Anda di halaman 1dari 3

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

JEJARING EKSTERNAL LAYANAN TUBERKULOSIS

Definisi
Jejaring eksternal adalah hubungan kerja timbal balik untuk mendapatkan kemudahan akses
layanan TBC sesuai standar, yaitu kerjasama antar fasyankes sehingga penemuan kasus
meningkat dan memastikan semua pasien TBC di wilayahnya mendapat pengobatan sesuai
standar. Rumah sakit melakukan koordinasi berkala dengan dinas kesehatan, puskesmas, dan
organisasi komunitas dalam menjalankan jejaring eksternal layanan TBC.

Tujuan
1. Membangun kerja sama dengan berbagai pihak terkait akses diagnostik dengan
pemeriksaan laboratorium, akses logistik OAT dan non-OAT, rujukan pengobatan
TBC antar fasyankes, pelacakan pasien TBC mangkir dan Lost to Follow Up (LTFU),
investigasi kontak serta pemberian terapi pencegahan tuberkulosis (TPT)
2. Memudahkan terduga dan pasien TBC dalam mendapatkan akses layanan TBC yang
berkualitas dan sesuai standar serta menyelesaikan pengobatannya hingga sembuh

Dasar kebijakan dan Pedoman


1. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis
3. Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/Menkes/755/2019 Tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis
4. SE Dirjen P2P Kemenkes RI Nomor 936 Tahun 2021 Tentang Perubahan Alur
Diagnosis dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia
5. SE Dirjen P2P Kemenkes RI nomor PM.01.02/1/866/2020, tentang Protokol
Pelayanan Tuberkulosis di Masa Pandemi COVID-19
6. Panduan Penerapan Jejaring Layanan TBC (DPPM TB) di Tingkat Kabupaten/Kota
tahun 2019

Ketentuan Umum
1. Rumah sakit berperan sebagai layanan rujukan pasien TB dengan penyulit/komorbid
dari layanan primer (FKTP)
2. RS yang tidak memiliki fasilitas pemeriksaan laboratorium dapat merujuk pasien atau
spesimen ke fasyankes lain untuk diagnosis maupun follow up pasien TBC
3. Pengaturan rujukan pasien/spesimen ke fasyankes TCM dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai beban kerja masing-masing laboratorium TCM
4. RS berkoordinasi dengan dinas kesehatan untuk investigasi kontak pasien TBC dan
pemberian TPT, pasien mangkir beroba/LTFU, maupun pindah pengobatan

Prosedur
1. Jejaring Layanan Diagnostik TBC
- Tim TBC/DOTS di RS berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk
pengaturan jejaring TCM
- Tim TBC/DOTS di RS berkoordinasi dengan fasyankes rujukan TCM
- Tim TBC/DOTS dapat menggunakan kurir eksternal maupun internal dalam
pengiriman spesimen pemeriksaan diagnostik TBC ke fasyankes TCM
- Permohonan pemeriksaan diagnostik TBC menggunakan sistem informasi
TBC (SITB), form TB (TBC.05) serta dokumen pendukung lainnya
- Tim TBC/DOTS melakukan pemeriksaan berkala hasil pemeriksaan
diagnostik di sistem informasi TBC maupun berkoordinasi langsung dengan
fasyankes rujukan TCM

2. Jejaring Investigasi Kontak dan Terapi Pencegahan TBC (TPT)


ᐨ Seluruh pasien TBC dilakukan tracing atau investigasi kontak di rumah maupun
lingkungan rumah tangganya. Pasien diberikan penjelasan dan persetujuan
(inform consent) terkait kegiatan investigasi kontak.
ᐨ Investigasi kontak dilakukan melalui koordinasi dengan Dinas Kesehatan atau
Puskesmas wilayah tempat tinggal pasien. Puskesmas dan atau kader
melakukan investigasi kontak ke rumah pasien TBC
ᐨ Petugas TBC secara berkala memantau status investigasi kontak pada sistem
informasi TBC
ᐨ Kontak erat, rumah tangga, dan anak-anak di sekitar pasien yang tidak
mengalami sakit TBC, harus diberikan TPT. Pemberian obat TPT
berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan

3. Jejaring Rujukan Pasien TBC Pindah Pengobatan


ᐨ Dokter memberikan KIE pilihan tempat pengobatan pada pasien dan keluarga,
pasien TBC tanpa penyulit yang ditemukan di RS dapat dirujuk balik ke
puskesmas sesuai domisili pasien TBC
ᐨ Jika pasien memilih pengobatan di puskesmas terdekat, maka petugas TBC di
RS menyiapkan dokumen rujukan pasien TB dengan formulir TBC.09 dan
menginput rujukan pada sistem informasi TBC
ᐨ Petugas TBC di RS memberikan formulir TBC.09, salinan hasil TCM, dan
pemeriksaan penunjang lainnya pada pasien atau keluarga pasien yang
mendampingi. Bila pasien sudah memulai pengobatan di RS dan pindah,
formulir TBC.01 dan sisa OAT juga disertakan.
ᐨ Petugas TBC di RS mengetahui bila pasien sudah sampai fasyankes rujukan
dengan menerima informasi dari fasyankes tersebut melalui sistem informasi
TBC dan kiriman balik formulir TBC.09 bagian bawah
ᐨ Petugas TBC di RS mencatat data pasien pindah di buku bantu dan
menginformasikan perpindahan pasien kepada petugas puskesmas
ᐨ Pada pasien pindah yang memulai pengobatan TBC di RS, petugas TBC harus
memastikan pasien yang sudah selesai pengobatan memiliki hasil akhir
pengobatan di sistem informasi TBC maupun kiriman formulir TBC.10. Bila
hasil akhir pengobatan belum terinput di sistem informasi TBC, maka petugas
TBC berkoordinasi dengan dinas kesehatan atau fasyankes rujukan untuk
menindaklanjuti hasil pengobatan pasien.

4. Jejaring Pengelolaan Logistik


- Petugas TBC/DOTS di RS bekerjasama dengan petugas farmasi dan tim
logistik RS melakukan perencanaan kebutuhan logistik OAT dan non-OAT.
Perencanaan logistik diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai
jadwal perencanaan
- Distribusi pemenuhan logistik dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
- Petugas TBC/DOTS di RS melaporkan penggunaan logistik kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melalui sistem informasi TBC
Unit terkait
1. Unit TB
2. Unit Laboratorium
3. Unit Farmasi

Anda mungkin juga menyukai