisa terjadi, bahwa suatu kerangka penelitian memungkinkan
menghasilkan suatu hasil tertentu, sedangkan teori yang lain
memprediksikan hasil yang berbeda. Ketika hal serupa ini terjadi, maka
pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai pengganti dari hipotesis.
Misalnya kita tertarik dalam masalah apakah para penonton laki-laki atau
perempuan lebih dipengaruhi untuk melecehkan wanita setelah menonton
video musik yang mengekploitisir wanita. Di satu sisi, mungkin kita akan
memprediksi bahwa penonton laki-laki akan lebih melecehkan wanita
karena video musik yang diwarnai erotisme wanita menggugah fikiran
tentang dominannya kaum laki-laki sehingga mendorong laki-laki untuk
“menganggap rendah” kaum wanita. Di sisi lain, jika kita telah mengenal
baik hasil penelitian yang telah menemukan bahwa wanita melecehkan
wanita lainnya lebih dari wanita yang dilecehkan oleh laki-laki (seperti
Miller dan McReynolds, 1973), mungkin kita memprediksi bahwa
penonton wanita akan lebih melecehkan wanita. Karena ketidakpastian
ini, maka penelitian seperti ini harus memfokuskan pada pertanyaan
penelitian: Apakah penonton laki-laki dan penonton perempuan berbeda
dalam cara bagaimana menilai wanita setelah menonton video musik
yang diwarnai erotisme kaum wanita? Perbedaan ini mungkin akan

132
memiliki arti penting bagi teori dan menjawab pertanyaan penelitian akan
memberikan landasan bagi penelitian berikutnya yang akan merumuskan
hipotesis. Jika suatu pertanyaan penelitian dikemukakan untuk suatu
penelitian sebagai pengganti hipotesis, maka peneliti harus menjelaskan
mengapa tidak mungkin mengajukan suatu hipotesis. Sayangnya, hal ini
tidak selalu dilakukan dalam penelitian artikel dan akibatnya signifikansi
teoritis dari penelitian seperti itu menjadi kabur.

6. Sampel
Jarang, jika pernah, seluruh populasi diteliti seluruhnya. Sebagai
gantinya, yang diteliti adalah sebagian dari populasi dengan harapan
bahwa apa yang ditemukan akan valid bagi populasi secara keseluruhan.
Sebagai contoh, jika kita tertarik untuk meneliti karakteristik komunikasi
para tokoh dalam organisasi yang sebagian besarnya berhubungan dengan
komitmen bawahannya terhadap organisasi, maka populasinya gabungan
antara para pimpinan atau tokoh dan bawahan dalam perusahaan di
Amerika. Karena pengaruh budaya, maka kita tidak akan mencoba untuk
membuat generalisasi bagi seluruh gabungan para pembesar organisasi
dan bawahannya di dunia. Sampel, menjadi penting karena ia lebih
praktis meskipun mungkin untuk meneliti seluruh populasi. Sewaktu-
waktu populasi itu jumlahnya bisa sedikit, seperti para korban dalam
perang Vietnam. Namun demikian, sampel tetaplah penting meskipun
pada jumlah populasi yang sedikit karena adanya kesulitan untuk
menghindari pengecualian.
Sampel acak. Sampel acak meliputi pemilihan individu dari suatu
populasi dalam situasi tertentu yang seluruh anggota dari populasi
tersebut memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Jika “kesempatan
yang sama untuk dipilih” ini tercapai, maka kita akan yakin bahwa
sampel yang kita gunakan tidak bias, yakni bahwa proses pemilihan
sampel telah menciptakan suatu “populasi dalam miniatur”. Misalnya,

133
kita ingin meneliti ciri komunikasi para gubernur di Amerika. Jumlah
populasinya adalah 50 orang. Jika kita memutuskan untuk mengambil
sampel acak sebanyak 20 gubernur, setiap gubernur akan memiliki 1
dalam 50 kesempatan untuk terpilih sebagai sampel. Misalkan kita
memiliki 50 nama gubernur dalam kertas terlipat yang dimasukkan ke
dalam sebuah kotak. Kita keluarkan nama yang pertama dan letakkan
kertas nama yang sudah keluar tersebut di atas meja. Kemudian kita
keluarkan nama yang kedua dan letakan kertas tersebut dengan yang
pertama. Kita lakukan hal yang sama sampai 20 kali. Sudahkah kita
mengeluarkan sampel secara acak sesuai dengan tipe sampel idealnya?
Belum. Nama yang pertama dikeluarkan memiliki 1 dari 50 kesempatan
untuk dikeluarkan tetapi yang kedua memiliki 1 dari 49 kesempatan untuk
dikeluarkan, yang ketiga 1 dari 48 kesempatan untuk dikeluarkan, dan
seterusnya. Prosedur ini disebut prosedur sampel tanpa penggantian.
Prosedur pengambilan sampel dengan penggantian, artinya satu kali
sebuah nama telah terpilih, kemudian dikembalikan ke tempatnya semula
sehingga kesempatan bagi nama berikutnya tetap seperti yang pertama.
Kita jarang dapat menentukan apakah suatu sampel acak sudah mewakili
populasi atau belum. Cara yang umum digunakan untuk menguji
kerepresentatipan sampel acak adalah dengan cara membandingkannya
dengan populasi dalam sejumlah variabel demografis seperti usia,
pendidikan, pendapatan, dalan sebagainya. Untuk menemukan tidak
adanya perbedaan mengenai variabel-variabel tersebut perlu ditekankan
kembali. Namun demikian, hal itu tidak menjamin bahwa sampel seperti
itu sangat istimewa dalam menggambarkan populasi dengan merujuk
kepada variabel-variabel yang dijadikan objek pengkajian dalam
penelitian yang dilakukan. Dalam contoh kita tentang video musik, kita
tidak dapat yakin bahwa kelompok kita didistribusikan secara acak dalam
hal tingkat kesukaan mereka terhadap sebuah lagu yang ada pada video
musik.

134
Sampel acak berjenjang. Sampel acak berjenjang adalah sampel
yang dikelompokkan berdasarkan kriteria yang berarti. Seringkali data
sensus yang paling baru digunakan untuk menentukan proporsi dari setiap
bentuk yang dipilih. Misalnya, data sensus tentang agama yang dianut
dapat digunakan untuk menentukan jumlah penganut Katolik yang harus
dilibatkan dalam sampel agar sampel yang ada mewakili populasi.
Sampel gubernur dapat dikelompokkan, sehingga lima gubernur dipilih
dari setiap wilayah besar di Amerika Serikat. Sampel acak berjenjang,
dalam praktiknya, akan lebih praktis daripada sampel acak biasa.
Alasannya adalah baya selain bahwa sampel acak jumlahnya sangat besar,
kasus-kasus yang ekstrim cenderung tidak terwakili. Misalnya, jika ada
2000 orang kaya dalam suatu negara dengan penduduknya berjumlah 5
juta orang, sampel acak yang terdiri dari hanya 200 orang bisa kehilangan
kekayaan sampel tersebut, karena sampel seperti itu tidak mampu
melibatkan kasus-kasus yang ekstrim. Sampel yang hanya terdiri dari 200
orang terlalu singkat prosesnya. Dengan demikian, jika karakteristik dari
populasi yang menjadi penting bagi penelitian tertentu dapat ditentukan,
maka penggunaan proses sampel acak berjenjang dapat menghsilkan
suatu sampel yang membuat kita betul-betull yakin akan tingkat
kerepresentatipannya.
Tersedianya sampel. Suatu sampel yang tersedia tidak mesti sampel
acak juga bukan sampel berjenjang. Sampel bisa dipilih jika hal itu dinilai
lebih tepat. Misalnya, dalam meneliti karakteristik komunikasi para
pembesar organisasi yang memprediksi komitmen para anggota
orgaisasinya, mungkin kita memilih 200 pasangan pembesar organisasi
dan para anggotanya dari berbagai perusahaan di wilayah geografis kita.
Jika kita tinggal di New York, maka luasnya kota New York menjadi
wilayah sampel yang memadai atau yang tersedia. Namun, perhatian kita
dalam melakukan penelitian masalah ini bukan untuk mengetahui
karakkteristik para manajer yang ada di kota New York yang memberikan
inspirasi komitmen untuk bersatu diantara para bawahan mereka di New

135
York. Melainkan, kita ingin dapat mengatakan sesuatu yang valid untuk
semua para manajer yang ada di Amerika. Jadi, sampel yang ada diambil
dengan asumsi bahwa sampel tersebut dapat mewakili populasi. Para
peneliti dengan sampel yang ada tidak mengatakan bahwa temuan mereka
dapat diterapkan hanya terhadap kelompok responden penelitian ini,
dalam masalah ini dan dalam waktu ini, dan sebagainya. Melainkan,
hasil-hasil dari penelitian tersebut dibahas seakan-akan berlaku bagi
seluruh populasi. Selama bertahun-tahun, praktik seperti ini telah
menimbulkan perdebatan diantara para ilmuwan sosial yang berpendapat
bahwa penggunaan sampel yang ada akan menghsailkan pengetahuan
yang tidak akan bisa digeneralisir. Paling sering dikemukakan adalah
penggunaan para mahasiswa sebagai objek atau responden dari penelitian.
Masalah yang dimunculkan adalah: Jika para mahasiswa perguruan tinggi
itu tidak sama dengan populasi, maka pengetahuan yang diperolehnya
tidak terlalu berguna bagi masyarakat lain. Madzhab pemikiran yang lain
dalam masalah ini mempertahankan bahwa sampel yang ada, sepanjang
sampel tersebut berada pada tingkat variasi yang normal seperti dalam hal
daya fikirnya, kesehatan emosinya dan sebagainya, maka hasil penelitian
tersebut akan sama dengan yang ada pada populasi. Pada saat kita
mungkin untuk mengambil suatu variabel tertentu seperti pendidikan dan
membuat suatu skenario dimana skenario itu betul-betul menjadi fokus
perhatian dala masalah bagaimana orang merespon dalam belajar, pada
kenyataannya variabel seperti itu jarang menjelaskan banyak hal dalam
masalah respon. Dengan demikian, dikatakan,”kemurnian” sampel telah
membumbungkan jumlah kekeliruan dalam bentuk sampel yang ada.
Posisi ini, pada prinsipnya mengatakan bahwa “orang adalah orang” dan
melangkah jauh adalah penting bagi suatu sampel acak, namun tidak akan
mengembalikan hasil peneltian kepada waktu, usaha, dan perluasan.

D. Desain Penelitian

136
Kita akan membahas dua bentuk desain penelitian. Desain
eksperimen yang melibatkan minimal satu variabel. Satu independen
variabel atau variabel yang dilibatkan, sebagaimana telah kita jelaskan
terdahulu, adalah variabel yang di bawah kontrol langsung peneliti.
Dalam contoh kita, berapa kali para responden menonton vodeo musik
dalam sebuah laboratorium komunikasi adalah variabel independen.
Sebuah variabel yang dilibatkan difahami sebagai penyebab bagi
dependen variabel. Desain non-eksperimental tidak melibatkan kegiatan
pengujian variabel. Di sini, variabel diukur, dan dilihat hubungannya
diantara variabel yang diteliti. Karena penyebab-penyebab lainnya
biasanya tidak dapat dikemukakan, sebagaimana dalam eksperimen, maka
kesimpulan tentang sebab akibat yang didasarkan atas desain non-
eksperimental tidak terlalu meyakinkan. Hasil bentuk ini biasanya disebut
data korelasi dan didiskusikan dalam hubungannya dengan satu variabel
yang akan dihubungkan kepada, atau dikaitakan dengan, variabel lain
daripada kepada satu variabel penyebab atau variabel lain yang diduga
ada hubungannya. Suatu desain non-eksperimental bagi pengaruh video
musik mungkin menanya orang apakah mereka telah menonton video
musik tertentu atau belum, dan minta mereka untuk merengking tingkat
kesukaan mereka terhadap suatu lagu. Metode ini akan mengantarkan
kepada kesimpulan seperti apakah tingkat kesukaan terhadap suatu lagu
berhubungan dengan menonton video yang didasarkan atas lagu.
Meskipun begitu, kita tidak dapat menyimpulkan bahwa video
menyebabkan orang lebih menyukai lagu. Mungkin pula dapat dikatakan
bahwa orang yang paling menyukai lagu-lagu berirama rok kontemporer,
maka lebih banyak menonton TV. Jadi, tingkat kesukaan mereka terhadap
sebuah lagu tidak berhubungan sama sekali dengan menonton video
musik. Variabel-variabel lainnya seperti menonton video bersama-sama
dengan teman dan dipengaruhi oleh opini mereka, mungkin juga
mempengaruhi cara mereka merengking lagu.

137
E. Tujuan Umum Membuat Desain Penelitian
Tujuan umum membuat desain penelitian adalah untuk membatasi
variabel yang akan dilibatkan dalam sebuah penelitian. Dengan cara ini
kita akan dapat membedakan satu variabel dari variabel lainnya. Pada
awalnya, ini tidak merupakan suatu pekerjaan yang rumit. Namun, ia
merupakan suatu pekerjaan yang harus dilakukan dengan penuh tanggung
jawab, oleh orang yang bertanggung jawab terhadap apa yang telah
dicapai oleh ilmu pengetahuan. Desain penelitian merupakan suatu bagian
penting dari metode ilmiah. Banyak prosedur telah dikembangkan untuk
membatasi variabel sehingga variabel-variabel tersebut dapat diteliti dan
difahami. Pada umumnya, metode ilmiah dan desain penelitian pada
khususnya, memberikan cara untuk mengetahui, sesuatu yang ditentukan
oleh tingkat keyakinan. Maka, ketika prosedur yang sudah mapan telah
diikuti untuk membatasi pengaruh variabel, keyakinan kuat bahwa
pengetahuan yang diperoleh adalah valid. Di sisi lain, jika desain
penelitian keliru karena suatu prosedur yang baik tidak digunakan, maka
tingkat keyakinan menjadi lemah dan terdapat keraguan yang luar biasa
tentang pengetahuan variabel yang diperoleh.
Bagaimana caranya desain riset dapat melahirkan tingkat
keyakinan? Pada dasarnya ini dicapai dengan cara mengontrol berbagai
variabel yang dapat mempengaruhi hasil. Kemudian, desain riset
memberikan sejumlah prosedur penelitian untuk membuktikan bagaimana
suatu variabel berhubungan dengan yang lainnya dengan cara menghitung
dan mengontrol variabel yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Seperti, mungkin anda menduga, bahwa kita tidak akan pernah memiliki
tingkat kepercayaan seratus persen tentang hasil dari sebuah penelitian,
karena selalu terdapat kemungkinan bahwa hasil penelitian itu
berhubungan dengan variabel yang tidak kita dapat antisipasi karena teori
yang kita gunakan kurang sempurna. Disamping itu, hasil penelitian itu
bisa juga karena faktor kebetulan. Hasil pengacakan ---seperti orang

138
menyukai segala sesuatu karena mereka dalam kondisi yang tidak
normal--- tidak dapat diprediksi. Dalam contoh kita tentang pengaruh
video musik, desain penelitian mengupayakan untuk membatasi variabel
tanggapan terhadap video musik dalam kaitannya dengan satu pengaruh,
yaitu tingkat kesukaan terhadap sebuah lagu. Mari kita bayangkan bahwa
dalam proses penelitian yang sebenarnya, kita menjalankan dua kondisi
yang berbeda (video musik dan audio semata) dalam sebuah ruangan
yang tidak ber-AC pada saat cuaca sedang panas dan dingin di bulan
Agustus. Lalu, lakukan semua percobaan yang dilakukan dengan video
musik di pagi hari dan semua percobaan yang dilakukan dengan audio
semata pada sore hari. Jika hasil yang kita temukan menunjukkan bahwa
orang yang dilibatkan dalam percobaan video musik lebih menyukai
sebuah lagu daripada mereka yang dilibatkan dalam percobaan audio
semata, dapatkah kita lebih yakin dengan hasil seperti ini? Sebagaimana
mungkin telah anda simpulkan, jawabannya adalah tidak. Ketika orang
dikacaukan fikirannya dengan suatu lingkungan yang tidak nyaman, maka
mereka cenderung untuk membuat keputusan yang kurang baik. Dengan
demikian, hasil tersebut, mungkin bukan karena video musik semata-
mata. Melainkan, hasil dapat berbeda-beda bergantung kepada tingkat
kenyamanan lingkungan. Tentu, suhu udara mungkin tidak membuat hasil
menjadi berbeda. Video musik mungkin sepenuhnya yang mengakibatkan
perbedaan tingkat kesukaan terhadap lagu. Namun demikian, kita tidak
pernah mengetahui secara pasti pada saat desain penelitian kita keliru.
Jika sebuah variabel memiliki kepentingan untuk dilibatkan dalam
analisis namun tidak memiliki pengontrol, maka penelitian itu hasilnya
tidak valid. Kita telah memperoleh informasi tentang bagaimana untuk
meneliti masalah yang akan kita teliti, namun pengetahuan tentang
pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sebenarnya belum diperoleh.

F. Memperoleh Kontrol dengan Cara Pemberian Tugas Secara Acak

139
Desain penelitian berupaya mencari penyebab lain yang mungkin
ada dalam hubungan antara varaibel yang ditemukan dalam sebuah
penelitian. Dalam penelitian eksperimental, prosedur yang paling bagus
dalam melakukan hal ini adalah pemberian tugas secara acak kepada
partisipan dalam berbagai kondisi percobaan. Jika beberapa orang
memiliki kualitas yang diinginkan yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian, maka mereka harus didistribusikan secara merata kepada
seluruh kondisi percobaan ketika diberikan tugas secara acak kepada
setiap kelompok eksperimen. Dengan demikian, variabel-variabel yang
akan menimbulkan masalah dalam penelitian “dihilangkan” dalam hal
pengaruhnya dan dengan demikian variabel-variabel tersebut tidak akan
mempengaruhi hasil penelitian. Di bawah ini akan dikemukakan
bagaimana prinsip tersebut bekerja. Misalnya kita telah memilih 50 orang
untuk menonton suatu video musik dan sekelompok lainnya yang juga
terdiri dari 50 orang disuruh mendengarkan musiknya saja; kemudian kita
mengukur tingkat kesukaan mereka terhadap lagu yang telah mereka
dengar dengan menggunakan suatu skala skor yang terdiri dari 10 poin
dengan poin ke sepuluh menunjukkan tingkat yang paling menyukai.
Umpamanya kelompok yang pertama terdiri dari 50 orang mahasiswa
yang semuanya mengambil mata kuliah Pengantar Komunikasi Massa.
Tanpa kita ketahui bahwa mereka merupakan sampel yang sangat
representatip bagi populasinya yang terdiri dari anak muda yang memang
akan kita generalisir dari hasil penelitiannya. Kemudian, misalnya,
kelompok yang kedua adalah sekelas mahasiswa yang semuanya
mengambil mata kuliah Teori Organisasi Komunikasi. Kelompok ini
sama dengan populasi, kecuali bahwa mereka adalah lebih konservatip
dan lebih menyukai lagu-lagu berirama rock-and-roll tahun 1950-an dan
1960-an daripada rock masa kini. Ternyata, dalam suatu skala yang terdiri
dari 10 poin, mereka cenderung menyukai lagu-lagu masa kini sekitar 3
poin kurang dari rata-rata populasi. Anda dapat melihat masalah ini
dengan cara menggunakan kedua kelompok ini. Sejak kedua kelompok

140
ini berbeda sejak awalnya dan dalam seluruh kemungkinannya yang tidak
kita ketahui secara pasti, maka hasil eksperimen tersebut mungkin
memperlihatkan perbedaan antara skor rata-rata. Karena itu, hasil tersebut
bisa menjadi suatu ilusi karena perbedaan yang ditunjukkannya
diakibatkan oleh preferensi mereka terhadap musik rock-and-roll, bukan
karena video musik. Sebagai ilustrasi, misalkan seluruh orang yang
menonton video musik merengking lagu itu 8 dan seluruh orang yang
hanya mendengarkan musiknya merengking lagu itu 5. Karena
kemungkinan bahwa beberapa perbedaan awal antara kedua kelompok
tersebut berhubungan dengan perbedaan pemberian skor tersebut, maka
kita memiliki sedikit tingkat keyakinan bahwa 3 poin perbedaan mampu
mengatakan segala sesuatunya tentang pengaruh video musik.
Dengan cara memberikan tugas secara acak kepada partisipan
terhadap kondisi eksperimen yang berbeda, maka masalah ini tidak tepat.
Jika kesempatan memungkinkan terjadi, sekitar 25 orang dengan
kecenderungan terhadap rock-and-roll yang konserpatip akan
diperlihatkan pada video musik dan sekitar 25 orang lainnya hanya
mendengarkan musik saja. Prosedur yang sama dilakukan kepada 50
orang dari kelompok yang satu lagi. Dengan demikian, dalam setiap
kondisi 25 orang akan menurunkan perengkingan terhadap lagu yang
“normal” sampai 3 poin. Penurunan ini disebut dengan “error
(kekeliruan)”, tapi karena hal itu disajikan dalam kedua kondisi secara
seimbang, maka ia dibuang sebagai faktor atau variabel dalam penelitian.
Kita akan memberikan dua contoh untuk memperlihatkan bagaimana hal
ini berlangsung. Misalkan, dalam kenyataanya, video musik tidak
memiliki pengaruh apa-apa terhadap tingkat kegemaran seseorang
terhadap lagu. Dengan menggunakan data dari contoh sebelumnya,
misalnya kita telah menenmukan 25 skor dari 8 dan 25 penilaian dari 5
pada suatu skala yang terdiri dari 10 poin dalam kondisi video musik dan
juga dalam kondisi audionya saja. Setiap kelompok akan memiliki skor
rata-rata 6,5, menujukkan bahwa tidak ada perbedaan sama sekali; dengan

141
kata lain tidak terdapat kekeliruan. Namun demikian, mari kita misalkan
bahwa sebenarnya terdapat 2 poin perbedaan dalam hal tingkat kesukaan
terhadap lagu yang disebabkan oleh video musik. Jika 25 orang partisipan
yang representatip dalam kondisi video musik merengking lagu itu 8 dan
25 orang yang konserpatip menilainya 5, maka skor rata-ratanya adalah
6,5. Jika 25 orang partisipan yang representatip dalam kondisi audio saja
merengking lagu itu 6 (2 poin lebih rendah dari mereka yang menonton
video musik karena adanya pengaruh sebanyak 2 poin) dan 25 orang yang
konserpatip memberikan nilai 3 (juga 2 pengaruhnya 2 poin), maka skor
rata-ratanya menjadi 4,5. Perbedaan antara skor rata-rata 6,5 dan 4,5
adalah 2,0 yang persis sama dengan yang kita katakan tentang perbedaan
yang “sebenarnya” antara kedua kondisi. Dalam contoh yang kedua ini,
memiliki 50 orang partisipan dalam penelitian yang “bias” ternyata tidak
memiliki pengaruh pada hasil penelitian, karena mereka didistribusikan
dalam kelompok secara merata. “3 poin” bias yang ditampilkan oleh
masing-masing dari 50 orang menjadi hilang karena adanya penugasan
secara acak. Jika kita memberikan kemungkinan faktor kebetulan untuk
terjadi, maka perbedaan dalam sampel seperti itu akan selalu terjadi
secara seimbang. Tentu sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, akan
selalu terdapat sedikit kemungkinan bahwa faktor kebetulan akan
menimbulkan suatu distribusi yang bias. Inilah sebabnya mengapa kami
mengatakan bahwa kita tidak pernah memiliki tingkat keyakinan seratus
persen (sepenuhnya) dalam temuan kita. Kita harus selalu menyadari
bahwa dalam penelitian selalu ada, sampai batas-batas tertentu,
kemungkinan bahwa hasil penelitian dipengaruhi oleh adanya kekeliruan
atau faktor kebetulan.

G. Validitas Desain
Ketika mendesain penelitian, adalah penting untuk menyadari
adanya berbagai cara untuk memelihara validitas penelitian baik dari

142
internal maupun eksternal (Campbell, 1957, Campbell dan Stanley,
1963). Validitas internal berkenaan dengan apakah prosedur yang
sebenarnya diikuti dalam sebuah penelitian atau tidak daripada sekedar
hanya mengandalkan variabel yang akan dilibatkan dalam penelitian yang
akan menentukan hasil penelitian. Validitas eksternal pada pokoknya
berkenaan dengan tingkat bisa atau tidaknya suatu hasil penelitian
digeneralisir: kepada siapa hasil sebuah penelitian dapat diterapkan?
Empat aspek utama yang harus diperhatikan untuk memelihara
validitas internal adalah aspek sejarah atau latar belakang, pematangan,
pengukuran, dan pemilihan. Aspek sejarah berkenaan dengan segala
sesuatu yang terjadi pada waktu penelitian sedang berlangsung. Jika
orang diperlihatkan kepada video musik satu kali dalam sehari selama
lima hari berturut-turut, kemudian tingkat kesukaan mereka terhadap lagu
diukur, maka perhatian akat difokuskan kepada masalah apakah terjadi
sesuatu selama pemutaran video musik sebelum dilakukan pengukuran
tingkat kesenangan mereka terhadap lagu yang mungkin akan
mempengaruhi hasilnya. Misalnya, jika penyanyi yang lagunya direkam
itu diketahui melakukan suatu tindak pidana berat pada saat hasil
rekamannya tengah dipertontonkan kepada para responden, maka tingkat
kesukaan mereka terhadap lagunya mungkin bisa terpengaruh. Bahkan,
jika terjadi perbedaan waktu sedikit saja antara pemutaran video musik
dengan pengukuran, maka suatu peristiwa akan terjadi, sehingga
mempengaruhi hasil. Umpamanya, seorang penonton melihat video
musik dan tingkat kesukaan mereka terhadap lagu yang ditontonnya
segera diukur. Jika peneliti melihat tingkat kesukaannya terhadap lagu
dengan perilakunya yang bukan berbentuk kata-kata (seperti ekspresi
wajah), maka pensekoran oleh peserta yang terlibat dalam penelitian
mungkin dapat terpengaruh karena respon peneliti merupakan sebuah
“model” tentang bagaimana partisipan seharusnya merespon. Istilah
pematangan merujuk kepada sejumlah perubahan pada diri para
responden yang terlibat dalam penelitian yang dapat mempengaruhi hasil.

143
Ini merupakan suatu masalah dalam penelitian yang dilakukan dalam
jangka waktu yang cukup lama. Suatu penelitian tentang pengaruh video
musik dalam jangka panjang, umpamanya, akan diperumit oleh
kemungkinan terjadinya perubahan selera musik partisipan, mungkin
terutama dalam pergeseran dari musik klasik. Disamping itu perubahan
pun bisa terjadi selama berlangsungnya proses di laboratorium yang
singkat. Misalnya, jika kita memiliki responden yang telah menonton
banyak video musik yang baru, kemudian kita tanya yang mana yang
paling disukainya, hasilnya mungkin akan keliru karena “kebingungan”.
Sistem kognitip partisipan bisa terlalu banyak dijejali dengan “segala
sesuatu yang bagus terlalu banyak”.
Pengukuran adalah suatu langkah yang dilakukan berkenaan dengan
validitas suatu penelitian pada saat prosedur pengukuran mempengaruhi
bagiaman orang bereaksi. Ini bisa menjadi penghambat terutama ketika
satu penelitian mengukur sesuatu sebelum dilakukannya langkah-langkah
antisipatif dalam eksperimen (suatu tes hasil) untuk melihat seberapa
banyak perubahan telah diakibatkan oleh perlakuan tersebut. Orang
menyadari bahwa mereka diharapkan untuk berubah ketika mereka diuji
sebelum suatu peristiwa dan juga setelah terjadinya suatu peristiwa (lain).
Dengan demikian, mungkin mereka akan mengubah dirinya agar dinilai
“padu”. Suatu salah pengertian yang sering terjadi adalah bahwa tes awal
adalah perlu jika anda ingin melihat apakah suatu perlakuan tertentu akan
mempengaruhi seseorang. Sejak pemberian tugas secara acak terhadap
partisipan bertujuan untuk menyeimbangkan kelompok, maka pengaruh
dari perlakuan tersebut dapat dilihat dengan memperhatikan hasil tes
akhir. Dengan demikian, desain test akhir lebih berguna daripada desain
tes awal karena yang pertama meningkatkan validitas internal. Pemilihan
mengganggu validitas internal, karena adanya bias dalam memilih
partisipan dalam penelitian. Umpamanya suatu variabel independen
dalam penelitian tentang video musik adalah bagaimana tingkat
pengetahuan responden terhadap suatu kelompok musik tertentu

144
mempertinggi tinggakt kesukaan mereka terhadap lagu. Mungkin,
hipotesisnya adalah “Tingkat kesukaan terhadap suatu lagu akan lebih
tinggi jika kelompok musik yang membawakan lagunya dikenal baik oleh
responden karena dengan kelompok yang baru kita memberikan lebih
banyak perhatian kepada kelompok pemusiknya daripada kepada lagunya
itu sendri”. Untuk meneliti hal ini, kita pilih video musik lagu-lagu baru
yang dilantunkan oleh lima kelompok musik yang populer dan lima lagu
lainnya yang dinyanyikan oleh lima kelompok musik yang tidak dikenal.
Kita tidak akan menggunakan hanya satu kelompok bagi setiap kondisi,
karena beberapa perbedaan bisa disebabkan oleh sesuatu yang unik dari
kedua kelompok tersebut (seperti perbedaan dalam pakaian mereka),
karena itu, hasil penelitian kita tidak akan valid bagi semua kelompok
baik bagi kelompok musik yang populer maupun bagi kelompok musik
yang tidak dikenal. Umpamanya, pada saat setiap orang yang dijadikan
partisipan dalam penelitian datang ke laboratorium tempat kita melakukan
penelitian, kita ucapkan selamat datang kepada mereka, kemudian kita
membuat suatu keputusan bahwa orang ini dimasukan kepada kelompok
yang akan menonton video musik yang dimainkan oleh kelompok yang
sudah tenar dan orang ini dimasukkan kepada kelompok yang akan
menonton video musik yang dimainkan oleh kelompok yang tidak
dikenal. Prosedur ini akan mengurangi tingkat validas penelitian, karena
adanya bias yang tidak kita sadari dan membuat kita memberikan tugas
kepada para responden untuk menonton video musik tertentu untuk
meningkatkan kemungkinan bahwa hipotesis kita akan didukung.
Umpamanya, kita memasukkan orang tua kepada kelompok yang akan
menonton video musik yang dimainkan oleh kelompok musik yang tidak
dikenal karena tingkat kesukaan mereka terhadap lagu telah mapan
sehingga akan kecil kemungkinannya untuk secara langsung tertarik oleh
sebuah kelompok musik yang baru dan lagunya. Prosedur yang benar
seperti telah dijelaskan terdahulu, adalah pemberian tugas secara acak

145
terhadap para partisipan kepada kelompok-kelompok yang telah dibentuk
(kita dapat menggunakan tabel nomor acak, atau undian).
Validitas eksternal berhubungan dengan tingkat kemungkinan bisa
atau tidaknya hasil penelitian digeneralisir (Campbell dan Stanley, 1963).
Empat faktor yang dapat mempengaruhi ini adalah: tes awal, persiapan
eksperimen, proses pemilihan sampel, dan pengawasan ketat terhadap
pengaruh. Suatu tes awal dapat meningkatkan atau menurunkan cara
partisipan memberikan reaksinya terhadap perlakuan dalam eksperimen.
Sebagaimana telah dicatat di atas, tes awal membuat orang lebih sensitip
terhadap masalah perubahan sebagai fokus penelitian. Segala
perlengkapan eksperimen dapat mempengaruhi validitas eksternal karena
suatu respon terhadap suatu variabel independen dalam suatu lingkungan
laboratorium yang agak “dibuat-buat” mungkin berbeda dari respon yang
akan diberikan orang dalam lingkungan yang lebih alamiah. Misalnya,
video musik pengaruhnya sedikit terhadap tingkat kesukaan kepada lagu
dalam sebuah laboratorium karena orang tidak dapat rileks sebagaimana
yang mereka lakukan pada saat menonton video musik di ruang istirahat
mereka. Dengan demikian, hasil dari sebuah eksperimen bisa tidak sesuai
dengan yang sebenarnya. Suatu jalan keluar yang sangat baik untuk
meningkatkan tingkat keyakinan tentang kesimpulan yang kita peroleh
adalah dengan cara mengumpulkan lebih dari satu macam data.
Disamping data eksperimen, bukti-bukti lain bisa diperoleh dari suatu
survei atau wawancara. Jika beberapa jenis data yang berbeda menunjuk
kepada kesimpulan yang sama, maka kita akan menjadi lebih yakin
bahwa kesimpulan yang kita peroleh adalah valid. Proses sampel adalah
syarat yang paling penting bagi validitas eksternal dalam sebagian besar
penelitian sosial karena adanya kecenderungan yang umum untuk
menggunakan suatu sampel yang mudah dan tersedia daripada
menggunakan suatu sampel acak yang sebenarnya. Maka, jika suatu
sampel yang mudah berbeda dari populasi yang ingin kita ukur, maka
hasilnya tidak akan dapat digeneralisir. Sebagai contoh, dalam penelitian

146
bagaimana tingkat pengetahuan tentang suatu kelompok musik rock
mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap suatu lagu dalam video musik,
misalnya kita memilih secara cepat sekelompok partisipan yang banyak
sekali pengetahuannya tentang kelompok musik rock yang mereka pun
menyadari benar tentang “kelompok yang sangat populer” yang kita
maksudkan dan kelompok musik yang “baru dan tidak terkenal” yang kita
maksudkan. Hasil penelitian kita tidak akan bisa digeneralisir. Kita
mungkin akan menemukan tidak adanya perbedaan tingkat kesukaan
mereka terhadap sebuah lagu karena, tanpa kita ketahui, sebenarnya kita
membandingkan reaksi kepada kelompok yang tidak populer. Namun
demikian, dalam populasi pada umumnya, sebenarnya terdapat perbedaan
tingkat kesukaan terhadap lagu bagi yang dinanyikan oleh kelompok yang
top dan oleh kelompok yang tidak dikenal. Perlakuan ketat terhadap hasil
berlaku apabila para responden dalam penelitian dimasukkan kepada
beberapa perlakuan eksperimen yang berbeda; bagaimana mereka
merespon dalam suatu perlakuan mempengaruhi bagaimana mereka
merespon pada perlakuan yang lainnya. Dalam contoh kita sampai saat
ini, setiap partisipan hanya mengalami satu kondisi atau keadaan. Nanti
kita akan melihat bahwa di bawah situasi tertentu, suatu desain riset yang
baik melibatkan orang yang akan diperkenalkan kepada lebih dari satu
keadaan. Namun begitu, proses belajar menjadi suatu masalah. Setelah
berpartisipasi dalam satu kondisi, mungkin akan mempengaruhi respon
seseorang terhadap kondisi lainnya. Umpamanya kita tertarik untuk
meneliti bagaimana tingkat pengetahuan seseorang tentang suatu
kelompok musik rock dalam sebuah video musik akan mempengaruhi
daya ingat mereka terhadap lagu. Partisipan dalam penelitian menonton
video musik yang dimainkan oleh kelompok musik yang populer dan
dengan kelompok musik yang tidak populer (susunan acak bagi setiap
orang). Dalam setiap kondisi, peneliti itu meminta para partisipan untuk
mengutip lirik lagu yang ditontonnya. Masalahnya di sini adalah bahwa
partisipan diharapkan akan melakukan yang lebih baik bagi yang video

147
kedua. Karena mereka tahu bahwa mereka diharapkan untuk bisa
mengulangi lirik lagu, maka mereka akan memberikan lebih banyak
perhatian kepadanya dan mungkin mempraktikkan dengan menggunakan
suara yang lemah pada saat menonton video yang kedua.

H. Pengaruh Peneliti
Meskipun jika seluruh masalah yang telah disebut di atas dianggap
cukup sebagai persoalan-persoalan yang akan dihadapi dalam melakukan
penelitian, satu sumber potensial bagi kekeliruan lainnya adalah pengaruh
dari peneliti (Brooks, 1970). Dalam suatu eksperimen yang valid, respon
partisipan harus selalu berhubungan dengan variabel independen; bukan
kepada orang yang melakukan percobaan. Jika suatu karakteristik,
perlakuan atau perilaku dari peneliti sama dalam setiap kondisi dalam
percobaan, dan jika memiliki pengaruh yang sama dalam setiap kondisi,
maka tidak ada masalah yang nyata dalam hubungannya dengan hasil
penelitian, karena ini akan membuat skor sama pada independen variabel.
Suatu masalah yang nyata akan terjadi ketika sesuatu yang ada pada diri
peneliti mengganggu cara bagaimana orang memberikan respon dalam
suatu kondisi, sehingga akan mengganggu perbandingan statistik dari
berbagai kondisi.
Terdapat beberapa cara yang membuat hal ini bisa terjadi.
Karakteristik biologis dari peneliti, seperti jenis kelamin, usia, ras, dan
keaktraktipan fisik, semuanya dapat mempengaruhi respon dari
partisipan. Umpamanya, seorang partisipan laki-laki akan lebih terlibat
dalam proses penelitian jika penelitinya adalah wanita. Ini dapat
menunjukkan perubahan dari partisipan itu sendiri dengan mudah.

I. Desain Penelitian Non-eksperimental

148
Suatu desain blok acak (juga disebut “desain campuran”)
merupakan kombinasi dari variabel independen yang dilibatkan dan yang
tidak dilibatkan. Ini merupakan desain yang sangat baik dalam
eksperimen komunikasi, karena ia merupakan bagian dari penelitian yang
memfokuskan perhatiannya pada perbedaan kepribadian dan jenis
kelamin. Perlakuan terhadap variabel kepribadian dan jenis kelamin
diteliti sebagaimana variabel-variabel tersebut ada pada setiap orang.
Maksudnya, peneliti tidak mengubah atau melibatkan apa pun, dan oleh
sebab itu kepribadian dan jenis kelamin adalah variabel independen yang
tidak bisa dilibatkan. Ide dari “blok acak” berarti kelompok orang yang
diketahui, misalnya orang yang tinggi atau rendah dalam tingkat
kepercayaan dirinya. Kemudian individu dalam setiap kelompok secara
acak dilibatkan dalam suatu variabel yang dimanipulasi. Contohnya
adalah: (1) orang yang memiliki daya berimajinasi tinggi atau rendah (2)
akan diperlihatkan kepadanya video musik atau diperdengarkan audionya
saja, (3) selama satu, dua, atau tiga hari berturut-turut. Desain ini
disajikan pada skema 3. Desain ini “seperti” yang terdahulu. Namun,
ketika suatu variabel tidak dimanipulasi, pengaruhnya sangat terbatas.
Maksudnya, keyakinan kita dalam menemukan penyebab sesuatu adalah
merupakan sesuatu yang paling penting pada saat kita telah memanipulasi
penyebab yang kita yakini.
Dalam desain pengukuran yang telah diulang-ulang partisipan
dihadapkan kepada seluruh tingkat variabel yang dimanipulasi. Dua
desain terdahulu adalah berbeda, karena setiap partisipan hanya
mengalami satu kondisi. Dalam contoh untuk desain yang pertama
(gambar 2) 12 kelompok partisipan yang berbeda akan diperlukan.
Namun, jika partisipan dilibatkan dalam lebih dari satu level variabel
independen, maka jumlah partisipan yang diperlukan dalam suatu
penelitian menjadi lebih sedikit. Dengan demikian, desain pengukuran
yang diulang-ulang menjadi lebih ekonomis. Keuntungan lainnya adalah
bahwa partisipan bertindak sebagai kontrol bagi masing-masing

149
kelompoknya. Adalah hampir tidak mungkin untuk menemukan dalam
perbandingan yang sangat valid dalam suatu eksperimen. Akibatnya,
desain “sampel yang tepat” jarang digunakan dalam penelitian.
Membandingkan seseorang atas dirinya, mempertinggi tingkat
kemerataannya. Inilah sebuah contoh untuk menggambarkan bagimana
desin ini bekerja. Mari kita tampilkan kembali contoh dari desain yang
pertama (gambar 2) ke dalam suatu desain pengukuran yang diulang-
ulang. Sebagai ganti dari 12 kelompok partisipan dalam penelitian, kita
akan memerlukan hanya dua kelompok karena kita akan melakukan
pengukuran yang berulang-ulang terhadap dua variabel independen: (1)
kekenalan dengan kelompok (musik) dan (2) satu, dua, atau tiga kali
penampilan. Beberapa lagu baru direkam oleh kelompok musik yang
sangat populer juga oleh kelompok yang baru. Ini akan menjadi bervariasi
secara sistematis sehingga mereka akan tampil secara seimbang dalam
berbagai kondisi dan dengan demikian setiap partisipan dipertontonkan
kepada dua lagu baru. Partisipan akan diberitahu bahwa penelitian ini
sedang mencari tahu bagaimana caranya kita mengetahui suatu lagu baru.
Peneliti akan mengatakan: (1) bahwa mereka dapat memperoleh video
musik untuk dua lagu baru atau mereka akan memperoleh dua rekaman
untuk dua lagu baru dan (2) bahwa setiap partisipan akan mendengar dua
lagu selama tiga hari berturut-turut. Satu kelompok akan berpartisipasi
dalam kondisi video musik. Mereka akan menonton video musik satu
lagu yang dimainkan oleh kelompok yang sangat terkenal dan satu lagu
oleh kelompok baru. Mereka akan menilai setiap lagu dalam sebuah
skala. Perintahnya dalam lagu yang mana oleh kelompok yang populer
dan kelompok baru tingkat kevariasian akan ditemukan oleh setiap
partisipan. Prosedur ini akan diulang-ulang pada hari kedua dan ketiga.
Kelompok yang kedua akan disuruh untuk mendengarkan lagu saja, tanpa
video. Prosedur yang sama akan dijalankan seperti pada kelompok yang
pertama. Anda dapat melihat betapa ekonomisnya desain ini. Di sini kita
hanya memerlukan dua kelompok atau sekitar empat puluh orang; bukan

150
12 kelompok atau sekitar 240 orang. Atas dasar perbedaan ini, anda
mungkin heran mengapa desain pengukuran yang diulang-ulang ini tidak
diterapkan dalam semua eksperimen. Jawabannya adalah bahwa desain
pengukuran yang diulang-ulang hanya tepat pada waktu penampilan pada
suatu kondisi tidak mempengaruhi bagaimana orang memberikan
responnya terhadap kondisi yang lainnya. Sayangnya, bagi kebanyakan
variabel independen dalam penelitian komunikasi, jika seseorang
diperlihatkan kepada suatu level dari suatu variabel independen, maka
penampilan yang pertama akan memiliki pengaruh pada bagaimana dia
bereaksi terhadap level lainnya dari variabel yang bersangkutan.
Misalnya, proses mempelajari mungkin berlangsung pada pertunjukan
yang pertama dan yang kedua sebagaimana dalam contoh di atas tentang
menghapalkan lirik lagu. Namun, kadang-kadang terjadi, dan mungkin
penelitian kita tentang video musik salah satunya, dimana desain
pengukuran berulang-ulang adalah tepat untuk diterapkan.
J. Pentingnya Desain Penelitian Non-eksperimental
Arti pentingnya desain penelitian eksperimen cukup jelas. Ketika
sebuah variabel dilibatkan dan variabel lain dikontrol, maka pengaruh
yang dihasilkannya dapat difahami sebagai yang diakibatkan oleh
variabel yang dilibatkan. Tingkat keyakinan dalam sebuah hubungan
yang ditunggu-tunggu menjadi lebih besar ketika level pengontrolan ini
tercapai oleh peneliti. Inilah mengapa Kerlinger (1986) mengklaim ilmu
pengetahuan ideal adalah yang dihasilkan dari eksperimen yang dikontrol.
Meskipun eksperimen yang standar sangat diinginkan, realitas penelitian
komunikasi tidak selalu menggunakan eksperimen. Beberapa variabel
sulit atau tidak mungkin dimanipulasi. Adalah lebih mudah untuk
mempelajri variabel apa adanya. Namun, ketika ini dilakukan, peneliti
tidak memiliki kontrol terhadap variabel independen. Desain ini tidak
kurang penting daripada desain eksperimen, namun keduanya memiliki
perbedaan dalam hal apa yang menjadi penyebab dan tingkat jaminannya.
Sehingga, peneliti yang menggunakan desain non-eksperimental

151
memfokuskan perhatiannya kepada masalah hubungan satu variabel
dengan variabel lainnya, bagaimana sesuatu bisa berbeda-beda. Kita akan
membahas tiga desain non-eksperimental. Dalam desain ini tidak ada
manipulasi variabel. Namun, perhatiannya terfokus pada pengontrolan
variabel yang dapat mempengaruhi hasil. Penelitian non-eksperimental
bisa dan harus pasti.
Ketika dibuat diagram, desain penelitian terlihat jelas akan perlunya
eksperimen. Namun perbedaan mendasarnya bahwa tidak ada variabel
yang dimanipulasi. Ini dilukiskan oleh desain ini pada gambar 4. Desain
tersebut melibatkan laki-laki yang tinggi, sedang dan rendah daya
imajinasinya dan mereka yang muda serta yang tua. Kepada mereka
diperlihatkan video musik dengan sejumlah penyanyi wanita cantik
kemudian diminta untuk mengisi skala yang mengukur tingkat kesukaan
mereka terhadap video. Hipotesisnya bisa seperti ini: bahwa video musik
akan disenangi oleh sebagian besar anak muda laki-laki yang kemampuan
berimajinasinya rendah. Alasanya adalah bahwa video musik yang
dipertontokannya memuaskan keperluan daya imajinasi mereka dan anak
muda laki-laki yang rendah daya imajinasinya serta tidak berpengalaman
mungkin memerlukan lebih banyak keindahan daripada yang lainnya
sehingga mereka menjadi lebih mudah menerima kepada segala sesuatu
yang memuaskan dirinya. Tidak ada satu variabel pun yang dimasnipulasi
dalam penelitian ini. Yakni, keperluan akan yang fantastis diukur dengan
skala kepribadian. Laki-laki digolongkan tinggi, sedang, dan rendah
berdsarkan atas norma-norma yang berlaku bagi skala tersebut. Variabel
independen yang kedua diciptakan bedasarkan atas usia. Misalnya, anak
muda yang usianya belasan tahun dikelompokkan sebagai “muda” dan
yang usianya lebih dari itu dikelompokkan sebagai “tua”. Karena tidak
ada manipulasi, maka prosedur yang penting dalam eksperimen untuk
mengontrol variabel lain tidak dapat diikuti. Partisipan dapat
dikelompokkan atas dasar tingkat keperluan mereka atas sesuatu yang
fantastis dan usianya.

152
Penelitian lapangan dilakukan dalam konteks yang alamiah,
berbeda dengan desain eksperimen yang dilakukan di laboratorium.
Eksperimen dapat dilakukan di lapangan, tapi para peneliti komunikasi
jarang melakukannya. Penelitian tentang organisasi komunikasi mungkin
paling umum diantara bidang lain dimana dilakukan penelitian lapangan
dalam bidang komunikasi. Peneliti mendatangi para partisipan dalam
lingkungannya yang alamiah (tempat mereka bekerja); bukan partisipan
datang kepada peneliti (laboratorium atau perguruan tinggi). Dalam
desain ini pun tidak ada variabel yang dimanipulasi. Semua variabel
diukur dan hubungan diantara variabel dipelajari. Hipotesis tentang
prediksi hubungan diuji. Tujuannya agar dapat menentukan apa yang
harus diuji pada penelitian masa mendatang.
Desain dasar dari penelitian survei adalah untuk memilih sampel
dari suatu populasi agar mampu menyimpulkan sesering apa variabel itu
muncul dan berhubungan satu sama lain dalam populasi. Wawancara dan
suvei melalui angket merupakan dua bentuk paling umum dari penelitian
survei. Masing-masing mampu menghasilkan informasi yang bagus.
Wawancara langsung dengan partisipan memerlukan dana yang banyak
dan waktu yang lama. Disamping itu kedalaman dan detailnya informasi
berpengaruh kepada dana yang diperlukan. Survei melalui surat adalah
lebih mudah dilaksanakan. Kelemahannya adalah rendahnya tingkat
pengembalian, sering dibawah 50 persen. Hasil dari penelitian yang
rendah tingkat pengembaliannya dapat salah arah karena jika semua
orang mengembalikan angketnya, maka hasilnya akan sangat berbeda.
“Data yang hilang” menjadi masalah besar. Sebagai pengganti dari survei
surat adalah kita pergi untuk meneliti ke tempat-tempat dimana orang
biasa berkumpul, seperti ke sekolah, gereja, perkumpulan sosial dan
orang yang sedang melakukan pertemuan profesional. Keuntungan
utamanya adalah bahwa tingkat partisipasinya selalu mendekati 100
persen. Kelemahannya adalah bahwa sampel tidak secara acak. Satu
prosedur untuk menguji baik atau tidaknya sampel yang dipilih melalui

153
tempat-tempat perkumpulan ini adalah dengan cara mengumpulkan data
demografik sampel dan membandingkannya dengan populasi yang
diteliti. Jika tidak ada perbedaan, maka peneliti akan memiliki keyakinan
bahwa sampel itu tidak bias.
Topik tentang video musik dapat diteliti dengan menggunakan
metode survei. Survei melalui surat meliputi pemilihan sampel secara
acak dan mengirimkan skala kepada partisipan yang bersisi tentang video
musik. Orang dapat ditanya sesering apa mereka menonton selama
beberapa minggu yang lalu. Kemudian suatu skala dapat digunakan
tingkat kesukaan mereka kepada setiap video musik. Pertanyaan tentang
variabel demografi dapat dimasukkan. Demikian juga skala untuk
mengukur tingkat keperluan mereka akan sesuatu yang fantastis dapat
dimasukkan dalam angket. Perbedaan utama antara penelitian model ini
dengan eksperimen yang telah dijelaskan terdahulu, terletak pada apa
yang disimpulkannya. Kesimpulan dalam penelitian eksperimen biasanya
menjelaskan adanya hubungan antara variabel, misalnya “semakin banyak
menonton, maka semakin tinggi tingkat kesukaannya terhadap lagu”.
Kesimpulan seperti: A disebabkan oleh B, B berbeda dari C, A dan B
menjadi penyebab dari C, tidak bisa terjadi tanpa adanya kontrol. Jika
tidak, maka pengaruh yang tidak diinginkan tidak akan dapat dihilangkan.

K. Pengukuran
Sebagian besar hasil penelitian yang dikutip dalam buku ini berasal
dari angket dimana orang menilai dirinya sendiri, menilai perilaku orang
lain, pesan-pesan, ide-ide, atau aspek situasi dari suatu komunikasi. Skor
pengukuran dapat terdiri dari empat level yang berbeda: nominal, ordinal,
interval, dan rasio. Pengukuran tingkat nominal meliputi
pengelompokkan sebuah objek terhadap satu kategori. Suatu variabel
nominal dalam komunikasi adalah jenis kelamin biologis. Seseorang bisa
laki-laki bisa juga perempuan. Dalam hal data, laki-laki dapat diberi kode

154
“1” dan perempuan “2”. Namun, nomor tersebut tidak memiliki makna
apa-apa bagi data selain sekedar untuk mengidentifikasi katagori
manusia. Yakni 2 di atas tidak berarti lebih besar dari satu.
Dalam pengukuran tingkat ordinal, tingkatan suatu variabel di
rengking dan bermakna. Data ini biasanya disebut dengan data rengking.
Jika lima pembicara direngking dari 1 sampai lima dengan satu berarti
“terbaik”, maka pembicara yang direngking pertama lebih baik dari yang
direngking kedua, dan seterusnya. Yang tidak bisa kamu katakan dari data
rengking ini, adalah “sebaik apa” setiap pembicara dari yang berikutnya.
Adalah tidak benar untuk mengatakan bahwa seorang pembicara yang
berada pada rengking kedua 2 kali lebih bagus dari pembicara yang
berada pada rengking 4. Dalam hal ini terdapat banyak pola yang
mungkin diterapkan. Pembicara terbaik mungkin lebih bagus dari pada
yang empat lainnya, yang digabungkan bersama-sama. Atau semua yang
lima itu betul-betul berdekatan. Dua pola yang berbeda ini tidak dapat
dibedakan dengan data ordinal sejak perengkingan harus persis sama
dalam setiap kasus.
Data interval sama perbedaan intervalnya antara satu dengan yang
lainnya. Sehingga, jika kita mempunyai suatu skala pegngukuran kualitas
pembicaraan yang terdiri dari sepuluh poin, maka kualitasnya akan naik
dalam jumlah yang sama dari 1 ke 2, dari 2 ke 3, dan seterusnya dalam
skala. Suatau pembicaraan yang diberi nilai 8 berarti kualitasnya empat
poin lebih tinggi dari pembicaraan yang diberi nilai empat; kita dapat
mengatakan bahwa terdapat empat poin perbedaan. Jika suatu
pembicaraan diberi nilai 8 dan pembicaraan lainnya diberi nilai 4 atau
lebih rendah, maka skala ini dengan jelas telah menunjukkan bahwa satu
pembicaraan jauh lebih bagus dari yang lainnya. Data rasio sama dengan
data interval karena adanya asumsi tentang samanya interval antara poin
yang ada dalam data. Perbedaan utamanya adalah bahwa nol poin ada
dalam pengukuran rasio tapi tidak ada dalam pengukuran interval. Berat
adalah satu contoh dari skala rasio. Nol adalah mulainya poin yang jelas.

155
Disamping itu nol dimasukkan dalam skala. Kualitas berbicara bukan
suatu skala rasio. Adalah tidak jelas apa artinya bagi satu pembicaraan
diberi nilai nol. Kenyataannya, dalam penelitian komunikasi terdapat
hanya sedikit skala rasio. Karena skala rasio memiliki poin nol maka
memiliki arti penting untuk mengalikan dan membagi skor. Misalnya,
anda dapat mengatakan suatu skor dua kali lebih besar dari yang lainnya.
Sehingga, seseorang yang memiliki 100 kg. adalah dua kali beratnya dari
orang yang berat badannya 50 kg. Atau berat badan seseorang setengah
dari yang lainnya. kita tidak bisa melakukan hal ini dalam hal
pembicaraan yang diberi nilai 8 dan 4 pada contoh di atas. Karena kita
tidak mengetahui dimana kualitas nol bagi suatu pembicaraan (di bawah
1), kita tidak dapat mengatakan bahwa pembicaraan yang diberi nilai 4
baiknya hanya setengah dari pembicaraan yang diberi nilai 8. Dengan
demikian, jika nol itu tidak diketahui dari suatu skala maka tidak ada
artinya untuk menggunakan kelipatan atau pembagian dalam
menginterpretasikan data.
Pengukuran dalam penelitian komunikasi telah menerapkan empat
metode pokok: skala nilai, observasi perilaku, analisis isi, dan pengukuran
psikologis. Kami akan menjelaskan masing-masing secara ringkas dan
mengembangkan ilustrasi berdasarkan atas contoh tentang vedio musik.

L. Skala Nilai
Sebagian besar data penelitian komunikasi berasal dari skala nilai.
Tiga tipe skala nilai telah diterapkan secara eksklusif: Perbedaan
Semantik, Skala Likert, dan Skala Linear Sederhana. Skala perbedaan
semantik telah dikembangkan oleh Osgood, Suci, dan Tannenbaum
(1957) dalam kaitannya dengan teori mereka tentang arti. Mereka yakin
bahwa arti sesuatu dapat dilokasikan dalam “wilayah semantik” yang
memiliki tiga dimensi utama: Evaluasi, potensi, dan aktivitas. Dimensi-
dimensi tersebut diukur oleh skala yang terdiri dari dua istilah yang

156
memungkinkan menempatkan suatu objek dalam suatu tempat diantara
dua sisi yang berlawanan. Misalnya baik - buruk, adalah suatu pasangan
dalam sifat yang mengukur dimensi (atau sikap) yang dapat diukur
tentang arti. Biasanya, kelanjutan yang berada diantara kedua sisi yang
berlawanan itu diwakili oleh tujuh kolom. Bagi setiap pasangan sifat,
yakni kolom-kolom yang tersedia diantaranya diberikan skor dan skor
bagi kolom yang pertama adalah “7”; bagi kolom yang kedua adalah “6”,
dan seterusnya. Kemudian jumlah dari skor tersebut dijumlahkan untuk
memperoleh hasil. Skema lima berisi suatu contoh tentang perbedaan
skala semantik yang digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana
musik dalam suatu video disenangi. (Penilaian atas tingkat kesenangan
terhadap sebuah lagu suatu cara pengukuran sikap terhadap objek).
Perhatikan intruksi dan juga format skalanya. Setelah menentukan lokasi
yang dikehendaki dan yang paling tidak dikehendaki hasil yang
berkelanjutan tentang pertimbangan seseorang mengenai sifat paling tidak
disajikan dengan jelas.
Skala Likert (1932) didasarkan atas ide untuk menentukan
ungkapan tentang keyakinan yang sesuai dengan keputusan, pengujian
atas ungkapan yang dapat diterima oleh partisipan dalam penelitian, dan
kemudian meringkas penerimaan orang atas keyakinan secara
keseluruhan. Penerimaan atas suatu ungkapan keyakinan biasanya diukur
dengan menggunakan suatu skala yang terdiri dari lima poin yang
berurutan dari “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”. Agar tidak
mengganggu pola respon secara otomatis, maka kalimat-kalimat dan
pertanyaan disusun setengahnya dalam bentuk ungkapan positif dan
setengahnya dalam ungkapan negatif. Pola ini digambarkan dalam
gambar 6: Suatu contoh dari skala Likert untuk mengukur sikap terhadap
sebuah lagu dalam suatu video musik. Pencampuran antara pernyataan
positip dan pernyataan negatip juga dapat menghindari kekacauan respon
yang diberikan. Yakni, sebagian orang cenderung setuju atas pernyataan
yang positip, sedangkan sebagian lainnya cenderung tidak setuju dengan

157
segala sesuatu yang diungkapkan secara negatip. Skala ini diberikan skor
5 terhadap respon “sangat setuju” terhadap pernyataan positip, 4 terhadap
“setuju”, 3 terhadap ”ragu” dan seterusnya. Cara pemberian skor
dilakukan sebaliknya terhadap item dalam kalimat negatip. Maksudnya
“sangat tidak setuju” diberi nilai 5, “tidak setuju” diberi nilai 4 dan
seterusnya. Skor dalam setiap pernyataan dijumlahkan untuk
menghasilkan total skor individu.
Skala linear simpel biasanya terdiri dari lima atau tujuh poin skala
yang menilai sesuatu dalam suatu dimensi yang ditentukan dengan nilai
terakhir. Misalnya, suatu skala item meminta kepada anda untuk
merengking organisasi pembicaraan dalam suatu skala lima poin yang
berurutan dari “sangat rendah” sampai “sangat bagus”. Atau suatu item
menanyakan tentang tingkatan tentang sesuatu (umpamanya, sampai
sejauh mana anda menyukai sesuatu) dalam suatu skala yang terdiri dari
tujuh poin dengan menggunakan “tidak sama sekali” sampai “sangat
menyukai” sebagai poin akhir. Satu format yang paling sering digunakan
untuk mengukur kepribadian dan pemeliharaan komunikasi dengan cara
menyajikan suatu pernyataan dan menanyakan sesering apa pernyataan
itu benar bagi anda; seperti “Saya dapat memperoleh kesenangan yang
luar biasa tanpa menonton video musik”. Skala pengukurannya biasanya
terdiri dari lima poin: “hampir tidak pernah benar, jarang benar, kadang-
kadang benar, sering benar, hampir selalu benar”. Perhatikan, poin
terakhir menjelaskan “hampir” bukan tidak pernah atau selalu. Orang
enggan untuk mengatakan tidak pernah atau selalu karena tingkat
kepercayaan jarang tinggi bagi ungkapan yang bersifat pasti. “Hampir
tidak pernah” menyediakan suatu tempat bagi kekeliruan dalam membuat
keputusan dan oleh karena itu ia dipilih. Karena kecenderungan ini, suatu
skala lima poin yang tidak memasukkan “hampir” dengan poin terakhir
menjadi berpengaruh terhadap skala tiga poin karena orang cenderung
tidak menggunakan poin akhir di dalam penilaian.

158
M. Observasi Perilaku
Di luar cara mempelajari apa yang dilaporkan oleh manusia secara
verbal melalui angket, para peneliti komunikasi kadang-kadang meneliti
perilaku lainnya. Perilaku dapat dipelajari secara “langsung” atau
direkam. Peneliti biasanya tidak mengukur atau mengkategorikan
perilaku partisipan, karena tujuan penelitian seperti ini dapat
mengakibatkan peneliti mempengaruhi apa yang ia lihat, seperti untuk
melihat dukungan terhadap hipotesis ketika tidak ada dukungan. Untuk
menghindari itu, para peneliti biasanya melatih para peneliti pembantu
yang tidak mengetahui tujuan penelitian yakni untuk mencari perilaku
tertentu. Kadang-kadang peneliti meminta partisipan untuk melaporkan
bahwa mereka sedang berada dalam situasi tertentu. Dalam penelitin kita
tentang video musik kita dapat meneliti tentang perilaku disamping
mengumpulkan data melalui angket misalnya, para partisipan dikamera
pada saat mereka menonton video musik. Lalu seorang peneliti pembantu
dapat melihat perilaku yang ada sebelum eksperimen dilakukan. Diantara
perilaku adalah: jumlah ketawa selama menonton video, sesering apa
orang menghabiskan waktu dengan memainkan tangan, kepala, atau kaki,
menggerak-gerakan bibir sesuai dengan lirik lagu, dan sebagainya.
Seminggu kemudian, partisipan tersebut ditanya apakah mereka sudah
memperoleh atau membeli rekaman lagu itu atau belum. Reliabilitas
pengukuran sangat penting dalam observasi perilaku, seperti pentingnya
dalam data kuisioner. Reliabilitas dalam observasi perilaku diuji dengan
cara mengangkat seorang peneliti pembantu kedua untuk menguji
perilaku partisipan. Para peneliti pembantu ini tidak boleh melakukan ini
secara bersama-sama karena mereka bisa saling mempengaruhi, karena
itu memberikan bayangan tentang persetujuan akan mempertinggi
reliabilitas. Pada kenyataannya, hanya perilaku peneliti pembantu yang
reliabel, yang akan mampu mempengaruhi yang lain. Observasi kedua

159
asisten peneliti dibandingkan dan koefisien reliabilitasnya dihitung. Jika
koefisiennya terlalu rendah, kategori-kategori perilaku dan intruksinya
perlu direvisi, para pembantu baru dilatih dan prosesnya diulangi. Satu
kelemahan dalam data tentang perilaku yang diperoleh melalui laporan
pribadi dari partisipan penelitian adalah bahwa reliabilitas dan
validitasnya jarang terperiksa. Dalam contoh di atas, jika kita menanya
partisipan satu minggu setelah menonton video apakah mereka telah
membeli satu rekaman lagu itu atau belum, kita mungkin akan menerima
jawaban mereka sebagai fakta, sebab adalah tidak praktis untuk
menceknya bahwa mereka betul-betul memiliki rekaman tersebut atau
tidak.

N. Analisis Isi
Beberapa penelitian komunikasi telah menerapkan metode analisis
isi. Dalam metode pengukuran yang sangat penting ini pesan-pesan diuji
dalam setiap tema, tipe bahasa, struktur organisasi, intensitas bahasa, tipe
bukti, alasan, dan lain sebagainya. Prosedurnya sama dengan yang
digunakan dalam observasi prilaku: Kategori tentang sesuatu yang akan
dicari dalam pesan dibuat sepanjang waktu penelitian atau selama proses
pendahuluan, yakni selama membaca sumber bacaan, jika teori tidak
memberikan petunjuk bagi kategori tersebut; para pembuat kode dilatih
untuk menggunakan sistem kategori; jika reliabilitas yang memuaskan
tidak tercapai, maka sistem kategori dan intruksinya direvisi dan
prosesnya diulangi. Analisis isi dapat digunakan dalam berbagai cara.
Misalnya, satu pembicaraan yang dilakukan oleh seorang pemimpin
politik dapat dianalisis dari aspek alasannya, misalnya, atau sejumlah
pembicaraan yang dilakukan oleh orang biasa untuk melihat
kecenderungannya. Sejumlah pesan-pesan individu dalam suatu topik
dapat dianalisis; seperti setelah menonton video musik, partisipan
penelitian dapat diminta untuk menuliskan suatu hasil pengujian atas

160
video tersebut. Analisis isi dapat juga digunakan untuk menganalisis
interaksi antar orang. Misalnya, percakapan antar para suami dan para
istri dalam perkawinan yang bahagia atau perkawinan yang tidak bahagia
dapat dianalisis untuk menentukan jumlah dan bentuk pesan yang agresip;
pesan yang sportif dan situasi penggunaan bahasa yang intensif.

O. Pengukuran Pisiologis
Beberapa penelitian komunikasi telah menggunakan pengukuran
respon yang tidak disengaja seperti rata-rata detakan jantung dan, sampai
batas-batas tertentu, tekanan darah serta daya konduksi kulit. Ukuran-
ukuran ini telah digunakan dalam penelitian tentang pemahaman atas
komunikasi ---mungkin merupakan satu tempat untuk mulai karena
naiknya detakan jantung, misalnya, sering dihubungkan dengan
memberikan suatu pidato. Adalah akan lebih berguna jika lebih banyak
penelitian menguji tentang bagaimana perubahan sistem kegugupan
berhubungan dengan, dan mempengaruhi komunikasi sebagaimana
dikatakan oleh Bostrom (1980) terdapat banyak faktor pisiologis yang
dapat menimbulkan perubahan: alkohol, tembakau, kofein, berbagai
bentuk obat pengontrol seperti mariyuana, dan berbagai penyakit fisik
seperti kesakitan kelaparan dan stres. Faktor-faktor ini cenderung
memiliki dua bentuk pengaruh: pengaruh pendorong atau pengaruh
tekanan misalnya, pengaruh pendorong dapat terjadi pada saat
penyesuaian ketika orang yang tertekan mampu mengurangi
penyesuaiannya. Dengan menggunakan pengukuran pisiologis untuk
meneliti bagaimana perubahan penyakit fisik berfungsi dalam bidang
komunikasi lain selain pemahaman komunikasi dan penyesuaian dapat
menghasilkan pengetahuan yang menarik. Sebagai contoh, apakah
pendorong atau ketertekanan mempengaruhi bagaimana kita memikat
kenalan baru? Mungkin penelitian pada masa mendatang akan menuju
arah tesebut.

161
P. Ringkasan
Suatu model penelitian ilmiah yang melibatkan induksi, hipotesis,
deduksi, eksperimen, dan respon balik terhadap tahap induksi telah
dibahas. Beberapa konsep penting tentang penelitian perilaku dalam
komunikasi telah dijelaskan: variabel (kontinu-dikotomi, indefenden-
defenden manipulasi-atribut), definisi umum, definisi operasional (yang
terukur-eksperimen), hipotesis (penelitian-statistik-nol), pertanyaan
penelitian, sampel (acak-berjenjang-tersedia). Bentuk-bentuk desain
penelitian telah diperkenalkan dalam kaitannya dengan apakah
manipulasi variabel-variabel terdapat di dalamnya atau tidak.
Tujuan desain penelitian adalah untuk membatasi variabel dalam
suatu penelitian. Penugasan secara acak dalam eksperimen merupakan
suatu alat penting untuk memperoleh variabel kontrol yang dapat
mempengaruhi hasil. Empat bidang untuk memelihara validitas internal
dalam penelitian adalah latar belakang, pematangan, pengukuran dan
pemilihan. Validitas eksternal dapat dilakukan dengan cara melakukan tes
awal, persiapan eksperimen, proses pemilihan sampel dan pengujian yang
hati-hati terhdap pengaruh. Karakteristik biologis dan kepribadian
peneliti, model pakaian peneliti, serta harapannya dapat mempengaruhi
hasil. Bias peneliti dapat dokontrol dengan menggunakan beberapa
peneliti pembantu, membuat standar prilaku, menjaga jarak dengan
partisipan, menggunakan intruksi tertulis atau terekam, dan menguji
hipotesis.
Tiga desain penelitian eksperimen yang sudah dijelaskan: desain
faktorial acak lengkap, desain acak kelompok, dan desain pengukuran
berulang-ulang. Tiga bentuk penelitian non-eksperimen yang telah
dibahas adalah penelitian inpestigasi, penelitian lapangan, dan penelitian
survei.

162
Empat tingkat pengukuran yang sudah dibicarakan: nominal,
ordinal, interval dan rasio. Pengukuran dalam penelitian komunikasi pada
umumnya menggunakan empat metode: Sekala pengukuran, observasi
perilaku, analisis isi, dan pengukuran pisiologis. Skala pengukuran yang
paling banyak digunakan adalah perbedaan semantik, skala Likert dan
skala linear.

BAB VII
PENUTUP

Pedoman pembuatan skripsi ini merupakan proses dan tata cara,


yang bersifat teknis, dalam pelaksanaan pembuatan skripsi. Ia merupakan
salah satu "resep" yang dapat dipilih, yang penerapannya disesuaikan
dengan kemudahan yang dapat digunakan unsur lain yang diperlukan.
Oleh karena itu, pembuatan skripsi memerlukan dukungan lain, terutama
kecermatan dan ketekunan penulis yang menjadi modal utama dalam
pembuatan skripsi. Demikian pula daya kreasi dan daya improvisasi
penulis sangat membantu dalam menggunakan buku pedoman ini. Daya
imajinasi penulis dalam menuangkan gagasannya juga akan menunjang
penggunaan tuntunan ini, bahkan akan sangat menunjang keberhasilan
penulisan skripsi.
Dalam penggunaan buku tuntunan ini diperlukan kerja sama
antara penulis skripsi dengan para pembimbing. Kerja sama itu dilakukan

163
sejak penyusunan rencana penelitian sampai dengan menjelang
penggandaan skripsi setelah ujian munaqasyah. Petunjuk dan nasehat dari
para pembimbing merupakan penularan pengetahuan dan pengalaman
kepada penulis skripsi, yang menjadi masukan berharga dalam
penyempurnaan pembuatan skripsi.

DAFTAR REFERENSI

Aldrich, John H. and Forrest D. Nelson (1984), "Linear Probability,


Logit, and Probit Models", Series: Quantitative Applications in
the Social Sciences, Sage Publications, Beverley Hills.

Bailey, Kenneth D. (1987), Methods of Social Research, The Free Press,


New York.

Belson, William A. (1986), Validity in Survey Research, Gower, England.

Burgess, Robert G. (1990), In the Field: An Introduction to Field


Research, Unwin Hyman, London.

164
Chalmers, A. F. (1991), What is this thing called Science?, University of
Queensland Press, Queensland, Australia.

Clarke, Geoffrey M. (1980), Statistics and Experimental Desaign,


Edward Arnold, London.

Cleary, Paul and Ronald Angel (1984), "The Analysis of Relationships


Involving Dichotomous Dependent Variables", Journal of Health
and Social Behaviour 25, 334-48.

Crawford, C.C. (1998), The Technique of Research in Education,


Houghton Mifflin Co., Boston.

de Vaus, D.A. (1990), Surveys in Social Research, Allen & Unwin,


Sydney.

DeMaris, Alfred (1990), "Interpreting Logistic Regression Results: A


Critical Commentary", Journal of Marriage and the Family 52,
271-7.

Jalaluddin Rakhmat (1998), Metode Penelitian Komunikasi, Penerbit PT


Remaja Rosda Karya, Bandung.

Koentjaraningrat (1997), Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi


Ketiga, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Krishef, Curtis H. (1987), Fundamental Statistics for Human Services and


Social Work, Duxbury Press, Boston.

Levin, Jack dan James Allan Fox (1991), Elementary Statistics in Social
Research, Harper Collins Publishers, New York.

165
Madsen, Richard W. dan Melvin L. Moeschberger (1983), Introductory
Statistics for Business and Economics, Prentice-Hall, New Jersey.

Marzuki (1982), Metodologi Riset, BP. Fakultas Ekonomi UII,


Jogyakarta.

Miller, Robert B. (1988), Minitab: Handbook for Business dan


Economics, Pws-Kent, Massachusetts.

Moleong, Lexy J. (1997), Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT


Remaja Rosda Karya, Bandung.

Morgan, S. Philip and Jay D. Teachman (1988), "Logistic Regression:


Descriptive, Example, and Comparisons", Journal of Marriage
and the Family 50, 929-36.

Mudor Effendi (1999), “Masalah Penelitian”, Makalah, Forum Diskusi


Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati,
Bandung, April 1999.

Nasution dan Thomas (1982), Metode Research, C.V. Jemmars, Bandung.

Norusis, Marija J. (1990), SPSS Base System User's Guide, SPSS Inc.
Chicago.

Phillips, Jack J. (1991), Handbook of Training Evaluation and


Measurement Methods, Gulf Publishing Company, Houston.

Rosenberg, Morris (1968), The Logic of Survey Analysis, Basic Books,


Inc., Publishers, New York.

166
Rusidi (1992), Dasar-dasar Penelitian dalam Rangka Pengembangan
Ilmu, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung.

Santoro, Ratno Dewi dan Mustadjab Hary Kusnadi (1992), Analisis


Regresi, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.

Selltiz, Claire, et. al (1971), Research Methods in Social Relations,


Methuen & Co., Kent.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (1987), Metode Penelitian


Survey, LP3ES, Jakarta.

Stacey, Margaret (1970), Methods of Social Research, Pergamon Press,


Oxford.

Sudjana (1992), Metoda Statistika, Edisi Ke-5, Penerbit Tarsito,


Bandung.

Suharsimi Arikunto (1998), Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan


Praktek, Edisi Revisi IV, Rineka Cipta, Jakarta.

Supranto, J. (1991), Metode Riset: Aplikasinya dalam Pemasaran,


Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta.

Tajul Arifin (1994), "Metode Penelitian Agama, Mimbar Studi XVI, No.
60, 55-66.

Tajul Arifin (1997), Pengantar Studi Sosiologi, Arie and Brothers,


Bandung.

167
Winarno Surakhmad (1982), Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito,
Bandung.

Wuthnow, Robert (Ed.) (1979), The Religious Dimension: New


Directions in Quantitative Research, Academic Press, New York.

Zeller, Richard A. dan Edward G. Carmines (1980), Measurement in the


Social Sciences, Cambridge University Press, London.

168

Anda mungkin juga menyukai