LAHIRNYA PANCASILA
KELOMPOK 7
EKA PUTRI WIDYASTUTI 201461201011
NUR AFNI ALAWIYAH 201661201025
RETNO AYU SISKA WARDANI 201661201028
ARI SANTOSO 201661201034
MAYANTI 201661201039
SAYOLIN E. LOPULALAN 201661201041
Istilah “Pancasila” telah dikenal di Indonesia sejak zaman majapahit abad
XIV, yaitu terdapat pada buku Negara Kertagama karangan Empu Prapanca
dan dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular.
Secara Etimologi kata “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari India
(bahasa kasta Brahmana) yaitu panca yang berarti “lima” dan sila yang berarti
“dasar”. Jadi secara harfiah, “Pancasila” dapat diartikan sebagai “lima dasar”.
PERIODESASI SEJARAH PERUMUSAN PANCASILA SEBELUM
KEMERDEKAAN
Muhammad Yamin (29 Mei 1945) secara lisan mengajukan usul mengenai dasar
negara terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan;
2. Peri Kemanusiaan;
3. Peri Ketuhanan;
4. Peri Kerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat.
Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga
terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Selain itu, usul yang sedikit lebih sistematis juga dikemukakan oleh Dr.
Soepomo (31 Mei 1945). Ia mengemukakan pentingnya prinsip-prinsip:
1. Ketuhanan
2. Kemanusiaan
3. Persatuan
4. Permusyarawatan
5. Keadilan/kesejahteraan
Ke lima prinsip ini oleh Soekarno ia beri nama “Pancasila”. Sila artinya asas
atau dasar, dan di atas ke lima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia,
kekal, dan abadi”. (Soekarno: 1984; 154).
Namun Soekarno menjelaskan bagi mereka yang tidak menyukai angka
simbolik lima, angka tersebut bisa diperas lagi menjadi tiga hal saja (trisila)
atau bahkan menjadi satu saja (ekasila).
Jika dirinci, Pancasila (lima sila) oleh Soekarno bisa diperas menjadi tiga
(trisila), yaitu:
1. Sosio-nationalisme
2. Sosio-democratie
3. Ketuhanan yang berkebudayaan
Trisila ini menurutnya juga masih dapat diperas menjadi Ekasila yaitu:
1. Gotong Royong
Pada akhir sidang pertama BPUPKI, tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI
akhirnya bersepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah
menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada
sidang pleno BPUPKI.
Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, dan oleh karena itu
panitia ini sering disebut sebagai “Panitia Delapan”. Anggotanya (Fauzi, 1983:
51) yakni: Ir. Soekarno (Ketua), Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wachid
Hasjim, Mr. Muh. Yamin, M. Sutardjo Kartohadikusumo, Mr. A.A.
Maramis, R. Otto Iskandar Dinata, dan Drs. Muh. Hatta.
Setelah panitia kecil ini bekerja dan memperoleh banyak usulan yakni Indonesia
yang merdeka selekas-lekasnya (ini usulan terbanyak), Dasar negara, Bentuk
Negara Uni atau Federasi, Daerah negara Indonesia, Badan Perwakilan Rakyat,
Badan Penasehat, Bentuk negara dan Kepala negara, Soal pembelaan, dan Soal
Keuangan.
Kemudian dalam perumusan dasar negara, terdapat perbedaan pendapat antar
dua golongan yakni golongan kebangsaan (nasionalis) dan golongan Islam.
Golongan nasionalis menginginkan negara persatuan sedangkan golongan Islam
mengusulkan agar negara dibentuk berdasarkan syariat Islam.
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini diketuai oleh Soekarno,
dan merupakan sebuah langkah untuk mempertemukan pandangan dua
golongan, yakni antara golongan nasioanalis dan golongan Islam, menyangkut
dasar negara ini.
Dengan komposisi seperti ini akhirnya pada tanggal 22 juni 1945, panitia kecil
(panitia Sembilan) ini berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar,
yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Jakarta Charter “Piagam Jakarta”.
Kesembilan orang tersebut terdiri dari 5 orang wakil golongan kebangsaan dan
4 wakil golongan Islam, yaitu: Ir. Soekarno (ketua), Drs. Muh. Hatta, Mr.
A.A. Maramis, K.H. Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Abikusno
Tjokrosujoso, H. Agus Salim, Mr. Ahmad Subardjo, dan Mr. Muh. Yamin.
Dengan komposisi seperti ini akhirnya pada tanggal 22 juni 1945, panitia kecil
(panitia Sembilan) ini berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar,
yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”. Atau disebut
Mukaddimah oleh Soekarno, atau Gentlemen’s Agreement oleh Sukiman
Wirosandjojo.
Bunyi dari rumusan dasar negara dalam Jakarta Charter “Piagam Jakarta”
adalah sebagai berikut:
Prinsip mufakat dan demokrasi berubah posisi dari sila ke tiga menjadi sila ke
empat dengan bunyi: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan
dalam permusyaratan perwakilan”.
Prinsip kesejahteraan Sosial berubah dari sila ke keempat menjadi sila kelima
dengan bunyi: Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia” (Latif, 2013: 34).
Setelah mencapai kesepakatan baik urutan sila maupun penyempurnaan redaksi,
maka hasil dari Piagam Jakarta atau Mukaddimah Undang-Undang Dasar 1945
ini dalam sidang BPUPKI kedua, yakni tanggal 10-16 Juli 1945.
Berikut adalah rumusan dasar negara (Pancasila) dalam UUD 1945 yang telah
disepakati bersama dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945: