Anda di halaman 1dari 9

Yth.

1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi


2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Kepala Puskesmas
4. Direktur Rumah Sakit
di Seluruh Indonesia

SURAT EDARAN
NOMOR : HK.02.02/C/2175/2023

TENTANG
PERUBAHAN PELAKSANAAN INVESTIGASI KONTAK DAN
ALUR PEMERIKSAAN INFEKSI LATEN TUBERKULOSIS (ILTB) SERTA PEMBERIAN TERAPI
PENCEGAHAN TUBERKULOSIS (TPT) DI INDONESIA

Kementerian Kesehatan sejak tahun 2018 telah mengembangkan model pelacakan


yang agresif terhadap orang-orang yang kontak erat dengan pasien TBC yang dikenal dengan IK
(Investigasi Kontak). Kegiatan IK dilaksanakan pada setiap puskesmas dengan melibatkan peran
kader kesehatan dan organisasi kemasyarakatan yang ada di wilayah. Kegiatan IK mempunyai
fungsi yaitu meningkatkan penemuan kasus secara dini, mencegah penularan pada kontak yang
sehat dengan cara memberikan edukasi, meningkatkan penemuan kasus Infeksi Laten
Tuberkulosis (ILTB), dan memberikan Terapi Pencegahan TBC (TPT) pada kontak untuk
memutus rantai penularan TBC.

Sehubungan dengan adanya perubahan pada Petunjuk Teknis Investigasi Kontak


Pasien TBC Bagi Petugas Kesehatan dan Kader tahun 2019 dan Petunjuk Teknis Penanganan
ILTB Tahun 2020 serta Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Tuberkulosis Resisten Obat di
Indonesia Tahun 2020, maka Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menetapkan beberapa
perubahan pada pelaksanaan IK, alur pemeriksaan ILTB dan TPT, paduan TPT untuk kontak
Tuberkulosis Resisten Obat (TBC RO) pada anak, dan Kelompok Sasaran Pemberian TPT.

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN
Mengingat ketentuan:
1. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Menular (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3237);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
4. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 166)
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit
Menular (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1755);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 122);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2022 tentang Penanggulangan Human
Immunodeficiency Virus, Acquired Immunodeficiency Syndrome, dan Infeksi Menular
Seksual;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/6485/2021
tentang Formulariun Nasional

Berikut kami sampaikan beberapa hal perubahan terkait pelaksanaan IK dan alur
pemeriksaaan ILTB dan TPT sebagai berikut:

A. Pelaksanaan IK
1. Investigasi kontak dilakukan pada semua kontak serumah dan erat (diprioritaskan pada
kontak serumah) dari kasus indeks (dewasa dan anak) yang terkonfirmasi bakteriologis
dan terdiagnosis klinis baik TBC sensitif obat maupun resistan obat.
2. Target kontak yang diinvestigasi dari satu kasus indeks minimal berjumlah 8 orang.
3. Kunjungan ke rumah kontak dapat dilakukan kembali jika ada kontak yang saat
pelaksanaan IK berlangsung tidak ada di rumah untuk meningkatkan temuan kasus
baru dan mengoptimalkan pemberian terapi pencegahan TBC (TPT) pada kontak
serumah yang sehat.

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN
4. Pembagian kasus indeks untuk pelaksanaan IK dapat dilakukan berdasarkan jenis
kasus indeks, untuk kasus indeks terkonfirmasi bakteriologis dikerjakan oleh Kader
Komunitas, sedangkan untuk kasus indeks terdiagnosis klinis dikerjakan oleh Petugas
atau Kader Puskesmas.
a. Kabupaten/Kota yang mempunyai Komunitas:
- Kasus indeks terkonfirmasi bakteriologis dikerjakan oleh Kader Komunitas.
- Kasus indeks terdiagnosis klinis dikerjakan oleh Petugas atau Kader Puskesmas.
b. Kabupaten/Kota yang tidak mempunyai Komunitas:
- Kasus indeks yang terkonfirmasi bakteriologis dan terdiagnosis klinis dikerjakan
IK oleh Petugas atau Kader Puskesmas (diprioritaskan pada kasus indeks
terkonfirmasi bakteriologis).
5. Semua data kasus indeks wajib bersumber dari Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB)
a. Jika IK dilakukan oleh Petugas/Kader Puskesmas maka data kasus indeks bisa
diambil dari TB.06 SITB yang sudah terkonfirmasi bakteriologis/terdiagnosis klinis.
b. Jika IK dilakukan oleh Kader Komunitas, maka SR/SSR Komunitas wilayah
setempat dapat mengambil data kasus indeks terkonfirmasi bakteriologis dari Sistem
Informasi TB Komunitas (SITK) yang telah terintegrasi dengan SITB. Kader
komunitas tidak diperbolehkan mendapat data kasus indeks secara langsung dari
puskesmas.
6. Pelaksanaan IK dapat dilaksanakan dengan sumber dana dari APBN (dana BOK) atau
dana Global Fund (GF) komponen TB melalui Principle Recipient (PR) Komunitas
Konsorsium Penabulu-STPI atau sumber pendanaan lain sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
7. Untuk meningkatkan kinerja kegiatan IK, agar dilakukan koordinasi dan sosialisasi
dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait.
8. Melakukan monitoring secara berjenjang terhadap kasus indeks yang belum diinvestigasi
kontak dan kontak yang belum diinvestigasi.
9. Pencatatan dan pelaporan hasil IK menggunakan formulir (TB.16K, 16RK, 16 Fasyankes,
16 Kabkota, dan 16 Provinsi) serta menginputkan hasil IK ke dalam sistem pencatatan
dan pelaporan yang sudah menjadi standar nasional yaitu Sistem Informasi Tuberkulosis
(SITB)
a. Pencatatan dan pelaporan hasil IK yang dilakukan oleh Petugas/Kader Puskesmas
langsung diinputkan melalui SITB.
b. Pencatatan dan pelaporan hasil IK yang dilakukan oleh Kader Komunitas diinputkan
melalui SITK yang kemudian dikirim ke SITB melalui sistem yang sudah terintegrasi.

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN
B. Alur Pemeriksaan ILTB dan TPT
Dalam alur pemeriksaan ILTB terdapat perubahan dengan membagi alur berdasarkan
kelompok sasaran yaitu Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV), kontak serumah TBC SO/RO,
dan kelompok risiko lain.
Bagan 1. Alur Pemberian TPT Pada ODHIV

Keterangan Alur Pemeriksaan ILTB pada ODHIV:


1) Jika ODHIV memiliki salah satu gejala TBC seperti adanya batuk atau demam atau
berkeringat di malam hari atau riwayat kontak dengan orang TBC aktif atau mengalami
penurunan berat badan yang dilaporkan atau terkonfirmasi > 5% sejak kunjungan terakhir
atau kurva pertumbuhan datar atau berat badan untuk usia <-2 Z-skor, maka ODHIV
tersebut harus dilakukan penegakan diagnosis lebih lanjut dengan Tes Cepat Molekuler
(TCM). Namun jika ODHIV tersebut tidak memiliki salah satu atau lebih dari gejala/tanda di
atas, maka dapat diberikan TPT selama ODHIV tersebut tidak memiliki kontra indikasi
terhadap salah satu atau lebih paduan TPT.
2) Pemeriksaan Foto toraks dapat dilakukan jika tersedia di fasyankes tersebut, namun
jika tidak tersedia atau sulitnya akses terhadap layanan pemeriksaan foto toraks maka
dapat menggunakan alur foto toraks tidak tersedia.

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN
3) Diagnosis dan tindak lanjut ditentukan oleh dokter berdasarkan pertimbangan klinis pasien.
Rekomendasi dokter dapat berupa pemantauan dengan pemberian terapi non spesifik atau
dikatakan sebagai TBC klinis jika terdapat tanda/ gejala mengarah ke TBC untuk dapat
diberikan OAT atau dikatakan sebagai Bukan TBC jika tidak terdapat tanda/ gejala
mengarah ke TBC untuk dipertimbangkan diberikan TPT.
4) Pemberian TPT dapat dilakukan jika tidak ada kontraindikasi pemberian TPT. Adapun
kontraindikasi pemberian TPT antara lain hepatitis akut atau kronis, neuropati perifer (jika
menggunakan isoniazid), konsumsi alkohol biasa atau berat. Kehamilan atau riwayat TBC
sebelumnya bukan merupakan kontraindikasi, kecuali Rifapentin hingga saat ini belum
direkomendasikan pada ibu hamil dan ibu menyusui.
5) Paduan TPT untuk ODHIV sama jenisnya dengan paduan TPT untuk kontak serumah
dengan pasien TBC SO, kecuali jika ODHIV tersebut memiliki kontak serumah dengan
pasien TBC RO maka paduan TPT yang diberikan adalah paduan TPT untuk kontak
serumah TBC RO. Pada pasien koinfeksi TB-HIV yang telah menyelesaikan pengobatan OAT
dan dinyatakan sembuh/ pengobatan lengkap, pasien tersebut masih diperlukan pemberian
TPT (TPT Sekunder), adapun jenis paduan TPT sekunder yang diberikan sesuai dengan tipe
TBC yang pernah dideritanya (SO/RO).

Bagan 2. Alur Pemeriksaan ILTB Pada Kontak Serumah Pasien TBC SO/RO

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN
Keterangan Alur Pemeriksaan ILTB pada Kontak Serumah SO/RO:
1) Jika kontak serumah dengan pasien TBC SO/RO memiliki salah satu gejala TBC seperti
adanya batuk atau demam atau keringat di malam hari atau batuk darah atau nyeri
dada atau sesak napas atau lemah dan lesu atau penurunan berat badan (misal pada anak
usia <5 tahun tidak terdapat anoreksia/nafsu makan normal meskipun sudah diberikan
perbaikan gizi tetapi berat badan tetap tidak naik/gagal tumbuh) maka kontak serumah
tersebut harus dilakukan penegakan diagnosis lebih lanjut dengan Tes Cepat Molekuler
(TCM).
2) Pemeriksaan Foto toraks dapat dilakukan jika tersedia di fasyankes tersebut, namun
jika tidak tersedia atau sulitnya akses terhadap layanan foto toraks maka dapat
menggunakan alur foto toraks tidak tersedia.
3) Diagnosis dan tindak lanjut ditentukan oleh dokter berdasarkan pertimbangan klinis pasien.
Rekomendasi dokter dapat berupa pemantauan dengan pemberian terapi non spesifik atau
dikatakan sebagai TBC klinis jika terdapat tanda/ gejala mengarah ke TBC untuk dapat
diberikan OAT atau dikatakan sebagai Bukan TBC jika tidak terdapat tanda/ gejala
mengarah ke TBC untuk dilakukan pemeriksaan TST/IGRA.
4) Pemberian TPT dapat dilakukan jika tidak ada kontraindikasi pemberian TPT. Adapun
kontraindikasi pemberian TPT antara lain hepatitis akut atau kronis, neuropati perifer (jika
menggunakan isoniazid), konsumsi alkohol biasa atau berat. Kehamilan atau riwayat TBC
sebelumnya bukan merupakan kontraindikasi, kecuali Rifapentin hingga saat ini belum
direkomendasikan pada ibu hamil dan ibu menyusui. Paduan TPT untuk kontak serumah
tergantung pada tipe kasus indeksnya (SO/RO).

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN
Bagan 3. Alur Pemeriksaan ILTB Pada Kelompok Risiko Lain

Keterangan Alur Pemeriksaan ILTB pada kelompok risiko lain:


1) Kelompok risiko lain yang dimaksud adalah orang dengan HIV negatif pada kelompok
antara lain: pasien immunokompremais lainnya (pasien yang menjalani pengobatan
kanker, pasien yang mendapatkan perawatan dialisis, pasien yang mendapat kortikosteroid
jangka panjang, pasien yang sedang persiapan transplantasi organ, dll) serta warga binaan
pemasyarakatan (WBP), petugas kesehatan, sekolah berasrama, barak militer, pengguna
narkoba suntik. 
2) Jika Kelompok risiko lain dengan memiliki salah satu gejala TBC seperti adanya batuk atau
demam atau keringat di malam hari atau batuk darah atau nyeri dada atau sesak napas
atau lemah dan lesu atau penurunan berat badan (misal pada anak usia <5 tahun tidak
terdapat anoreksia/nafsu makan normal meskipun sudah diberikan perbaikan gizi tetapi
berat badan tetap tidak naik/gagal tumbuh) maka kontak serumah tersebut harus
dilakukan penegakan diagnosis lebih lanjut dengan Tes Cepat Molekuler (TCM).
3) Pemeriksaan foto toraks dapat dilakukan jika tersedia di fasyankes tersebut, namun
jika tidak tersedia atau sulitnya akses terhadap layanan pemeriksaan foto toraks maka
dapat menggunakan alur foto toraks tidak tersedia.

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN
4) Diagnosis dan tindak lanjut ditentukan oleh dokter berdasarkan pertimbangan klinis
pasien. Rekomendasi dokter dapat berupa pemantauan dengan pemberian terapi non
spesifik atau dikatakan sebagai TBC klinis jika terdapat tanda/ gejala mengarah ke TBC
untuk dapat diberikan OAT atau dikatakan sebagai Bukan TBC jika tidak terdapat tanda/
gejala mengarah ke TBC untuk dilakukan pemeriksaan TST/IGRA.
5) Pemberian TPT dapat dilakukan jika tidak ada kontraindikasi pemberian TPT. Adapun
kontraindikasi pemberian TPT antara lain hepatitis akut atau kronis, neuropati perifer (jika
menggunakan isoniazid), konsumsi alkohol biasa atau berat. Paduan TPT untuk kelompok
risiko lain sama jenisnya dengan paduan TPT untuk kontak dengan pasien TBC SO, kecuali
jika kelompok risiko lain tersebut memiliki kontak dengan pasien TBC RO maka paduan
TPT yang diberikan adalah paduan TPT untuk kontak TBC RO.

C. Paduan TPT untuk kontak TBC RO pada Anak


Terkait dengan perubahan pemberian TPT pada kontak serumah anak dengan pasien TBC
RO, perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:
1. Pada kontak anak usia kurang dari 15 tahun, dapat diberikan obat TPT yaitu
Levofloxacin saja tanpa tambahan Etambutol. Hal ini berdasarkan rekomendasi WHO
tahun 2020 bahwa pada TPT pada kontak serumah anak dengan pasien TBC RO dapat
menggunakan Levofloxacin selama 6 bulan karena manfaat penambahan Etambutol
pada TPT anak belum jelas dan dikaitkan dengan adanya peningkatan efek samping
pengobatan. Saat ini Kementerian Kesehatan menyediakan sediaan Levofloxacin 100mg
dan 250mg, pilihan pemberian dapat disesuaikan dengan ketersediaan dan sasaran.
2. Dosis pemberian Levofloxacin disesuaikan dengan berat badan, rekomendasi dosis per
hari yaitu 15-20 mg/kg/hari.

D. Kelompok Sasaran Pemberian TPT


Sasaran pemberian TPT meliputi orang dengan HIV (ODHIV) semua usia, kontak serumah
semua usia dengan pasien TBC paru terkonfirmasi bakteriologis, dan kelompok risiko
lainnya. Selain dari sasaran tersebut, belum menjadi prioritas pemberian TPT (informasi
lengkap dapat dilihat dalam Petunjuk Teknis Penanganan Infeksi Laten Tuberkulosis tahun
2020).

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN
Demikian surat edaran ini dimaksudkan sebagai acuan terbaru bagi dinas kesehatan
provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota, para praktisi dan klinisi serta petugas kesehatan di
fasyankes untuk pelaksanaan Investigasi Kontak, pemeriksaan ILTB, dan pemberian TPT.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami sampaikan terima kasih.

Ditetapkan : di Jakarta
Pada tanggal : 8 Mei 2023

DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


PENYAKIT,

MAXI REIN RONDONUWU

Tembusan:
1. Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
2. Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
3. Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
4. Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
5. Ketua Perhimpunan Dokter Peduli HIV/AIDS (PDPAI)
6. Direktur PR Komunitas Konsorsium Penabulu-STPI

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Anda mungkin juga menyukai