SKRIPSI
Citra Permatasari
NIM 4161230006
Program Studi Matematika
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
MEDAN
2021
Untuk Ayah, Ibu dan Adik
i
Skripsi:
Menyetujui :
Dosen Pembimbing Skripsi
Mengetahui :
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, Tuhan seluruh alam, atas
rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga serta kemudahan dan kelancaran yang
telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Klasifikasi Penyakit Demam Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan
Algoritma Backpropagation. Shalawat serta salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam beserta keluarga
dan para sahabatnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
Bapak Dr. Syamsul Gultom, SKM., M.Kes., selaku Rektor Universitas Negeri
Medan, Ibu Prof. Dr. Fauziyah Harahap, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan, Bapak Dr.
Pardomuan Sitompul, M.Si., selaku Ketua Jurusan Matematika, Bapak Lasker
Pangarapan Sinaga, S.Si., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Matematika
Universitas Negeri Medan, Ibu Dr. Hamidah Nasution, M.Si., selaku Ketua
Program Studi Matematika Universitas Negeri Medan, Ibu Dr. Arnita, M.Si.,
selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memotivasi dan
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta membimbing penulis
juga dalam perkuliahan, Ibu Dr. Nerli Khairani, M.Si., Dr. Hermawan Syahputra,
M.Si., dan Ibu Chairunisah, S.Si, M. Si., selaku dosen penguji atau narasumber
yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini,
Bapak Dr. Abil Mansyur, S.Si, M.Si., selaku dosen Pembimbing Akademik,
Bapak dr. Adrian Martin Hutauruk M.Kes, selaku Direktur RSU Mitra Medika
Bandar Klippa, Pegawai Rekam Medis Rumah Sakit Umum Mitra Medika, yang
telah memberikan izin dan tempat kepada penulis untuk melakukan penelitian,
seluruh dosen dan staf pegawai administrasi Jurusan Matematika FMIPA
Universitas Negeri Medan yang telah membantu penulis menyelesaikan ini dan
memberikan bimbingan kepada penulis semenjak mengikuti perkuliahan.
Teristimewa kepada Ibunda tercinta Ibu Duma Sari Siregar dan Ayahanda terkasih
viii
Bapak Alm. Fahruddin Harahap untuk semua kasih sayang, doa, ajaran, motivasi,
material, dan jerih payah sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di
Universitas Negeri Medan. Serta adik tersayang Astro Heriansyah Harahap yang
selalu memberikan dukungan penuh bagi penulis, kepada Keluarga Besar baik
dari Ibu maupun dari Ayah. Terkhusus kepada sahabat-sahabat dekat yang selalu
memberikan dukungan dan teman-teman seperjuangan PSM A 2016. Kepada kak
Devi, kak Yunika, kak Erni yang telah membimbing penulis selama penelitian di
RSU Mitra Medika Bandar Klippa.
Citra Permatasari
NIM. 4161230006
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSEMBAHAN.............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN…............................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................................... iv
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................. v
ABSTRAK........................................................................................................... vi
ABSTRACT …………………………………………………………………… vii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………….……………..... xiv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 5
1.3 Batasan Masalah........................................................................ 5
1.4 Tujuan Penelitian....................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian..................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 5
2.1 Demam ……………………………...................................... 7
2.1.1. Demam Berdarah Dengeu…………………............. 7
2.1.2. Demam Typhoid....................................................... 8
2.2 Klasifikasi………................................................................... 10
2.3 Jaringan Syaraf Tiruan ……………………………………... 11
2.3.1. Komponen Jaringan Syaraf Tiruan ……..……........ 13
2.3.2. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan ………………… 16
2.3.3. Proses Pembelajaran………………………………. 17
2.3.4. Fungsi Aktivasi……………………………………. 19
2.4 Backpropagation . . . ………………………………………. 21
xi
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Susunan Syaraf Manusia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……… 11
Gambar 2.2 Struktur Neuron . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ………. 13
Gambar 2.3 Jaringan Lapisan Tunggal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …….. 16
Gambar 2.4 Jaringan Banyak Lapisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …….. 17
Gambar 2.5 Jaringan Lapisan Kompetitif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
Gambar 2.6 Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
Gambar 2.7 Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
Gambar 2.8 Arsitektur Jaringan Backpropagation . . . . . . . . . . . . . . . . 22
xii
DAFTAR TABEL
Hal
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
Demam merupakan naiknya suhu tubuh menjadi lebih tinggi dari biasanya.
Suhu tubuh normal manusia berada pada titik 37◦C, jika suhu tubuh lebih dari
angka tersebut menunjukkan adanya demam yang disebabkan oleh faktor infeksi
atau faktor non infeksi. Demam merupakan hal yang sering terjadi pada manusia
dan merupakan indikator bahwa tubuh sedang melakukan perlawan terhadap zat-
zat berbahaya. Terdapat 8 jenis demam yang perlu di waspadai antara lain Demam
Berdarah Dengue, Typhoid, Malaria, Chicken Guinea, Viral, Meningitis, Infeksi
saluran kemih dan HIV. Dari 8 jenis demam tersebut tiga diantaranya memiliki
gejala yang mirip yaitu Demam Berdarah Dengue, Thypoid dan Malaria. Penyakit
Demam Berdarah atau masyarakat Indonesia lebih sering menye- butnya dengan
DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan salah satu penyakit yang sangat
mematikan. Pada tahun 2018 jumlah penderita dilaporkan sebanyak 1.490 kasus
dengan jumlah kematian sebanyak 13 orag (IR/Angka Kesakitan = 66.8 per
100.000 penduduk), sedangkan pada tahun 2017 dilaporkan bahwa jumlah seluruh
kasus demam berdarah dengeu di Sumatera Utara sebanyak 5.454 kasus dengan
angka kesakitan atau Insidence Rate (IR) sebesar 39.6 per 100.000 penduduk,
sedangkan angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,51%. Jumlah
kasus tertinggi Demam berdarah dengeu terjadi di Kota Medan yakni sebanyak
1.214 kasus dengan CFR 0,91% (RI 2014).
Penyakit demam yang kedua adalah demam Typhoid atau yang lebih dikenal
masyarakat dengan penyakit Tifus merupakan demam yang disebabkan oleh
kuman Salmonella typhi. Berdasarkan data World Health Organization (WHO)
tahun 2018, diperkirakan 11-20 juta orang sakit karena Typhoid dan terdapat
128.000- 161.000 orang meninggal setiap tahunnya. Di Sumatera Utara kasus
demam Typhoid pada tahun 2009 dilaporkan sebesar 0,2-3,3% dan persentase
tertinggi dilaporkan dari Nias Selatan (3,3%).
1
2
Kota Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah kasus penderita
Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid yang cukup tinggi. Salah satu Rumah
Sakit di kota Medan yang menanangani pasien penderita penyakit Demam
Berdarah Dengeu dan Typhoid adalah RSU Mitra Medika. Rumah Sakit Umum
Mitra Medika adalah Rumah Sakit Swasta kelas C yang berada di Jl. Medan -
Batang Kuis, Dusun XI Emplasmen, Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei
Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Rumah Sakit Umum Mitra
Medika (Tembung) memiliki ketersediaan data penyakit Demam berdarah dengeu,
Typhoid sehingga relevan dengan penelitian ini.
Gejala Klinis
Gejala klinis pada penyakit Demam Berdarah Dengeu adalah sebagai berikut :
1. Demam tinggi mendadak, terus menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi pendarahan seperti torniquet (+), pethecia, echimosis,
purpura, pendarahan mukosa, epitaksis, perdarahan gusi, dan hematemesi
7
8
3. Pembesaran hati
4. Syok ditandai dengan nadi lemah dan cepat, tekanan nadi turun, tekanan
darah turun dan kulit dingin.
5. Gejala prodroma meliputi nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh,
anoreksia, menggigil dan malaise.
Gejala Laboratoris
Gejala laboratoris pada penyakit Demam Berdarah Dengeu adalah sebagai berikut
1. Penurunan jumlah trombosit 100.000/mm3 sedangkan jumlah trombosit
normal dalam darah adalah 150.000-400.000 trombosit per mikroliter darah.
2. Tanda-tanda kebocoran plasma bisa berupa peningkatan hematokrit ≥ 20%
dari nilai baseline, efusi pleura, ascites, dan atau hypoproteinemi- a/hipo
albuminemia. (Kemenkes 2013).
Gejala Klinis
Gejala laboratoris pada penyakit demam Tifoid adalah sebagai berikut :
1. Demam (demam intermitten). Sifat demam pada penyakit ini adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,
brakikardia relative yaitu peningkatan suhu 1◦C dan diikuti peningkatan
denyut nadi 8x per menit),
2. Sakit kepala
3. Nyeri otot
4. Anoreksia
5. Mual dan muntah
6. Gangguan pencernaan (bau mulut, bibir pecah-pecah, lidah kotor, lidah yang
berselaput ( kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor),
7. Demam pada malam hari.
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Bradikardi relatif (Kemenkes 2006)
Gejala Laboratoris
Gejala laboratoris pada penyakit demam Tifoid adalah sebagai berikut :
1. Jumlah leukosit 6.795 sel/mm3 darah
2. Jumlah trombosit 198.619 sel/mm3 darah (Maulida 2015)
10
2.2. Klasifikasi
Klasifikasi adalah menentukan sebuah record data baru ke salah satu dari
beberapa kategori (kelas) yang telah didefenisikan sebelumnya. Disebut juga
dengan supervised learning. Klasifikasi adalah pembuatan fungsi berdasarkan
hasil dari pengamatan data atau atribut-atribut sehingga dilakukan penentuan atau
pengelompokan data yang belum memiliki kelas kedalam data yang telah terklasi-
fikasi sesuai dengan metode-metode yang telah digunakan untuk mengklasifikasi
data. (Parapat 2018)
Klasifikasi adalah proses menemukan sekumpulan model/fungsi yang
menje- laskan dan membedakan kelas data ke dalam kelas-kelas tertentu, dengan
tujuan menggunakan model tersebut dalam menentukan kelas dari suatu objek
yang belum diketahui kelasnya. Ada dua proses dalam klasifikasi yaitu :
11
Otak manusia terdiri atas jutaan neuron yang saling terhubung yang dikenal
sebagai syaraf biologi. Setiap neuron terdiri atas sebuah sel yang memiliki
sejumlah dendrit (input) dan sebuah akson (output). Otak merupakan jaringan
syaraf sensorik dan motorik yang sangat kompleks yang memungkinkan manusia
untuk menyimpan informasi, berpikir dan belajar.
nama nilai ambang (threshold). Pada kasus ini, neuron tersebut dikatakan
teraktivasi. Hubungan antar neuron terjadi secara adaptif, artinya struktur
hubungan tersebut terjadi secara dinamis. Otak manusia selalu memiliki
kemampuan untuk belajar dengan melakukan adaptasi.
Jaringan syaraf tiruan merupakan tiruan syaraf biologi, yang pertama kali
diperkenalkan oleh McCulloh dan Pitts pada tahun 1943. Selanjutnya tahun 1946,
Hebb memperkenalkan sebuah teknik pembelajaran neuron yang dikenal dengan
Hebbian. Tahun 1961 Rosenblatt memperkenalkan jenis jaringan satu lapis yang
diberi nama perceptron. Algoritma pembelajaran backpropagation diperkenalkan
oleh Werbos pada tahun 1974 dan Rumelhart pada tahun 1986 yang mengan-
tarkan konsep Multi-Layer Perceptron (MLP). Jaringan syaraf tiruan sebagai
sistem kendali cerdas memiliki keunggulan sebagai berikut :
a. Jaringan syaraf belajar dari pengalaman bukan diprogram. Jaringan syaraf
tiruan tidak diprogram untuk menghasilkan keluaran tertentu. Semua
keluaran atau kesimpulan yang ditarik oleh jaringan didasarkan pada
pengalamanya selama mengikuti proses pembelajaran.
b. Jaringan syaraf memiliki kemampuan untuk melakukan generalisasi data
yang tersembunyi berdasarkan data pelatihan yang ada.
c. Jaringan syaraf memiliki kecepatan komputasi yang cepat dan dapat
diimplementasikan secara real time. (Wati 2011)
Jaringan sistem syaraf tiruan sebagai sistem pengolah informasi,
mempunyai karakteristik yang sama dengan jaringan syaraf biologi. Jaringan
syaraf tiruan telah dikembangkan sebagai generalisasi model matematis kognisi
manusia atau syaraf biologi, dengan berdasarkan beberapa asumsi berikut :
a. Pengolahan informasi terjadi dalam beberapa elemen sederhana yang
disebut neuron.
b. Sinyal dilewatkan antarneuron melalui penghubung.
c. Setiap penghubung mempunyai bobot jaringan yang akan dikalikan
dengan sinyal yang melewatinya.
d. Setiap neuron mempunyai fungsi aktivasi (biasanya tidak linier) untuk net
input (jumlah terbobot nilai masukan) untuk menentukan sinyal
keluarannya.
13
Keterangan :
xi = sinyal masukan ke-i
wi = bobot hubungan ke-i
b = bias
y = sinyal keluaran
net = nilai penjumlahan berbobot
(Maharani, 2009)
dimana net atau in sendiri adalah :
n
net =∑ x i w j
i (2.3)
(Muis 2017)
Pada umumnya Jaringan Syaraf Tiruan memiliki dua lapisan, yaitu lapisan
tersembunyi (input layer) dan lapisan keluaran (output layer). Tetapi pada perkem-
bangannya, adapula Jaringan Syaraf Tiruan yang memiliki satu lapisan lagi yang
terletak di antara input layer dan output layer. Lapisan ini disebut lapisan tersem-
bunyi (hidden layer). Lapisan-lapisan penyusun jaringan syaraf tiruan yaitu
sebagai berikut :
a. Lapisan input, node node di dalam lapisan input disebut unit unit input.
Unit-unit input menerima input dari dunia luar. Input yang dimasukkan
merupakan penggambaran suatu masalah.
15
Beberapa istilah dalam Jaringan Syaraf Tiruan yang sering ditemui adalah
sebagai berikut :
a. Neuron atau node atau unit : sel syaraf tiruan yang merupakan elemen
pengolahan jaringan syaraf tiruan. Setiap neuron menerima data input,
memproses input tersebut kemudian mengirimkan hasilnya berupa sebuah
output.
b. Jaringan : kumpulan neuron yang saling terhubung dan membentuk
lapisan.
c. Input : berkoresponden dengan sebuah atribut tunggal dari sebuah pola
atau data lain dari dunia luar. Sinyal-sinyal input ini kemudian di teruskan
ke lapisan selanjutnya.
d. Output : solusi atau hasil pemahaman jaringan terhadap data input. Tujuan
pembangunan jaringan syaraf sendiri adalah untuk mengetahui nilai
output.
e. Lapisan tersembunyi (hidden layer) : lapisan yang tidak secara langsung
berinteraksi dengan dunia luar.
f. Bobot : nilai matematis dari sebuah koneksi antar-neuron.
g. Fungsi aktivasi : fungsi yang digunakan untuk meng-update nilai-nilai
bobot per-iterasi dari semua nilai input.
h. Fungsi aktivasi sederhana adalah mengalikan input dengan bobotnya dan
kemudian menjumlahkannya (disebut penjumlahan sigma) berbentuk
linier atau tidak linier dan sigmoid.
i. Paradigma pembelajaran : cara berlangsungnya pembelajaran atau
pelatihan jaringan syaraf tiruan, apakah terawasi (supervised learning),
tidak terawasi (unsupervised learning), atau merupakan gabungan
16
keduanya (hybrid).
2. Jaringan Banyak Lapisan (Multi Layer Net), jaringan dengan lapisan jamak
memiliki ciri khas tertentu yaitu memiliki 3 jenis lapisan yakni lapisan
input, lapisan output, dan lapisan tersembunyi. Jaringan dengan banyak
lapisan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks
dibandingkan jaringan dengan lapisan tunggal. Namun, proses pelatihan
sering membutuhkan waktu yang cenderung lama.
proses pembelajaran.
3. Delta Rule, yaitu mengubah bobot yang menghubungkan antara
jaringan input ke unit output dengan nilai target.
4. Backpropagation, merupakan algoritma pembelajaran terawasi dan
biasanya digunakan digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan
untuk mengubah bobot-bobot yang terhubung dengan neuron-neuron
yang ada pada lapisan tersembunyi. Algoritma ini merupakan algoritma
yang sangat baik dalam proses klasifikasi karena kemampuannya dalam
mengadaptasi kondisi jaringan terhadap data yang diberikan dengan
proses pemebelajaran.
5. Hetroassociative Memory, jaringan yang bobot-bobotnya ditentukan
sedemikian rupa sehingga jaringan tersebut dapat menyimpan kumpulan
pola.
6. Bidirectional Associative Memory, merupakan model jaringan syaraf
yang memiliki 2 lapisan dan terhubung penuh dari satu lapisan ke lapisan
lainnya. Pada jaringan ini dimungkinkan adanya hubungan timbal balik
antara lapisan input dan lapisan output.
7. Learning Vector Quantization, merupakan suatu metode untuk
melakukan pembelajaran untuk lapisan kompetitif terawasi. Suatu
lapisan kompetitif akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan
vektor-vektor input. Kelas-kelas yang didapatkan sebagai hasil hanya
tergantung pada jarak antara vektor-vektor input. (Kusumadewi 2004)
biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1. Fungsi sigmoid biner digunakan
untuk jaringan syaraf tiruan yang membutuhkan nilai output yang terletak
pada interval 0 sampai 1. Namun fungsi ini bisa digunakan juga oleh
jaringan syaraf tiruan yang nilai outputnya 0 dan 1. Fungsi aktivasi sigmoid
biner merupakan fungsi aktivasi yang digunakan dalam penelitian ini karena
fungsi aktivasi sigmoid biner memiliki tingkat akurasi yang lebih baik
daripada sigmoid bipolar. (Julpan. Nababa 2015)
2. Fungsi Sigmoid Bipolar, fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi
sigmoid biner, hanya saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1
sampai -1. Fungsi aktivasi sigmoid bipolar digunakan untuk jaringan syaraf
tiruan yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval -1 sampai
1.
21
2.4. Backpropagation
neuron keluaran dan neuron-neuron tersembunyi. Dengan cara yang sama, faktor δ j
(j = 1, ..., p) dihitung untuk setiap neuron tersembunyi Zk . Nilai δ j tidak
dirambatkan kembali ke neuron masukan, namun digunakan untuk memperbarui
nilai bobot antara neuron- neuron tersembunyi dengan neuron masukan. Setelah
semua δ dihitung, bobot untuk semua lapisan diperbarui secara simultan. (Siang
2005).
yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang sama,
dihitung faktor δ di setiap unit di layar tersembunyi sebagai dasar perubahan
bobot semua garis yang berasal dari unit tersembunyi di layar di bawahnya.
Demikian seterusnya hingga semua faktor δ di unit tersembunyi yang
berhubunganlangsung dengan unit masukan dihitung.
1. Inialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil)
2. Tetapkan maksimum Epoch, Target Error, dan Learning Rate (α)
3. Jika kondisi penghentian belum terpenuhi (Epoch < Maksimum Epoch) dan
(MSE > Target Error), lakukan langkah 3-10.
4. Untuk setiap pasang data pelatihan, lakukan langkah 4-9.
Propagasi maju :
5. Setiap neuron masukan Xi(i = 1, ..., n) menerima sinyal masukan xi dan
meneruskan sinyal tersebut ke lapisan di atasnya (lapisan tersembunyi).
6. Setiap neuron tersembunyi Zj(j = 1, ..., p) menjumlahkan sinyal-sinyal
input terbobot :
n
z inj =v oj + ∑ x i v ij 2.8)
i
(
dimana :
zinj = sinyal masuk lapisan tersembunyi
xi = input yang terdiri dari neuron
v0j = bias pada lapisan tersembunyi
vij = bobot pada lapisan tersembunyi
25
z j =f ( z inj ) (2.9)
dimana :
y ink = sinyal masuk keluaran
w0k = bobot bias ke output layer
zj = hasil fungsi aktivitas hidden layer
w jk = bobot hidden layer
Dan meninerapkan fungsi aktivitasinya untuk menghitung sinyal keluaran :
y k =f ( y ink ) (2.11)
Propagasi Mundur :
8. Setiapk neuron keluaran Yk(k = 1, ..., m) menerima pola target sesuai pola
masukan untuk menghitung nilai error antara output dan target yang
dihasilkan oleh jaringan :
δ k =( t k − y k ) y k ( 1− y k ) 2.14)
(
dimana:
c = faktor koreksi error
26
tk = data target
yk = hasil keluaran pelatihan
Menghitung nilai koreksi bobot yang digunakan untuk memperbarui nilai
bobot w j k
Δw jk =αδ k z j (2.15)
dimana:
Menghitung nilai koreksi bias yang digunakan untuk memperbarui nilai w0k :
(2.16)
Δw 0 k =αδ k
dimana:
dimana:
dimana:
dimana:
dimana:
dimana:
dimana:
dimana :
MSE = perhitungan kesalahan mean squared error
tk = data target
yk = hasil keluaran pelatihan
N = jumlah data (Putri 2018).
tentang berapa epoch yang harus dilalui untuk mencapai kondisi yang diinginkan.
Oleh karena itu orang berusaha meneliti bagaimana parameter parameter jaringan
dibuat sehingga menghasilkan jumlah iterasi yang relatif lebih sedikit.
2
2. Jumlah neuron harus dari ukuran lapisan masukan, ditambah
3
ukuran lapisan keluaran
3. Jumlah neuron tersembunyi harus kurang dari dua kali ukuran lapisan
masukan.
Ketiga aturan ini hanyalah titik awal yang bisa dipertimbangkan dalam
penentuan jumlah neuron pada hidden layer, pada akhirnya pemilihan arsitektur
jaringan syaraf bergantung pada trial dan error. (Heaton 2005)
Lama Iterasi
Tujuan utama penggunaan Backpropagation adalah mendapatkan keseim-
bangan antara pengenalan pola pelatihan secara benar dan respon yang baik untuk
pola lain yang sejenis (disebut data pengujian). Jaringan dapat dilatih terus
menerus hingga semua pola pelatihan dikenali dengan benar. Umumnya data
dibagi menjadi 2 bagian saling asing, yaitu pola data yang dipakai sebagai
pelatihan dan data yang dipakai untuk pengujian. Perubahan bobot dilakukan
berdasarkan pola pelatihan. Akan tetapi selama pelatihan (misal setiap 10 epoch),
kesalahan yang terjadi dihitung berdasarkan semua data (pelatihan dan pengujian)
selama kesalahan ini menurun, pelatihan terus dijalankan. Akan tetapi jika
31
X ¿=
( X −min( X)
max ( X )−min(X ))(2.24 )
Keterangan :
X∗ = Data hasil normalisasi
X = Data yang dinormalisasikan
min(X) = Data terendah
max(X) = Data tertinggi.
Salah satu metode yang digunakan untuk melakukan perhitungan akurasi
adalah confusion matrix.
Confusion Matrix digambarkan dengan tabel yang menyatakan jumlah data uji
yang benar diklasifikasikan dan jumlah data uji yang salah diklasifikasikan.
Keterangan :
a. True Positive (TP) yaitu data dari kelas 0 yang benar dan diklasifikan
sebagai kelas 0.
b. False Positive (FP) yaitu jumlah data dari kelas 0 yang salah diklasi-
fikasikan sebagai kelas 1.
c. False Negative (FN) yaitu jumlah data dari kelas 0 yang salah diklasi-
fikasikan sebagai kelas 1.
d. True Negative (TN) yaitu data dari kelas 1 yang benar diklasifikasikan
sebagai kelas 1 (Rahman 2017).
Nilai yang dihasilkan melalui metode Confusion Matrix adalah sebagai
berikut :
TP+TN
Accurary= ×100 %
TP+ FP+ FN+ TN
(2.25)
Guide atau Gui builder merupakan Matlab script file yang dibuat untuk
analisis suatu permasalahan khusus. Penggunaan Guide memberikan/menye-
diakan fasilitas, seperti menu, pushbutton, slider, dan sebagainya sesuai dengan
program yang diinginkan atau digunakan tanpa knowledge dari Matlab. Guide
juga memberikan cara untuk efisiennya manajemen data (Luthfianto et all).
data input;
e. train param digunakan untuk menentukan parameter pelatihan jaringan
seperti epoch, goal, learning rate dan momentum coefisient(mc);
f. tansig, logsig parameter fungsi aktivasi dari suatu layer jaringan: tansig
adalah fungsi aktivasi bipolar sigmoid dan logsig fungsi aktivasi binary
sigmoid.
BAB II
METODE PENELITIAN
Pada bab ini, akan dijelaskan mengenai metodologi yang digunakan sebagai
panduan untuk menyelesaikan penelitian tugas akhir ini.
35
36
RSU Mitra Medika Bandar Klippa Tembung merupakan salah satu rumah
sakit swasta yang ada di Kabupaten Deli Serdang yang merupakan kepemilikan
swasta di bawah naungan PT. Mitra Medika Sumutindo. RSU Mitra Medika
Bandar Klippa Tembung diresmikan pada tanggal 07 Juli 2017 oleh Wakil Bupati
Kabupaten Deli Serdang yaitu Bapak H. Zainuddin. RSU Mitra Medika Bandar
Klippa Tembung mendapatkan Izin Operasional dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Deli Serdang No. 3210/440/SIRS/DS/V/2017 yang ditandatangani oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang yaitu dr. Hj. Aida Harahap, MARS
tertanggal 22 Mei 2017.
38
39
Data gejala-gejala yang dialami oleh pasien selanjutnya akan diolah oleh
jaringan. Agar data dapat dikenali oleh jaringan, maka data harus
direpresentasikan ke dalam bentuk numerik baik data input maupun data target.
Untuk data input, penelitian ini menggunakan 15 gejala penyakit beserta bobot
yang diberikan dari rentang nilai 0 sampai 1 untuk input X1 sampai X12 sedangkan
untuk input X13, X14 dan X15 merupakan data yang telah diberikan nilai
sebelumnya. Selain data input pada metode jaringan syaraf tiruan
backpropagation terdapat data target atau kelas. Target atau kelas itu harus sudah
ditentukan sebelumnya. Label kelas diubah bentuknya menjadi pengkodean one-
hot. One-hot encoding adalah yang semua bernilai vektornya 0, kecuali pada
indeks kelas yang sesuai. Pada penelitian ini, data akan diklasifikasikan ke dalam
dua kelas maka vektor yang merepresentasikannya memiliki panjang 2, dimana
tiap elemen yang direpresentasikan dengan variabel t menunjukkan indeks label
kelas. Target atau kelas pada penyakit Demam (Demam Berdarah Dengeu dan
Typhoid) dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :
40
Ya 1
12 Diare atau susah BAB ( X 12)
Tidak 0
Tabel 4.3: Pemberian Bobot Gejala-gejala Penyakit Demam pada Data Pasien
Variabel Pasien
1 2 ... 150
X1 0 0 ... 1
X2 1 1 ... 0
X3 0 0 ... 0.5
X4 0 0 ... 0
X5 0.5 1 ... 0.75
X6 0 0.5 ... 0
X7 0.5 0.5 ... 0
X8 0.5 0 ... 0.5
X9 0.5 0.5 ... 0
X10 0 0 ... 0
X11 0 1 ... 0
X12 1 0 ... 0
X13 180900 96500 ... 65000
X14 12.1 14.3 ... 11.8
X15 35.5 42.5 ... 35.5
Kelas 1 1 ... 2
mendapatkan data dengan ukuran nilai yang lebih kecil (0 sampai 1), mewakili
data asli tanpa kehilangan karakteristik dari data asli tersebut. Normalisasi data
dilakukan sebelum masuk ke proses pelatihan. Setiap data, baik data latih
maupun data uji dinormalisasi menjadi nilai kisaran 0 sampai 1. Normalisasi
data dihitung dengan menggunakan persamaan (2.24) seperti tabel berikut :
X−min ( X )
X∗¿( )
max( X )−min ( X )
Tahap selanjutnya dilakukan proses pembagian data dari data yang sudah
didapat sebelumnya. Pembagian data yang dilakukan untuk proses klasi-
fikasi penyakit demam menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan Algoritma
Backpropagation adalah membagi data menjadi data latih (training) dan data uji
(testing) pada tahapan Backpropagation. Pembagian data yang dilakukan
adalah data latih 70%, 80%, 90% dan data uji 30%, 20%, 10% dari data
keseluruhan 150 data pasien penderita Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid.
4.3. Backpropagation
Berdasarkan data input dan target yang akan dicapai tersebut maka dapat
digambarkan arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk
mengklasi- fikasikan penyakit demam (Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid)
sebagai berikut :
1. Data input terdiri dari 15 input yaitu (X1), (X2), (X3),..., (X15), 15 buah neuron
pada lapisan tersembunyi (hidden layer) yaitu (Z), (Z2), (Z3),..., (Z15) dan satu
lapisan keluaran (output layer) Y0.
X12 1
X13 0.646142151
X14 0.37804878
X15 0.328301887
Langkah 1 : Inialisasi bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil.
Inialisasi bobot dan bias diberikan dengan cara melakukan pembangkitan nilai
acak dengan interval sembarang. Nilai acak bisa dibangkitkan dalam interval
[- 1,1] atau [-0.5, 0.5] (Martono 2018). Beberapa penelitian yang telah dilakukan
mengisyaratkan agar pada awal pembangkitan bilangan random dilakukan dengan
nilai interval yang kecil . Karena bobot dan bias awal bobot yang digunakan
diisyaratkan adalah bobot awal yang kecil, maka nilai minimum adalah -0.5 dan
nilai maksimum adalah 0.5. Bobot awal input ke lapisan tersembunyi (hidden
layer) dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6: Bobot dan Bias Awal Input Layer ke Hidden layer
Xi vi,j Z1
X1 v1,1 -0.5
X2 v1,2 0.1
X3 v1,3 -0.2
X4 v1,4 0.3
X5 v1,5 0.2
X6 v1,6 -0.1
X7 v1,7 -0.2
X8 v1,8 0.4
X9 v1,9 0.2
X10 v1,10 0.3
X11 v1,11 0.1
X12 v1,12 -0.3
47
Langkah 3 : Jika kondisi penghentian belum terpenuhi yaitu Epoch < Maksimum
Epoch dan MSE > Target Error maka lakukan langkah 3-10.
Propagasi Maju
Langkah 5 : Setiap neuron masukan (input layer) menerima sinyal masukan dan
meneruskan sinyal tersebut ke lapisan tersembunyi (hidden layer).
Langkah 6 : Setiap neuron tersembunyi ( Z j , j=1 , , p ¿ menghitung masukan
terbobot dengan menggunakan persamaan (2.8) sehingga diperoleh hasil sebagai
berikut :
n
z inj=v oj + ∑ x i v ij
i=1
48
z ¿1=v 01+ ¿
¿ 0.310307406
z j =f ( z inj )
1
¿ −z
1+ e inj
1
z 1= −0.310307406
1+ e
n
y ℑ1=w01+ ∑ z j wij
j =1
y ℑ1=w01+(z 1 w1 )
¿ 0.3+(−0.084607941)
¿ 0.215392059
y=f ( y ink )
1
y= −0.215392059
1+e
49
¿ 0.446359208
Propagasi Mundur
δ 1=(t 1− y 1 ) y1 (1− y 1)
¿−0.110305477
Hitung nilai koreksi bobot yang digunakan untuk memperbarui nilai bobot
dengan menggunakan persamaan (2.15) :
w jk =α δ k z j
¿(0.5)(−0.10305477)(0.423039706)
¿−0.023331789
Menghitung nilai koreksi bias yang digunakan untuk memperbarui nilai w0k
dengan menggunakan persaman (2.16) :
w ok =α δ k
w 01=(0.5)(−0.110305477)
¿−0.055152739
15
δ ¿1=∑ δ 1 w11
k=1
50
¿−0.110305477(−0.2)
¿ 0.022061095
δ 1=δ ¿1 z 1 (1−z1 )
¿ 0.005384608
∆ v jk =α δ j x i
∆ v 1 ,1=α δ 1 x 1
¿(0.5)(0.005384608)(0)
¿0
∆ v 2 ,1=α δ 1 x 2
¿(0.5)(0.005384608)(1)
¿ 0.002692304
∆ v 3 ,1=α δ 1 x 3
¿(0.5)(0.005384608)(0)
¿0
∆ v 15 ,1=α δ 1 x15
51
¿(0.5)(0.005384608)(0.328301887)
¿ 0.000883889
∆ v 0 , j=α δ j
∆ v 0 ,1=α δ 1
¿(0.5)(0.005384608)
¿ 0.002692304
Perubahan Bobot
¿ 0.3+(−0 . 055152739)
¿−0.016545822
¿(−0.2)+(−0.023331798)
¿ 0.00466636
Hitung perubahan bobot dan bias dari input ke lapisan tersembunyi dengan
persamaan (2.21) :
v ij ( baru ) =v ij (lama )+ ∆ v ij
¿ 0.1+0.002692304
¿ 0.102692304
¿(−0.5)+ 0
¿−0.5
¿ 0.1+0.002692304
¿ 0.102692304
¿ (−0.2 ) +0
¿−0.2
¿(−0.1)+0.000883889
¿−0.099116111
4.3.1 Pelatihan
Langkah-langkah pada tahap pelatihan (training) ini dapat dilihat pada gambar 4.2
sebagai berikut :
Selain itu, ada satu command button yaitu latih data. Berikut tampilan form
pelatihan :
55
Neuron Pembagian
Hidden Data
No. α 70:30 80:20 90:10
Layer
MSE Akurasi MSE Akurasi MSE Akurasi
1 0.01 5 0.106 82.2% 0.103 86.7% 0.148 80.7%
2 0.01 11 0.107 84.4% 0.116 86.7% 0.116 86.7%
3 0.01 29 0.102 86.7% 0.0993 86.7% 0.075 100%
4 0.1 5 0.616 91.1% 0.0698 96.7% 0.0459 93.3%
5 0.1 11 0.026 95.6% 0.0422 96.7% 0.036 93.3%
6 0.1 29 0.204 95.6% 0.0294 100% 0.0355 93%
7 0.2 5 0.0288 95.6% 0.0278 96.7% 0.0212 93.3%
56
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah learning
rate maka nilai MSE semakin kecil dan akurasi semakin tinggi. Jumlah neuron
pada hidden layer terbaik pada tabel 4.8 adalah dan 29 neurons, ini berarti jika
jumlah neuron pada hidden layer di set terlalu kecil maka nilai akurasi akan
semakin rendah. Pada pelatihan jaringan menggunakan sigmoid biner diperoleh
bahwa parameter jaringan yang paling optimal adalah learning rate sebesar 0.5,
neuron pada hidden layer sebanyak 29 dengan recognition rate atau tingkat
akurasi sebesar 100% dan MSE sebesar 0.00208 pada pembagian data 90:10.
Pada tabel 4.9 merupakan pelatihan jaringan menggunakan sigmoid bipolar
didapatkan parameter jaringan yang paling optimal yaitu learning rate 0.1, jumlah
neuron pada hidden layer 29 mencapai target error 0.001 dan 10000 epoch yang
telah ditentukan sebelumnya Sehingga dari perbandingan kedua tabel 4.8 dan 4.9,
maka pelatihan jaringan yang menghasilkan parameter yang paling optimal adalah
pelatihan jaringan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid bipolar dengan
pembagian dta 90:10.
57
Pada gambar 4.5 dapat dilihat bahwa proses pembelajaran terhenti setelah
melakukan perulangan pembelajaran sebanyak 10000 iterasi yang berarti mampu
mencapai maksimum epoch yang telah ditentukan sebelumnya. Time, menyatakan
waktu yang telah ditempuh Matlab dalam melakukan pembelajaran. Performance
menyatakan kualitas hasil pembelajaran atau nilai MSE yang mencapai target
error sebesar 0.001 yang berarti kualitas jaringan yang bagus. Gradient
merupakan kemiringan antara satu iterasi dengan iterasi berikutnya, proses
biasanya akan berhenti jika kemiringan sudah tidak berubah. Validation check
bermaksud untuk mengecek apakah proses pembelajaran mengarah ke arah yang
tepat atau malah menyimpang. Di Regition ”plot” tampak tombol untuk melihat
hasil pembelajaran. Berikut ini adalah tampilan dari hasil pembelajaran:
4.3.2 Pengujian
15 Typhoid Typhoid
Output Kelas
Y0 < 0.5 1
Y0 ≥ 0.5 2
8+17
¿ × 100 %
15
¿ 100 %
Hasil dari diagnosa penyakit Demam akan terlihat pada hasil operasi yang
berdasarkan pada output bobot (Demam Berdarah Dengeu jika Y 0 <0.5 ataupun
demam Typhoid jika Y 0 ≥ 0.5) pada gambar seperti berikut ini :
5.2 Saran
64
DAFTAR PUSTAKA
Heaton, J., (2005): Introduction to Neural Networks with Java, Heaton Research,
Inc, USA.
65
66
Suryadi, U. T., (2015): Komparasi Support Vector Machine dan Neural Network
untuk Prediksi Kelulusan Sertifikasi Benih Kentang, Seminar Nasional
Infor- matika, .
Wati, D. A. R., (2011): Sistem Kendali Cerdas : Fuzzy Logic Controller (FLC),
Jaringan Syaraf Tiruan (JST), Algorima Genetik (AG) dan Algoritma
Particle Swarm Optimization (PSO)., Graha Ilmu, Yogyakarta.
67
68
41 0 1 0 0 0.5 0.5 0.5 0 0.5 0 0 1 143700 14.7 43.7 DHF
42 0 0 0.5 0 0.2 0.5 0.5 0.5 0.5 0 0 0 100800 13.4 40.6 DHF
43 0 0 0.5 0 0.5 0 0 0 0.5 0 1 0 63000 17.1 50.7 DHF
44 0 1 0 0 0.5 0.5 0 0 0.5 0 1 0 84400 13.1 42.2 DHF
45 1 0 0 0 0.2 0 0 0.5 0 0 1 0 144700 13 41 DHF
46 1 0 0.5 0 0.75 0 0.5 0.5 0.5 0 0 1 51000 10.6 30 DHF
47 1 0 0 0 0.5 0.5 0 0.5 0.5 0 0 1 77000 12.6 38.3 DHF
48 0 0 0 1 0.2 1 0 0.5 0 0 1 0 119400 11.65 33.1 DHF
49 0 0 0 1 0.2 1 0.5 0.5 0.5 0 1 0 77000 12.5 37.8 DHF
50 0 1 0 1 0.2 0.5 0.5 0 0 0 1 0 108800 14.7 35.3 DHF
51 1 0 0 0 0.5 0 1 0.5 0 0 1 0 38000 12 38.9 DHF
52 1 0 0 1 0.5 0.5 0 0.5 0 0 1 0 88000 12.5 35 DHF
53 0 1 0 0 0.2 0 0.5 0 1 0 0 0 96500 10.9 38.4 DHF
54 1 0 0 0 0.5 0 0 0.5 0 0 0 0 176300 15.5 44 DHF
55 0 1 0 1 0.5 0 1 0.5 0 0 0 0 116000 14.5 39.3 DHF
56 0 1 0 1 0.2 0.5 0 0.5 0 0 0 0 123000 14 39 DHF
57 1 0 0 1 0.2 0 0.5 0 0.5 0 1 1 120000 17.2 43 DHF
58 1 0 0 1 0.2 0.5 0 0.5 0 0 0 0 120500 13 38.6 DHF
59 0 1 0 1 0.2 0.5 0 0.5 0 0 0 0 143700 13.5 35.5 DHF
60 0 1 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0.5 0 1 1 153000 14.6 43 DHF
61 0 1 0 0 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0 0 1 180300 12.5 30.5 DHF
62 1 0 0 1 0.5 0 0 0.5 0.5 0 0 0 96500 13 37 DHF
63 1 0 0 0 0.2 0 0 0 0.5 0 0 0 126500 12.8 35.5 DHF
64 0 0 0.5 1 0.2 1 0.5 0 0.5 0 1 1 88000 14.1 40.5 DHF
65 1 1 0 1 0.5 0 0 0 0 0 1 1 100800 14.3 50.7 DHF
66 0 1 0 1 0.5 0 0 0.5 0 0 1 0 143000 13.5 42.2 DHF
67 0 1 0 1 0.2 0.5 0 1 0 0 0 1 143700 14.5 41.3 DHF
68 0 1 0 1 0.5 0 0.5 0 0.5 0 1 1 84000 15 30 DHF
69 0 0 0.5 1 0.5 0.5 0 0.5 0 0 1 0 150000 15.3 39.2 DHF
70 1 0 1 0 0.75 0.5 0.5 0 0.5 0 0 0 38000 13.5 33.5 DHF
71 0 0 0.5 0 0.75 0.5 0 0 0.5 0 0 1 83000 12.6 37.8 DHF
72 1 0 0.5 1 0.2 0 0 0 0.5 0 0 0 130000 11.8 36.2 DHF
73 1 0 0.5 0 0.5 0.5 0 0 1 0 0 1 85000 12 43.5 DHF
74 0 0 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0 0 0 89000 14.8 38.2 DHF
75 1 0 0.5 0 0.2 0 0.5 0 0.5 0 0 0 56000 13 35.1 DHF
76 1 0 1 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0 0 323000 12.8 39.2 TYPHOID FEVER
77 0 0 0.5 1 0.5 0 0 0.5 0.5 0 0 0 87700 15.8 47.2 TYPHOID FEVER
78 1 0 0 1 0.75 0.5 0.5 0 0.5 0 0 0 182200 11.8 34.9 TYPHOID FEVER
79 1 0 0 1 0.2 0 0 0 0.5 1 0 0 214000 11.5 34.8 TYPHOID FEVER
80 0 1 0 1 0.75 0.5 1 0 0.5 1 0 1 87700 10.5 47.3 TYPHOID FEVER
81 0 1 0 0 0.5 0.5 0.5 0 0.5 0 0 1 137000 12.1 35.6 TYPHOID FEVER
82 1 0 0 1 0.5 0.5 0 0 0.5 1 0 1 183300 11.2 34.2 TYPHOID FEVER
83 0 1 0 0 0.2 1 0.5 0 1 0 0 0 258900 13.1 41.5 TYPHOID FEVER
84 1 0 0 0 0.5 0 1 0 0.5 1 0 0 268800 12.3 37.6 TYPHOID FEVER
85 1 0 0 1 0.5 0 0 0.5 0.5 0 0 1 180700 11.1 33.1 TYPHOID FEVER
69
86 0 1 0 0 0.2 0 0.5 0 0.5 1 0 0 134700 13.4 38.8 TYPHOID FEVER
87 0 0 0 1 0.5 0 0.5 0.5 1 1 0 0 184200 11.8 34.2 TYPHOID FEVER
88 0 0 0 1 0.75 0 0.5 0 0.5 0 0 1 141500 11.8 35.8 TYPHOID FEVER
89 0 0 0 1 0.5 0 0.5 0 0 0 0 0 355900 12.2 37.1 TYPHOID FEVER
90 1 0 0 1 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0 1 376100 11.2 33.6 TYPHOID FEVER
91 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0 0 1 0 0 287600 13.2 41.7 TYPHOID FEVER
92 0 1 0 1 0.75 0 1 0.5 1 0 0 1 103800 14.2 43.3 TYPHOID FEVER
93 0 1 0 1 0.5 0 0.5 0 0 0 0 1 343000 9.4 28.3 TYPHOID FEVER
94 0 1 0 1 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0 1 174100 11.6 35.5 TYPHOID FEVER
95 0 1 0 1 0.2 0 1 0 1 0 0 1 89700 14 43.0 TYPHOID FEVER
96 0 1 0 1 0.75 0 0 0 0.5 0 0 1 232700 9.3 28.3 TYPHOID FEVER
97 0 1 0 0 0.2 0.5 0.5 0 0.5 0 0 1 261900 13 41.5 TYPHOID FEVER
98 1 0 0 0 0.5 0 0 0 0.5 1 0 0 137800 11.6 35.2 TYPHOID FEVER
99 0 1 0 0 0.75 0.5 0 0 0.5 1 0 0 161900 9 26.8 TYPHOID FEVER
100 0 1 0 1 0.75 0 1 0 0.5 0 0 0 225000 11.7 36.5 TYPHOID FEVER
101 1 0 0 0 0.5 0 1 0 0.5 0 0 1 388100 12.8 41.1 TYPHOID FEVER
102 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0 0 1 0 0 182200 15.8 38.8 TYPHOID FEVER
103 0 0 0 1 0.2 0.5 0 0.5 0 0 0 0 14390 11.9 37.1 TYPHOID FEVER
104 0 1 1 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0 0 185800 13.1 39.2 TYPHOID FEVER
105 0 1 0 0 0.75 0 0.5 0 0.5 1 0 0 107800 12.1 36.8 TYPHOID FEVER
106 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0 0 0 128500 9.5 29.2 TYPHOID FEVER
107 0 1 0.5 0 0.5 0.5 1 0 0.5 1 0 1 180700 13.4 38.1 TYPHOID FEVER
108 1 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0 0 237700 12.2 37.4 TYPHOID FEVER
109 0 1 0 0 0.75 0 0.5 0.5 0 1 0 0 431000 13.2 40 TYPHOID FEVER
110 0 1 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0 0 0 245800 12.7 36.2 TYPHOID FEVER
111 1 0 0.5 0 0.75 1 0 0 0.5 1 0 0 359000 13.9 42.2 TYPHOID FEVER
112 1 0 0 0 0.5 0 0 0 0.5 1 0 1 66500 15.9 36.3 TYPHOID FEVER
113 0 1 0 0 0.75 0.5 0 0 0 1 0 0 114900 15.1 46.4 TYPHOID FEVER
114 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0 0 91300 11.9 36.7 TYPHOID FEVER
115 0 1 0 0 0.2 0 0.5 0.5 0.5 0 0 0 185800 12.7 36.8 TYPHOID FEVER
116 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0 1 140500 10.4 31.1 TYPHOID FEVER
117 0 0 0 1 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0 0 0 211900 13.7 40.7 TYPHOID FEVER
118 0 0 0 1 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0 0 259100 10.9 33.6 TYPHOID FEVER
119 0 1 0 1 0.75 0.5 1 0 0 1 0 1 163100 10.5 32.5 TYPHOID FEVER
120 0 1 0 0 0.2 0 0.5 0 0.5 0 0 1 99800 11.5 35.6 TYPHOID FEVER
121 0 1 0 0 0.5 0.5 0 0 0 1 0 1 274000 12.3 39.6 TYPHOID FEVER
122 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0 0 0 0 0 185800 12.7 35.5 TYPHOID FEVER
123 1 0 0 0 0.5 1 0 0 0.5 1 0 0 195600 15.1 30.6 TYPHOID FEVER
124 1 0 0 0 0.75 0 0.5 0 0.5 1 0 0 534700 9.5 30.1 TYPHOID FEVER
125 0 1 0 0 0.5 0 0.5 0.5 0 0 0 1 172700 12.9 38.9 TYPHOID FEVER
126 0 1 0 0 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0 1 165700 12.5 40 TYPHOID FEVER
127 1 0 0 1 0.5 0.5 0.5 1 1 0 0 1 38500 11.3 35.2 TYPHOID FEVER
load data_latih.mat;
load target_latih.mat;
hidden_layer = hiddenlayer;
output = 1 ;
net=newff(minmax(data_latih),[hidden_layer,output] ,
{'logsig','logsig'},'traingd');
net.performFcn = 'mse';
net.trainparam.epochs= epoch;
net.trainparam.goal= goal;
net.trainparam.lr=lr;
net=init(net);
[net,tr]=train(net,data_latih,target_latih);
%Hasil setelah pelatihan
bobot_hidden = net.IW{1,1};
bobot_keluaran = net.LW{2,1};
bias_hidden = net.b{1,1};
bias_keluaran = net.b{2,1};
save bobot90.mat bobot_hidden bobot_keluaran bias_hidden
bias_keluaran;
71
Lamp. C
Kode Program MATLAB Pelatihan
[net,tr]=bp(epoch,goals,lr,hiddenlayer);
save('bobotjst.mat','net','tr');
72
Lamp. D
Kode Program MATLAB Pengujian
load('data_uji.mat')
load('bobotjst.mat')
jumlahData=38;
y = sim(net, data_uji);
disp(y);
kelas= zeros(1,jumlahData);
disp('Hasil Pengujian');
for(a=1:jumlahData)
if(y(a)>=0.5)
disp('Kelas 1');
kelas(a) = 2
else
disp('Kelas 2');
kelas(a) = 1
end
end
Y=y;
disp(y')
save kelas.mat kelas;
load('target_uji.mat')
newData = [target_uji; kelas];
load target_uji;
load kelas;
targetsVector = target_uji; % True classes
outputsVector = kelas; % Predicted classes
% Convert this data to a [numClasses x 6] matrix
targets = zeros(2,38);
outputs = zeros(2,38);
targetsIdx = sub2ind(size(targets), targetsVector, 1:38);
outputsIdx = sub2ind(size(outputs), outputsVector, 1:38);
targets(targetsIdx) = 1;
outputs(outputsIdx) = 1;
% Plot the confusion matrix for a 2-class problem
close
plotconfusion(targets,outputs)
Pengujian
73
Lamp. E
Kode Program Halaman Diagnosa
load bobotjst.mat;
f = waitbar(0,'Mohon tunggu...');
x1=get(handles.popupmenu1,'Value');
x2=get(handles.popupmenu2,'Value');
x3=get(handles.popupmenu3,'Value');
x4=get(handles.popupmenu4,'Value');
x5=get(handles.popupmenu5,'Value');
x6=get(handles.popupmenu6,'Value');
x7=get(handles.popupmenu7,'Value');
x8=get(handles.popupmenu8,'Value');
x9=get(handles.popupmenu9,'Value');
x10=get(handles.popupmenu10,'Value');
x11=get(handles.popupmenu11,'Value');
x12=get(handles.popupmenu12,'Value');
x13=str2num(get(handles.edit13,'String'));
x14=str2num(get(handles.edit14,'String'));
x15=str2num(get(handles.edit15,'String'));
%normalisasi
if(x1==1)
x1 = 3
elseif(x1==2)
x1 = 1;
else
x1 = 0;
end
if(x2==1)
x2 = 3
elseif(x2==2)
x2 = 1;
else
x2 = 0;
end
if(x3==1)
x3 = 3
elseif(x3==2)
x3 = 1;
elseif(x3==3)
x3 = 0.5;
else
x3 = 0;
74
75
end
if(x4==1)
x4 = 3
elseif(x4==2)
x4 = 1;
else
x4 = 0;
end
if(x5==1)
x5 = 3
elseif(x5==2)
x5 = 0.75;
elseif(x5==3)
x5 = 0.5;
else
x5 = 0.2;
end
if(x6==1)
x6 = 3
elseif(x6==2)
x6 = 1;
elseif(x6==3)
x6 = 0.5;
else
x6 = 0;
end
if(x7==1)
x7 = 3
elseif(x7==2)
x7 = 1;
elseif(x7==3)
x7 = 0.5;
else
x7 = 0;
end
if(x8==1)
x8 = 3
elseif(x8==2)
76
x8 = 1;
elseif(x8==3)
x8 = 0.5;
else
x8 = 0;
end
if(x9==1)
x9 = 3
elseif(x9==2)
x9 = 1;
elseif(x9==3)
x9 = 0.5;
else
x9 = 0;
end
if(x10==1)
x10 = 3
elseif(x10==2)
x10 = 1;
else
x10 = 0;
end
if(x11==1)
x11 = 3
elseif(x11==2)
x11 = 1;
else
x11 = 0;
end
if(x12==1)
x12 = 3
elseif(x12==2)
x12 = 1;
else
x12 = 0;
end
if(isempty(x13))
normalisasix13 = 3;
else
normalisasix13 = (x13-10900)/(534700-10900);
end
if(isempty(x14))
normalisasix14 = 3
else
normalisasix14 =(x14-9)/(17.2-9)
end
77
if(isempty(x15))
normalisasix15 = 3
else
normalisasix15 =(x15-26.8)/(53.3-26.8)
end
pola=[x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7, x8, x9, x10, x11, x12,
normalisasix13, normalisasix14, normalisasix15];
pola= pola';
waitbar(0.4,f,'Mohon tunggu...');
disp('===============')
disp(pola)
waitbar(0.6,f,'Mohon tunggu...');
if(ismember(3, pola))
beep; warndlg('Silahkan melengkapi form
validasi.','Peringatan!');
waitbar(1,f, 'Selesai');
close(f)
else
waitbar(0.8,f,'Mohon tunggu...');
y = sim(net, pola);
waitbar(0.9,f,'Mohon tunggu...');
if(y(1)>=0.5)
disp('Kelas 2');
set(handles.y1,'String','Y0 = 1');
set(handles.text25, 'String', 'Typhoid');
else
disp('Kelas 1');
set(handles.y1,'String','Y0 = 0');
set(handles.text25, 'String', 'Demam Berdarah
Dengeu');
end
waitbar(1,f, 'Selesai');
close(f)
end
Lamp. F
Surat Persetujuan Pembimbing Skripsi
78
Lamp. G
Surat Izin Penelitian Fakultas
79
Lamp. H
Surat Izin Dari Tempat Penelitian
80
Lamp. I
Surat Telah Melaksanakan Penelitian
81