Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH

LAHIRNYA PANCASILA

KELOMPOK 7
EKA PUTRI WIDYASTUTI 201461201011
NUR AFNI ALAWIYAH 201661201025
RETNO AYU SISKA WARDANI 201661201028
ARI SANTOSO 201661201034
MAYANTI 201661201039
SAYOLIN E. LOPULALAN 201661201041
 Istilah “Pancasila” telah dikenal di Indonesia sejak zaman majapahit abad
XIV, yaitu terdapat pada buku Negara Kertagama karangan Empu Prapanca
dan dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular.
 Secara Etimologi kata “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari India
(bahasa kasta Brahmana) yaitu panca yang berarti “lima” dan sila yang berarti
“dasar”. Jadi secara harfiah, “Pancasila” dapat diartikan sebagai “lima dasar”.
PERIODESASI SEJARAH PERUMUSAN PANCASILA SEBELUM
KEMERDEKAAN

Pemikiran tentang pancasila juga mengalami lintasan waktu yang terbagi


menjadi beberapa fase. Pertama, fase pemikiran pancasila sebelum
kemerdekaan (zaman purbakala–pra sejarah, hingga kolonialisme) dan kedua,
fase pemikiran pancasila menjelang dan sesudah kemerdekaan.

 Zaman Purbakala dan Kerajaan-Kerajaan Nusantara

Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang (kemerdekaan) negara Indonesia,


masyakarat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama
lokal, (sekitar) 14 abad pengaruh Hinduisme dan Budhisme, (sekitar) 7 abad
pengaruh Islam, dan (sekitar) 4 abad pengaruh Kristen. Sebelum pengaruh
agama-agama datang, masyarakat Indonesia telah bersikap religius-spiritual
yang kita kenal dengan penganut animisme dan dinamisme. Animisme dan
dinamisme merupakan budaya religius pertama bangsa Indonesia.
Pada zaman Kerajan Kutai Kartanegara misalnya, kita telah mengenal dan
menemukan nilai-nilai, seperti nilai sosial politik, dan Ketuhanan dalam bentuk
kerajaan, kenduri dan sedekah kepada para Brahmana. Hal ini terkait dengan
nilai-nilai integrasi sosial, kebersamaan, serta nilai ketuhanan (Kaelan, 2000:
29).
Perkembangan sosial dalam Kerajaan Sriwijaya juga telah mengenalkan nilai-
nilai maupun pandangan-pandangan tentang dasar kesatuan, yakni kerajaan.
Nilai-nilai ini mengeksplisitkan serta memberi bahan-bahan material terhadap
nilai-nilai Pancasila, seperti nilai persatuan yang tidak terpisahkan dengan nilai
ke-Tuhanan.
Pada masa Kerajaan Majapahit, di bawah pemerintahan raja Prabhu Hayam
Wuruk, Gajah Mada telah berhasil mengintegrasikan nusantara. Semboyan dan
Istilah-istilah seperti Bhinneka Tunggal Ika, Nusantara, Pancasila sudah ada
pada periode ini. Tiga istilah ini konon telah terdapat dan termuat dalam
kakawin Nagarakertagama karangan empu Prapanca dan buku Sutasoma
karangan Empu Tantular. Sebagai contoh, dalam buku tersebut istilah Pancasila
di samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dalam bahasa
Sansekerta), juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima”
(Pancasila Krama), yaitu: Tidak boleh melakukan kekerasan, Tidak boleh
mencuri, Tidak boleh berjiwa dengki, Tidak boleh berbohong, dan Tidak boleh
mabuk minuman keras (Darmodihardjo, 1978: 6).
Pada Masa Kerajaan Kerajaan Islam, Islam sebagai agama baru telah banyak
memberi sumbangsih bagi terbentuknya pandangan dunia baru bagi masyarakat
Nusantara. Dengan karakter yang sama, yakni menolak penggolongan kasta di
masa lalu, Islam telah memberi daya dorong terbentuknya masyarakat religius
baru dengan penekanan pada nilai-nilai kesamaan yang merupakan hak yang
melekat pada diri manusia. Konsep kesatuan ummah, juga telah menyorongkan
konsep baru bernama persatuan.
 Zaman Pergerakan Nasional

Sejak VOC dan Pemerintah Hindia Belanda mulai melakukan kebijakan-


kebijakan mengurangi perlawanan pemerintah Belanda secara frontal (terbuka),
maka Belanda mulai memikirkan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan taraf
kehidupan ekonomi, budaya, dan pendidikan, melaui pendirian sekolah-sekolah,
kebijakan politik etis, pembentukan dewan rakyat (volkraad), dan lain-lain.
Namun semangat menjinakkan bangsa terjajah ini justru nanti akan menjadi
senjata ampuh untuk penyebaran gagasan anti-imperialisme, nasionalisme,
persatuan, dan gelora mengusir tuannya sendiri (penjajah Belanda). Persemaian
ide-ide modern inilah yang dimanfaatkan baik oleh para pendiri bangsa untuk
menciptakan sebuah negara baru bernama Indonesia. Pemuda-pemuda paling
terpelajar bangsa Indonesia yang bersekolah di Belanda, misalnya, sudah sejak
tahun 1924 telah menyemai semangat nasionalisme mereka dengan membentuk
Perhimpunan Indonesia (PI). Mereka memberanikan diri untuk secara tegas
mencita-citakan Indonesia Merdeka.
 MENJELANG DAN PASCA KEMERDEKAN INDONESIA

Pada 29 April 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha


Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Douritsu Zyunbi Tjoosakai
yang berjumlah 63 orang, namun kemudian bertambah menjadi 69 orang.
Keanggotaan BPUPKI ini secara resmi dilantik pada tanggal 28 Mei 1945
dengan ketua Dr. Radjiman Wedyodiningrat dan dua orang wakil ketua: R.P.
Soeroso dan Ichtibangase (orang Jepang).

Tugas BPUPKI antara lain:


1. Membuat rancangan dasar negara
2. Membuat rancangan Undang-Undang Dasar
Pada sidang BPUPKI pertama tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945, Dr. Radjiman
Wedyodiningrat selaku ketua, meminta dan sekaligus menantang kepada peserta
sidang untuk mencari dan mengemukakan dasar negara Indonesia merdeka.
Pada sidang BPUPKI kedua tanggal 10-17 Juli 1945 membahas rancangan
pembukaan dan Undang-undang Dasar

Muhammad Yamin (29 Mei 1945) secara lisan mengajukan usul mengenai dasar
negara terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan;
2. Peri Kemanusiaan;
3. Peri Ketuhanan;
4. Peri Kerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat.

Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga
terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Selain itu, usul yang sedikit lebih sistematis juga dikemukakan oleh Dr.
Soepomo (31 Mei 1945). Ia mengemukakan pentingnya prinsip-prinsip:
1. Ketuhanan
2. Kemanusiaan
3. Persatuan
4. Permusyarawatan
5. Keadilan/kesejahteraan

Kemudian didalam memberikan masukan tentang asas negara indonesia, Ir.


Soekarno (1 Juni 1945) juga menyumbangkan masukan antara lain sebagai
berikut:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme Atau juga Kemanusiaan
3. Mufakat Atau juga Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Berkebudayaan

Ke lima prinsip ini oleh Soekarno ia beri nama “Pancasila”. Sila artinya asas
atau dasar, dan di atas ke lima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia,
kekal, dan abadi”. (Soekarno: 1984; 154).
Namun Soekarno menjelaskan bagi mereka yang tidak menyukai angka
simbolik lima, angka tersebut bisa diperas lagi menjadi tiga hal saja (trisila)
atau bahkan menjadi satu saja (ekasila).

Jika dirinci, Pancasila (lima sila) oleh Soekarno bisa diperas menjadi tiga
(trisila), yaitu:
1. Sosio-nationalisme
2. Sosio-democratie
3. Ketuhanan yang berkebudayaan

Trisila ini menurutnya juga masih dapat diperas menjadi Ekasila yaitu:
1. Gotong Royong
Pada akhir sidang pertama BPUPKI, tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI
akhirnya bersepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah
menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada
sidang pleno BPUPKI.

Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, dan oleh karena itu
panitia ini sering disebut sebagai “Panitia Delapan”. Anggotanya (Fauzi, 1983:
51) yakni: Ir. Soekarno (Ketua), Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wachid
Hasjim, Mr. Muh. Yamin, M. Sutardjo Kartohadikusumo, Mr. A.A.
Maramis, R. Otto Iskandar Dinata, dan Drs. Muh. Hatta.

Setelah panitia kecil ini bekerja dan memperoleh banyak usulan yakni Indonesia
yang merdeka selekas-lekasnya (ini usulan terbanyak), Dasar negara, Bentuk
Negara Uni atau Federasi, Daerah negara Indonesia, Badan Perwakilan Rakyat,
Badan Penasehat, Bentuk negara dan Kepala negara, Soal pembelaan, dan Soal
Keuangan.
Kemudian dalam perumusan dasar negara, terdapat perbedaan pendapat antar
dua golongan yakni golongan kebangsaan (nasionalis) dan golongan Islam.
Golongan nasionalis menginginkan negara persatuan sedangkan golongan Islam
mengusulkan agar negara dibentuk berdasarkan syariat Islam.

Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini diketuai oleh Soekarno,
dan merupakan sebuah langkah untuk mempertemukan pandangan dua
golongan, yakni antara golongan nasioanalis dan golongan Islam, menyangkut
dasar negara ini.

Dengan komposisi seperti ini akhirnya pada tanggal 22 juni 1945, panitia kecil
(panitia Sembilan) ini berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar,
yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Jakarta Charter “Piagam Jakarta”.

Kesembilan orang tersebut terdiri dari 5 orang wakil golongan kebangsaan dan
4 wakil golongan Islam, yaitu: Ir. Soekarno (ketua), Drs. Muh. Hatta, Mr.
A.A. Maramis, K.H. Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Abikusno
Tjokrosujoso, H. Agus Salim, Mr. Ahmad Subardjo, dan Mr. Muh. Yamin.
Dengan komposisi seperti ini akhirnya pada tanggal 22 juni 1945, panitia kecil
(panitia Sembilan) ini berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar,
yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”. Atau disebut
Mukaddimah oleh Soekarno, atau Gentlemen’s Agreement oleh Sukiman
Wirosandjojo.

Bunyi dari rumusan dasar negara dalam Jakarta Charter “Piagam Jakarta”
adalah sebagai berikut:

1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-


pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakayatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Terjadi perubahan tata urut Pancasila dari yang dikemukakan oleh Soekarno
pada tanggal 1 Juni 1945.

Prinsip “Ketuhanan” yang sebelumnya menempati sila paling akhir, kemudian


dipindah menjadi sila pertama, dengan menambah anak kalimat ”dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” (dikenal dengan “tujuh
kata”).

Selain itu prinsip internasionlisme atau peri-kemanusiaan tetap dipertahankan di


sila ke dua dengan perumusan lebih sempurna dengan kalimat “kemanusiaan
yang adil dan beradab”.

Sedangkan prinsip kebangsaan yang sebelumnya merupakan sila pertama


dipindah menjadi sila ke tiga dengan penyempurnaan rumusan dengan kalimat
“persatuan Indonesia”.

Prinsip mufakat dan demokrasi berubah posisi dari sila ke tiga menjadi sila ke
empat dengan bunyi: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan
dalam permusyaratan perwakilan”.

Prinsip kesejahteraan Sosial berubah dari sila ke keempat menjadi sila kelima
dengan bunyi: Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia” (Latif, 2013: 34).
Setelah mencapai kesepakatan baik urutan sila maupun penyempurnaan redaksi,
maka hasil dari Piagam Jakarta atau Mukaddimah Undang-Undang Dasar 1945
ini dalam sidang BPUPKI kedua, yakni tanggal 10-16 Juli 1945.

Dalam sidang kedua ini beberapa anggota menyampaikan keberatan terutama


pencantuman “7 kata”. Menurut mereka pencantuman tersebut dapat
menimbulkan benih-benih pengutamaan agama tertentu (Islam) dan dapat
ditafsirkan secara macam-macam sebagai agama negara misalnya, dan lain-lain.

Pada tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia


(PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada
Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia,
yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17
Agustus 1945.
Pengesahan Rancangan Pembukaan UUD (dalam Piagam Jakarta) yang telah
disetujui di BPUPKI, akhirnya di bawa ke rapat PPKI. Namun sebelum rapat,
Bung Hatta mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari,
sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, menerima sekelompok utusan daerah
yang menemuinya.

Mereka mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata


“ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” dihapus. Akhirnya karena desakan tersebut, Hatta
akhirnya menemui perwakilan golongan Islam, dii antara tokoh yang ditemui
dan dibujuk Hatta antara lain adalah Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku Muh.
Hasan.

Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan


kesatuan bangsa. Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi
persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya
tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di belakang kata Ketuhanan dan
diganti dengan “Yang Maha Esa”.
Maka dalam Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, akhirnya rapat
mengesahkan rancangan pembukaan UUD 1945 (piagam Jakarta, dengan
pencoretan “tujuh kata”) menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 secara resmi serta mengangkat Soekarno dan Mohammad Hatta
sebagai Presiden Republik Indonesia.

Berikut adalah rumusan dasar negara (Pancasila) dalam UUD 1945 yang telah
disepakati bersama dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945:

1. KeTuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai