Anda di halaman 1dari 96

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

KLASIFIKASI PENYAKIT DEMAM MENGGUNAKAN METODE


JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA
BACKROPAGATION

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Sains

Citra Permatasari
NIM 4161230006
Program Studi Matematika

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
MEDAN
2021
Untuk Ayah, Ibu dan Adik

i
Skripsi:

Klasifikasi Penyakit Demam Menggunakan Metode Jaringan


Syaraf Tiruan Algoritma Backropagation

Nama : Citra Permata Sari


NIM : 4161230006
Program Studi : Matematika
Jurusan : Matematika

Menyetujui :
Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Arnita, M.Si


NIP. 197606212008122001

Mengetahui :

Fakultas MIPA Unimed Jurusan Matematika


Dekan, Ketua,

Prof. Dr. Fauziyah Harahap, M.Si. Dr. Pardomuan Sitompul, M.Si.


NIP. 1966072819991032002 NIP. 196911261997021001

Tanggal Lulus : 14 Januari 2021


ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
Citra Permatasari, penulis skripsi berjudul Klasifikasi Penyakit
Demam Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan
Algoritma Backpropagation, penulis dilahirkan di Sipirok
pada tanggal 08 Mei 1998. Penulis adalah anak pertama (dari
dua bersaudara) dari pasangan yaitu Alm. Fahruddin Harahap
dan Duma Sari Siregar. Penulis memulai pendidikan formal di
SD Negeri 1 Sipirok. Kemudian pada 2013 penulis telah menyelesaikan
pendidikannya di SMP Negeri 1 Sipirok. Setelah melanjutkan pendidikan di SMA
Negeri 1 Sipirok dan tamat pada tahun 2016. Pada tahun 2016, melalui jalur
SNMPTN, penulis diterima menjadi salah satu mahasiswa di Program Studi
Matematika, Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan. Pada
tanggal 14 Januari 2021, penulis dinyatakan lulus dalam ujian mempertahankan
skripsi dan berhak menggunakan gelar Sarjana Sains (S.Si).

v
ABSTRAK

Citra Permatasari, NIM 4161230006 (2016). Klasifikasi Penyakit Demam


Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Algoritma Backropagation.

Kemajuan teknologi telah membantu menyelesaikan permasalahan di


berbagai bidang terutama bidang kesehatan, salah satunya dalam pengklasifikasi
penyakit yang mempermudah manajemen pengawasan penyakit untuk mengetahui
penyakit tersebut masuk dalam kategori jenis penyakit apa. Proses klasifikasi
menggunakan komputer dapat diterapkan dengan menggunakan berbagai macam
metode-metode klasifikasi salah satunya metode Jaringan Syaraf Tiruan dengan
Algoritma Backpropagation. Jaringan syaraf tiruan merupakan salah satu sistem
pemrosesan informasi yang didesain dengan menirukan cara kerja otak manusia
dengan melakukan proses belajar melalui perubahan bobot sinapsisnya. Salah
satu permasalahan yang dapat diterapkan dengan algoritma Backpropagation
dalam kasus klasifikasi adalah Klasifikasi Penyakit Demam (Demam Berdarah
Dengeu dan Typhoid) karena kemiripan gejala yang dimiliki kedua penyakit
tersebut.
Penerapan algoritma Backpropagation dalam Klasifikasi Penyakit Demam
(Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid) diawali dengan tahapan pelatihan pada
data latih sebanyak 135 data, diperoleh variasi learning rate dan neuron hidden
layer terbaik dengan cara trial dan error. Pengujian dilakukan pada data uji yaitu
sebanyak 15 data, hasil pengujian berupa klasifikasi penyakit Demam yang
dibandingkan hasilnya dengan target sebenarnya. Parameter- parameter optimal
dalam klasifikasi Penyakit Demam Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan
Algoritma Backpropagation adalah neuron pada hidden layer sebanyak 29
neuron, nilai learning rate 0.1, maksimum epoch sebesar 10000 dan nilai MSE
mencapai target error sebesar 0.001 dengan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid
bipolar diperoleh tingkat akurasi 100%.

Kata kunci: Backpropagation, Jaringan Syaraf Tiruan, Demam Berdarah Dengeu


dan Demam Typhoid.

vi
ABSTRACT

Citra Permatasari, NIM 4161230006 (2016). Classification of Fever Uses


Backpropagation Algorithm Neural Network Method.

Technological advances have helped solve problems in various fields,


especially the health sector, one of which is the classification of disease which
management makes it easy for disease control management to find out which
disease belongs to what kind of disease. Classification process using a computer
can be applied using a variety of uses one of the classification methods is the
Artificial Neural Network method with Backpropagation Algorithm. Artificial
neural network is one system information processing designed to mimic how the
human brain works by carrying out the learning process through changes in the
weight of the synapses. One of the problem can implement the Backpropagation
algorithm in cases the classification is the Classification of Fever Diseases
(Dengeu Hemorrhagic Fever and Typhoid Fever) because of the similar symptoms
of the two diseases.

Application of the Backpropagation algorithm in the Classification of


Fever Diseases (Dengeu Hemorrhagic Fever and Typhoid Fever) begins with a
training stage on training data as much as 135 data, obtained the best variation of
learning rate and hidden layer neurons by trial and error. Tests carried out on the
test data as much as for 15 data, the test results are in the form of classification of
fever diseases that are compared the result with the real target. The optimal
parameters in the classification fever Disease Using Neural Network Algorithm
Method backpropagation is 29 neurons in the hidden layer, value learning rate is
0.1, the maximum epoch is 10000 and the MSE value reaches the target an error
of 0.001 using the bipolar sigmoid activation function is obtained 100% accuracy
rate.

Key words: Backpropagation, Artificial Neural Networks, Dengeu Hemorrhagic


Fever, Typhoid Fever.

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, Tuhan seluruh alam, atas
rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga serta kemudahan dan kelancaran yang
telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Klasifikasi Penyakit Demam Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan
Algoritma Backpropagation. Shalawat serta salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam beserta keluarga
dan para sahabatnya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Untuk itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
Bapak Dr. Syamsul Gultom, SKM., M.Kes., selaku Rektor Universitas Negeri
Medan, Ibu Prof. Dr. Fauziyah Harahap, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan, Bapak Dr.
Pardomuan Sitompul, M.Si., selaku Ketua Jurusan Matematika, Bapak Lasker
Pangarapan Sinaga, S.Si., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Matematika
Universitas Negeri Medan, Ibu Dr. Hamidah Nasution, M.Si., selaku Ketua
Program Studi Matematika Universitas Negeri Medan, Ibu Dr. Arnita, M.Si.,
selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memotivasi dan
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta membimbing penulis
juga dalam perkuliahan, Ibu Dr. Nerli Khairani, M.Si., Dr. Hermawan Syahputra,
M.Si., dan Ibu Chairunisah, S.Si, M. Si., selaku dosen penguji atau narasumber
yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini,
Bapak Dr. Abil Mansyur, S.Si, M.Si., selaku dosen Pembimbing Akademik,
Bapak dr. Adrian Martin Hutauruk M.Kes, selaku Direktur RSU Mitra Medika
Bandar Klippa, Pegawai Rekam Medis Rumah Sakit Umum Mitra Medika, yang
telah memberikan izin dan tempat kepada penulis untuk melakukan penelitian,
seluruh dosen dan staf pegawai administrasi Jurusan Matematika FMIPA
Universitas Negeri Medan yang telah membantu penulis menyelesaikan ini dan
memberikan bimbingan kepada penulis semenjak mengikuti perkuliahan.
Teristimewa kepada Ibunda tercinta Ibu Duma Sari Siregar dan Ayahanda terkasih
viii
Bapak Alm. Fahruddin Harahap untuk semua kasih sayang, doa, ajaran, motivasi,
material, dan jerih payah sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di
Universitas Negeri Medan. Serta adik tersayang Astro Heriansyah Harahap yang
selalu memberikan dukungan penuh bagi penulis, kepada Keluarga Besar baik
dari Ibu maupun dari Ayah. Terkhusus kepada sahabat-sahabat dekat yang selalu
memberikan dukungan dan teman-teman seperjuangan PSM A 2016. Kepada kak
Devi, kak Yunika, kak Erni yang telah membimbing penulis selama penelitian di
RSU Mitra Medika Bandar Klippa.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas semua kebaikan yang


telah diberikan Bapak/Ibu serta saudara/i dalam penyusunan skripsi ini. Saran dan
kritik yang dapat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan ke depannya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi penulis dan
pembaca. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2021


Penulis,

Citra Permatasari
NIM. 4161230006

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSEMBAHAN.............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN…............................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................................... iv
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................. v
ABSTRAK........................................................................................................... vi
ABSTRACT …………………………………………………………………… vii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………….……………..... xiv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 5
1.3 Batasan Masalah........................................................................ 5
1.4 Tujuan Penelitian....................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian..................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 5
2.1 Demam ……………………………...................................... 7
2.1.1. Demam Berdarah Dengeu…………………............. 7
2.1.2. Demam Typhoid....................................................... 8
2.2 Klasifikasi………................................................................... 10
2.3 Jaringan Syaraf Tiruan ……………………………………... 11
2.3.1. Komponen Jaringan Syaraf Tiruan ……..……........ 13
2.3.2. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan ………………… 16
2.3.3. Proses Pembelajaran………………………………. 17
2.3.4. Fungsi Aktivasi……………………………………. 19
2.4 Backpropagation . . . ………………………………………. 21

2.4.1. Arsitektur Backpropagation ……………………… 22


x
2.4.2. Pelatihan Standar Backpropagation………………… 23
2.4.3. Optimalitas Arsitektur Backpropagation…..……….. 28
2.5 Normalisasi Data...................................................................... 30
2.6 Confusion Matrix..................................................................... 31
2.7 Matrix Laboratory (MATLAB)…..………………………..... 32
2.7.1. Matrix Laboratory (Matlab)..……………………. 32
2.7.2. Komponen Guide Matlab ………………………… 32
2.7.3 Toolbox Backpropagation di Matlab ……………. 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 34
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian................................................. 34
3.2 Jenis Penelitian........................................................................ 34
3.3 Prosedur Penelitian.................................................................. 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………... 37
4.1 Gambaran Umum RSU Mitra Medika Bandar Klippa 37
Tembung …………………………………………….............
4.2 Pengolahan dan Analisis Data ………………………………. 38
4.2.1. Pendefinisian Masukan dan Target …………………… 38
4.2.2. Normalisasi Data ……………………………………… 42
4.2.3. Pembagian Data ………………………………………. 43
4.3. Backpropagation ……………………………………………. 43
4.3.1. Pelatihan ……………………………………………… 52
4.3.2. Pengujian ……………………………………………… 56
4.3.3. Hasil Pengujian ………………………………………. 57
4.4. Implementasi Antarmuka Aplikasi Diagnosa Penyakit …….. 59
4.4.1. Halaman Depan ………………………………………. 59
4.4.2. Halaman Diagnosa Penyakit Demam ………………… 60
BAB V PENUTUP ……………………………………………………….... 62
5.1 Kesimpulan …………………………………………………. 62
5.2 Saran ………………………………………………………... 62
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 63
LAMPIRAN . …………………………………………………………………. 65

xi
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 2.1 Susunan Syaraf Manusia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……… 11
Gambar 2.2 Struktur Neuron . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ………. 13
Gambar 2.3 Jaringan Lapisan Tunggal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …….. 16
Gambar 2.4 Jaringan Banyak Lapisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …….. 17
Gambar 2.5 Jaringan Lapisan Kompetitif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
Gambar 2.6 Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
Gambar 2.7 Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
Gambar 2.8 Arsitektur Jaringan Backpropagation . . . . . . . . . . . . . . . . 22

Gambar 3.1 Skema Prosedur Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36

Gambar 4.1 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43


Gambar 4.2 Diagram Tahap Pelatihan (Training) . . . . . . . . . . . . . . . . 50
Gambar 4.3 Tampilan Form Pelatihan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53
Gambar 4.4 Proses Pelatihan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 55
Gambar 4.5 Tampilan plot Regression . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 55
Gambar 4.6 Form Pengujian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 57
Gambar 4.7 Tampilan Confusion Matrix . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 58
Gambar 4.8 Tampilan Halaman Utama . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 60
Gambar 4.9 Tampilan Halaman Diagnosa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 60
Gambar 4.10 Hasil Penggunaan Aplikasi . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . .. . . 61

xii
DAFTAR TABEL
Hal

Tabel 2.1 Tabel Confusion Matrix . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32

Tabel 4.1 Keterangan Target atau Kelas Penyakit Demam . . . . . . .. . . . 39


Tabel 4.2 Perbandingan Gejala Penyakit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . 37
.
Tabel 4.3 Gejala – gejala Penyakit . . . . . . . . . . . . .. . . . .. . . .. . . .. . . . .. 40
Tabel 4.4 Pemberian Bobot Gejala-gejala Penyakit Demam pada Data 41
Pasien . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tabel 4.5 Data Pasien Setelah Normalisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
Tebal 4.6 Data Input Pasien ke-1 pada Data Latih . . . . . . . . . . . . . .. . . . 44
Tabel 4.7 Bobot dan Bias Awal Input Layer ke Hidden layer . . . . . …. 45
Tabel 4.8 Bobot dan Bias Awal Hidden Layer ke Output Layer . . . …. 46
Tabel 4.9 Variansi parameter-parameter Pelatihan dengan Sigmoid 53
Biner………………………………………………………………

Tabel 4.10 Variansi parameter-parameter Pelatihan dengan Sigmoid 54
Bipolar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Tabel 4.11 Perbandingan Target Asli dan Hasil Klasifikasi . . . . . . . . . . . 57
Tabel 4.12 Nilai Ambang Threadsold . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lamp. A Data Pelatihan...................................................................65


Lamp. B Kode Program Fungsi Backpropagation...........................69
Lamp. C Kode Program MATLAB Pelatihan.................................70
Lamp. D Kode Program MATLAB Pengujian................................71
Lamp. E Kode Program Halaman Diagnosa....................................72
Lamp. F Surat Persetujuan Pembimbing Skripsi............................76
Lamp. G Surat Izin Penelitian Fakultas............................................77
Lamp H Surat Izin Dari Tempat Penelitian.....................................78
Lamp I Surat Telah Melaksanakan Penelitian …………………..79

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Demam merupakan naiknya suhu tubuh menjadi lebih tinggi dari biasanya.
Suhu tubuh normal manusia berada pada titik 37◦C, jika suhu tubuh lebih dari
angka tersebut menunjukkan adanya demam yang disebabkan oleh faktor infeksi
atau faktor non infeksi. Demam merupakan hal yang sering terjadi pada manusia
dan merupakan indikator bahwa tubuh sedang melakukan perlawan terhadap zat-
zat berbahaya. Terdapat 8 jenis demam yang perlu di waspadai antara lain Demam
Berdarah Dengue, Typhoid, Malaria, Chicken Guinea, Viral, Meningitis, Infeksi
saluran kemih dan HIV. Dari 8 jenis demam tersebut tiga diantaranya memiliki
gejala yang mirip yaitu Demam Berdarah Dengue, Thypoid dan Malaria. Penyakit
Demam Berdarah atau masyarakat Indonesia lebih sering menye- butnya dengan
DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan salah satu penyakit yang sangat
mematikan. Pada tahun 2018 jumlah penderita dilaporkan sebanyak 1.490 kasus
dengan jumlah kematian sebanyak 13 orag (IR/Angka Kesakitan = 66.8 per
100.000 penduduk), sedangkan pada tahun 2017 dilaporkan bahwa jumlah seluruh
kasus demam berdarah dengeu di Sumatera Utara sebanyak 5.454 kasus dengan
angka kesakitan atau Insidence Rate (IR) sebesar 39.6 per 100.000 penduduk,
sedangkan angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,51%. Jumlah
kasus tertinggi Demam berdarah dengeu terjadi di Kota Medan yakni sebanyak
1.214 kasus dengan CFR 0,91% (RI 2014).

Penyakit demam yang kedua adalah demam Typhoid atau yang lebih dikenal
masyarakat dengan penyakit Tifus merupakan demam yang disebabkan oleh
kuman Salmonella typhi. Berdasarkan data World Health Organization (WHO)
tahun 2018, diperkirakan 11-20 juta orang sakit karena Typhoid dan terdapat
128.000- 161.000 orang meninggal setiap tahunnya. Di Sumatera Utara kasus
demam Typhoid pada tahun 2009 dilaporkan sebesar 0,2-3,3% dan persentase
tertinggi dilaporkan dari Nias Selatan (3,3%).

1
2

Sedangkan persentase untuk kota Medan sebesar 0,4%. Penyakit ini


termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6
Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit
yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat
menimbulkan wabah (Manullang 2016). Dalam penelitian ini penyakit Demam
hanya diklasifikasikan dalam dua kelas saja yaitu Demam Berdarah Dengeu dan
Demam Typhoid, malaria tidak termasuk karena tidak tersedianya data pasien
penyakit Malaria dan tempat penelitian bukan merupakan daerah endemis
penyakit Malaria.

Kota Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah kasus penderita
Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid yang cukup tinggi. Salah satu Rumah
Sakit di kota Medan yang menanangani pasien penderita penyakit Demam
Berdarah Dengeu dan Typhoid adalah RSU Mitra Medika. Rumah Sakit Umum
Mitra Medika adalah Rumah Sakit Swasta kelas C yang berada di Jl. Medan -
Batang Kuis, Dusun XI Emplasmen, Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei
Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Rumah Sakit Umum Mitra
Medika (Tembung) memiliki ketersediaan data penyakit Demam berdarah dengeu,
Typhoid sehingga relevan dengan penelitian ini.

Gejala utama pada penyakit Demam berdarah dengeu dan Typhoid


yaitu demam, demam pada penyakit Demam Berdarah dengeu yaitu demam
tinggi dengan suhu antara 39◦C − 40◦C yang muncul secara mendadak, demam
berlangsung selama 7 hari dan terjadi secara terus menerus. Pada penyakit
Tifoid, demam akan muncul secara bertahap, saat gejala awal muncul, suhu
tubuh bisa normal atau rendah, lalu akan naik secara perlahan setiap hari dan
bisa mencapai 40◦C. Kedua penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di kota Medan. Penyakit Demam berdarah dengeu dan Tifoid
memiliki jumlah penderita yang banyak dan memiliki resiko kematian yang
cukup tinggi.

Kemiripan gejala dari masing-masing penyakit sering menimbulkan


kesulitan dalam mendapatkan anamnese (diagnosa sementara) karena waktu
tunggu yang cukup lama, menyebabkan kecepatan mendiagnosis penyakit sangat
3

terbatas dan terkadang kurang akurat sehingga pasien mendapatkan penanganan


awal yang kurang tepat dan semakin memperburuk kondisi pasien. Untuk
mengatasi hal tersebut dibutuhkan suatu sistem aplikasi yang dapat mempermudah
dalam mengi- dentifikasi penyakit berdasarkan gejala-gejala yang dirasakan oleh
pasien.

Kemajuan teknologi telah membantu menyelesaikan permasalahan di


berbagai bidang terutama bidang kesehatan, salah satunya dalam pengklasifikasi
penyakit yang mempermudah manajemen pengawasan penyakit untuk melihat
penyakit tersebut masuk dalam kategori jenis penyakit apa. Proses klasifikasi
menggunakan komputer dapat diterapkan dengan menggunakan berbagai macam
metode-metode klasifikasi salah satunya metode Jaringan Syaraf Tiruan dengan
Algoritma Backpropagation. Jaringan syaraf tiruan merupakan salah satu sistem
pemrosesan informasi yang didesain dengan menirukan cara kerja otak manusia
dengan melakukan proses belajar melalui perubahan bobot sinapsisnya. Otak
manusia terdiri atas jutaan neuron yang saling terhubung yang dikenal sebagai
syaraf biologi. Setiap neuron terdiri atas sebuah sel yang memiliki sejumlah
dendrit (input) dan sebuah akson (output). Akson berhubungan dengan neuron
yang lain melalui jalur penghubung yang menghasilkan reaksi kimia saat
merespon input yang masuk. Dendrit dan akson pada otak manusia berperan
sebagai layer input (lapisan penghubung) dan layer output (lapisan keluaran) pada
Jaringan Syaraf Tiruan serta serta jalur penghubung yang berperan sebagai
sinapsis.

Kelebihan jaringan syaraf tiruan adalah kemampuan generalisasi, yaitu


kemampuan jaringan syaraf tiruan untuk menghasilkan respon yang bisa diterima
terhadap pola pola input yang serupa (namun tidak identik) dengan pola-pola
sebelumnya yang telah dipelajari. Dengan tingkat kemampuan yang sangat baik,
aplikasi jaringan syaraf tiruan sangat cocok diterapkan pada klasifikasi (memilih
suatu input ke dalam suatu kategori tertentu yang diterapkan). Salah satu
algoritma Jaringan Syaraf Tiruan yang sangat cocok diterapkan dalam kasus
klasifikasi adalah algoritma Backpropagation. Kelebihan yang dimiliki
Backpropagation adalah melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan
antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama
4

pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar


terhadap pola masukan yang serupa dengan pola yang dipakai selama proses
pelatihan (Khairani 2014). Metode Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural
Network) memiliki performa yang lebih baik dibandingkan metode klasifikasi lain
seperti SVM (Suryadi 2015).

Penelitian terdahulu mengenai penyakit dengan gejala demam telah


dilakukan oleh Yopy Andry Lesnussa, dkk, pada tahun 2017 dengan judul
penelitian ”Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan untuk Penyebaran Penyakit Demam
Berdarah Dengeu (DBD) di kota Ambon”, penelitian ini dilakukan untuk
membuat sistem aplikasi untuk penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengeu
(DBD) dengan menggu- nakan Jaringan Syaraf Tiruan dengan metode
backpropagation, di dapat kesimpulan bahwa Jaringan Syaraf Tiruan dengan
metode backpropagation untuk penyebaran penyakit DBD di kota Ambon
memiliki tingkat keakuratan yang tinggi yaitu sebesar 90%. Pengujian dengan
metode backpropagation ini tergantung pada pemilihan α (learning rate) yang
tepat.

Penelitian selanjutnya dilakukan dengan membandingkan metode


Backprop- agation dengan metode Monte Carlo yang telah dilakukan oleh
Junadhi, dkk, pada tahun 2017 dengan judul penelitian ”Perbandingan Metode
Backpropagation dengan Monte Carlo dalam memprediksi jumlah penderita
Demam Berdarah Dengeu (DBD) di kota Pekanbaru”. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui metode mana yang lebih bagus dalam memprediksi jumlah
penderita demam berdarah. Hasil pengujian data dengan kedua metode didapat
bahwa metode backpropagation memiliki standar deviasi yang rendah
dibandingkan dengan metode monte carlo, sehingga metode backpropagation
dikatakan lebih baik dalam memprediksi jumlah penderita penyakit demam
berdarah dengeu di kota Pekanbaru.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mencoba melakukan


penelitian menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dalam
mengklasifikasikan penyakit Demam dengan judul penelitian ”Klasifikasi
Penyakit Demam Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Algoritma
Backpropagation.”
5

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana penerapan metode Jaringan Syaraf Tiruan algoritma Backprop-


agation dalam klasifikasi penyakit Demam?
b. Bagaimana tingkat keakuratan metode Jaringan Syaraf Tiruan Algoritma
Backpropagation dalam klasifikasi penyakit Demam?

1.3. Batasan Masalah


Untuk membatasi cakupan permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini, penulis membuat batasan sebagai berikut :
a. Algoritma yang digunakan pada metode Jaringan Syaraf Tiruan ini adalah
Algoritma Backpropagation.
b. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari RSU Mitra Medika
Bandar Klippa kota Medan provinsi Sumatera Utara. Data yang diperoleh
merupakan data sekunder yaitu data pasien penderita Demam Berdarah
Dengeu dan Typhoid dari bulan Januari-Desember tahun 2018 sebanyak 150
data (75 pasien Demam Berdarah Dengeu dan 75 pasien Typhoid) dari 394
jumlah data keseluruhan penderita penyakit Demam Berdarah Dengeu dan
Typhoid.
c. Jenis penyakit dengan gejala demam yang digunakan ada 2 jenis penyakit
yaitu Demam Berdarah Dengue dan Typhoid.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan


penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Menerapkan metode Jaringan Syaraf Tiruan algoritma Backpropagation


untuk klasifikasi jenis penyakit Demam.
b. Untuk mendeskripsikan tingkat keakuratan metode Jaringan Syaraf Tiruan
6

algoritma Backpropagation dalam klasifikasi penyakit Demam.

1.5. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :


a. Bagi penulis, menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menggu-
nakan metode Jaringan Syaraf Tiruan algoritma Backpropagation terutama
dalam bidang kesehatan. Skripsi ini juga untuk memenuhi syarat kelulusan
program studi Matematika S1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Universitas Negeri Medan.
b. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca untuk
menambah pengetahuan tentang metode jaringan syaraf tiruan algoritma
Backpropagation dalam menyelesaikan masalah klasifikasi.
c. Bagi instansi kesehatan/ahli medis, yaitu membantu dalam bidang kesehatan
dengan adanya metode yang membantu dalam proses klasifikasi penyakit.
d. Bagi Universitas Negeri Medan,yaitu untuk menambah referensi tentang
penggunaan metode Jaringan Syaraf Tiruan algoritma Backpropagation.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam

Demam merupakan naiknya suhu tubuh menjadi lebih tinggi daripada


biasanya. Suhu tubuh normal manusia berada pada titik 37◦C, jika suhu tubuh
menunjukkan lebih dari angka tersebut menunjukkan adanya demam yang
disebabkan oleh infeksi (Purwoko 2005). Demam juga merupakan ciri dari sel
antibodi manusia sedang melawan virus atau bakteri. Terdapat 8 jenis demam
yang perlu di waspadai antara lain, Demam Berdarah Dengue, Tifoid, Malaria,
Chicken Guinea, Viral, Meningitis, Infeksi saluran kemih dan HIV. Dari 8 jenis
demam tersebut 2 diantaranya memiliki gejala yang mirip yaitu Demam Berdarah
Dengue dan Tifoid (Shofia 2017).

2.1.1. Demam Berdarah Dengeu


Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang dapat
berakibat fatal. Dalam waktu yang relatif singkat, penyakit ini dapat merenggut
nyawa penderitanya jika tidak ditangani secepatnya. Demam berdarah dengue
disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus dari
genus flavivirus, familiy flaviviridae. Virus ini mempunyai empat serotipe yang
dikenal dengan DEN-1, DEN2, DEN-3 dan DEN-4.Wabah ini disebarkan
kepada manusia lewat nyamuk aedes aegypti. (Julyantari 2015)
Menurut World Health Organization (WHO 2009), terdapat tiga tahapan
yang dialami penderita penyakit DBD, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase
pemulihan. Menurut WHO tahun 1997, kriteria diagnosis penyakit demam
berdarah dengeu terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.

Gejala Klinis
Gejala klinis pada penyakit Demam Berdarah Dengeu adalah sebagai berikut :
1. Demam tinggi mendadak, terus menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi pendarahan seperti torniquet (+), pethecia, echimosis,
purpura, pendarahan mukosa, epitaksis, perdarahan gusi, dan hematemesi

7
8

3. Pembesaran hati
4. Syok ditandai dengan nadi lemah dan cepat, tekanan nadi turun, tekanan
darah turun dan kulit dingin.
5. Gejala prodroma meliputi nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh,
anoreksia, menggigil dan malaise.

Gejala Laboratoris
Gejala laboratoris pada penyakit Demam Berdarah Dengeu adalah sebagai berikut
1. Penurunan jumlah trombosit 100.000/mm3 sedangkan jumlah trombosit
normal dalam darah adalah 150.000-400.000 trombosit per mikroliter darah.
2. Tanda-tanda kebocoran plasma bisa berupa peningkatan hematokrit ≥ 20%
dari nilai baseline, efusi pleura, ascites, dan atau hypoproteinemi- a/hipo
albuminemia. (Kemenkes 2013).

2.1.2. Demam Typhoid


Demam Typhoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh salmonella typhi. Demam Typhoidmasih merupakan penyakit
endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum
dalam undang-undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit
menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang
banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Demam Tifoid menyerang
penduduk di semua negara. Seperti penyakit menular lainnya,Tifoid banyak
ditemukan di negara berkembang di mana hygiene pribadi dan sanitasi
lingkungannya kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung lokasi, kondisi
lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat. Angka insiden di seluruh dunia
sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal karena penyakit ini.
World Health Organ- itation (WHO) memperkirakan 70% kematian terjadi di
Asia. Di Indonesia, insiden demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang
berusia 3-19 tahun. (Manullang 2016).
Menurut kementerian kesehatan tahun 2006, gambaran klinis Tifoid sangat
bervariasi, dari gejala yang ringan sekali (sehingga tidak terdiagnosis) dan dengan
gejala yang khas (sindrom demam tifoid) sampai dengan gejala klinis berat yang
9

disertai komplikasi. Gambaran klinis juga bervariasi berdasarkan daerah atau


negara, serta menurut waktu. Gambaran klinis di negara berkembang dapat
berbeda dengan negara maju dan gambaran klinis tahun 2000 dapat berbeda
dengan tahun sekarang pada daerah yang sama. Beberapa gejala klinis yang sering
terjadi pada penyakit tifoid diantaranya :

Gejala Klinis
Gejala laboratoris pada penyakit demam Tifoid adalah sebagai berikut :
1. Demam (demam intermitten). Sifat demam pada penyakit ini adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,
brakikardia relative yaitu peningkatan suhu 1◦C dan diikuti peningkatan
denyut nadi 8x per menit),
2. Sakit kepala
3. Nyeri otot
4. Anoreksia
5. Mual dan muntah
6. Gangguan pencernaan (bau mulut, bibir pecah-pecah, lidah kotor, lidah yang
berselaput ( kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor),
7. Demam pada malam hari.
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Bradikardi relatif (Kemenkes 2006)

Gejala Laboratoris
Gejala laboratoris pada penyakit demam Tifoid adalah sebagai berikut :
1. Jumlah leukosit 6.795 sel/mm3 darah
2. Jumlah trombosit 198.619 sel/mm3 darah (Maulida 2015)
10

Dari penjelasan gejala-gejala dari kedua penyakit Demam (Demam Berdarah


Dengeu dan Typhoid), gejala yang akan dijadikan variabel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Demam Intermitten
2. Demam terus menerus
3. Demam menggigil
4. Demam pada sore dan malam hari
5. Lama demam
6. Nyeri kepala
7. Nyeri perut
8. Nyeri seluruh tubuh
9. Mual dan muntah
10. Diare atau Susah BAB
11. Bintik merah (ptekia pada kulit)
12. Lidah kotor
13. Jumlah Hemoglobin (Normal : 13.0-18.0)
14. Jumlah Hematokrit (Normal : 31.0-43.0)
15. Jumlah Trombosit (Normal : 150000-450000)

2.2. Klasifikasi
Klasifikasi adalah menentukan sebuah record data baru ke salah satu dari
beberapa kategori (kelas) yang telah didefenisikan sebelumnya. Disebut juga
dengan supervised learning. Klasifikasi adalah pembuatan fungsi berdasarkan
hasil dari pengamatan data atau atribut-atribut sehingga dilakukan penentuan atau
pengelompokan data yang belum memiliki kelas kedalam data yang telah terklasi-
fikasi sesuai dengan metode-metode yang telah digunakan untuk mengklasifikasi
data. (Parapat 2018)
Klasifikasi adalah proses menemukan sekumpulan model/fungsi yang
menje- laskan dan membedakan kelas data ke dalam kelas-kelas tertentu, dengan
tujuan menggunakan model tersebut dalam menentukan kelas dari suatu objek
yang belum diketahui kelasnya. Ada dua proses dalam klasifikasi yaitu :
11

a. Proses learning/training, yaitu melakukan pembangunan model menggu-


nakan data training.
b. Proses testing, yaitu melakukan tes terhadap data testing menggunakan
model yang telah diperoleh oleh proses training. (Maharani 2009)

2.3. Jaringan Syaraf Tiruan

Otak manusia terdiri atas jutaan neuron yang saling terhubung yang dikenal
sebagai syaraf biologi. Setiap neuron terdiri atas sebuah sel yang memiliki
sejumlah dendrit (input) dan sebuah akson (output). Otak merupakan jaringan
syaraf sensorik dan motorik yang sangat kompleks yang memungkinkan manusia
untuk menyimpan informasi, berpikir dan belajar.

Gambar 2.1: Susunan Syaraf Manusia


Gambar 2.1 menunjukkan susunan syaraf pada manusia. Setiap sel syaraf
(neuron) akan memiliki satu inti sel, inti sel ini nanti yang akan bertugas untuk
melakukan pemrosesan informasi. Informasi yang datang akan diterima oleh
dendrit. Selain menerima informasi, dendrit juga menyertai akson sebagai
keluaran dari suatu pemrosesan informasi. Informasi hasil olahan ini akan menjadi
masukan bagi neuron lain yang mana antar dendrit kedua sel tersebut
dipertemukan dengan sinapsis. Informasi yang dikirimkan antar neuron ini berupa
rangsangan yang dilewatkan melalui dendrit. Informasi yang datang dan diterima
oleh dendrit akan dijumlahkan dan dikirim melalui akson ke dendrit akhir yang
bersentuhan dengan dendrit dari neuron yang lain. Informasi ini akan diterima
oleh neuron lain jika memenuhi batasan tertentu, yang sering dikenal dengan
12

nama nilai ambang (threshold). Pada kasus ini, neuron tersebut dikatakan
teraktivasi. Hubungan antar neuron terjadi secara adaptif, artinya struktur
hubungan tersebut terjadi secara dinamis. Otak manusia selalu memiliki
kemampuan untuk belajar dengan melakukan adaptasi.
Jaringan syaraf tiruan merupakan tiruan syaraf biologi, yang pertama kali
diperkenalkan oleh McCulloh dan Pitts pada tahun 1943. Selanjutnya tahun 1946,
Hebb memperkenalkan sebuah teknik pembelajaran neuron yang dikenal dengan
Hebbian. Tahun 1961 Rosenblatt memperkenalkan jenis jaringan satu lapis yang
diberi nama perceptron. Algoritma pembelajaran backpropagation diperkenalkan
oleh Werbos pada tahun 1974 dan Rumelhart pada tahun 1986 yang mengan-
tarkan konsep Multi-Layer Perceptron (MLP). Jaringan syaraf tiruan sebagai
sistem kendali cerdas memiliki keunggulan sebagai berikut :
a. Jaringan syaraf belajar dari pengalaman bukan diprogram. Jaringan syaraf
tiruan tidak diprogram untuk menghasilkan keluaran tertentu. Semua
keluaran atau kesimpulan yang ditarik oleh jaringan didasarkan pada
pengalamanya selama mengikuti proses pembelajaran.
b. Jaringan syaraf memiliki kemampuan untuk melakukan generalisasi data
yang tersembunyi berdasarkan data pelatihan yang ada.
c. Jaringan syaraf memiliki kecepatan komputasi yang cepat dan dapat
diimplementasikan secara real time. (Wati 2011)
Jaringan sistem syaraf tiruan sebagai sistem pengolah informasi,
mempunyai karakteristik yang sama dengan jaringan syaraf biologi. Jaringan
syaraf tiruan telah dikembangkan sebagai generalisasi model matematis kognisi
manusia atau syaraf biologi, dengan berdasarkan beberapa asumsi berikut :
a. Pengolahan informasi terjadi dalam beberapa elemen sederhana yang
disebut neuron.
b. Sinyal dilewatkan antarneuron melalui penghubung.
c. Setiap penghubung mempunyai bobot jaringan yang akan dikalikan
dengan sinyal yang melewatinya.
d. Setiap neuron mempunyai fungsi aktivasi (biasanya tidak linier) untuk net
input (jumlah terbobot nilai masukan) untuk menentukan sinyal
keluarannya.
13

Karakteristik jaringan syaraf ditentukan oleh :


a. Pola hubungan antar neuron (arsitekturnya).
b. Metode penentuan bobot jaringan (training atau algoritma belajar).
c. Setiap penghubung mempunyai bobot jaringan yang akan dikalikan
d. dengan sinyal yang melewatinya.
e. Fungsi aktivasinya.(Muis 2017)

2.3.1. Komponen Jaringan Syaraf Tiruan


Ada beberapa tipe jaringan syaraf, namun demikian, hampir semuanya
memiliki komponen-komponen yang sama. Seperti halnya otak manusia, jaringan
syaraf juga terdiri-dari beberapa neuron, dan ada hubungan antara neuron-
neuron tersebut. Neuron-neuron tersebut akan mentransformasikan informasi
yang diterima melalui sambungan keluarnya menuju ke neuron-neuron yang lain.
Pada jaringan syaraf tiruan, hubungan ini dikenal dengan nama bobot. Informasi
tersebut disimpan pada suatu nilai tertentu pada bobot tersebut. Gambar 2.2
menunjukkan struktur neuron pada jaringan syaraf.

Gambar 2.2: Struktur Neuron


Model pada Jaringan Syaraf Tiruan pada dasarnya merupakan fungsi model
matematika yang mendefenisikan fungsi f : X→Y . Istilah jaringan pada Jaringan
Syaraf Tiruan merujuk pada interkoneksi dari beberapa neuron yang diletakkan
pada lapisan yang berbeda. Secara matematis neuron adalah sebuah fungsi
yang menerima masukan dari lapisan sebelumnya xi. Fungsi ini pada umumnya
14

mengolah sebuah vektor kemudian diubah ke nilai skalar melalui komposisi


nonlinear weigted sum, dimana :
n
yNet =∑ wi xi + b (2.1)
i =1

Keterangan :
xi = sinyal masukan ke-i
wi = bobot hubungan ke-i
b = bias
y = sinyal keluaran
net = nilai penjumlahan berbobot

Hasil penjumlahan kemudian dibandingkan dengan suatu nilai ambang


melalui suatu fungsi threshold (Maharani, 2009). Nilainya :

y=f (net) (2.2)

(Maharani, 2009)
dimana net atau in sendiri adalah :
n
net =∑ x i w j
i (2.3)
(Muis 2017)

Pada umumnya Jaringan Syaraf Tiruan memiliki dua lapisan, yaitu lapisan
tersembunyi (input layer) dan lapisan keluaran (output layer). Tetapi pada perkem-
bangannya, adapula Jaringan Syaraf Tiruan yang memiliki satu lapisan lagi yang
terletak di antara input layer dan output layer. Lapisan ini disebut lapisan tersem-
bunyi (hidden layer). Lapisan-lapisan penyusun jaringan syaraf tiruan yaitu
sebagai berikut :
a. Lapisan input, node node di dalam lapisan input disebut unit unit input.
Unit-unit input menerima input dari dunia luar. Input yang dimasukkan
merupakan penggambaran suatu masalah.
15

b. Lapisan tersembunyi, node-node di dalam lapisan tersembunyi disebut


unit-unit tersembunyi. Output dari lapisan ini tidak secara langsung dapat
diamati.
c. Lapisan output, node-node pada lapisan output disebut unit-unit output.
Keluaran atau output dari lapisan ini merupakan output jaringan syaraf
tiruan terhadap suatu permasalahan.

Beberapa istilah dalam Jaringan Syaraf Tiruan yang sering ditemui adalah
sebagai berikut :
a. Neuron atau node atau unit : sel syaraf tiruan yang merupakan elemen
pengolahan jaringan syaraf tiruan. Setiap neuron menerima data input,
memproses input tersebut kemudian mengirimkan hasilnya berupa sebuah
output.
b. Jaringan : kumpulan neuron yang saling terhubung dan membentuk
lapisan.
c. Input : berkoresponden dengan sebuah atribut tunggal dari sebuah pola
atau data lain dari dunia luar. Sinyal-sinyal input ini kemudian di teruskan
ke lapisan selanjutnya.
d. Output : solusi atau hasil pemahaman jaringan terhadap data input. Tujuan
pembangunan jaringan syaraf sendiri adalah untuk mengetahui nilai
output.
e. Lapisan tersembunyi (hidden layer) : lapisan yang tidak secara langsung
berinteraksi dengan dunia luar.
f. Bobot : nilai matematis dari sebuah koneksi antar-neuron.
g. Fungsi aktivasi : fungsi yang digunakan untuk meng-update nilai-nilai
bobot per-iterasi dari semua nilai input.
h. Fungsi aktivasi sederhana adalah mengalikan input dengan bobotnya dan
kemudian menjumlahkannya (disebut penjumlahan sigma) berbentuk
linier atau tidak linier dan sigmoid.
i. Paradigma pembelajaran : cara berlangsungnya pembelajaran atau
pelatihan jaringan syaraf tiruan, apakah terawasi (supervised learning),
tidak terawasi (unsupervised learning), atau merupakan gabungan
16

keduanya (hybrid).

2.3.2. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan


Arsitektur jaringan syaraf tiruan pada dasarnya tersusun dari beberapa
layer, yaitu layer masukan (input layer), layer tersembunyi (hidden layer), serta
layer keluaran (output layer). Secara matematis, cara kerja jaringan syaraf tiruan
yang diusulkas McCulloch dan Pitts (1943) digambarkan terdiri dari masukan x0,
x1, ..., xn dan bobot yang menyertai w0, w1, ..., wn serta fungsi aktivasi sigmoid f
dan kelajuan pembelajaran σ. Arsitektur jaringan dan algoritma pelatihan sangat
menentukan model model Jaringan Syaraf Tiruan. Arsitektur tersebut guna untuk
menjelaskan arah perjalanan sinyal atau data di dalam jaringan. Sedangkan
algoritma belajar menjelaskan bagaimana bobot koneksi harus diubah agar
pasangan masukan-keluaran yang diinginkan dapat tercapai. Dalam setiap
perubahan harga bobot koneksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung
pada jenis algoritma pelatihan yang digunakan. Dengan mengatur besarnya nilai
bobot ini diharapkan bahwa kinerja jaringan dalam mempelajari berbagai macam
pola yang dinyatakan oleh setiap pasangan masukan-keluaran akan meningkat.
Di dalam jaringan syaraf tiruan, neuron-neuron dikelompokkandalam
lapisan- lapisan (layers). Arsitektur dari JST dibagi menjadi 3 macam, yaitu
sebagai berikut:
1. Jaringan Lapisan Tunggal (Single Layer Network), jaringan dengan lapisan
tunggal terdiri dari 1 lapisan input dan 1 lapisan output. Setiap neuron yang
terdapat di dalam lapisan input selalu terhubung dengan setiap neuron yang
terdapat pada lapisan output. Jaringan ini hanya menerima input kemudian
secara langsung akan mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui
lapisan tersembunyi.
17

Gambar 2.3: Jaringan Lapisan Tunggal

2. Jaringan Banyak Lapisan (Multi Layer Net), jaringan dengan lapisan jamak
memiliki ciri khas tertentu yaitu memiliki 3 jenis lapisan yakni lapisan
input, lapisan output, dan lapisan tersembunyi. Jaringan dengan banyak
lapisan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks
dibandingkan jaringan dengan lapisan tunggal. Namun, proses pelatihan
sering membutuhkan waktu yang cenderung lama.

Gambar 2.4: Jaringan Banyak Lapisan


3. Jaringan Lapisan Kompetitif (Competitive Layer), jaringan ini sekumpulan
neuron bersaing untuk mendapatkan hak menjadi aktif. (Lesnussa 2015)

Gambar 2.5: Jaringan Lapisan Kompetitif


2.3.3. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan cara berlangsungnya pembelajaran atau
pelatihan jaringan syaraf tiruan. Perubahan yang terjadi selama proses pembela-
jaran adalah perubahan nilai bobot. Nilai bobot akan bertambah, jika informasi
yang diberikan oleh neuron yang bersangkutan tersampaikan, sebaliknya jika
informasi tidak disampaikan oleh suatu neuron ke neuron yang lain, maka nilai
18

bobot yang menghubungkan keduanya akan dikurangi. Pada saat pembelajaran


dilakukan pada input yang berbeda, maka nilai bobot akan diubah secara dinamis
hingga mencapai suatu nilai yang cukup seimbang. Apabila nilai ini telah tercapai
mengindikasikan bahwa tiap-tiap input telah berhubungan dengan output yang
diharapkan. Paradigma pembelajaran pada jaringan syaraf memiliki 2 paradigma
pembelajaran yaitu sebagai berikut :

1. Pembelajaran Terawasi (Supervised Learning) yaitu kumpulan input yang


digunakan dan output-outputnya telah diketahui. Perbedaan antara output-
output yang digunakan untuk mengoreksi bobot jaringan syaraf tiruan dapat
menghasilkan jawaban semirip mungkin dengan jawaban yang benar yang
telah diketahui oleh jaringan syaraf tiruan.
2. Pembelajaran tak terawasi (Unsupervised learning) atau pembelajaran tanpa
guru yaitu jaringan syaraf mengorganisasi dirinya sendiri untuk membentuk
vektor vektor input yang serupa tanpa menggunakan data atau contoh contoh
pelatihan. Struktur menggunakan dasar data atau korelasi antara pola-pola
data yang di ekplorasi. Paradigma pembelajaran ini mengorganisasi pola-
pola ke dalam kategori-kategori berdasarkan korelasi yang ada. (Jaya 2018)

Pembelajaran Terawasi (Supervised Learning)


Pembelajan terawasi merupakan kumpulan input yang digunakan dan
output- outputnya telah diketahui. Perbedaan antara output-output yang digunakan
untuk mengoreksi bobot jaringan syaraf tiruan dapat menghasilkan jawaban
semirip mungkin dengan jawaban yang benar yang telah diketahui oleh jaringan
syaraf tiruan. Berikut beberapa algoritma pembelajaran terawasi yaitu :
1. Hebb Rule, merupakan pembelajaran yang paling sederhana,
pembelajaran dilakukan dengan cara memperbaiki nilai bobot sedemikian
rupa sehingga jika ada 2 neuron yang terhubung dan keduanya dalam
kondisi on pada saat yang sama, maka bobot antara keduanya dinaikkan.
2. Perceptron, biasanya digunakan untuk mengklasifikan suatu tipe pola
tertentu yang sering dikenal dengan pemisahan secara linear. ALgoritma
yang digunakan akan mengatur parameter-parameter bebasnya melalui
19

proses pembelajaran.
3. Delta Rule, yaitu mengubah bobot yang menghubungkan antara
jaringan input ke unit output dengan nilai target.
4. Backpropagation, merupakan algoritma pembelajaran terawasi dan
biasanya digunakan digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan
untuk mengubah bobot-bobot yang terhubung dengan neuron-neuron
yang ada pada lapisan tersembunyi. Algoritma ini merupakan algoritma
yang sangat baik dalam proses klasifikasi karena kemampuannya dalam
mengadaptasi kondisi jaringan terhadap data yang diberikan dengan
proses pemebelajaran.
5. Hetroassociative Memory, jaringan yang bobot-bobotnya ditentukan
sedemikian rupa sehingga jaringan tersebut dapat menyimpan kumpulan
pola.
6. Bidirectional Associative Memory, merupakan model jaringan syaraf
yang memiliki 2 lapisan dan terhubung penuh dari satu lapisan ke lapisan
lainnya. Pada jaringan ini dimungkinkan adanya hubungan timbal balik
antara lapisan input dan lapisan output.
7. Learning Vector Quantization, merupakan suatu metode untuk
melakukan pembelajaran untuk lapisan kompetitif terawasi. Suatu
lapisan kompetitif akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan
vektor-vektor input. Kelas-kelas yang didapatkan sebagai hasil hanya
tergantung pada jarak antara vektor-vektor input. (Kusumadewi 2004)

2.3.4. Fungsi Aktivasi


Fungsi aktivasi merupakan suatu fungsi yang akan mentrasformasikan
suatu inputan menjadi suatu output tertentu. Dalam jaringan syaraf tiruan, fungsi
aktivasi dipakai untuk menentukan keluaran suatu neuron. Fungsi aktivasi yang
dipakai harus memenuhi beberapa syarat yaitu : kontinu, terdiferensial dengan
mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun (Siang, 2005). Ada beberapa fungsi
aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan syaraf tiruan, antara lain :
1. Fungsi Sigmoid Biner, fungsi yang digunakan untuk jaringan syaraf tiruan
yang dilatih dengan menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid
20

biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1. Fungsi sigmoid biner digunakan
untuk jaringan syaraf tiruan yang membutuhkan nilai output yang terletak
pada interval 0 sampai 1. Namun fungsi ini bisa digunakan juga oleh
jaringan syaraf tiruan yang nilai outputnya 0 dan 1. Fungsi aktivasi sigmoid
biner merupakan fungsi aktivasi yang digunakan dalam penelitian ini karena
fungsi aktivasi sigmoid biner memiliki tingkat akurasi yang lebih baik
daripada sigmoid bipolar. (Julpan. Nababa 2015)

Gambar 2.6: Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner


Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai berikut :
1 (2.4)
y=f ( x )=
1+e− x
dengan
f ' ( x )=f ( x )[ 1−f ( x )] (2.5)

2. Fungsi Sigmoid Bipolar, fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi
sigmoid biner, hanya saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1
sampai -1. Fungsi aktivasi sigmoid bipolar digunakan untuk jaringan syaraf
tiruan yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval -1 sampai
1.
21

Gambar 2.7: Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar

Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai berikut:


2
y=f ( x )= −x
1+e −1
(2.6)
dengan
[ 1+f ( x )]−[ 1−f ( x )]
f ' ( x )=
2 (2.7)

2.4. Backpropagation

Menurut (Kusumadewi 2004), Backpropagation merupakan algoritma


pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan
banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang terhubung dengan neuron-
neuron yang ada pada lapisan tersembunyinya. Algoritma backpropagation
menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah
mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju
(forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan
maju, neuron- neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi yang dapat
dideferensi- asikan.

Metode pembelajaran jaringan syaraf rambat balik (Backpropagation


Neural Network) menggunakan ide perambatan balik nilai error atau lebih dikenal
sebagai generalized delta rule merupakan metode gradient descent untuk
meminimalkan jumlah kuadrat error keluaran yang dihasilkan oleh jaringan.
Pembelajaran jaringan menggunakan metode backpropagation meliputi tiga
langkah yaitu :
1. Perambatan maju (feedforward) pola masukan input
2. Perhitungan dan perambatan balik (backpropagation) nilai error
3. Penyesuaian nilai bobot jaringan berdasarkan besarnya error tersebut.
(Muis 2017)
22

2.4.1. Arsitektur Backpropagation


Arsitektur jaringan syaraf rambat balik dengan satu lapisan
tersembunyi ditunjukkan oleh gambar berikut:

Gambar 2.8: Arsitektur Jaringan Backpropagation


Keterangan :

X = lapisan masukan (input)

V = bobot lapisan tersembunyi

Z = lapisan tersembunyi (hidden layer)

W = bobot lapisan keluaran

Y = lapisan keluaran (output)

Selama perhitungan arah maju, setiap neuron input Xi menerima sinyal


masukan dan memancarkannya ke setiap neuron tersembunyi Zj , ..., Zp . Setiap
neuron tersembunyi kemudian menghitung aktivasinya dan mengirim sinyal
aktivasi tersebut ke setiap neuron keluaran. Setiap neuron keluaran Yk menghitung
aktivasinya untuk menyatakan respon jaringan terhadap pola masukan yang
diberikan. Selama proses pembelajaran, setiap neuron keluaran membandingkan
aktivasinya yk dengan nilai target tk untuk menentukan besarnya error ini,
kemudian dihitung faktor δk(k = 1, ..., m). δk digunakan untuk mendistribusikan
nilai error pada neuron keluaran Yk kembali ke semua neuron pada lapisan
sebelumnya. Nilai ini juga digunakan untuk memparbarui nilai bobot antara
23

neuron keluaran dan neuron-neuron tersembunyi. Dengan cara yang sama, faktor δ j
(j = 1, ..., p) dihitung untuk setiap neuron tersembunyi Zk . Nilai δ j tidak
dirambatkan kembali ke neuron masukan, namun digunakan untuk memperbarui
nilai bobot antara neuron- neuron tersembunyi dengan neuron masukan. Setelah
semua δ dihitung, bobot untuk semua lapisan diperbarui secara simultan. (Siang
2005).

2.4.2. Pelatihan Standar Backpropagation


Pelatihan Backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju
yaitu pola masukan dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran
menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur,
yaitu selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan
kesalahan yang terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, dimulai dari
garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di layar keluaran. Fase ketiga
adalah modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi.

1. Fase I : Propagasi Maju


Selama propagasi maju, sinyal masukan xi dipropagasikan ke layar tersem-
bunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit
Iayar tersembunyi z j tersebut selanjutnya di propagasikan maju lagi ke layar
tersembunyi di atasnya rnenggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Demikian
seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan yk. Berikutnya, keluaran
jaringan yk dibandingkan dengan target yang harus dicapai tk. Selisih tk − yk adalah
kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini lebih kecil dari batas toleransi yang
ditentukan, maka iterasi dihentikan. Akan tetapi apabila kesalahari masih lebih
besar dari batas toleransinya, maka bobot setiap garis dalam jaringan akan
dimodifikasi untuk mengurangi kesalahan yang terjadi.

2. Fase II : Propagasi Mundur


Berdasarkan kesalahan tk − yk dihitung faktor δk(k = 1, 2, ..., m) yang
dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi
yang terhubung langsung dengan yk. δk juga dipakai untuk mengubah bobot garis
24

yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang sama,
dihitung faktor δ di setiap unit di layar tersembunyi sebagai dasar perubahan
bobot semua garis yang berasal dari unit tersembunyi di layar di bawahnya.
Demikian seterusnya hingga semua faktor δ di unit tersembunyi yang
berhubunganlangsung dengan unit masukan dihitung.

3. Fase III : Perubahan Bobot


Setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan.
Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor δ neuron di layar atasnya.
Sebagai contoh, perubahan bobot garis yang menuju ke layar keluaran didasarkan
atas δk yang ada di unit keluaran. (Siang 2005).
Tahapan-tahapan algortima backpropagation dalam pembelajaran jaringan
syaraf tiruan ini adalah sebagai berikut :

1. Inialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil)
2. Tetapkan maksimum Epoch, Target Error, dan Learning Rate (α)
3. Jika kondisi penghentian belum terpenuhi (Epoch < Maksimum Epoch) dan
(MSE > Target Error), lakukan langkah 3-10.
4. Untuk setiap pasang data pelatihan, lakukan langkah 4-9.
Propagasi maju :
5. Setiap neuron masukan Xi(i = 1, ..., n) menerima sinyal masukan xi dan
meneruskan sinyal tersebut ke lapisan di atasnya (lapisan tersembunyi).
6. Setiap neuron tersembunyi Zj(j = 1, ..., p) menjumlahkan sinyal-sinyal
input terbobot :
n
z inj =v oj + ∑ x i v ij 2.8)
i
(
dimana :
zinj = sinyal masuk lapisan tersembunyi
xi = input yang terdiri dari neuron
v0j = bias pada lapisan tersembunyi
vij = bobot pada lapisan tersembunyi
25

dan menerapkan fungsi aktivasinya untuk menghitung sinyal keluaran :

z j =f ( z inj ) (2.9)

dan mengirim semua sinyal ini ke semua neuron di atasnya (lapisan


keluaran)
7. Setiap neuron keluaran Yk(k = 1, ..., m) akan menjumlahkan sinyal-sinyal yang
sudah berbobot, termasuk biasnya dengan persamaan :
n
y ink = v 0 k + ∑ z j wij (2.10)
i

dimana :
y ink = sinyal masuk keluaran
w0k = bobot bias ke output layer
zj = hasil fungsi aktivitas hidden layer
w jk = bobot hidden layer
Dan meninerapkan fungsi aktivitasinya untuk menghitung sinyal keluaran :
y k =f ( y ink ) (2.11)
Propagasi Mundur :
8. Setiapk neuron keluaran Yk(k = 1, ..., m) menerima pola target sesuai pola
masukan untuk menghitung nilai error antara output dan target yang
dihasilkan oleh jaringan :

δ k =( t k − y k )f '( y ink ) 2.12)


(

Jika fungsi yang digunakan adalah fungsi sigmoid maka :

f ' ( y ink )=f ( y ink )(1−f ( y ink )= y k (1− y k ) 2.13)


(

Sehingga persamaan tersebut dapat dityliskan sebagai berikut :

δ k =( t k − y k ) y k ( 1− y k ) 2.14)
(

dimana:
c = faktor koreksi error
26

tk = data target
yk = hasil keluaran pelatihan
Menghitung nilai koreksi bobot yang digunakan untuk memperbarui nilai
bobot w j k
Δw jk =αδ k z j (2.15)

dimana:

∆ (w jk ) = delta perubahan bobot lapisan keluaran


α = learning rate
δk = faktor koreksi error lapisan keluaran
zj = hasil fungsi aktivitasi hidden layer

Menghitung nilai koreksi bias yang digunakan untuk memperbarui nilai w0k :

(2.16)
Δw 0 k =αδ k

dimana:

∆ (w 0 k ) = delta perubahan bobot lapisan keluaran


α = learning rate
δk = faktor koreksi error lapisan keluaran
Dan mengirim nilai error δk ke lapisan di bawahnya.

9. Setiap neuron tersembunyi z j ( j=1 , … .., m) menghitung masukkan δ dari


neuron di atasnya :
in
δ inj =∑ δ k ω jk 2.17)
k =1
(

dimana:

δ inj = faktorkoreksi in unit tersembunyi


δk = fungsi koreksi error lapisan keluaran
w jk = bobot hidden layer ke output layer
27

Dikalikan dengan turunan fungsi aktivasinya untuk menghasilkan nilai error :


δ j =δ inj z j (1−z j ) (2.18)

dimana:

δj = faktor koreksi error unit tersembunyi


δ inj = faktor koreksi in unit tersembunyi
zj = hasil fungsi aktivasi lapisan tersembunyi
Menghitung nilai koreksi bobot yang digunakan untuk memperbarui nilai
bobot v j k :
Δv jk =αδ j x i (2.19)

dimana:

∆ (v jk ) = delta perubahan bobot lapisan tersembunyi


δj = faktor koreksi in unit tersembunyi
xj = nilai input
Menghitung koreksi bias lapisan tersembunyi v 0 j :
Δv 0 =αδ j (2.20)

dimana:

∆ (v 0 j) = delta perubahan bobot lapisan tersembunyi


δj = faktor error koreksi error unit tersembunyi
Perubahan bobot :
10. Setiap neuron tersembunyi Z j ( j=1 ,… . , m) memperbarui nilai bias dan bobot
(i =0,...,n), menghitung bobot baru input layer ke lapisan tersembunyi
v ij (baru)=v ij (lama)+ Δ( vij ) (2.21)

dimana:

v ij (baru ) = bobot baru input layer ke lapisan tersembunyi


v ij (lama) = bobot lama input layer ke lapisan tersembunyi
28

∆ (v ¿¿ ij)¿ = koreksi bobot lapisan tersembunyi

Setiap neuron keluaran memperbaharui nilai bobot dan bias (j = 0, ....,p).


w jk (baru)=w jk (lama )+ Δ( w jk ) 2.21)
(

dimana:

w jk (baru) = bobot baru input layer ke lapisan tersembunyi


w jk (lama) = bobot lama lapisan tersembunyi ke lapisan keluaran
∆ (w ¿¿ jk)¿ = koreksi bobot lapisan tersembunyi

11. Menguji kondisi berhenti


Tahap perhitungan feedforward, backpropagation dan bobot serta bias baru
akan diulang terus hingga kondisi berhenti terpenuhi.

Menghitung MSE (Mean Squared Error)


Mean Square Error adalah perhitungan untuk mengetahui apakah jaringan
melakukan pembelajaran dengan baik atau tidak. MSE sendiri merupakan stop
condition untuk menentukan kapan sistem akan berhenti. Proses perhitungan
kesalahan pada backpropagation dapat dilakukan dengan menggunakan perhi-
tungan MSE pada persamaan berikut :
n
1
MSE=
N
∑ (t k − y k )2 (2.23)
i =1

dimana :
MSE = perhitungan kesalahan mean squared error
tk = data target
yk = hasil keluaran pelatihan
N = jumlah data (Putri 2018).

2.4.3. Optimalitas Arsitektur Backpropagation


Masalah utama vang dihadapi dalam backpropagation adalah lamanya iterasi
yang harus dilakukan. Backpropagation tidak dapat memberikan kepastian
29

tentang berapa epoch yang harus dilalui untuk mencapai kondisi yang diinginkan.
Oleh karena itu orang berusaha meneliti bagaimana parameter parameter jaringan
dibuat sehingga menghasilkan jumlah iterasi yang relatif lebih sedikit.

Pemilihan Bobot dan Bias Awal


Bobot awal akan mempengaruhi apakah jaringan mencapai titik minimum
lokal atau global, dan seberapa cepat konvergensinya. Bobot yang menghasilkan
nilai turunan aktivasi yang kecil sedapat mungkin dihindari karena akan menye-
babkan perubahan bobotnya menjadi sangat kecil. Demikian pula nilai bobot awai
tidak boleh terlalu besar karena nilai turunan fungsi aktivasinya menjadi sangat
kecil juga. Oleh karena itu dalam standar Backpropagation bobot dan bias diisi
dengan bilangan acak kecil.
Jumlah Unit Tersembunyi
Hasil teoritis yang didapat menunjukkan bahwa jaringan dengan sebuah layar
tersembunyi sudah cukup bagi backpropagation untuk mengenali sembarang
perkawanan antara masukan dan target dengan tingkat ketelitian yang ditentukan.
Akan tetapi penambahan jumlah layar tersembunyi kadangkala membuat
pelatihan lebih mudah. Menghitung terlalu banyak neuron pada lapisan
tersembunyi dapat menyebabkan beberapa masalah. Pertama, terlalu banyak
neuron di lapisan tersem- bunyi dapat menyebarkan overfitting. Overfitting terjadi
ketika jaringan syaraf tiruan memiliki begitu banyak kapasitas pemrosesan
informasi sehingga jumlah informasi yang terbatas yang terkandung dalam set
pelatihan tidak cukup untuk melatih semua neuron di lapisan tersembunyi.
Masalah kedua dapat terjadi
meskipun ada data pelatihan yang memadai. Sejumlah besar neuron di lapisan
tersembunyi dapat meningkatkan waktu yang dibutuhkan untuk melatih jaringan.

Ada beberapa metode aturan praktis untuk menentukan jumlah neuron


yang tepat digunakan pada lapisan tersembunyi. Beberapa di antaranya adalah
sebagai berikut :
1. Jumlah neuron tersembunyi harus berada di antara ukuran lapisan
masukan dan lapisan keluaran
30

2
2. Jumlah neuron harus dari ukuran lapisan masukan, ditambah
3
ukuran lapisan keluaran
3. Jumlah neuron tersembunyi harus kurang dari dua kali ukuran lapisan
masukan.

Ketiga aturan ini hanyalah titik awal yang bisa dipertimbangkan dalam
penentuan jumlah neuron pada hidden layer, pada akhirnya pemilihan arsitektur
jaringan syaraf bergantung pada trial dan error. (Heaton 2005)

Learning Rate (Laju Pembelajaran)


Semakin besar nilai learning rate α akan berimplikasi pada semakin
besarnya langkah pembelajaran. Jika learning rate diset terlalu besar, maka
algoritma akan menjadi tidak stabil. Sebaliknya, jika learning rate diset terlalu
kecil, maka algoritma akan konvergen dalam jangka waktu yang sangat lama.
Nilai α terletak antara 0 dan 1 (0 ≤ α ≤ 1). Jika harga α semakin besar, maka
iterasi yang dipakai semakin sedikit. Hal ini menyebabkan pola yang sudah benar
menjadi rusak sehingga pemahaman menjadi lambat. Nilai learning rate tidak
dapat ditentukan secara pasti sehingga perlu dilakukan trial and error untuk
menda- patkan nilai learning rate yang dapat menghasilkan iterasi tercepat dalam
mencapai konvergen (Kusumadewi 2004).

Lama Iterasi
Tujuan utama penggunaan Backpropagation adalah mendapatkan keseim-
bangan antara pengenalan pola pelatihan secara benar dan respon yang baik untuk
pola lain yang sejenis (disebut data pengujian). Jaringan dapat dilatih terus
menerus hingga semua pola pelatihan dikenali dengan benar. Umumnya data
dibagi menjadi 2 bagian saling asing, yaitu pola data yang dipakai sebagai
pelatihan dan data yang dipakai untuk pengujian. Perubahan bobot dilakukan
berdasarkan pola pelatihan. Akan tetapi selama pelatihan (misal setiap 10 epoch),
kesalahan yang terjadi dihitung berdasarkan semua data (pelatihan dan pengujian)
selama kesalahan ini menurun, pelatihan terus dijalankan. Akan tetapi jika
31

kesalahannya sudah meningkat, pelatihan tidak ada gunanya untuk diteruskan


lagi. Jaringan sudah mulai mengambil sifat yang hanya dimiliki secara spesifik
oleh data pelatihan (tapi tidak dimiliki oleh data pengujian) dan sudah mulai
kehilangan kemampuan melakukan generalisasi (Siang 2005).

2.5 Normalisasi Data

Normalisasi merupakan perubahan data menjadi bentuk normal. Normal-


isasi dilakukan untuk data yang bernilai sangat besar atau sangat kecil. Proses ini
dilakukan dengan penggunaan skala pada data sehingga data dapat diubah dalam
rentang nilai tertentu. Metode normalisasi min-max adalah metode yang sering
digunakan pada jaringan syaraf tiruan dalam kasus klasifikasi. Metode ini me-
rescal data dari suatu range ke range baru lain. Data diskalakan dalam range 0
dan 1 diberikan nilai yang bersesuaian dalam satu kolom (Putri 2018).

X ¿=
( X −min( X)
max ( X )−min(X ))(2.24 )

Keterangan :
X∗ = Data hasil normalisasi
X = Data yang dinormalisasikan
min(X) = Data terendah
max(X) = Data tertinggi.
Salah satu metode yang digunakan untuk melakukan perhitungan akurasi
adalah confusion matrix.

2.6 Confusion Matrix

Confusion Matrix adalah suatu metode yang biasanya digunakan untuk


melakukan perhitungan akurasi. Akurasi adalah perhitungan untuk dijadikan
ukuran yang menyatakan seberapa akurat suatu hasil pengukuran sistem terhadap
angka yang sebenarnya. Tingkat akurasi yang tinggi dari suatu sistem menun-
jukkan bahwa sistem tersebut memiliki hasil klasifikasi yang akurat (Putri 2018).
32

Confusion Matrix digambarkan dengan tabel yang menyatakan jumlah data uji
yang benar diklasifikasikan dan jumlah data uji yang salah diklasifikasikan.

Tabel 2.1: Tabel Confusion Matrix


Kelas Sebenarnya Kelas Klasifikasi
0 1
0 True Positives False Negatives
1 False Positives True Negatives

Keterangan :
a. True Positive (TP) yaitu data dari kelas 0 yang benar dan diklasifikan
sebagai kelas 0.
b. False Positive (FP) yaitu jumlah data dari kelas 0 yang salah diklasi-
fikasikan sebagai kelas 1.
c. False Negative (FN) yaitu jumlah data dari kelas 0 yang salah diklasi-
fikasikan sebagai kelas 1.
d. True Negative (TN) yaitu data dari kelas 1 yang benar diklasifikasikan
sebagai kelas 1 (Rahman 2017).
Nilai yang dihasilkan melalui metode Confusion Matrix adalah sebagai
berikut :
TP+TN
Accurary= ×100 %
TP+ FP+ FN+ TN
(2.25)

2.7. Matrix Laboratory (Matlab)

Matlab merupakan bahasa pemrograman, yang terutama digunakan pada


teknik-teknik komputasi. Matlab menyediakan fasilitas-fasilitas untuk komputasi,
visualisasi, dan pemrograman. Matlab memiliki beberapa feature yang
dikelompokkan berdasarkan aplikasi tertentu yang dikenal dengan TOOL-BOX
(Kusumadewi 2004).

2.7.1. Guide Matlab


33

Guide atau Gui builder merupakan Matlab script file yang dibuat untuk
analisis suatu permasalahan khusus. Penggunaan Guide memberikan/menye-
diakan fasilitas, seperti menu, pushbutton, slider, dan sebagainya sesuai dengan
program yang diinginkan atau digunakan tanpa knowledge dari Matlab. Guide
juga memberikan cara untuk efisiennya manajemen data (Luthfianto et all).

2.7.2. Komponen Guide Matlab


Untuk membuat sebuah user interface Matlab dengan fasilitas Guide harus
mulai dengan membuat sebuah desain figure. Untuk membuat sebuah desai figure
dapat memanfaatkan uicontrol (kontrol user interface. Beberapa uicontrol yang
ada pada Matlab, antara lain seperti berikut ini :
a. Push Button
b. Toggle Button
c. Radio Button
d. Checkboxes
e. Edit Text
f. Static Text
g. Slider
h. Frames
i. Listboxes
j. Popup Menu
k. Axes

2.7.3. Toolbox Backpropagation di Matlab


Software Matlab mempunyai beberapa perintah yang dapat digunakan
untuk membuat jaringan syaraf tiruan backpropagation. Perintah-perintah tersebut
adalah sebagai berikut :
a. newff digunakan untuk membentuk jaringan syaraf dengan backpropa-
gation;
b. train digunakan untuk melakukan pelatihan jaringan;
c. Sim digunakan untuk melakukan output dari jaringan yang sudah dilatih;
d. minmax digunakan untuk mencari nilai minimum dan maksimum
34

data input;
e. train param digunakan untuk menentukan parameter pelatihan jaringan
seperti epoch, goal, learning rate dan momentum coefisient(mc);
f. tansig, logsig parameter fungsi aktivasi dari suatu layer jaringan: tansig
adalah fungsi aktivasi bipolar sigmoid dan logsig fungsi aktivasi binary
sigmoid.
BAB II
METODE PENELITIAN

Pada bab ini, akan dijelaskan mengenai metodologi yang digunakan sebagai
panduan untuk menyelesaikan penelitian tugas akhir ini.

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSU Mitra Medika Bandar Klippa, Jl. Medan-
Batang Kuis Dusun XI Emplasmen, Bandar Klippa, Kec. Percut Sei Tuan,
Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Waktu yang dibutuhkan untuk
penelitian ini kurang lebih dua bulan.

3.2 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah suatu strategi
riset, penelaahan empiris yang menyelidiki suatu gejala dalam latar kehidupan
nyata. Studi kasus dapat menggunakan bukti baik kualitatif maupun kuantitatif.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu berupa data
rekam medis penyakit Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid yang diperoleh dari
RSU Mitra Medika Bandar Klippa Tembung kota Medan. Data yang digunakan
adalah data pasien penyakit Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid pada bulan
Januari- Desember tahun 2018 sebanyak 150 data (75 pasien Demam Berdarah
Dengeu dan 75 pasien Typhoid) dari 394 jumlah data keseluruhan penderita
penyakit Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid pada tahun 2018. Data-data yang
telah ada kemudian diolah berdasarkan kebutuhan agar bisa dijadikan data input
serta akan dijadikan data latih dan data uji.

35
36

3.3 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian pada penelitian ini memiliki beberapa tahap, yaitu
sebagai berikut :
1. Studi literatur yaitu pengumpulan informasi yang dilakukan dari berbagai
referensi seperti buku pustaka, jurnal ilmiah, penelitian-penelitian
sebelumnya, wawancara dengan narasumber, serta bebeberapa referensi
lainya terkait penyakit Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid dan metode
Jaringan Syaraf Tiruan Algoritma Backpropagation dalam permasalahan
klasifikasi.
2. Mengambil data rekam medis penyakit Demam Berdarah Dengeu dan
Typhoid yang diperoleh dari RSU Mitra Medika Bandar Klippa.
3. Menentukan pola masukan dan target. Dalam penelitian ini data yang
menjadi data input berupa gejala-gejala yang dirasakan oleh pasien dan
yang menjadi data output berupa prediksi jenis demam (Demam Berdarah
Dengeu dan Tifoid).
4. Agar data-data masukan (input) dan keluaran (output) yang telah
dikumpulkan dapat dikenali oleh jaringan dalam proses pelatihannya,
maka data tersebut terlebih dahulu dinormalisasikan. Normalisasi
bertujuan agar jaringan tidak mengalami kegagalan ketika melakukan
pembelajaran (pelatihan dan pengujian).
5. Tahap selanjutnya adalah membagi data menjadi 2 (dua) bagian, yaitu data
latih dan data uji dengan masing-masing proporsinya yaitu 75% data
sampel untuk data training dan 25% data sampel untuk data testing.
6. Tahap selajutnya adalah pelatihan pola dengan algoritma backpropa-
gation. Proses pelatihan ini diawali dengan inialisasi nilai bobot, jumlah
neuron pada hidden layer lalu menentukan maksimum iterasi, target error
dan learning rate yang diinginkan. Tahap pelatihan dengan algoritma
backpropagation dengan adaptive learning dilakukan dengan menggu-
nakan bantuan software Matlab.
37

7. Pengujian jaringan syaraf tiruan dilakukan dengan dua tahap yaitu :


a. Pengujian jumlah neuron pada lapisan tersembunyi.
b. Pengujian learning rate.
8. Pelatihan dan pengujian berhenti sampai dicapai iterasi maksimum atau
dicapai MSE (Mean Square Error) yang diinginkan. Jaringan yang
optimum dinilai dengan melihat nilai MSE (Mean Square Error) terkecil
dan tingkat akurasi tertinggi.
Skema proses untuk mengklasifikasikan penyakit Demam (Demam
Berdarah Dengeu dan Typhoid) pada penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut :
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum RSU Mitra Medika Bandar Klippa Tembung

RSU Mitra Medika Bandar Klippa Tembung merupakan salah satu rumah
sakit swasta yang ada di Kabupaten Deli Serdang yang merupakan kepemilikan
swasta di bawah naungan PT. Mitra Medika Sumutindo. RSU Mitra Medika
Bandar Klippa Tembung diresmikan pada tanggal 07 Juli 2017 oleh Wakil Bupati
Kabupaten Deli Serdang yaitu Bapak H. Zainuddin. RSU Mitra Medika Bandar
Klippa Tembung mendapatkan Izin Operasional dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Deli Serdang No. 3210/440/SIRS/DS/V/2017 yang ditandatangani oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang yaitu dr. Hj. Aida Harahap, MARS
tertanggal 22 Mei 2017.

Rekam Medis RSU Mitra Medika Bandar Klippa Tembung merupakan


sistem informasi yang berisikan data pasien mulai dari kartu riwayat pemeriksaan
hingga proses perawatan pasien di RSU Mitra Medika Bandar Klippa Tembung.
Data rekam medis pasien yang dimiliki Rumah Sakit Umum Mitra Medika
Bandar Klippa Tembung tercatat ke dalam 2 bentuk penyimpanan, yaitu dalam
bentuk formulir (manual) dan database (digital). Namun, tidak semua variabel
rekam medis yang tercatat di formulir disimpan dalam bentuk digital. Di dalam
database (digital) hanya mencatat identitas dan diagnosa penyakit yang diderita
pasien, tidak mencatat gejala yang dialami pasien, oleh karena itu data gejala-
gejala yang diderita pasien dikumpulkan secara manual oleh peneliti. Data yang
diperoleh berjumlah 150 data penyakit (75 penyakit Demam Berdarah Dengeu
dan 75 penyakit Typhoid) pada tahun 2018.

Dalam pengumpulan data di RSU Mitra Medika Bandar Klippa Tembung,


peneliti juga melakukan wawancara dengan dr. Alfi Syahra yang merupakan Case
Manager di RSU Mitra Medika Bandar Klippa Tembung. Wawancara dilakukan
agar informasi mengenai penyakit Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid dapat

38
39

diperoleh seakurat mungkin. Hasil wawancara berupa gejala-gejala pada penyakit


Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid yang dapat dijadikan sebagai variabel
dalam penelitian ini.

4.2 Pengolahan dan Analisis Data

Tahap analisa merupakan tahapan yang bertujuan untuk menganalisa data


yang dibutuhkan pada tahapan perhitungan pelatihan dan pengujian Backprop-
agation serta analisa kebutuhan dalam membangun aplikasi diagnosa, sehingga
dapat mempermudah dalam proses klasifikasi penyakit Demam. Analisa data yang
dilakukan diantaranya adalah pendefenisian data masukan dan target, normalisasi
data, dan pembagian data latih dan data target.

4.2.1. Pendefinisian Masukan dan Target

Data gejala-gejala yang dialami oleh pasien selanjutnya akan diolah oleh
jaringan. Agar data dapat dikenali oleh jaringan, maka data harus
direpresentasikan ke dalam bentuk numerik baik data input maupun data target.
Untuk data input, penelitian ini menggunakan 15 gejala penyakit beserta bobot
yang diberikan dari rentang nilai 0 sampai 1 untuk input X1 sampai X12 sedangkan
untuk input X13, X14 dan X15 merupakan data yang telah diberikan nilai
sebelumnya. Selain data input pada metode jaringan syaraf tiruan
backpropagation terdapat data target atau kelas. Target atau kelas itu harus sudah
ditentukan sebelumnya. Label kelas diubah bentuknya menjadi pengkodean one-
hot. One-hot encoding adalah yang semua bernilai vektornya 0, kecuali pada
indeks kelas yang sesuai. Pada penelitian ini, data akan diklasifikasikan ke dalam
dua kelas maka vektor yang merepresentasikannya memiliki panjang 2, dimana
tiap elemen yang direpresentasikan dengan variabel t menunjukkan indeks label
kelas. Target atau kelas pada penyakit Demam (Demam Berdarah Dengeu dan
Typhoid) dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :
40

Tabel 4.1: Keterangan Target atau Kelas Penyakit Demam


No. Penyakit Kelas Y0
1 Demam Berdarah Dengeu 1 0
2 Demam Typhoid 2 1

Parameter yang akan digunakan dalam klasifikasi adalah gejala-gejala klinis


dari penyakit Demam Berdarah Dengeu dan demam Typhoid diantaranya :
demam, nyeri otot dan sendi, adanya gangguan pencernaan, serta pemeriksaan
lidah apakah berselaput atau normal. Perbandingan gejala Demam Berdarah
Dengeu dan Demam Typhoid dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut :
Berikut merupakan perbandingan gejala penyakit Demam Berdarah Dengeu dan
Typhoid :
Tabel 4.2 Perbandingan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid
No
Gejala Demam Berdarah Dengue Typhoid
.
Muncul mendadak dan
Muncul bertahap perlahan
suhu mecapai 40’C,
1. Demam hingga rentang waktu 1
bertahan tinggi selama 2-3
minggu.
hari
Muncul, namun tidak
Nyeri pada Sangat mengganggu pasien
2. mengganggu sehingga
Tubuh dan sering dikeluhkan
jarang dikeluhkan.

Gangguan Jarang terjadi konstipase Sering terjadi konstipasi


3.
Pencernaan ataupun diare atau diare.

Lidah berselaput, kotor di


Kondisi Warna lidah relative
4. tengah dan ujung merah
Lidah normal
serta tremor.

Gejala-gejala penyakit Demam (Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid)


diubah ke dalam variabel sedangkan kategori dari masing-masing gejala tersebut
diubah dalam bentuk numerik, yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.2: Gejala-gejala Penyakit
41

No Variabel Kategori Bobot


Ya 1
1 Demam intermitten (X1)
Tidak 0
Ya 1
2 Demam terus menerus (X2)
Tidak 0
Berat (≥40 ℃ ) 1
3 Demam menggigil (X3) Sedang (37 ℃ − 38 ℃ ) 0.5
Tidak Ada 0
Ya 1
4 Demam sore atau malam hari (X4)
Tidak 0
> 7 hari 0.75
5 Lama Demam (X5) 4 − 7 hari 0.5
1 − 3 hari 0.2
Berat 1
6 Nyeri Kepala ( X 6 ) Sedang 0.5
Tidak ada 0
Berat 1
7 Nyeri perut( X 7 ) Sedang 0.5
Tidak ada 0
Berat 1
8 Nyeri seluruh tubuh ¿) Sedang 0.5
Tidak ada 1
Berat (frekuensi 1
≥ 10 kali sehari) 0.5
Sedang 1
9 Mual dan muntah ( X 9)
(frekuensi 2-6
kali sehari)
Tidak ada
Ya 1
10 Lidah kotor ( X 10 )
Tidak 0
Ya 1
11 Bintik Merah ( X 11)
Tidak 0
42

Ya 1
12 Diare atau susah BAB ( X 12)
Tidak 0

13 Jumlah Trombosit (X13) Bilangan Bulat

14 Jumlah Hemoglobin (X14) Bilangan Bulat

15 Jumlah Hematokrit (X15) Bilangan Bulat

Berikut merupakan contoh pemberian bobot pada gejala-gejala penyakit Demam


Berdarah Dengeu dan Typhoid :

Tabel 4.3: Pemberian Bobot Gejala-gejala Penyakit Demam pada Data Pasien
Variabel Pasien
1 2 ... 150
X1 0 0 ... 1
X2 1 1 ... 0
X3 0 0 ... 0.5
X4 0 0 ... 0
X5 0.5 1 ... 0.75
X6 0 0.5 ... 0
X7 0.5 0.5 ... 0
X8 0.5 0 ... 0.5
X9 0.5 0.5 ... 0
X10 0 0 ... 0
X11 0 1 ... 0
X12 1 0 ... 0
X13 180900 96500 ... 65000
X14 12.1 14.3 ... 11.8
X15 35.5 42.5 ... 35.5
Kelas 1 1 ... 2

4.2.2. Normalisasi Data

Normalisasi data inputan atau variabel dilakukan dengan tujuan untuk


43

mendapatkan data dengan ukuran nilai yang lebih kecil (0 sampai 1), mewakili
data asli tanpa kehilangan karakteristik dari data asli tersebut. Normalisasi data
dilakukan sebelum masuk ke proses pelatihan. Setiap data, baik data latih
maupun data uji dinormalisasi menjadi nilai kisaran 0 sampai 1. Normalisasi
data dihitung dengan menggunakan persamaan (2.24) seperti tabel berikut :

X−min ( X )
X∗¿( )
max( X )−min ( X )

sehingga diperoleh data yang telah dinormalisasikan seperti tabel berikut :

Tabel 4.4: Data Pasien Setelah Normalisasi


Variabel Pasien
1 2 ... 150
X1 0 0 ... 1
X2 1 1 ... 0
X3 0 0 ... 0
X4 0 0 ... 0
X5 0.545454545 1 ... 1
X6 0 0.5 ... 0
X7 0.5 0.5 ... 0
X8 0.5 0 ... 0.5
X9 0.5 0.5 ... 0
X10 0 0 ... 0
X11 0 1 ... 0
X12 1 0 ... 0
X13 0.324551355 0.163421153 ... 0.103283696
X14 0.37804878 0.646341463 ... 0.341463415
X15 0.328301887 0.59245283 ... 0.328301887
Y0 0 0 ... 1

4.2.3. Pembagian Data


44

Tahap selanjutnya dilakukan proses pembagian data dari data yang sudah
didapat sebelumnya. Pembagian data yang dilakukan untuk proses klasi-
fikasi penyakit demam menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan Algoritma
Backpropagation adalah membagi data menjadi data latih (training) dan data uji
(testing) pada tahapan Backpropagation. Pembagian data yang dilakukan
adalah data latih 70%, 80%, 90% dan data uji 30%, 20%, 10% dari data
keseluruhan 150 data pasien penderita Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid.

4.3. Backpropagation
Berdasarkan data input dan target yang akan dicapai tersebut maka dapat
digambarkan arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk
mengklasi- fikasikan penyakit demam (Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid)
sebagai berikut :

Gambar 4.2: Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan

Keterangan gambar 4.1 struktur Jaringan di atas adalah sebagai berikut :

1. Data input terdiri dari 15 input yaitu (X1), (X2), (X3),..., (X15), 15 buah neuron
pada lapisan tersembunyi (hidden layer) yaitu (Z), (Z2), (Z3),..., (Z15) dan satu
lapisan keluaran (output layer) Y0.

2. Bobot yang menhubungkan lapisan input dengan lapisan tersembunyi


(hidden layer) yaitu V1,1, V1,2,..., V15,1 dan bias V0,1, V0,2,..., V0,15.

3. Bobot lapisan tersembunyi hidden layer diteruskan ke output yaitu W1,1,


45

W2,1,..., W15,1 dan bias W0,1.


4. Fungsi aktivasi yang dipakai antara lapisan input dan output adalah fungsi
aktivasi sigmoid biner. Fungsi aktivasi sigmoid biner memiliki tingkat akurasi
yang cukup baik dibandingkan dengan fungsi aktivasi lainnya. (Julpan.
Nababa 2015)

Contoh Perhitungan Manual


Perhitungan manual algoritma backpropagation untuk klasifikasi penyakit
Demam (Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid) dilakukan dengan menggunakan
data latih ke-1 yaitu data pasien penderita penyakit Demam Berdarah Dengeu
dengan menggunakan 15 gejala-gejala yang dirasakan oleh pasien. Perhitungan
pelatihan backpropagation meliputi 3 fase, pertama fase maju yaitu pola masukan
dihitung maju mulai dari lapisan masukan hingga lapisan keluaran. Kedua fase
mundur, yaitu selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan
merupakan kesalahan yang terjadi, kesalahan tersebut dipropagasikan mundur
dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan neuron-neuron yang ada di
lapisan keluaran. Perhitungan ini terdiri dari lapisan masukan yaitu gejala-gejala
yang dirasakan pasien, satu lapisan tersembunyi dan satu lapisan keluaran. Berikut
variabel input yang akan digunakan dalam perhitungan manual bakcpropagation :

Tabel 4.5: Data Input Pasien ke-1 pada Data Latih


X1 0
X2 1
X3 0
X4 0
X5 0.545454545
X6 0
X7 0.5
X8 0.5
X9 0.5
X10 0
X11 0
46

X12 1
X13 0.646142151
X14 0.37804878
X15 0.328301887

Langkah 1 : Inialisasi bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil.

Inialisasi bobot dan bias diberikan dengan cara melakukan pembangkitan nilai
acak dengan interval sembarang. Nilai acak bisa dibangkitkan dalam interval
[- 1,1] atau [-0.5, 0.5] (Martono 2018). Beberapa penelitian yang telah dilakukan
mengisyaratkan agar pada awal pembangkitan bilangan random dilakukan dengan
nilai interval yang kecil . Karena bobot dan bias awal bobot yang digunakan
diisyaratkan adalah bobot awal yang kecil, maka nilai minimum adalah -0.5 dan
nilai maksimum adalah 0.5. Bobot awal input ke lapisan tersembunyi (hidden
layer) dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6: Bobot dan Bias Awal Input Layer ke Hidden layer

Xi vi,j Z1
X1 v1,1 -0.5
X2 v1,2 0.1
X3 v1,3 -0.2
X4 v1,4 0.3
X5 v1,5 0.2
X6 v1,6 -0.1
X7 v1,7 -0.2
X8 v1,8 0.4
X9 v1,9 0.2
X10 v1,10 0.3
X11 v1,11 0.1
X12 v1,12 -0.3
47

X13 v1,13 0.5


X14 v1,14 -0.5
X15 v1,15 -0.1
Bias v0,1 0.1

Bobot awal lapisan tersembunyi ke lapisan keluaran ditunjukkan dalam


tabel berikut :
Tabel 4.7: Bobot dan Bias Awal Hidden Layer ke Output Layer
W
Y -0.2
Bias 0.3

Langkah 2 : Tetapkan maksimum Epoch, target error dan learning rate.


Parameter yang digunakan dalam perhitungan ini adalah parameter-parameter
terbaik yang telah diperoleh pada tahap pelatihan dengan trial dan error yaitu
learning rate (α) 0.5, jumlah neuron lapisan tersembunyi sebanyak 29 neurons
(dalam perhitungan manual kali ini hanya memakai satu neuron), target error
0.001 dan epoch 10000.

Langkah 3 : Jika kondisi penghentian belum terpenuhi yaitu Epoch < Maksimum
Epoch dan MSE > Target Error maka lakukan langkah 3-10.

Langkah 4 : Untuk setiap pasang data pelatihan, lakukan langkah 4-9

Propagasi Maju
Langkah 5 : Setiap neuron masukan (input layer) menerima sinyal masukan dan
meneruskan sinyal tersebut ke lapisan tersembunyi (hidden layer).
Langkah 6 : Setiap neuron tersembunyi ( Z j , j=1 , , p ¿ menghitung masukan
terbobot dengan menggunakan persamaan (2.8) sehingga diperoleh hasil sebagai
berikut :

n
z inj=v oj + ∑ x i v ij
i=1
48

z ¿1=v 01+ ¿

¿ 0.1+0+ 0.1+ 0+0+0.109090909+ …+(−0.0322830189)

¿ 0.310307406

Dalam perhitungan manual backpropagation ini untuk menghitung sinyal


keluaran diterapkan fungsi aktivasi sigmoid biner dengan menggunakan
persamaan (2.9) sebagai berikut :

z j =f ( z inj )

1
¿ −z
1+ e inj

1
z 1= −0.310307406
1+ e

kemudian mengirim semua sinyal ke semua neuron yang ada di lapisan


keluaran (output layer).

Langkah 7 : Setiap neuron keluaran Y k (k=1 , … .. ,m) menjumlahkan sinyal-


sinyal input yang sudah berbobot, termasuk biasnya dengan persamaan (2.10) :

n
y ℑ1=w01+ ∑ z j wij
j =1

y ℑ1=w01+(z 1 w1 )

¿ 0.3+(−0.084607941)

¿ 0.215392059

Dan menerapkan fungsi aktivasinya untuk menghitung sinyal keluaran


dengan persamaan (2.11) :

y=f ( y ink )

1
y= −0.215392059
1+e
49

¿ 0.446359208

Propagasi Mundur

Langkah 8 : Setiap neuron keluaran menerima pola target sesuai pola


masukan untuk menghitung nilai error antara output dan target yang dihasilkan
oleh jaringan dengan menggunakan persamaan (2.14) :

δ 1=(t 1− y 1 ) y1 (1− y 1)

¿(0 – 0.441446734)(0.446359208)(1 – 0.446359208)

¿−0.110305477

Hitung nilai koreksi bobot yang digunakan untuk memperbarui nilai bobot
dengan menggunakan persamaan (2.15) :

w jk =α δ k z j

¿(0.5)(−0.10305477)(0.423039706)

¿−0.023331789

Menghitung nilai koreksi bias yang digunakan untuk memperbarui nilai w0k
dengan menggunakan persaman (2.16) :

w ok =α δ k

w 01=(0.5)(−0.110305477)

¿−0.055152739

Kemudian mengirim nilai error δ1 ke lapisan tersembunyi.

Langkah 9 : Setiap neuron tersembunyi menghitung masukan δ dari neuron


dari lapisan keluaran menggunakan persamaan (2.17) sebagai berikut :

15
δ ¿1=∑ δ 1 w11
k=1
50

¿−0.110305477(−0.2)

¿ 0.022061095

Untuk menghasilkan nilai error pada keluaran maka digunakan persamaan


(2.18) :

δ 1=δ ¿1 z 1 (1−z1 )

¿ 0.022061095 ( 0.423039706 )( 1−0.423039706 )

¿ 0.005384608

Menghitung nilai koreksi bobot yang digunakan untuk memperbarui nilai


dengan menggunakan persamaan (2.19) :

∆ v jk =α δ j x i

∆ v 1 ,1=α δ 1 x 1

¿(0.5)(0.005384608)(0)

¿0

∆ v 2 ,1=α δ 1 x 2

¿(0.5)(0.005384608)(1)

¿ 0.002692304

∆ v 3 ,1=α δ 1 x 3

¿(0.5)(0.005384608)(0)

¿0

∆ v 15 ,1=α δ 1 x15
51

¿(0.5)(0.005384608)(0.328301887)

¿ 0.000883889

Hitung koreksi bias pada lapisan tersembunyi dengan menggunakan


persamaan (2.20) :

∆ v 0 , j=α δ j

∆ v 0 ,1=α δ 1

¿(0.5)(0.005384608)

¿ 0.002692304

Perubahan Bobot

Langkah 10 : Setiap neuron tersembunyi memperbarui nilai bias dan bobot


(i=0 , , n), menghitung bobot dan bias baru dari lapisan tersembunyi dengan ke
lapisan keluaran persamaan (2.22) :
w jk ( baru )=w jk ( lama ) +∆ w jk

w 0 ,1 ( baru ) =w 0.1 ( lama ) + ∆ w 0.1

¿ 0.3+(−0 . 055152739)

¿−0.016545822

w 1 ,1 ( baru )=w1.1 ( lama ) +∆ w1.1

¿(−0.2)+(−0.023331798)

¿ 0.00466636

Hitung perubahan bobot dan bias dari input ke lapisan tersembunyi dengan
persamaan (2.21) :

v ij ( baru ) =v ij (lama )+ ∆ v ij

v 0 ,1 ( baru )=v 0.1 ( lama ) +∆ v 0.1


52

¿ 0.1+0.002692304

¿ 0.102692304

v 1, 1 ( baru )=v 1.1 ( lama )+ ∆ v 1.1

¿(−0.5)+ 0

¿−0.5

v 2, 1 ( baru )=v 2.1 ( lama )+ ∆ v 2.1

¿ 0.1+0.002692304

¿ 0.102692304

v 3 ,1 ( baru )=v 3.1 ( lama )+ ∆ v 3.1

¿ (−0.2 ) +0

¿−0.2

v 15, 1 ( baru )=v15.1 ( lama ) +∆ v 15.1

¿(−0.1)+0.000883889

¿−0.099116111

Pelatihan dilakukan sampai semua epoch terpenuhi. Perhitungan dimulai


dari 1 epoch yang digunakan untuk menghitung semua data, selanjutnya sampai
10000 epoch atau MSE < target error. Bobot data terakhir dari epoch terakhir
nantinya akan digunakan sebagai bobot pada tahap pengujian.
53

4.3.1 Pelatihan
Langkah-langkah pada tahap pelatihan (training) ini dapat dilihat pada gambar 4.2
sebagai berikut :

Gambar 4.3: Diagram Tahap Pelatihan (Training)

Tahap pelatihan sebagai bagian awal dari klasifikasi penyakit Demam


(Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid). Pada tahap ini, jaringan data latih data
berupa data pasien penyakit Demam (Demam Berdarah Dengeu dan Tifoid) untuk
dilatihkan sebagai proses pembelajaran. Langkah awal dalam melakukan
pelatihan adalah dengan memasukkan variasi parameter form pelatihan. Pada
form pelatihan terdapat empat static text yaitu maksimum epoch, target error,
learning rate dan jumlah neuron pada hidden layer. Kemudian ada empat edit text
yang akan digunakan sebagai input masing-masing variabel yang akan diinputkan.
54

Selain itu, ada satu command button yaitu latih data. Berikut tampilan form
pelatihan :
55

Gambar 4.4: Tampilan Form Pelatihan

Pada tahap pelatihan ditentukan parameter-parameter pelatihan jaringan


dengan melakukan trial dan error untuk masing-masing variasi dan nilai target
error sama. Terdapat tiga aturan dalam penentuan jumlah neuron pada hidden
layer (Heaton 2005), oleh karena itu berdasarkan ketiga aturan tersebut maka nilai
neuron pada lapisan tersembunyi yang akan dilakukan trial dan error adalah 5,
11, dan 29. Nilai variasi learning rate yaitu 0.01, 0.1, 0.2, 0.5 dan target error
0.001 (Haryati 2016). Trial dan Error dilakukan dengan menggunakan tiga
pembagian data yaitu 70:30, 80:20, 90:10. Berikut disajikan dalam tabel hasil dari
variasi hidden layer, learning rate dan maksimum epoch yang digunakan dengan
menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner dan sigmoid bipolar.

Tabel 4.8: Variasi Parameter-parameter Pelatihan dengan Sigmoid


Biner

Neuron Pembagian
Hidden Data
No. α 70:30 80:20 90:10
Layer
MSE Akurasi MSE Akurasi MSE Akurasi
1 0.01 5 0.106 82.2% 0.103 86.7% 0.148 80.7%
2 0.01 11 0.107 84.4% 0.116 86.7% 0.116 86.7%
3 0.01 29 0.102 86.7% 0.0993 86.7% 0.075 100%
4 0.1 5 0.616 91.1% 0.0698 96.7% 0.0459 93.3%
5 0.1 11 0.026 95.6% 0.0422 96.7% 0.036 93.3%
6 0.1 29 0.204 95.6% 0.0294 100% 0.0355 93%
7 0.2 5 0.0288 95.6% 0.0278 96.7% 0.0212 93.3%
56

8 0.2 11 0.0249 97.8% 0.0167 100% 0.0204 93.3%


9 0.2 29 0.01 100% 0.00833 100% 0.0143 100%
10 0.5 5 0.00531 95.6% 0.0045 100% 0.0113 93.3%
11 0.5 11 0.0352 95.6% 0.00346 100% 0.0109 100%
12 0.5 29 0.0322 95.6% 0.00279 100% 0.00208 100%

Tabel 4.9: Variasi Parameter-parameter Pelatihan dengan Sigmoid Bipolar

Neuron Pembagian Data


No. α Hidden 70:30 80:20 90:10
Layer MSE Akurasi MSE Akurasi MSE Akurasi
1 0.01 5 0.125 88.9% 0.0136 91.9% 0.0144 93%
2 0.01 11 0.0933 88.3% 0.0142 91.3% 0.057 93%
3 0.01 29 0.0962 97.4% 0.0489 97.4% 0.0354 93%
4 0.1 5 0.0446 92.1% 0.0446 92.1% 0.0219 93%
5 0.1 11 0.0946 97.4% 0.0225 97.4% 0.00754 100%
6 0.1 29 0.0743 97.4% 0.0324 97.4% 0.001 100%
7 0.2 5 0.0847 97.4% 0.0261 97.4% 0.0346 100%
8 0.2 11 0.0627 97.4% 0.0211 97.4% 0.00368 100%
9 0.2 29 0.00703 100% 0.00962 100% 0.00537 100%
10 0.5 5 0.0473 100% 0.00551 100% 0.0241 100%
11 0.5 11 0.00436 100% 0.00436 100% 0.0134 100%
12 0.5 29 0.002888 100% 0.00297 100% 0.0032 100%

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah learning
rate maka nilai MSE semakin kecil dan akurasi semakin tinggi. Jumlah neuron
pada hidden layer terbaik pada tabel 4.8 adalah dan 29 neurons, ini berarti jika
jumlah neuron pada hidden layer di set terlalu kecil maka nilai akurasi akan
semakin rendah. Pada pelatihan jaringan menggunakan sigmoid biner diperoleh
bahwa parameter jaringan yang paling optimal adalah learning rate sebesar 0.5,
neuron pada hidden layer sebanyak 29 dengan recognition rate atau tingkat
akurasi sebesar 100% dan MSE sebesar 0.00208 pada pembagian data 90:10.
Pada tabel 4.9 merupakan pelatihan jaringan menggunakan sigmoid bipolar
didapatkan parameter jaringan yang paling optimal yaitu learning rate 0.1, jumlah
neuron pada hidden layer 29 mencapai target error 0.001 dan 10000 epoch yang
telah ditentukan sebelumnya Sehingga dari perbandingan kedua tabel 4.8 dan 4.9,
maka pelatihan jaringan yang menghasilkan parameter yang paling optimal adalah
pelatihan jaringan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid bipolar dengan
pembagian dta 90:10.
57

Gambar 4.5: Proses Pelatihan

Pada gambar 4.5 dapat dilihat bahwa proses pembelajaran terhenti setelah
melakukan perulangan pembelajaran sebanyak 10000 iterasi yang berarti mampu
mencapai maksimum epoch yang telah ditentukan sebelumnya. Time, menyatakan
waktu yang telah ditempuh Matlab dalam melakukan pembelajaran. Performance
menyatakan kualitas hasil pembelajaran atau nilai MSE yang mencapai target
error sebesar 0.001 yang berarti kualitas jaringan yang bagus. Gradient
merupakan kemiringan antara satu iterasi dengan iterasi berikutnya, proses
biasanya akan berhenti jika kemiringan sudah tidak berubah. Validation check
bermaksud untuk mengecek apakah proses pembelajaran mengarah ke arah yang
tepat atau malah menyimpang. Di Regition ”plot” tampak tombol untuk melihat
hasil pembelajaran. Berikut ini adalah tampilan dari hasil pembelajaran:

Gambar 4.6: Tampilan plot Regression


58

Pada gambar 4.6 merupakan plot Regression digunakan untuk evaluasi


dengan menggunakan koefisien korelasi terhadap respon jaringan dan target yang
diharapkan, pada gambar 4.6 diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0.99607,
nilai koefisien korelasi tersebut sudah mendekati 1 menunjukkan hasil yang baik
untuk kecocokan output jaringan dengan target.

4.3.2 Pengujian

Setelah selesai melakukan pelatihan, selanjutkan melakukan tahap


pengujian terhadap data uji. Pada tahap ini bobot awal untuk perhitungan diambil
dari bobot akhir pada tahap pelatihan. Bobot dan bias akhir pada pelatihan
jaringan merupakan bobot dan bias yang telah di optimasi dengan iterasi jaringan
syaraf tiruan. Hasil dari pelatihan digunakan untuk menentukan konfigurasi
terbaik dari jaringan, target error 0.001, maksimum epoch 10000 serta fungsi
aktivasi menggunakan fungsi aktivasi sigmoid bipolar, sedangkan learning rate
dan banyaknya neuron pada lapisan tersembunyi diubah secara trial and error.
Dari hasil pelatihan yang telah dilakukan, jaringan mengenali 100% dari data
yang dilatihkan.
Tahap selanjutnya yaitu jaringan diuji dengan data uji, sebelumnya telah
diketahui bahwa pembagian data yang menghasilkan parameter optimal yaitu
90:10, sehingga jumlah data baru yang diujikan sebanyak 15 data. Pengujian
dengan menggunakan data baru dilakukan untuk menentukan seberapa akurat
jaringan syaraf tiruan mampu mengenali data baru yang dimasukkan. Hasil
pengujian terhadap 15 data baru menunjukkan bahwa seluruh data sesuai dengan
target atau sesuai dengan kenyataan. Pada form pengujian terdapat tiga static text
yaitu ”data uji”, ”binner output” dan ”kelas”, masing masing static text memiliki
tabel di bawahnya. Selain itu, ada tiga command button yaitu ”uji data”,
”confusion matrix” dan ”kembali ke pelatihan”. Berikut tampilan form hasil
pengujian dengan parameter-parameter terbaik yang telah terpilih pada proses
pelatihan. Berikut tampilan proses pengujian pada Matlab :
59

Gambar 4.7: Form Pengujian

4.3.3 Hasil Pengujian

Tahap akhir dari penelitian ini adalah membandingkan hasil klasifikasi


backpropagation dengan target asli. Hasil pengujian optimum yang diperoleh dari
tahap pengujian adalah arsitektur jaringan 15-29-1 ( 15 input di layer masukan,
satu buah lapisan tersembunyi dengan 29 neuron, dan satu lapisan keluararan,
learning rate sebesar 0.1, nilai MSE sebesar mencapai target error 0.001, tingkat
akurasi 100% diperoleh hasil klasifikasi seperti tabel berikut.

Tabel 4.10: Perbandingan Target Asli dan Hasil Klasifikasi

Pasien Kelas Sebenarnya Hasil Klasifikasi


1 Demam Berdarah Dengeu Demam Berdarah Dengeu
2 Demam Berdarah Dengeu Demam Berdarah Dengeu
3 Demam Berdarah Dengeu Demam Berdarah Dengeu
4 Demam Berdarah Dengeu Demam Berdarah Dengeu
5 Demam Berdarah Dengeu Demam Berdarah Dengeu
6 Demam Berdarah Dengeu Demam Berdarah Dengeu
7 Demam Berdarah Dengeu Demam Berdarah Dengeu
8 Demam Berdarah Dengeu Demam Berdarah Dengeu
9 Typhoid Typhoid
10 Typhoid Typhoid
11 Typhoid Typhoid
12 Typhoid Typhoid
13 Typhoid Typhoid
14 Typhoid Typhoid
60

15 Typhoid Typhoid

Proses pengujian menggunakan 15 data pasien yang terdiri dari 8 pasien


dengan diagnosa penyakit Demam Berdarah Dengeu dan 7 data pasien dengan
diagnosa penyakit Typhoid. Hasil klasifikasi menyatakan bahwa semua data yang
diujikan terklasifikasi benar atau sesuai kenyataan. Hasil keluaran dari data uji
ditampilkan sesuai dengan target atau kenyataan yaitu misalkan pada pasien ke-1
target yang diberikan adalah 1, maka keluarannya menunjukkan 0.1015 yang
mendekati 0 (binner kelas 1), begitu juga dengan pasien ke-2 dengan target 2,
maka keluarannya menunjukkan 0.9415 yang mendekati 1 (binner kelas 2), dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.11: Nilai Ambang Threadsold

Output Kelas
Y0 < 0.5 1
Y0 ≥ 0.5 2

Pengujian jaringan dilakukan dengan menghitung tingkat keakuratan dalam


mengklasifikasikan penyakit Demam (Demam Berdarah Dengeu atau Typhoid)
pada pasien. Langkah yang harus ditempuh yakni menggunakan confusion matrix.
Berikut tampilan akurasi dengan confusion matrix pada tahap pengujian:

Gambar 4.8: Tampilan Confusion Matrix


Pada gambar 4.8 dapat dilihat bahwa terdapat 38 data (TP+TN) dari total
38 data yang diklasifikasikan secara valid (Accurate) dan tidak terdapat data yang
diklasifikasikan secara tidak valid (Error), sehingga dapat dihitung nilai akurasi
61

menggunakan persamaan 2.26 sebagai berikut :

Akurasi= ( Total Data )


TP+ TN
×100 %

8+17
¿ × 100 %
15

¿ 100 %

4.4. Implementasi Antarmuka Aplikasi Diagnosa Penyakit Demam

Perancangan antar muka pengguna (User Interface) merupakan suatu yang


penting dalam pembagunan program aplikasi komputer. Sebab tampilan sebuah
program komputer merupakan media komunikasi yang akan menghubungkan
antar pengguna dan aplikasi. Program yang digunakan untuk dirancang antar
pengguna (User Interface) menggunakan GUI (Graphical User Interface) pada
Matlab2014.

4.4.1 Halaman Depan


Interface halaman depan adalah halaman pertama yang tampil pada saat
menjalankan aplikasi yang terdiri dari 3 pilihan menu yaitu proses pelatihan,
proses pengujian dan Diagnosa.

Tampilan halaman depan digunakan untuk memulai diagnosa penyakit


Demam, pada halaman ini terdapat 3 button yaitu, pelatihan, pengujian, dan
diagnosa. Tombol Pelatihan digunakan untuk melakukan pelatihan jaringan
backpropagation seperti pada gambar 4.4, tombol pengujian digunakan untuk
melakukan pengujian jaringan seperti pada gambar 4.7, tombol diagnosa
digunakan untuk melakukan diagnosa penyakit yang selanjutnya akan
menampilkan halaman diagnosa penyakit Demam. Halaman depan aplikasi
diagnosa penyakit Demam dapat dilihat pada gambar seperti berikut :
62

Gambar 4.9: Tampilan Halaman Utama


4.4.2 Halaman Diagnosa Penyakit Demam
Halaman diagnosa penyakit Demam menampilkan pilihan gejala-gejala
yang dirasakan oleh pasien yaitu demam intermitten, demam terus menerus,
demam menggigil, demam sore atau malam hari, lama demam, nyeri kepala,
nyeri perut, nyeri seluruh tubuh, mual dan muntah, lidah kotor, bintik merah,
diare atau susah BAB, jumlah trombosit, jumlah hemoglobin, dan jumlah
hematokrit.. Tampilan halaman diagnosa penyakit Demam dengan metode
Jaringan Syaraf Tiruan algoritma Backpropagation yang didesain menggunakan
GUI (Graphic User Interface) Matlab adalah sebagai berikut :

Gambar 4.10: Tampilan Halaman Diagnosa


63

Adapun langkah-langkah penggunaan aplikasi diagnosa penyakit Demam


adalah sebagai berikut :

1. Masukkan semua gejala klinis penyakit yang dialami oleh pasien.

2. Klik tombol ”Diagnosa” untuk mengetahui klasifikasi penyakit Demam


yang dialami pasien.
3. Hasil klasifikasi penyakit Demam akan ditampilkan pada kolom
”Output Kelas”.
4. Tombol ”Reset” digunakan untuk mereset hasil klasifikasi dan gejala
klinis penyakit.
5. Tombol ”Kembali” digunakan untuk keluar dari program simulasi.

Hasil dari diagnosa penyakit Demam akan terlihat pada hasil operasi yang
berdasarkan pada output bobot (Demam Berdarah Dengeu jika Y 0 <0.5 ataupun
demam Typhoid jika Y 0 ≥ 0.5) pada gambar seperti berikut ini :

Gambar 4.11: Tampilan Halaman Diagnosa

Gambar 4.11 menunjukkan hasil penggunaan aplikasi diagnosa penyakit


Demam, dengan hasil diagnosa berupa kelas 1 penyakit Demam yaitu Demam
Berdarah Dengeu.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang klasifikasi penyakit Demam


(Demam Berdarah Dengeu dan Typhoid) dengan menggunakan Jaringan Syaraf
Tiruan Algoritma Backpropagation dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Metode Jaringan Syaraf Tiruan algoritma Backpropagation telah berhasil


diterapkan dalam klasifikasi Penyakit Demam (Demam Berdarah Dengeu
dan Typhoid), tahapan pelatihan menghasilkan parameter optimum dengan
cara trial dan error. Parameter optimum pada tahap pelatihan selanjutnya
digunakan pada tahap pelatihan untuk memperoleh hasil berupa kelas-
kelas penyakit Demam.
2. Tingkat keakuaratan penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Algoritma
Backpropagation dalam klasifikasi penyakit Demam diperoleh sebesar
100% dengan parameter terbaik yaitu neuron pada hidden layer sebanyak
29 neuron, nilai learning rate 0.1, maksimum epoch sebesar 10000 dan
nilai MSE mencapai target error 0.001 dengan menggunakan fungsi
aktivasi sigmoid bipolar pada pola pembagian data 90:10.

5.2 Saran

Berikut adalah beberapa saran yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan


penelitian maupun pengembangan lebih lanjut :

1. Untuk penelitian selanjutnya dapat menambahkan jumlah data penelitian,


gejala gejala penyakit yang dirasakan oleh pasien pada tahap pelatihan
dan tahap pengujian jaringan Backpropagation.

2. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan jumlah target kelas penyakit


Demam yang juga memiliki kemiripan gejala-gejala awal penyakit dengan
menerapkan metode Jaringan Syaraf Tiruan algoritma Backpropagation.

64
DAFTAR PUSTAKA

Heaton, J., (2005): Introduction to Neural Networks with Java, Heaton Research,
Inc, USA.

Jaya, D. H., (2018): Kecerdasan Buatan, Universitas Negeri Makassar, Makassar.


Julpan. Nababa, Erna Budhiarti., Z. M., (2015): Analisis Fungsi Aktivasi
Sigmoid Biner dan Sigmoid Bipolar Dalam Algoritma Backpropagation
Pada Prediksi Kemampuan Siswa, Teknovasi, 2(1).
Julyantari, N. K. S., (2015): Perancangan Prediksi Keputusan Medis Untuk
Penyakit Demam Berdarah Dengue Dengan Jaringan Syaraf Tiruan, STMIK
STIKOM Bali, .
Kemenkes (2006): Pedoman Pengendalian Demam Tifoid, Direktorat Jendral
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Jakarta.

Kemenkes (2013): Buku Saku Pengendalian Demam Berdarah Dengeu untuk


Pengelola Program DBD Puskesmas, Direktorat Jendral Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit, Jakarta.

Khairani, M., (2014): Improvisasi Backpropagation Menggunakan Penerapan


Adaptive Learning Rate dan Paraller Training, Penelitian Teknik
Informatika, 4(1), 3360–3365.

Kusumadewi, S., (2004): Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan


MATLAB dan EXCEL LINK, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Lesnussa, Y. A., L. S. P. E. R., (2015): Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan


Backpropa- gation untuk memprediksi prestasi siswa SMA (Studi kasus :
Prediksi Prestasi Siswa SMAN 4 Ambon), Jurnal Matematika Integratif,
11(22), 149 160.
Maharani, W., (2009): Klasifikasi Data Menggunakan JST Backpropagation
Momentum Dengan Adaptive Learning Rate, Seminar Nasional
Informatika, 2(3).

Manullang, Jonly Eliezer., T. P. S. J., (2016): Karakteristik Penderita Demam


Tifoid Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Periode 2016, Jurnal
Kedok- teran Methodist, 10(2).
Martono, Wisnu Hendri., H. D., (2018): Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruan
Dengan Metode Backpropagation Dalam Memprediksi Indeks Harga Saham
Bangunan, Teknik Informatika, 3(1).

65
66

Maulida, Hamidatul., W. S. W. W. S., (2015): Hubungan Antara Jumlah Leukosit


dan Trombosit Pada Penderita Typhoid, Analis Kesehatan Sains, 4(2).
Muis, D. I. S., (2017): Jaringan Syaraf Tiruan; Sistem Kecerdasan Tiruan dengan
Kemampuan Belajar dan Adaptasi, Teknosain, Yogyakarta.

Parapat, Indri Monika., F. M. T. S., (2018): Penerapan Metode Support Vector


Mechine (SVM) pada Klasifikasi Penyimpangan Kembang Tumbuh Anak,
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 2(10),
3163– 3169.

Purwoko, S., (2005): Pertolongan Pertama Untuk Anak, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Putri, Riza Rizqiana ., F. M. T. . R. B., (2018): Klasifikasi Metode JST-


Backpropagation Untuk Klasifikasi Rumah Layak Huni, Universitas
Brawijaya, 2(10), 3360–3365.

Rahman, M. Fadly., D. M. I. A. D., (2017): Klasifikasi Untuk Diagnosa Diabetes


Menggunakan Metode Bayesian Regularization Neural Network (RBNN),
Informatika, 11(1).

Shofia, E.N., P. R. A. A., (2017): Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Demam,


Univer- sitas Brawijaya, 1(5), 426–435.

Siang, J. J., (2005): Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan


Matlab, Andi, Yogyakarta.

Suryadi, U. T., (2015): Komparasi Support Vector Machine dan Neural Network
untuk Prediksi Kelulusan Sertifikasi Benih Kentang, Seminar Nasional
Infor- matika, .

Wati, D. A. R., (2011): Sistem Kendali Cerdas : Fuzzy Logic Controller (FLC),
Jaringan Syaraf Tiruan (JST), Algorima Genetik (AG) dan Algoritma
Particle Swarm Optimization (PSO)., Graha Ilmu, Yogyakarta.

WHO (2009): DENGUE : Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and


Control, World Health Organization, Swiss.
Lamp. A
Data Pelatihan
Pasien X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 Target
1 0 1 0 0 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0 0 1 180900 12.1 35.5 DHF
2 0 1 0 0 0.75 0.5 0.5 0 0.5 0 1 0 96500 14.3 42.5 DHF
3 1 0 0 0 0.5 0 0 0.5 0.5 0 1 0 139700 10.2 38.6 DHF
4 1 0 0.5 0 0.5 0 0 0.5 0 0 1 0 217700 11.8 35.5 DHF
5 0 1 0 0 0.5 0.5 0 0.5 0.5 0 0 1 10900 14.6 44.4 DHF
6 1 0 0 0 0.5 0.5 0 0 0.5 0 0 1 204000 10.2 30.5 DHF
7 1 0 0 0 0.5 0 1 1 1 0 0 0 52900 12 37 DHF
8 1 0 0 0 0.5 0 0 0.5 0.5 0 1 1 257900 12 35.5 DHF
9 1 0 0 1 0.5 0 0 0.5 0.5 0 1 0 65500 14 43 DHF
10 1 0 0 0 0.2 0 0.5 0 0.5 0 0 0 100900 15.1 46.8 DHF
11 0 0 0 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0 1 0 76900 13.7 42.1 DHF
12 1 0 0 0 0.5 0.5 0 0 0 0 0 0 120000 12.2 36.6 DHF
13 1 0 0.5 0 0.5 0 0 0 0.5 0 0 1 253000 11.1 35.6 DHF
14 0 1 0 0 0.2 1 0 0 0.5 0 1 1 88000 14.1 43.6 DHF
15 0 1 0 0 0.5 0.5 0 1 0.5 0 0 1 116000 14.3 40.4 DHF
16 0 1 0 0 0.5 0.5 0 0.5 0.5 0 1 0 87600 14.7 44.8 DHF
17 0 0 0.5 0 0.5 0 0 0.5 0 0 0 1 130700 12.2 37.8 DHF
18 0 0 1 0 0.5 0 0.5 1 0.5 0 1 0 132000 15.9 50.1 DHF
19 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0 0 0 109700 10.8 33.8 DHF
20 1 0 0 0 0.5 0.5 0 0.5 0.5 0 0 1 130000 11.4 33.1 DHF
21 1 0 0 0 0.5 0.5 0.5 0 0 0 1 0 108800 12.8 38.6 DHF
22 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 1 1 119400 10.9 33.3 DHF
23 0 0 0 1 0.5 0.5 0 0 0.5 0 0 1 123000 12.4 38.9 DHF
24 0 1 0 0 0.5 0.5 0.5 0 0 0 0 0 76400 12.1 35 DHF
25 0 0 0 1 0.5 0 0 0.5 0.5 0 0 1 112700 12.5 37.2 DHF
26 1 0 0 0 0.2 0.5 0.5 0 0.5 0 1 0 163200 14.7 44.9 DHF
27 0 1 0 0 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0 0 1 75000 12.7 37.1 DHF
28 1 0 0 0 0.5 0.5 0 1 0 0 1 0 183800 12.8 38.8 DHF
29 1 0 0 0 0.75 0.5 0 0.5 0 0 0 0 75400 12.6 38.2 DHF
30 0 1 0 0 0.5 0.5 0 0.5 0.5 0 1 1 111300 13 39.5 DHF
31 1 0 0 0 0.2 0.5 1 0.5 1 0 0 1 78900 14.4 42.9 DHF
32 0 1 0 0 0.5 0 0 1 0 0 1 0 59100 14.8 43.6 DHF
33 0 1 0 0 0.5 0.5 0 0.5 0 0 0 0 38500 15.4 48 DHF
34 0 1 0 0 0.5 0 0 0.5 0 0 1 0 59100 14.8 43.6 DHF
35 0 1 0 1 0.5 0 0 0.5 0 0 1 1 38500 15.4 48 DHF
36 0 0 1 0 0.5 0 0 0.5 0.5 0 0 0 144700 15.2 44.7 DHF
37 1 0 1 0 0.5 0 0 0.5 0.5 0 1 0 64400 17.1 53.3 DHF
38 1 0 0 0 0.75 0.5 0 0 0.5 0 0 1 51000 13.1 37.9 DHF
39 1 0 0 0 0.5 0.5 0 0.5 0.5 0 1 0 126500 16.1 47 DHF
40 1 0 0 0 0.5 0 1 0 0.5 0 0 1 143000 14.6 45.8 DHF

67
68
41 0 1 0 0 0.5 0.5 0.5 0 0.5 0 0 1 143700 14.7 43.7 DHF
42 0 0 0.5 0 0.2 0.5 0.5 0.5 0.5 0 0 0 100800 13.4 40.6 DHF
43 0 0 0.5 0 0.5 0 0 0 0.5 0 1 0 63000 17.1 50.7 DHF
44 0 1 0 0 0.5 0.5 0 0 0.5 0 1 0 84400 13.1 42.2 DHF
45 1 0 0 0 0.2 0 0 0.5 0 0 1 0 144700 13 41 DHF
46 1 0 0.5 0 0.75 0 0.5 0.5 0.5 0 0 1 51000 10.6 30 DHF
47 1 0 0 0 0.5 0.5 0 0.5 0.5 0 0 1 77000 12.6 38.3 DHF
48 0 0 0 1 0.2 1 0 0.5 0 0 1 0 119400 11.65 33.1 DHF
49 0 0 0 1 0.2 1 0.5 0.5 0.5 0 1 0 77000 12.5 37.8 DHF
50 0 1 0 1 0.2 0.5 0.5 0 0 0 1 0 108800 14.7 35.3 DHF
51 1 0 0 0 0.5 0 1 0.5 0 0 1 0 38000 12 38.9 DHF
52 1 0 0 1 0.5 0.5 0 0.5 0 0 1 0 88000 12.5 35 DHF
53 0 1 0 0 0.2 0 0.5 0 1 0 0 0 96500 10.9 38.4 DHF
54 1 0 0 0 0.5 0 0 0.5 0 0 0 0 176300 15.5 44 DHF
55 0 1 0 1 0.5 0 1 0.5 0 0 0 0 116000 14.5 39.3 DHF
56 0 1 0 1 0.2 0.5 0 0.5 0 0 0 0 123000 14 39 DHF
57 1 0 0 1 0.2 0 0.5 0 0.5 0 1 1 120000 17.2 43 DHF
58 1 0 0 1 0.2 0.5 0 0.5 0 0 0 0 120500 13 38.6 DHF
59 0 1 0 1 0.2 0.5 0 0.5 0 0 0 0 143700 13.5 35.5 DHF
60 0 1 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0.5 0 1 1 153000 14.6 43 DHF
61 0 1 0 0 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0 0 1 180300 12.5 30.5 DHF
62 1 0 0 1 0.5 0 0 0.5 0.5 0 0 0 96500 13 37 DHF
63 1 0 0 0 0.2 0 0 0 0.5 0 0 0 126500 12.8 35.5 DHF
64 0 0 0.5 1 0.2 1 0.5 0 0.5 0 1 1 88000 14.1 40.5 DHF
65 1 1 0 1 0.5 0 0 0 0 0 1 1 100800 14.3 50.7 DHF
66 0 1 0 1 0.5 0 0 0.5 0 0 1 0 143000 13.5 42.2 DHF
67 0 1 0 1 0.2 0.5 0 1 0 0 0 1 143700 14.5 41.3 DHF
68 0 1 0 1 0.5 0 0.5 0 0.5 0 1 1 84000 15 30 DHF
69 0 0 0.5 1 0.5 0.5 0 0.5 0 0 1 0 150000 15.3 39.2 DHF
70 1 0 1 0 0.75 0.5 0.5 0 0.5 0 0 0 38000 13.5 33.5 DHF
71 0 0 0.5 0 0.75 0.5 0 0 0.5 0 0 1 83000 12.6 37.8 DHF
72 1 0 0.5 1 0.2 0 0 0 0.5 0 0 0 130000 11.8 36.2 DHF
73 1 0 0.5 0 0.5 0.5 0 0 1 0 0 1 85000 12 43.5 DHF
74 0 0 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0 0 0 89000 14.8 38.2 DHF
75 1 0 0.5 0 0.2 0 0.5 0 0.5 0 0 0 56000 13 35.1 DHF
76 1 0 1 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0 0 323000 12.8 39.2 TYPHOID FEVER
77 0 0 0.5 1 0.5 0 0 0.5 0.5 0 0 0 87700 15.8 47.2 TYPHOID FEVER
78 1 0 0 1 0.75 0.5 0.5 0 0.5 0 0 0 182200 11.8 34.9 TYPHOID FEVER
79 1 0 0 1 0.2 0 0 0 0.5 1 0 0 214000 11.5 34.8 TYPHOID FEVER
80 0 1 0 1 0.75 0.5 1 0 0.5 1 0 1 87700 10.5 47.3 TYPHOID FEVER
81 0 1 0 0 0.5 0.5 0.5 0 0.5 0 0 1 137000 12.1 35.6 TYPHOID FEVER
82 1 0 0 1 0.5 0.5 0 0 0.5 1 0 1 183300 11.2 34.2 TYPHOID FEVER
83 0 1 0 0 0.2 1 0.5 0 1 0 0 0 258900 13.1 41.5 TYPHOID FEVER
84 1 0 0 0 0.5 0 1 0 0.5 1 0 0 268800 12.3 37.6 TYPHOID FEVER
85 1 0 0 1 0.5 0 0 0.5 0.5 0 0 1 180700 11.1 33.1 TYPHOID FEVER
69
86 0 1 0 0 0.2 0 0.5 0 0.5 1 0 0 134700 13.4 38.8 TYPHOID FEVER
87 0 0 0 1 0.5 0 0.5 0.5 1 1 0 0 184200 11.8 34.2 TYPHOID FEVER
88 0 0 0 1 0.75 0 0.5 0 0.5 0 0 1 141500 11.8 35.8 TYPHOID FEVER
89 0 0 0 1 0.5 0 0.5 0 0 0 0 0 355900 12.2 37.1 TYPHOID FEVER
90 1 0 0 1 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0 1 376100 11.2 33.6 TYPHOID FEVER
91 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0 0 1 0 0 287600 13.2 41.7 TYPHOID FEVER
92 0 1 0 1 0.75 0 1 0.5 1 0 0 1 103800 14.2 43.3 TYPHOID FEVER
93 0 1 0 1 0.5 0 0.5 0 0 0 0 1 343000 9.4 28.3 TYPHOID FEVER
94 0 1 0 1 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0 1 174100 11.6 35.5 TYPHOID FEVER
95 0 1 0 1 0.2 0 1 0 1 0 0 1 89700 14 43.0 TYPHOID FEVER
96 0 1 0 1 0.75 0 0 0 0.5 0 0 1 232700 9.3 28.3 TYPHOID FEVER
97 0 1 0 0 0.2 0.5 0.5 0 0.5 0 0 1 261900 13 41.5 TYPHOID FEVER
98 1 0 0 0 0.5 0 0 0 0.5 1 0 0 137800 11.6 35.2 TYPHOID FEVER
99 0 1 0 0 0.75 0.5 0 0 0.5 1 0 0 161900 9 26.8 TYPHOID FEVER
100 0 1 0 1 0.75 0 1 0 0.5 0 0 0 225000 11.7 36.5 TYPHOID FEVER
101 1 0 0 0 0.5 0 1 0 0.5 0 0 1 388100 12.8 41.1 TYPHOID FEVER
102 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0 0 1 0 0 182200 15.8 38.8 TYPHOID FEVER
103 0 0 0 1 0.2 0.5 0 0.5 0 0 0 0 14390 11.9 37.1 TYPHOID FEVER
104 0 1 1 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0 0 185800 13.1 39.2 TYPHOID FEVER
105 0 1 0 0 0.75 0 0.5 0 0.5 1 0 0 107800 12.1 36.8 TYPHOID FEVER
106 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0 0 0 128500 9.5 29.2 TYPHOID FEVER
107 0 1 0.5 0 0.5 0.5 1 0 0.5 1 0 1 180700 13.4 38.1 TYPHOID FEVER
108 1 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0 0 237700 12.2 37.4 TYPHOID FEVER
109 0 1 0 0 0.75 0 0.5 0.5 0 1 0 0 431000 13.2 40 TYPHOID FEVER
110 0 1 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0 0 0 245800 12.7 36.2 TYPHOID FEVER
111 1 0 0.5 0 0.75 1 0 0 0.5 1 0 0 359000 13.9 42.2 TYPHOID FEVER
112 1 0 0 0 0.5 0 0 0 0.5 1 0 1 66500 15.9 36.3 TYPHOID FEVER
113 0 1 0 0 0.75 0.5 0 0 0 1 0 0 114900 15.1 46.4 TYPHOID FEVER
114 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0 0 91300 11.9 36.7 TYPHOID FEVER
115 0 1 0 0 0.2 0 0.5 0.5 0.5 0 0 0 185800 12.7 36.8 TYPHOID FEVER
116 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0 1 140500 10.4 31.1 TYPHOID FEVER
117 0 0 0 1 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0 0 0 211900 13.7 40.7 TYPHOID FEVER
118 0 0 0 1 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0 0 259100 10.9 33.6 TYPHOID FEVER
119 0 1 0 1 0.75 0.5 1 0 0 1 0 1 163100 10.5 32.5 TYPHOID FEVER
120 0 1 0 0 0.2 0 0.5 0 0.5 0 0 1 99800 11.5 35.6 TYPHOID FEVER
121 0 1 0 0 0.5 0.5 0 0 0 1 0 1 274000 12.3 39.6 TYPHOID FEVER
122 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0 0 0 0 0 185800 12.7 35.5 TYPHOID FEVER
123 1 0 0 0 0.5 1 0 0 0.5 1 0 0 195600 15.1 30.6 TYPHOID FEVER
124 1 0 0 0 0.75 0 0.5 0 0.5 1 0 0 534700 9.5 30.1 TYPHOID FEVER
125 0 1 0 0 0.5 0 0.5 0.5 0 0 0 1 172700 12.9 38.9 TYPHOID FEVER
126 0 1 0 0 0.5 0 0.5 0 0.5 1 0 1 165700 12.5 40 TYPHOID FEVER
127 1 0 0 1 0.5 0.5 0.5 1 1 0 0 1 38500 11.3 35.2 TYPHOID FEVER

128 1 0 0 0 0.2 0 0.5 0 0.5 0 0 0 176300 12.5 38.4 TYPHOID FEVER


70
129 0 1 0 0 0.75 1 0 0 0.5 1 0 1 112000 11.8 38.9 TYPHOID FEVER
130 0 1 0 1 0.75 0.5 1 0 0 0 0 0 100900 11.5 30.5 TYPHOID FEVER
131 1 0 0 0 0.75 0 0.5 0 0.5 0 0 0 220000 10.5 37.1 TYPHOID FEVER
132 0 1 0 0 0.5 0 1 1 0.5 1 0 0 95000 10.4 33.5 TYPHOID FEVER
133 0 1 0 1 0.2 0 0 0 0.5 0 0 1 140500 15.9 35.3 TYPHOID FEVER
134 1 0 0 1 0.75 0 0.5 0 0.5 1 0 0 220000 12.6 43.5 TYPHOID FEVER
135 0 0 0.5 0 0.5 0 1 0.5 0 1 0 1 175100 12.3 41.3 TYPHOID FEVER
136 0 0 0 1 0.5 0.5 0.5 0 0.5 0 0 1 274000 9.2 28.5 TYPHOID FEVER
137 0 1 0 1 0.5 0 0 1 0.5 0 0 0 99800 13.6 29.6 TYPHOID FEVER
138 0 1 0 0 0.75 0 0.5 0 0 0 0 0 120900 9.4 37.1 TYPHOID FEVER
139 1 0 0 1 0.75 0.5 0 0 0.5 0 0 1 91300 11.2 33.6 TYPHOID FEVER
140 1 0 0 0 0.5 0 0.5 0 0 1 0 0 185800 12 41.7 TYPHOID FEVER
141 1 0 0 0 0.2 0 0.5 0 0 1 0 1 185800 11.6 43.3 TYPHOID FEVER
142 0 0 0 1 0.5 0.5 1 0 0 0 0 0 66500 10.3 40.1 TYPHOID FEVER
143 1 0 0 1 0.75 0 0.5 1 0.5 0 0 0 200700 9.8 35.3 TYPHOID FEVER
144 1 0 0 1 0.75 0 1 0 0.5 0 0 1 89700 14.5 35.6 TYPHOID FEVER
145 0 1 0 1 0.5 0.5 0 0 0.5 0 0 1 220000 12.7 28.3 TYPHOID FEVER
146 0 0 1 0 0.2 0 0 0.5 0.5 0 0 1 220000 15.3 41.5 TYPHOID FEVER
147 0 0 0.5 0 0.75 0 0 0.5 0.5 0 0 0 91000 11.5 38.4 TYPHOID FEVER
148 1 0 0.5 0 0.5 0 0 0 0 0 0 0 80000 10.8 43.3 TYPHOID FEVER
149 1 0 0 0 0.2 0.5 0 0 0 0 0 0 83000 12.3 28.3 TYPHOID FEVER
150 1 0 0.5 0 0.75 0 0 0.5 0 0 0 0 65000 11.8 35.5 TYPHOID FEVER
Lamp. B
Kode Program Fungsi Bakpropagation
%Ini membuat fungsi untuk dipanggil untuk proses pelatihan
%dengan parameter epoch, goal, lr, hidden layer)
function [net,tr] = bp(epoch,goal,lr,hiddenlayer)
%BP Summary of this function goes here
% Detailed explanation goes here

load data_latih.mat;
load target_latih.mat;
hidden_layer = hiddenlayer;
output = 1 ;

net=newff(minmax(data_latih),[hidden_layer,output] ,
{'logsig','logsig'},'traingd');
net.performFcn = 'mse';
net.trainparam.epochs= epoch;
net.trainparam.goal= goal;
net.trainparam.lr=lr;
net=init(net);

[net,tr]=train(net,data_latih,target_latih);
%Hasil setelah pelatihan
bobot_hidden = net.IW{1,1};
bobot_keluaran = net.LW{2,1};
bias_hidden = net.b{1,1};
bias_keluaran = net.b{2,1};
save bobot90.mat bobot_hidden bobot_keluaran bias_hidden
bias_keluaran;

71
Lamp. C
Kode Program MATLAB Pelatihan

%str2num untuk mengubah inputan String menjadi integer


epoch=str2num(get(handles.edit2,'String'));
goals=str2num(get(handles.edit3,'String'));
lr=str2num(get(handles.edit4,'String'));
hiddenlayer=str2num(get(handles.edit5,'String'));

[net,tr]=bp(epoch,goals,lr,hiddenlayer);
save('bobotjst.mat','net','tr');

72
Lamp. D
Kode Program MATLAB Pengujian
load('data_uji.mat')

load('bobotjst.mat')
jumlahData=38;

y = sim(net, data_uji);
disp(y);
kelas= zeros(1,jumlahData);
disp('Hasil Pengujian');
for(a=1:jumlahData)

if(y(a)>=0.5)
disp('Kelas 1');
kelas(a) = 2
else
disp('Kelas 2');
kelas(a) = 1
end
end

Y=y;

disp(y')
save kelas.mat kelas;

load('target_uji.mat')
newData = [target_uji; kelas];

load target_uji;
load kelas;
targetsVector = target_uji; % True classes
outputsVector = kelas; % Predicted classes
% Convert this data to a [numClasses x 6] matrix
targets = zeros(2,38);
outputs = zeros(2,38);
targetsIdx = sub2ind(size(targets), targetsVector, 1:38);
outputsIdx = sub2ind(size(outputs), outputsVector, 1:38);
targets(targetsIdx) = 1;
outputs(outputsIdx) = 1;
% Plot the confusion matrix for a 2-class problem
close
plotconfusion(targets,outputs)
Pengujian

73
Lamp. E
Kode Program Halaman Diagnosa
load bobotjst.mat;
f = waitbar(0,'Mohon tunggu...');
x1=get(handles.popupmenu1,'Value');
x2=get(handles.popupmenu2,'Value');
x3=get(handles.popupmenu3,'Value');
x4=get(handles.popupmenu4,'Value');
x5=get(handles.popupmenu5,'Value');
x6=get(handles.popupmenu6,'Value');
x7=get(handles.popupmenu7,'Value');
x8=get(handles.popupmenu8,'Value');
x9=get(handles.popupmenu9,'Value');
x10=get(handles.popupmenu10,'Value');
x11=get(handles.popupmenu11,'Value');
x12=get(handles.popupmenu12,'Value');

x13=str2num(get(handles.edit13,'String'));
x14=str2num(get(handles.edit14,'String'));
x15=str2num(get(handles.edit15,'String'));

waitbar(0.2,f, 'Mohon tunggu...');

%normalisasi
if(x1==1)
x1 = 3
elseif(x1==2)
x1 = 1;
else
x1 = 0;
end

if(x2==1)

x2 = 3
elseif(x2==2)
x2 = 1;
else
x2 = 0;
end

if(x3==1)

x3 = 3
elseif(x3==2)
x3 = 1;
elseif(x3==3)
x3 = 0.5;
else
x3 = 0;

74
75

end

if(x4==1)

x4 = 3
elseif(x4==2)
x4 = 1;
else
x4 = 0;
end

if(x5==1)

x5 = 3
elseif(x5==2)
x5 = 0.75;
elseif(x5==3)
x5 = 0.5;
else
x5 = 0.2;
end

if(x6==1)

x6 = 3
elseif(x6==2)
x6 = 1;
elseif(x6==3)
x6 = 0.5;
else
x6 = 0;
end

if(x7==1)

x7 = 3
elseif(x7==2)
x7 = 1;
elseif(x7==3)
x7 = 0.5;
else
x7 = 0;
end

if(x8==1)

x8 = 3
elseif(x8==2)
76

x8 = 1;
elseif(x8==3)
x8 = 0.5;
else
x8 = 0;
end

if(x9==1)

x9 = 3
elseif(x9==2)
x9 = 1;
elseif(x9==3)
x9 = 0.5;
else
x9 = 0;
end

if(x10==1)
x10 = 3
elseif(x10==2)
x10 = 1;
else
x10 = 0;
end

if(x11==1)
x11 = 3
elseif(x11==2)
x11 = 1;
else
x11 = 0;
end

if(x12==1)
x12 = 3
elseif(x12==2)
x12 = 1;
else
x12 = 0;
end

if(isempty(x13))
normalisasix13 = 3;
else
normalisasix13 = (x13-10900)/(534700-10900);
end

if(isempty(x14))
normalisasix14 = 3
else
normalisasix14 =(x14-9)/(17.2-9)
end
77

if(isempty(x15))
normalisasix15 = 3
else

normalisasix15 =(x15-26.8)/(53.3-26.8)

end

pola=[x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7, x8, x9, x10, x11, x12,
normalisasix13, normalisasix14, normalisasix15];
pola= pola';
waitbar(0.4,f,'Mohon tunggu...');
disp('===============')
disp(pola)
waitbar(0.6,f,'Mohon tunggu...');
if(ismember(3, pola))
beep; warndlg('Silahkan melengkapi form
validasi.','Peringatan!');
waitbar(1,f, 'Selesai');
close(f)
else
waitbar(0.8,f,'Mohon tunggu...');

y = sim(net, pola);
waitbar(0.9,f,'Mohon tunggu...');
if(y(1)>=0.5)
disp('Kelas 2');
set(handles.y1,'String','Y0 = 1');
set(handles.text25, 'String', 'Typhoid');
else
disp('Kelas 1');
set(handles.y1,'String','Y0 = 0');
set(handles.text25, 'String', 'Demam Berdarah
Dengeu');

end
waitbar(1,f, 'Selesai');
close(f)
end
Lamp. F
Surat Persetujuan Pembimbing Skripsi

78
Lamp. G
Surat Izin Penelitian Fakultas

79
Lamp. H
Surat Izin Dari Tempat Penelitian

80
Lamp. I
Surat Telah Melaksanakan Penelitian

81

Anda mungkin juga menyukai