Anda di halaman 1dari 17

COVER

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika dan budaya adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan
sehari-hari, karena budaya merupakan kesatuan yang utuh dan menyeluruh, berlaku
dalam suatu masyarakat sedangkan matematika merupakan pengetahuan yang digunakan
manusia dalam menyelesaikan masalah sehari-hari. Namun terkadang matematika dan
budaya dianggap sebagai sesuatu yang terpisah dan tidak berkaitan.
Nilai-nilai matematika terkait dengan hakikat matematika yang diturunkan dari
bagaimana matematikawan yang berbeda budaya mengembangkan matematika (Bishop,
1999). Pandangan tersebut memberikan konklusi bahwa matematika dan budaya
merupakan bagian yang terintegrasi. Keterkaitan antara antropologi budaya, matematika
dan pemanfaatan pemodelan matematis disebut sebagai Ethnomathematics (Orey & Rosa,
2006). Banyak budaya di Indonesia yang tanpa disadari masyarakat sering menggunakan
konsep matematika yang merupakan contoh penerapan etnomatematika. Ornamen-
ornamen yang ada pada setiap daerah di Indonesia pada dasarnya memiliki nuansa
etnomatematika baik dalam bentuk, motif maupun simbol-simbol yang terkandung
didalamnya.
Pemikiran penting tentang Ethnomathematics didasarkan atas dua hal yakni
konseptualitas matematika dan budaya sebagai hasil pemikiran manusia serta pemrosesan
informasi dalam struktur kognitif individu yang dilakukan guna memenuhi kebutuhan
mereka terutama dalam interaksi sosialnya. Seperti Anderson (Fouze & Amit, 2018) yang
menyatakan bahwa Ethnomathematics dikembangkan oleh kelompok budaya dan
melayani kepentingan alami mereka yang berasal dari situasi sosial mereka.
Aspek antropologi budaya, pemodelan matematis, dan Ethnomathematics menjadi
unsur yang mengkonstruksi ethnomodeling melalui proses verifikasi yang ketat dengan
menonjolkan nilai-nilai khusus yang dapat mengkonfirmasi praktik matematika dunia
nyata dengan dunia matematika itu sendiri. Ethnomodeling merupakan proses penjabaran
masalah dan pertanyaan yang tumbuh dari sistem atau situasi nyata menjadi konfigurasi
dan versi ideal matematika yang dibentuk melalui analisis kritis terhadap produksi
kreativitas suatu pengetahuan, proses intelektual, mekanisme sosial pelembagaan
pengetahuan akademis, dan transmisi pendidikan (Rosa & Orey, 2011). Implikasi dari
prinsip-prinsip tersebut signifikan terhadap pembelajaran matematika di sekolah,
terutama mengenai kebergunaan matematika. Kontribusi pendidikan matematika
sedikitnya dapat menjadi kurang maksimal apabila beban dalam mempelajari matematika
dirasakan terlalu berat dalam matematika sekolah di Indonesia. Berkenaan dengan
kontribusi nyata dari pendidikan matematika, penting untuk dicatat bahwa matematika
yang dipelajari dan matematika yang perlu diketahui adalah dua hal yang berbeda,
kebutuhan untuk membuat perbedaan ini terletak pada kenyataan bahwa tidak semua isi
matematika yang diketahui oleh siswa dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
sebagai orang dewasa (Ojose, 2011). Kebutuhan terhadap konsep matematika yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari perlu ditelaah lebih lanjut dengan cara
mengenali posisi matematika secara kontekstual antara Ethnomathematics dan
ethnomodeling.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1.2.1 Apa pengertian Ethnomathematics and Ethnomodelling?
1.2.2 Apa contoh penggunaan Ethnomathematics and Ethnomodelling?
1.2.3 Apa saja pengaruh penggunaan Ethnomathematics and Ethnomodelling?
1.2.4 Apa saja tantangan dan masalah dalam penggunaan Ethnomathematics and
Ethnomodelling?
1.2.5 Bagaimana penerapan Ethnomathematics and Ethnomodelling dalam konteks
pendidikan matematika di Indonesia?
1.2.6 Apa manfaat Ethnomathematics and Ethnomodelling?
1.2.7 Apa saja kelebihan dan kekurangan Ethnomathematics and Ethnomodelling?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dalam penulisan makalah ini,
sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian Ethnomathematics and Ethnomodelling.
1.3.2 Untuk mengetahui contoh pengaruh Ethnomathematics and Ethnomodelling.
1.3.3 Untuk mengetahui pengaruh Ethnomathematics and Ethnomodelling.
1.3.4 Untuk mengetahui tantangan dan masalah dalam Ethnomathematics and
Ethnomodelling.
1.3.5 Untuk mengetahui penerapan Ethnomathematics and Ethnomodellingdalam
konteks pendidikan matematika di Indonesia.
1.3.6 Untuk mengetahui manfaat Ethnomathematics and Ethnomodelling.
1.3.7 Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Ethnomathematics and
Ethnomodelling.
1.4 Manfaat
Manfaat yang bisa didapatkan dari makalah ini, yaitu:
1. Manfaat bagi penulis
Untuk memahami dan menambah pengetahuan tentang konsep Ethnomathematics and
Ethnomodelling. Selain itu, mampu memahami bagaimana keterkaitan
Ethnomathematics and Ethnomodelling dalam konteks konteks pendidikan di
Indonesian khususnya matematika.
2. Manfaat bagi pembaca
Untuk memberikan edukasi tentang pentingnya konsep Ethnomathematics and
Ethnomodelling dalam konteks konteks pendidikan di Indonesian khususnya
matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ethnomathematics dan Ethnomodelling
2.1.1 Definisi Ethnomathematics
Etnomatematika pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977 oleh
D'Ambrosio, seorang matematikawan Brasil. Dalam definisinya, D'Ambrosio
menyatakan bahwa “ethno” merujuk pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa,
jargon, kode perilaku, mitos, dan simbol. Sementara itu, “mathema” mencakup
aktivitas matematika seperti pengkodean, pengukuran, pengelompokkan,
menyimpulkan, dan pemodelan. Akhiran “tics” berasal dari “techne” dan memiliki
makna yang sama dengan teknik.
Secara lebih spesifik, etnomatematika dapat dijelaskan sebagai “matematika
yang dipraktekkan di antara kelompok budaya dan dapat diidentifikasi, seperti
masyarakat suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu, dan
kelas profesional” (D'Ambrosio, 1985). Tujuan utama dari etnomatematika adalah
untuk mengakui bahwa ada berbagai cara berbeda dalam menjalankan matematika,
dengan mempertimbangkan pengetahuan matematika akademik yang
dikembangkan oleh berbagai sektor masyarakat, serta modus yang berbeda di mana
budaya yang berbeda menerapkan praktik matematika mereka, seperti cara
mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan atau alat, bermain,
dan lainnya.
Sejarah budaya telah membentuk variasi dalam praktek matematika, yang
berkembang seiring perkembangan masyarakat pemakainya. Etnomatematika
mengadopsi konsep matematika secara luas mencakup berbagai aktivitas
matematika, termasuk pengelompokkan, perhitungan, pengukuran, perancangan,
bermain, menentukan lokasi, dan sebagainya. Hal ini menyoroti bahwa matematika
tidak berdiri sendiri secara bebas dari nilai-nilai sosial, tetapi tercermin dalam
berbagai konteks budaya (D'Ambrosio, 1990).
Etika etnomatematika berperan penting dalam mengatasi bias budaya dalam
pendidikan matematika dan mendorong pemahaman yang lebih mendalam tentang
berbagai cara berpikir matematika dalam beragam budaya. Selain itu,
etnomatematika memiliki potensi untuk memberikan inspirasi dalam
mengembangkan pendekatan-pendekatan yang lebih inklusif dalam pengajaran
serta pembelajaran matematika di seluruh dunia.
2.1.2 Definisi Ethnomodelling
Menurut Rosa dan Orey (2013), istilah ethnomodelling dikenalkan oleh
Bassanezi yang menyatakan bahwa ide, prosedur, dan praktek matematika yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari mampu menciptakan interpretasi alternatif
atas realitas. Dalam pendekatan ethnomodelling, penggunaan asumsi
etnomatematika melalui penerapan alat dan teknik matematika pemodelan
memungkinkan kita untuk memahami realitas dengan menggunakan lensa berbeda,
memberikan wawasan terkait matematika yang dilakukan secara holistik.
Ethnomodelling adalah pendekatan pedagogis yang menghubungkan aspek
budaya matematika dengan aspek akademiknya. Ethnomodelling didefinisikan
sebagai proses terjemahan dan elaborasi masalah dan pertanyaan yang diambil dari
sistem yang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari anggota kelompok
budaya tertentu. Ethnomodelling adalah studi fenomena matematika yang
menambahkan komponen budaya ke dalam proses pemodelan. Ethnomodelling
dapat digunakan untuk mengeksplorasi sistem pengetahuan matematika dialogis
global. Ethnomodelling dapat dikatakan sebagai metodologi untuk etnomatematika
yang memberikan dasar bagi peneliti dalam menerjemahkan aspek budaya
fenomena ke dalam matematika akademik melalui pemodelan matematika.
Ethnomodelling juga digunakan untuk mempelajari sistem yang diambil dari
realitas kelompok budaya yang berbeda di mana ada upaya yang sama oleh
kelompok-kelompok ini untuk menciptakan pemahaman tentang semua komponen
sistem serta hubungan timbal balik di antara mereka.
2.2 Contoh Penggunaan Ethnomathematics dan Ethnomodelling
2.2.1 Contoh Penggunaan Ethnomathematics
Ethnomathematics merupakan kajian yang mengaitkan hubungan antara
matematika dan budaya di masyarakat. Di Indonesia, telah banyak penelitian dan
telaah yang mengangkat mengenai etnomatematika. Berikut adalah beberapa
contoh etnomatematika dalam konteks sejarah dan budaya tertentu di antaranya:
1. Seni Arsitektur Mesir Kuno
Orang Mesir Kuno menggunakan prinsip-prinsip geometri dalam
perencanaan dan konstruksi piramida mereka. Dalam penggunaan
ethnomatematics mereka mengembangkan model-model matematika yang
mencerminkan pengetahuan mereka tentang geometri untuk mengukur sudut-
sudut dan panjang-panjang yang diperlukan dalam membangun piramida.
Ethnomatematics membantu dalam memahami bagaimana matematika
digunakan dalam konteks arsitektur Mesir kuno dan mendorong penghormatan
terhadap pencapaian budaya mereka.

Gambar 1. Seni Arsitektur Mesin Kuno


2. Kalender Maya
Suku Maya di Mesoamerika mengembangkan kalender yang sangat
akurat, termasuk kalender bulan dan kalender panjang yang berhubungan
dengan pergerakan planet. Penggunaan Ethnomatematics yang mereka terapkan
adalah matematika untuk menghitung waktu dengan presisi tinggi, termasuk
siklus astronomi yang kompleks. Dalam hal ini, Ethnomatematics membantu
mereka dalam memahami hubungan antara perhitungan matematika dan
pengamatan astronomi dalam budaya Maya.

Gambar 2. Kalender Maya


3. Lukisan Aboriginal Australia
Orang-orang Aboriginal di Australia telah menciptakan seni yang kaya,
termasuk lukisan dinding gua yang menggambarkan kisah-kisah budaya
mereka.
Dalam penggunaan ethnomatematics, mereka menciptakan pola-pola dan
simetri dalam seni mereka, seperti penggunaan geometri dalam pembentukan
pola-pola simetris yang rumit. Banyak lukisan Aboriginal menggambarkan
hewan-hewan dan objek alam dalam pola-pola yang memiliki simetri dan
repetisi geometris. Ini mencerminkan pemahaman tentang simetri dalam
matematika, yang mungkin digunakan untuk menciptakan efek visual yang
menarik dan artistik. Dengan demikian, ethnomatematics dapat membantu
dalam menggali pemahaman tentang penggunaan matematika dalam seni
budaya Aboriginal.

Gambar 3. Lukisan Aboriginal Australia


4. Candi Ceto
Candi Ceto adalah salah satu candi Hindu yang berlokasi di Jawa Tengah,
Indonesia. Candi ini merupakan contoh penggunaan ethnomatematics dalam
konteks budaya dan sejarah. Candi Ceto memiliki berbagai elemen arsitektur
yang menggambarkan berbagai bentuk geometri, seperti segi empat, segi lima,
segi enam, dan lainnya. Pengamat ethnomatematics dapat memandang candi ini
sebagai sumber untuk mengidentifikasi dan menganalisis bentuk-bentuk
geometri ini dalam konteks budaya Hindu.

Gambar 4. Candi Ceto


5. Klepon (Jajanan Khas Bali)
Etnomatematika (ethnomatematics) memainkan peran penting dalam
pembuatan Klepon, jajanan khas Bali. Dalam proses pembuatannya,
matematika digunakan untuk menghitung proporsi bahan, seperti tepung ketan
dan gula merah, sehingga Klepon memiliki rasa yang seimbang. Pengukuran
matematika diperlukan untuk memastikan jumlah isian gula merah yang sesuai
dalam setiap bola Klepon. Selain itu, matematika juga terlibat dalam
perhitungan biaya produksi, harga jual, dan estimasi produksi Klepon. Dengan
demikian, ethnomatematics membantu dalam menjaga kualitas, efisiensi, dan
ekonomi produksi Klepon, sambil menjaga warisan budaya kuliner Bali.

Gambar 5. Jajanan Khas Bali (Klepon)


6. Batik Indramayu
Batik Indramayu memiliki motif yang disusun secara dinamis, ritmis, dan
dipengaruhi perpaduan motif dari Tiongkok. Batik ini memiliki ciri khas yakni
langgam flora dan fauna, banyak bentuk lengkung, dan garis yang runcing.
Pada batik kita dapat menemukan bentuk geometri berupa titik, garis, dan
bidang datar (elips, lingkaran, segi empat, dan sebagainya) serta bentuk artistik
lainnya yang dihasilkan seperti transformasi titik, garis, atau bidang datar
melalui translasi (pergeseran) dan refleksi (pencerminan).
Ethnomatematics dalam Batik Indramayu dapat diidentifikasi melalui
pemahaman yang mendalam tentang penggunaan pola-pola geometri. Para
perancang batik tentunya memahami konsep-konsep matematika seperti
simetri, perbandingan, dan transformasi untuk menciptakan pola-pola yang
rumit namun indah sebagai hiasan atau nilai estetik pada batik ini. Penggunaan
ethnomatematics juga terlihat dalam pengukuran yang akurat untuk
menentukan sejauh mana titik, garis, dan bentuk-bentuk geometri lainnya
ditempatkan pada kain batik.
Gambar 6. Motif Obar Abir (Batik Indramayu)

Gambar 7. Motif Sawat Riwog (Batik Indramayu)

Gambar 8. Motif Sawat Riwog (Batik Indramayu)

2.2.2 Contoh Penggunaan Ethnomodelling


Ethnomodelling mencerminkan upaya untuk menganalisis dan memahami
bagaimana masyarakat atau kelompok etnis tertentu menggunakan pemodelan
matematika dalam kehidupan sehari-hari mereka. Berikut adalah beberapa contoh
penggunaan ethnomodelling, di antaranya:
1. Model Matematika dalam Pertanian Tradisional
Beberapa masyarakat agraris, seperti suku-suku pribumi di Amerika
Selatan, model-model matematika telah digunakan dalam perencanaan pertanian
tradisional. Mereka mengembangkan model-model matematika sederhana untuk
meramalkan pola musim, curah hujan, dan hasil pertanian berdasarkan
pengamatan budaya mereka terhadap alam.
Selain di Amerika Serikat, di Indonesia khususnya masyarakat Bali
mengembangkan model-model matematika sederhana untuk merencanakan
pengairan sawah (subak) berdasarkan pengamatan alam dan pengalaman bertani
mereka. Ethnomodelling dapat membantu mereka dalam meningkatkan efisiensi
pertanian tradisional dan memastikan ketahanan pangan dalam budaya tersebut.
2. Warisan Navigasi Polinesia
Orang Polinesia kuno memiliki kemampuan navigasi laut yang luar biasa,
yang memungkinkan mereka menjelajahi Pasifik dengan akurat tanpa bantuan
instrumen modern. Mereka mengembangkan model-model matematika
berdasarkan pengamatan alam, seperti pergerakan bintang, ombak laut, dan pola
cuaca, yang memungkinkan mereka untuk menavigasi dengan tepat. Dengan
ethnomodelling dapat membantu kita memahami bagaimana pengetahuan
matematika dan pengamatan alam yang rumit digunakan dalam sejarah budaya
Polinesia untuk navigasi.
3. Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Tradisional
Di banyak komunitas nelayan tradisional di seluruh dunia, ethnomodelling
dapat mencakup penggunaan perangkat sederhana atau model matematika untuk
merencanakan waktu penangkapan ikan, menentukan jumlah ikan yang dapat
ditangkap, atau menghitung jarak dan kedalaman ideal untuk memasang jaring.
4. Pembuatan Alat-Alat Tradisonal
Dalam pembuatan alat-alat tradisional seperti perahu kayu, senjata
tradisional, atau perkakas pertanian, ethnomodelling dapat digunakan untuk
menghasilkan desain yang efisien dan berfungsi dengan mengintegrasikan
pengetahuan lokal tentang material, penggunaan, dan tuntutan lingkungan.
5. Pembuatan Alat Musik Dhol
Dhol adalah instrumen musik perkusi yang banyak digunakan dalam musik
tradisional India dan daerah sekitarnya. Ethnomodelling dalam hal ini mencakup
pemahaman terhadap bentuk, ukuran, dan proporsi yang menghasilkan suara
yang diinginkan. Misalnya, dhol memiliki dua sisi yang berbeda “bass” dan
“treble” yang dirancang untuk menghasilkan berbagai nada. Perspektif
ethnomodelling dalam pembuatan drum dhol melibatkan integrasi antara
pengetahuan tradisional tentang desain dan penggunaan matematika sederhana
untuk menciptakan instrumen musik yang memiliki kualitas suara sesuai dengan
tradisi musiknya. Ini mencerminkan bagaimana ethnomodelling dapat
digunakan dalam berbagai aspek kehidupan budaya dan seni.

3.2.2
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, M. T., Masruroh, A., Azizah, A., Munthahana, J., Awwaliya, R., & Yusrina, S. L.
(2022). Etnomatematika Teori, Pendekatan, Dan Penelitiannya. Zifatama Jawara.

Santoso, E., Sukestiyarno, Y. L., Mariani, S., & Isnarto, I. (2022). Persepsi Guru Tentang
Etnomatematika (Perspektif Budaya dalam Matematika). Prosiding Seminar
Nasional Pascasarjana (PROSNAMPAS) (Vol. 5, No. 1, pp. 354-359).

Soedarsono, R. M., & Aminah, S. (2015). Ethnomathematics On The Motifs Of Batik


Indramayu. International Journal of Education and Research, 3(6), 399-412.

Anda mungkin juga menyukai