Anda di halaman 1dari 10

1.

Sidang BPUPKI Pertama

Sidang pertama BPUPKI dilaksanakan selama empat hari, berturut-turut yang tampil
menyampaikan pidato usulan dasar negara adalah: tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muh. Yamin, 31
Mei 1945 Prof. Soepomo, dan 1 Juni 1945 Ir. Soekarno. Secara historis proses perumusan
Pancasila dapat dijelaskan secara singkat, adalah sebagai berikut.

a. Mr. Muhammad Yamin (29 Mei 1945)


Pada sidang I BPUPKI Muhammad Yamin mendapat kesempatan
untuk menyampaikan pemikirannya tentang dasar negara sebagai pondasi falsafah negara
yang terdiri atas lima dasar, yaitu;

1) Peri Kebangsaan, 2) Peri Kemanusiaan, 3) Peri Ketuhanan, 4) Peri Kerakyatan, dan 5)


Kesejahteraan Rakyat.
b. Drs. Muh Hatta
Drs. Moh. Hatta pada tanggal 30 Mei 1945 menyampaikan saran
dan pendapatnya yaitu jangan mendirikan negara dengan satu agama.
| Mengerti Pancasila: Paradigma Baru Pendidikan Pancasila
Beliau juga memaparkan bagaimana teori berdirinya suatu Negara yaitu:
1. Teori Individualistik yaitu negara didirikan oleh individu-individu
dengan tujuan untuk kesejahtraan individu-individu yang ber- sangkutan. Dalam memimpin
pemerintahan mereka menunjuk orang perorangan dengan mengadakan kontrak politik dan
social dengan individu-individu itu apabila dilanggar perjanjiannya maka harus diganti.

2. Teori Golongan (class theory) yaitu negara didirikan oleh golongan yang ekonominya kuat
untuk menumpas golongan ekonomi yang lemah. Menurut teori ini negara dan pemerintahan
tidak akan stabil karena golongan yang ditindas pasti akan menyusun kekuatan untuk
menurunkan golongan yang berkuasa.

3. Teori Integralistik yaitu negara didirikan oleh semua lapisan masyarakat dengan tujuan
untuk mencapai kesejahtraan bersama. Menurut Drs. Muh. Hatta teori ini yang paling tepat bagi
bangsa Indonesia.
c. Prof. Dr. Soepomo (31 Mei 1945)
Soepomo dalam usulannya menyebutkan syarat mutlak suatu Negara harus meliputi; ra
kyat, wilayah, pemerintah, dan ideologi (konstitusi dan pandangan hidup). Dengan
menyebutkan beberapa teori negara, salah satu yang patut menjadi catatan adalah paham
negara integralistik; menurut paham ini negara bukanlah untuk menjamin seseorang atau
golongan akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat secara keseluruhan sebagau suatu
kesatuan yang integral. Dengan demikian yang terpenting dalam suatu negara adalah
penghidupan bangsa seluruhnya, negara tidak memihak kepada golongan yang paling kuat
atau besar, tidak memandang kepentingan seseeorang sebagai pusat, akan tetapi negara
menjamin keselamatan hidup bangsa keseluruhan sebagai satu kesatuan yang utuh.
Kemudian Soepomo mengemukakan tiga permasalahan, yakni: 1)
Persatuan Negara, Negara Serikat Persekutuan Negara, 2) Hubungan antar negara dan
agama, dan 3) Republik atau Monarkhi. Akhirnya disekapati dalam persidangan, bahwa;
disetujui negara nasional, menolak negara federal, kepala negara adalah pemimpin negara dan
rakyat seluruh negara, dan negara bersifat kekeluargaan. Mengerti Pancasila: Paradigma Baru
Pendidikan Pancasila | Kaitannya dalam dasar filsafat Negara Indonesia, Soepomo
mengusulkan rumusan sila-sila sebagai berikut.
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan Rakyat

d. Ir. Soekarno (1 Juni 1945)


Ketika Soekarno menyampaikan pidatonya di hadapan siding BPUPKI pada tanggal 1 Juni
1945, usulan secara lisan tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Nasionaliosme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan yang berkebudayaan)

Usulan yang diajukan oleh Soekarno ini, oleh beliau diberi nama
Pancasila. Menurut Soekarno kelima sila tersebut dapat dipera menjadi ‘Tri Sila’, meliputi: 1)
Sosio nasionalisme yang merupakan sintesa dari Kebangsaan (nasionalisme) dengan
Perikemanusiaan (internasionalisme), 2) Sosio demokrasi merupakan sintesa dari Mufakat
(demokrasi) dan Kesejahteraan Sosial, serta 3) Ketuhanan. Selain itu Soekarno juga
mengusulkan bahwa ‘Tri Sila’ tersebut masih dapat diperas lagi menjadi ‘Eka Sila’ dengan inti
‘gotong royong’. Soekarno juga mengusulkan bahwa Pancasila sebagai dasar filsafat negara
dan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah Philosophische groondslag yang setara dengan
aliran-aliran faham ideologi dunia lain. Sebagai weltanschauung itulah kita dirikan negara
Indonesia, memang suatu kupasan yang sangat menarik atas usulan Soekarno, selain
disampaikan secara lisan, belaui juga membandingkan filsafat negara Pancasila dengan
ideologi dunia yang lain, seperti Liberalisme, Komunisme, San Min Chui, dan lain sebagainya.
Tentang nama Pancasila sebagai dasar negara ini diterima secara bulat oleh sidang
BPUPKI, pada tanggal 1 Juni 1945.

| Mengerti Pancasila: Paradigma Baru Pendidikan Pancasila


Pada pidato tanggal 1 Juni 1945 tersebut, Ir Soekarno mengatakan, “Maaf, beribu maaf!
Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang
sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia
Merdeka. Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah,
dalam bahasa Belanda: “Philosofische grondslag” daripada Indonesia Merdeka. Philosofische
grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang
sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia yang kekal dan abadi”
(Bahar, 1995: 63). Begitu hebatnya Ir. Soekarno dalam menjelaskan Pancasila dengan
runtut, logis dan koheren, namun dengan rendah hati Ir. Soekarno membantah apabila disebut
sebagai pencipta Pancasila. Beliau mengatakan, “Kenapa diucapkan terima kasih kepada saya,
kenapa saya diagung-agungkan, padahal toh sudah sering saya katakan, bahwa saya bukan
pencipta Pancasila. Saya sekedar penggali Pancasila daripada bumi tanah air Indonesia ini,
yang kemudian lima mutiara yang saya gali itu, saya persembahkan kembali kepada bangsa
Indonesia. Malah pernah saya katakan, bahwa sebenarnya hasil, atau lebih tegas penggalian
daripada Pancasila ini saudara-saudara, adalah pemberian Tuhan kepada saya... Sebagaimana
tiap-tiap manusia, jikalau ia benar- benar memohon kepada Allah Subhanahu Wataala, diberi
ilham oleh Allah Subhanahu Wataala” (Soekarno dalam Latif, 2011: 21). Selain ucapan yang
disampaikan Ir. Soekarno di atas, Pancasila pun merupakan khasanah budaya Indonesia,
karena nilai-nilai tersebut hidup dalam sejarah Indonesia yang terdapat dalam beberapa
kerajaan yang ada di Indonesia, seperti berikut:
1. Pada kerajaan Kutai, masyarakat Kutai merupakan pembuka zaman
sejarah Indonesia untuk pertama kali, karena telah menampilkan
nilai sosial politik, dan Ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri
dan sedekah kepada para Brahmana (Kaelan, 2000: 29).

2. Perkembangan kerajaan Sriwijaya oleh Mr. Muhammad Yamin disebut


sebagai Negara Indonesia Pertama dengan dasar kedatuan, itu dapat
ditemukan nilai-nilai Pancasila material yang paling berkaitan satu
sama lain, seperti nilai persatuan yang tidak terpisahkan dengan
nilai ke-Tuhanan yang tampak pada raja sebagai pusat kekuasaan
dengan kekuatan religius berusaha mempertahankan kewibawaannya
Mengerti Pancasila: Paradigma Baru Pendidikan Pancasila |
terhadap para datu. Demikian juga nilai-nilai kemasyarakatan dan
ekonomi yang terjalin satu sama lain dengan nilai internasionalisme
dalam bentuk hubungan dagang yang terentang dari pedalaman
sampai ke negeri-negeri seberang lautan pelabuhan kerajaan dan
Selat Malaka yang diamankan oleh para nomad laut yang menjadi
bagian dari birokrasi pemerintahan Sriwijaya (Suwarno, 1993: 20-21).

3. Pada masa kerajaan Majapahit, di bawah raja Prabhu Hayam


Wuruk dan Apatih Mangkubumi, Gajah Mada telah berhasil
mengintegrasikan Nusantara. Faktor-faktor yang dimanfaatkan
untuk menciptakan Wawasan Nusantara itu adalah: kekuatan religio
magis yang berpusat pada Sang Prabhu, ikatan sosial kekeluargaan
terutama antara kerajaan-kerajaan daerah di Jawa dengan Sang
Prabhu dalam lembaga Pahom Narendra.

Jadi dapatlah dikatakan bahwa nilai-nilai religius sosial dan politik yang merupakan materi
Pancasila sudah muncul sejak memasuki zaman sejarah (Suwarno, 1993: 23-24). Bahkan,
pada masa kerajaan ini, istilah Pantjasila dikenali yang terdapat dalam buku Nagarakertagama
karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku tersebut istilah
Pancasila di samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dalam bahasa Sansekerta),
juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pantjasila Krama), yaitu;
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras (Darmodihardjo, 1978: 6).

Kedua zaman, baik Sriwijaya maupun Majapahit dijadikan tonggak


sejarah karena pada waktu itu bangsa telah memenuhi syarat-syarat
sebagai bangsa yang mempunyai negara. Baik Sriwijaya maupun
Majapahit waktu itu merupakan negara-negara yang berdaulat, bersatu
serta mempunyai wilayah yang meliputi seluruh Nusantara. Pada
zaman tersebut bangsa Indonesia telah mengalami kehidupan yang
gemah ripah loh jinawi, tata tentrem, kerta raharja (Darmodihardjo
dkk, 1991: 21).
Selain zaman kerajaan, masih banyak fase-fase yang harus dilewati
menuju Indonesia merdeka hingga tergalinya Pancasila yang setelah
0 | Mengerti Pancasila: Paradigma Baru Pendidikan Pancasila sekian lama tertimbun oleh
penjajahan Belanda. Sebagai salah satu tonggak sejarah yang merefleksikan dinamika
kehidupan kebangsaan yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila adalah termanifestasi dalam
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang berbunyi, “Kami putra dan putri
Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; Kami putra dan putri
Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Penemuan kembali Pancasila sebagai jati diri
bangsa terjadi pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei sampai 1 Juni
1945. Pada tanggal 1 Juni 1945 Setelah sidang pertama BPUPKI dilaksanakan, terjadi
perdebatan sengit yang disebabkan perbedaan pendapat. Karena apabila dilihat lebih jauh para
anggota BPUPKI terdiri dari elit Nasionalis netral agama, elit Nasionalis Muslim dan elit
Nasionalis Kristen. Elit Nasionalis Muslim di BPUPKI mengusulkan Islam sebagai dasar Negara,
namun dengan kesadaran yang dalam akhirnya terjadi kompromi politik antara Nasionalis netral
agama dengan Nasionalis Muslim untuk menyepakati Piagam Jakarta (22 Juni 1945) yang
berisi “tujuh kata”: “...
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” (Risalah Sidang BPUPKI,
1995; Anshari, 1981; Darmodihardjo, 1991). Kesepakatan peniadaan
tujuh kata itu dilakukan dengan cepat dan legowo demi kepentingan
nasional oleh elit Muslim: Muh. Hatta; Ki Bagus Hadikusumo, Teuku
Moh. Hasan dan tokoh muslim lainnya. Jadi elit Muslim sendiri tidak
ingin republik yang dibentuk ini merupakan negara berbasis agama
tertentu (Eleson dalam Surono dan Endah (ed.), 2010: 37).

e. Piagam Jakarta (22 Juni 1945)


Sembilan tokoh nasional yang juga merupakan tokoh Dokuritsu
Zyumbi Tyosakhai atau yang lazim dikenal sengan sebutan Panitia
Sembilan, pada tanggal 22 Juni 1945 mengadakan pertemuan untuk
membahas pidato serta usul-usul mengenai dasar negara yang diajukan
dalam sidang BPUPKI. Panitia Sembilan berhasil menyusun naskah
piagam yang dikenal Piagam Jakarta. Anggota dari Panitia Sembilan
tersebut adalah: 1) Ir. Soekarno (sebagai ketua), 2) KH. Wachid
Hasyim, 3) Mr. Muh. Yamin, 4) Mr. AA. Maramis, 5) Drs. Moh. Hatta,
Mengerti Pancasila: Paradigma Baru Pendidikan Pancasila |

6) Mr. Ahmad Soebardjo, 7) Kyai Abdul Kahar Moezakir, 8) Abikoesno


Tjokrosoejoso, dan 9) Haji Agus Salim. Sembilan tokoh nasional yang lazim disebut Panitia
Sembilan ini dalam persidangan selalu melakukan kompromi, dengan cara take and
give. Dengan cara kompromis inilah, maka golongan Islam (H. Agus Salim, Abikusno
Tjokrosujoso wakil tokoh politisi muslim, dan KH. Abdul Kahar Muzakin dari Muhammadiyah,
KH Wachid Hasyim dari Nahdatul Ulama) menyatakan dapat menerima Pancasila, asalkan
diberi konsekuensi untuk dapat mengatur rumah tangganya sendiri dalam bentuk dapat
menerapkan syariat Islam khusus bagi pemeluk- pemeluknya. Mensikapi usulan tersebut, maka
dengan persetujuan golongan kebangsaan (Hatta, Muh. Yamin, Ahmad Soebardjo, dan AA.
Maramis) Bung Karno sebagai ketua sekaligus nara sumber, kemudian mensepakati
perumusan Pancasila dengan merubah susunan, apabila semula sila Ketuhanan berada pada
urutan kelima, maka dalam Piagam Jakarta sila Ketuhanan berada pada urutan pertama
(Mustafa KP, 2002:
22). Rumusan Pancasila sebagaimana termuat dalam Piagam Jakarta
adalah sebagai berikut.
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

2. Sidang BPUPKI Kedua (10 – 17 Juli 1945)


Sebelum sidang BPUPKI kedua dimulai, maka diumumkan adanya
penambahan 6 anggota baru badan penyelidik, yaitu: 1) Abdul Fatah Hasan, 2)
Asikin Natanegara, 3) Soerjo Hamidjojo, 4) Muhammad Noor, 5) Besar, dan 6)
Abdul Kaffar (Kaelan, 1999: 37). Selain itu Ir. Soekarno sebagai Ketua Panitia
Kecil juga melaporkan hasil pertemuan tanggal 22 Juni 1945, yang juga dihadiri
oleh 38 anggota BPUPKI yang bertempat tinggal di Jakarta.
Pada sidang tanggal 10 Juli 1945, BPUPKI menyetujui bagian akhir dari
rancangan Preambul Hukum Dasar (alinea ke-4), beberapa keputusan penting
yang dapat dihasilkan adalah mengenai rencana bentuk negara. Dari 64 orang
| Mengerti Pancasila: Paradigma Baru Pendidikan Pancasila
yang hadir (karena ada beberapa yang berhalangan), yang pro Republik 55
orang, kerajaan ada 6 orang, sisanya bentuk lain dan tidak berpendapat 1
orang.
Sidang tanggal 11 Juli 1945, menghasilkan keputusan penting tentang luas wilayah
Indonesia, terdapat tiga usul, yaitu: 1) Hindia Belanda, 2) Hindia Belanda ditambah Malaya,
Borneo Utara (Serawak), Irian Timur, Timor-Timor (jajahan Portugis), dan pulau-pulau
sekitarnya, 3) Hindia Belanda ditambah Malaya, tetapi dikurangi Papua Barat. Berdasarkan
hasil pemungutan suara dari 66 orang diperoleh: 19 suara memilih option 1, memilih option 2
ada 39 suara, 6 suara memilih option 3, lain-lain daerah 1 suara dan kosong 1 suara (Kaelan,
1999: 39). Jadi angan-angan anggota BPUPKI adalah menghendaki Indonesia Raya dengan
wilayah yang luas. Menjelang proklamasi kemerdekaan, tokoh Kebangkitan Malaya Merdeka,
Ibrahim Yacoob dankawan-kawan meminta kepada Soekarno dan tokoh- tokoh Indonesia agar
wilayah Indonesia yang akan segera diproklamasikan kemerdekaannya itu meliputi pula Tanah
Semenanjung Malaya, Singapura, Serawak, Brunai, dan Kalimantan Utara. Namun selain
Kalimantan Utara permohonan ini tidak disetujui, karena wilayah jajahan Hindia Belanda
memang tidak meliputi wilayah itu. Para tokoh Indonesia tidak menghendaki terjadinya
keributan untuk memperebutkan wilayah yang memang bukan menjadi
haknya. Keputusan-keputusan penting dalam sidang BPUPKI kedua, adalah
pembentukan panitia kecil, yaitu: 1) Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
diketuai oleh Ir. Soekarno, 2) Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai oleh
Drs. Moh. Hatta, dan 3) Panitia Pembelaan Tanah Air diketuai oleh Abikusno
Tjokrosoejoso. Panitia-panitia kecil itu adalah sebagai berikut (Sunoto, 2001:
35-37).
a. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
Ir. Soekarno : Ketua
Mr. AA. Maramis : Anggota
Otto Iskandar Dinata : Anggota
BPH. Poerbojo : Anggota
H. Agus Salim : Anggota
Mr. Ahmad Soebardjo : Anggota

Mengerti Pancasila: Paradigma Baru Pendidikan Pancasila |


Prof. Dr. Soepomo : Anggota
KH. Wachid Hasjim : Anggota
Parada Harahap : Anggota
b. Panitia Pembela Tanah Air

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas maka akan timbul beberapa
permasalahan yang erat kaitannya dengan judul tesis ini. Adapun
permasalahannya yaitu :
1. Apa saja wewenang DPR dalam fungsi Penetapan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara menurut Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan prinsip-prinsip
demokrasi ?
2 Bagaimanakah mekanisme wewenang DPR berkaitan dengan fungsi
pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dalam pengelolaan keuangan Negara?
acuan penyelesaian konflik dan dapat menjadi sumber bagi terjadinya integrasi
sosial. Sebagai nilai kebajikan dan nilai sosial bersama, maka Pancasila perlu diaktualisasikan,
diimplementasikan dan disosialisasikan kepada warganya demi eksistensi dan kelangsungan
kehidupan berbangsa di Indonesia. Menurut Kaelan (2007), aktualisasi itu dapat dilakukan
antara lain dengan; revitalisasi epistemologis, menjadikannya sebagai landasan etik
pengetahuan, sosialisasi lewat pendidikan, dan menjadikannya sebagai sumber material hukum
Indonesia. Sastrapetedja (2007) juga menyatakan bahwa “mediasi” untuk kontekstualisasi dan
implementasi Pancasila adalah melalui interpretasi, internalisasi atau sosialisasi, misalnya
melalui pendidikan. Berdasar dua pendapat di atas, implementasi Pancasila dapat dilakukan
melalui jalur pendidikan. Pengalaman menunjukkan bahwa implementasi Pancasila melalui jalur
pendidikan dilakukan dengan memuatkannya sebagai bagian dari materi pembelajaran
(instructional material) Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) di Indonesia. Upaya
menjadikan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai sarana bagi sosialisasi Pancasila ini
sudah dilakukan sejak masa Orde Lama yaitu dengan keluarnya buku “Manusia dan
Masyarakat Baru Indonesia (1960). Masa Orde Baru yakni dengan menerapkan mata pelajaran
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) berdasar kurikulum tahun 1975 dan tahun 1984 dan
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) berdasar kurikulum
1994. Di masa Reformasi, pemuatan materi Pancasila di mata pelajaran Kewarganegaraan
(2004), Pendidikan Kewarganegaraan (2006) dan PPKn 2013. Dapat disimpulkan bahwa
Pancasila selalu menjadi bagian dari materi pendidikan kewarganegaraan di Indonesia.
Persoalan tentang isi, konten, atau muatan Pancasila dalam PKn ini penting untuk dijelaskan
oleh karena Pancasila sendiri sebagai objek kajian atau muatan PKn di Indonesia telah lama
diakui dan dijalankan. Materi Pancasila dapat dikatakan sebagai bahan PKn yang bersifat “The
Great Ought” dimana setiap bangsa pasti akan melakukan internalisasi bahan tersebut sebagai
persyaratan objektif bangsa yang bersangkutan (Numan Somantri, 2001). Materi Pancasila
dalam PKn termasuk structural formal content yang bersifat tetap dan menjadi pemersatu
(Sapriya, 2007). Sebagai materi yang bersifat “The Great Ought” dan termasuk structural formal
content seharusnya materi Pancasila bersifat tetap dan tidak berubah. Berdasar pernyataan di
atas, perlu dikaji perihal materi Pancasila sebagai isi PKn di Indonesia khususnya pada
pelajaran PPKn kurikulum 2013. Hal ini mengingat sampai saat ini kurikulum 2013 yang berlalu
secara nasional. Namun juga kurikulum ini masih dalam proses bahkan mengalami perbaikan,
terbukti dengan keluarnya peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mulai nomor 21
sampai nomor 24 tahun 2016. Materi Pancasila dalam PPKn 2013 ini nantinya dikaitkan dengan
konsep status dan isi Pancasila (Winano, 2011) dan identifikasi materi Pancasila ke dalam
komponen PKn yang meliputi Civic Knowledge, Civic Disposition dan Civic Skill (MS Branson,
1998). Dengan fokus ini, maka dirumuskan masalah yaitu bagaimanakah isi materi Pancasila
yang termuat dalam Kurikulum PPKn 2013. Agar rumusan masalah penelitian tersebut lebih
terperinci, maka dijabarkan kedalam pertanyaan-pertanyaan penelitian, sebagai berikut;
1. Berdasar pada analisis dokumen kurikulum PPKn 2013, apakah status dan isi
dari materi Pancasila dalam pendidikan kewarganegaraan di Indonesia
2. Berdasar pada analisis dokumen kurikulum PPKn 2013 apakah isi
pengetahuan (CK), isi sikap/nilai (CD) dan isi kecakapan (CS) dari materi
Pancasila dalam pendidikan kewarganegaraan di Indonesia
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berupa studi dokumentasi
dengan teknik analisis isi. Unit yang dianalisis adalah muatan Pancasila yang
meliputi 2 (dua) sub unit yakni konsep status dan isi Pancasila ; dan kaitan
Pancasila dengan komponen Civic Knowledge, Civic Disposition dan Civic Skill
dalam PKn. Obyek analisis adalah kata, kalimat dan paragraf yang terkait dengan
Pancasila.
Analisis data menggunakan analisis interaktif, sedangkan sajian data
dikategorisasikan ke dalam 2 hal. Pertama , muatan materi Pancasila perihal status
dan isi dan dua, muatan materi Pancasila dikaitkan dengan komponen Civic
Knowledge, Civic Disposition dan Civic Skill.
Hasil dan Pembahasan
1. Muatan materi Pancasila perihal status dan isi
Dalam kurikulum 2013, materi yang bermuatan pengetahuan
dicerminkan dalam rumusan Kompetensi Inti 3 (KI 3) yang selanjutnya dijabarkan
dalam rumusan Kompetensi Dasar. Dengan demikian dapat dikatakan rumusan
Kompetensi Dasar dalam Kompetensi Inti 3 berisikan muatan materi pengetahuan.
Pancasila merupakan salah satu dari 4 (empat) materi pokok dalam PPKn yakni
Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Keempat materi pokok
PPKn ini disebut sebagai empat konsensus kebangsaan, yang sebelumnya dikenal
sebagai empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perihal status dan isi Pancasila ditemukan sebagai berikut :
Rumusan Tempat
Menganalisis proses perumusan dan penetapan
Pancasila sebagai dasar negara
KD 3.1 SMP VII
Menelaah Pancasila sebagai dasar negara dan
pandangan hidup bangsa
KD 3.1 SMP VIII
Membandingkan antara peristiwa dan dinamika yang
terjadi di masyarakat dengan praktik ideal Pancasila
sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa
KD 3.1 SMP IX
Menganalisis nilai-nilai Pancasila dalam kerangka
praktik penyelenggaraan pemerintahan negara
KD 3.1 SMA X
Menganalisis pelanggaran hak asasi manusia dalam
perspektif Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara
KD 3.1 SMA XI
Menganalisis nilai-nilai Pancasila terkait dengan
kasus-kasus pelanggaran hak dan pengingkaran
kewajiban warga negara dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara
KD 3.1 SMA XII
Berdasarkan temuan penelitian diketahui muatan Pancasila dalam PPKn
2013 khususnya di jenjang SMP dan SMA berisikan: Pertama, materi Pancasila
selalu dimuatkan dalam urutan pertama rumusan Kompetensi Dasar dan terdapat
satu rumusan yang memuat Pancasila dari setiap kelompok Kompetensi Inti yang
ada. Dua, muatannya menekankan pada status Pancasila sebagai dasar negara dan
pandangan hidup bangsa . Tiga, materi pembelajaran Pancasila meliputi; sejarah
perumusan dan penetapan Pancasila, nilai-nilai Pancasila terkait kerangka praktik
penyelenggaraan pemerintahan negara, dinamika masyarakat berdasar Pancasila,
perspektif Pancasila tentang HAM dan nilai-nilai Pancasila terkait dengan kasus-
kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara . Empat, isi dari
status Pancasila sebagai dasar negara maupun pandangan hidup bangsa tidak
terdeskripsikan lebih lanjut.
Selanjutnya, disajikan rumusan Pancasila dalam kaitannya dengan
komponen Civic Knowledge, Civic Disposition dan Civic Skill. Dapat dikatakan
bahwa rumusan Civic Knowledge perihal Pancasila telah tercerminkan dalam
rumusan Kompetensi Inti 3 terutama butir 3.1. Berdasar temuan, isi Civic
Knowledge perihal Pancasila dalam PPKn 2013 jenjang SMP dan SMA sebagai
berikut :
1. proses perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara
2. Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa

3. peristiwa dan dinamika yang terjadi di masyarakat dengan praktik ideal Pancasila
4. nilai-nilai Pancasila dalam kerangka praktik penyelenggaraan pemerintahan negara
5. pelanggaran hak asasi manusia dalam perspektif Pancasila
6. nilai-nilai Pancasila terkait dengan kasus-kasus pelanggaran hak dan
pengingkaran kewajiban warga negara
Untuk isi Civic Disposition perihal Pancasila dapat diketahui dari
rumusan Kompetensi inti 1 dan Kompetensi inti 2 yang masing masing berisikan
sikap spiritual dan sikap sosial. Kompetensi inti 1 dan Kompetensi inti 2
terjabarkan lagi kedalam Kompetensi Dasar kelompok 1 dan 2. Rumusan yang
merupakan Civic Disposition perihal Pancasila itu sebagai berikut :
pengingkaran kewajiban warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Berdasar pada temuan penelitian, maka isi atau konten materi Pancasila
yang terdapat pada PKn dalam statusnya sebagai mata pelajaran di sekolah dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori. Pertama, materi yang berisikan status,
kedudukan, peran, atau fungsi Pancasila pada kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia berikut penjelasan akan kedudukan tersebut. Status,
kedudukan, peran, atau fungsi Pancasila menurut Notonagoro (1980) diistilahkan
sebagai rumus Pancasila, sedang menurut Pranarka (1985) disebutnya eksistensi
Pancasila. Dua, materi yang berisikan isi yang terkandung dari konsep Pancasila
itu sendiri. Berdasar pengkategorian ini, dapat disimpulkan materi Pancasila
dalam PKn berisikan dua hal yakni perihal rumus atau eksistensi dan perihal isi
atau substansi Pancasila.
Kategori status dan pengertian Pancasila tersebut, sebagai berikut;
Dengan temuan penelitian ini, penulis menyatakan bahwa muatan
Pancasila dalam PKn di Indonesia berkembang dari muatan perihal status,
kedudukan, fungsi Pancasila berikut penjabarannya atau “rumus” Pancasila, lalu
berkembang menjadi muatan perihal isi, tafsir, kandungan dari tiap sila Pancasila
berikut penjabarannya atau “isi” Pancasila dan muatan berupa “perspektif”
Pancasila terhadap suatu kajian dalam PKn. Tahapan pertama dilakukan melalui
pelajaran PMP 1975/1984 dan buku PKn/Civics “Manusia dan Masyarakat Baru
Indonesia” 1960. Tahapan kedua termuat dalam pelajaran PPKn 1994 yang
didalamnya memuat “isi” dari Pancasila yakni nilai norma Pancasila berikut pengamalannya.
Tahapan ketiga, yakni menjadikan Pancasila sebagai core-nya PKn di Indonesia masih
merupakan idealisme, sebab isi kajian Pancasila dalam PKn maupun isi PKn sendiri belum
menampakkan hal tersebut. Gambaran atas perkembangan materi atau konten Pancasila
dalam PKn tersebut dapat penulis skemakan sebagai berikut;
Skema 1
Perkembangan materi Pancasila dalam PKn Dengan gambaran ini, penulis berpendapat
bahwa pembelajaran Pancasila dalam PKn dapat dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan, yakni 1)
Pembelajaran tentang Pancasila, bermakna membelajarkan konten perihal “rumus” Pancasila
yakni status, kedudukan, fungsi, arti pentingnya dalam kehidupan bernegara Materi “rumus”
Pancasila Materi “isi” Pancasila Materi “perspektif” Pancasila 8 berikut penjabarannya yang
diharapkan bermuara pada pemahaman Pancasila, 2) Pembelajaran ber-Pancasila, bermakna
membelajarkan nilai dan norma sebagai “isi” daripada Pancasila yang diharapkan terwujud dan
sikap dan perilaku warga negara yang berdasar Pancasila, dan 3) Pembelajaran untuk
Pancasila, bermakna membelajarkan kajian-kajian dalam PKn menurut “perspektif” Pancasila,
yang diharapkan Pancasila menjadi sudut pandang terhadap setiap materi PKn.
Ketiga tahap pembelajaran Pancasila ini dapat diskemakan sebagai berikut;
Skema 2
Tiga Tahapan Pembelajaran Pancasila dalam PKn Materi Pancasila yang terdapat dalam PKn
dewasa ini yakni materi “rumus” dan “isi ” Pancasila telah memungkinkan PKn menjalankan
fungsinya sebagai pendidikan nilai-moral, pendidikan kebangsaan dan pendidikan politik
dan hukum. Materi Pancasila pandangan hidup bangsa beserta kandungan sila-sila yang
termuat didalamnya menjadikan PKn berfungsi sebagai pendidikan nilai- moral. Materi
Pancasila ideologi kebangsaan beserta kandungan sila-sila yang termuat didalamnya
menjadikan PKn berfungsi sebagai pendidikan kebangsaan. Materi Pancasila dasar negara
beserta kandungan sila-sila yang termuat didalamnya menjadikan PKn berfungsi sebagai
pendidikan politik dan hukum.
Daftar Pustaka
Ansyar, Muhammad. (1989). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum . Jakarta :
P2LPTK. Ditjend Pendidikan Tinggi, Depdikbud
Bourchier, David .(2007). Pancasila Versi Orde Baru dan Asal Muasal Negara
Organis. Terj. Agus Wahyudi. Yogyakarta : Aditya Media dan PSP UGM.
Brameld, Theodore. (1965). Education as Power. USA: Holt, Riverhart and
Winston, Inc.
Branson, S Margaret. (1998). “The Role of Civic Education, A Forthcoming
Education Policy” Task Force Position Paper from the Communitarian
Network. Tersedia di www.civiced.org. Di akses tanggal 17 Agustus 2009.
Brubacher, John Seiler. (1939). Modern Philoshopies of Education. New York:
Mc Graw-Hill Book Company Inc.

Anda mungkin juga menyukai