Anda di halaman 1dari 28

PANCASILA DALAM KAJIAN

SEJARAH INDONESIA
“Jangan Sekali-
kali Meninggalkan
Sejarah”

- SOEKARNO -
Pancasila dalam Beberapa Kerajaan di
Indonesia

• menampilkan nilai sosial politik, dan

Kutai Ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri dan


sedekah kepada para Brahmana

Sriwijay • nilai persatuan yang tidak terpisahkan dengan


nilai ke-Tuhanan yang tampak pada raja
sebagai pusat kekuasaan dengan kekuatan

a religius berusaha mempertahankan


kewibawaannya terhadap para datu

Majapah • Pancasila dikenali yang terdapat dalam buku


Nagarakertagama karangan Prapanca dan buku
Sutasoma karangan Empu Tantular.

it
Bahkan pada masa Kerajaan Majapahit, istilah
Pancasila dikenali yang terdapat dalam buku
Nagarakertagama karangan Prapanca dan buku
Sutasoma karangan Empu Tantular.
Dalam buku tersebut istilah Pancasila di samping
mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dalam
bahasa Sansekerta), juga mempunyai arti
“pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila
Krama), yaitu
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras
(Darmodihardjo, 1978: 6).
Kami putra dan putri Indonesia

mengaku bertumpah darah yang


satu, tanah air Indonesia;
Kami putra dan putri Indonesia
mengaku berbangsa yang satu,
bangsa Indonesia;
Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia.
Latar belakang sejarah
Pendudukan Indonesia oleh kolonial Belanda semenjak berdirinya
perkumpulan dagang VOC (Verenighde Oost Indische Companie) di awal
abad XVII dengan pemerintahannya di Indonesia yang terkenal dengan
Hindia Belanda (Nederlands Indie), mulai ambruk dengan mendaratnya
tentara Jepang di Indonesia yang dimulai pertama kali di pulau Tarakan,
Kalimantan pada 10-11 Januari 1942, yang kemudian diikuti dengan adanya
pendaratan di pulau-pulau lainnya seperti Sulawesi, Maluku, Sumatera,
Bali, dan Jawa.
Pada 5 Maret 1942 Batavia jatuh, dan perlawanan Belanda terhadap Jepang
berakhir di Bandung pada tanggal 8 Maret 1942, sedangkan tanggal 9 Maret
1942 Jenderal Ter Poorter sebagai panglima tertinggi Angkatan Darat
Sekutu di Jawa menyerah dengan tanpa syarat, yang diikuti dengan
ditawannya ke luar Jawa gubernur Djarda van Starkenborg Stachouwer
dengan para pembesar Belanda lainnya, sehingga terhitung sejak itu secara
formal dimulai masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Dirumuskannya Pancasila sebagai Dasar Negara tidak terlepas dari dari
adanya janji Pemerintahan Jepang di Tokyo yang diucapkan oleh
Perdana Menteri Koiso di hadapan Parlemen Jepang pada tanggal 7
September 1944 untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa
Indonesia sebagai hadiah dari pemerintahan Jepang.
Pemberian janji tersebut merupakan strategi Jepang yang melihat
Indonesia kayan akan potensi SDA dan SDM, yang dapat dimanfaatkan
untuk memberikan dukungan pada Angkatan Perang Jepang dalam
memenangkan Perang Dunia II melawan sekutu. Namun janji itu baru
dilakukan setelah balatentara Jepang mengalami kekalahan-kekalahan
di semua medan pertempuran dan adanya desakan dari para pemimpin
pergerakan bangsa Indonesia, yang kemudian memaksa pemerintah
Jepang untuk membentuk Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai atau Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan hari ulang tahun kaisar
Jepang, Tenno Haika, dan dilantik tanggal 28 mei 1945.
Pelantikan BPUPKI dilakukan oleh Gunseikan di Jakarta
pada tanggal 28 Mei 1945 dengan dr. KRT Radjiman
Wedionidingrat sebagai ketua, RP Soeroso sebagai wakil
ketua merangkap kepala kantor/sekretariat, dan seorang
anggota Jepang bernama Yoshio Ichibangase, juga
menjabat sebagai wakil ketua, serta anggota sebanyak 64
orang.
Sehari setelah pengurus BPUPKI dilantik, maka badan ini
mulai mengadakan sidang-sidang, yang dibagi dalam dua
masa persidangan, yaitu masa persidangan I berlangsung
dari tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945, dan masa persidangan II
tanggal 10-16 Juli 1945, yang diselenggarakan di Gedung
Tyuoo Sangiin (Gedung Pejambon) Jakarta.
Masa perumusan dan pengesahan
 Persidangan I
Membahas tentang landasan filosofis, yakni dasar negara
Indonesia.
Hari pertama (29 Mei 1945), Ketua BPUPKI meminta kepada
para anggotanya untuk memberikan pandangan-pandangannya
tentang dasar Indonesia Merdeka. Pembicara pertama,
Muhammad Yamin, yang mengajukan usulan (lisan) mengenai
dasar negara kebangsaan: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan,
Peri Ke-Tuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.
Adapun usulan tertulisnya: Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kebangsaan persatuan Indonesia, Rasa kemanusiaan yang adil
dan beradab, Kerakyaatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hari kedua (30 Mei 1945), pembicaranya adalah dari
tokoh-tokoh Islam, yaitu Bagoes Hadikoesoemo dan KH.
Wachid Hasyim, yang mengusulkan pentingnya
memasukkan nilai-nilai Islam menjadi dasar negara,
namun tanpa menyampaikan suatu perumusan.

Hari ketiga (31 Mei 1945), pembicaranya adalah


Soepomo, yang menyampaikan pandangannya mengenai
dasar negara kebangsaan, yaitu melalui uraian yang
berfokus pada aliran pemikiran negara integralistik, yang
dirumuskan ke dalam lima dasar: Persatuan,
Kekeluargaan, Keimbangan lahir batin, Musyawarah,
Keadilan rakyat.
Di luar masa persidangan I BPUPKI yang telah berakhir,
Panitia 8 memanfaatkan waktu yang ada sebelum
memasuki persidangan II BPUPKI, yaitu mengadakan
pertemuan pada 22 Juni 1945 bersama para anggota
BPUPKI, yang hanya dihadiri oleh 38 orang anggota,
karena sebagiannya menghadiri sidang di Tyoo Sangiin.
Pertemuan dalam rapat gabungan itu telah berhasil
membentuk panitia kecil lainnya terdiri dari 9 orang untuk
merumuskan dasar negara. Pembentukan panitia ini juga
untuk memenuhi kebutuhan dalam mencari jalan keluar
antara kelompok Islam dan nasionalis/kebangsaan
mengenai agama dan negara, yang masalahnya timbul sejak
masa persidangan I.
Hari keempat (1 Juni 1945), pembicaranya adalah Soekarno, yang
juga mengusulkan rumusan dasar negara kebangsaan dengan
menyampaikan rumusan yang diberi nama Pancasila, terdiri dari:
Kebangsaan—nasionalisme, Perikemanusiaan—
Internasionalisme, Mufakat—Demokratie, Keadilan sosial,
Ketuhanan yang berkebudayaan.
Menurut Soekarno, kelima sila itu jika diperas menjadi Tri Sila,
yaitu Socio—nasionalisme, Socio-Demokratie, Ketuhanan.
Sedangkan bila Tri Sila diperas lagi menjadi Eka Sila, yaitu
“gotong royong”.
Dibentuk “panitia kecil” yang terdiri dari 8 orang untuk
menampung usulan-usulan tersebut, dan di antara 8 orang tersebut
adalah Soekarno, Mohammad Hatta, Soetardjo
Kartohadikoesoemo, Wachid Hasyim, Ki Bagoes Hadiekoesoemo,
Rd. Otto Iskandardinata, Muhammad Yamin, dan Mr. Alfred
Andre Maramis.
Panitia 9 yang terdiri dari Soekarno (ketua), Mohammad
Hatta, Muhammad Yamin, Achmad Soebardjo, Mr. Alfred
Andre Maramis, Abdoel Kahar Moezakkir, Wachid Hasyim,
Abikoesno Tjokrosoejoso, dan Agoes salim, berhasil
membentuk “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” yang
kemudian dikenal dengan sebutan Piagam Jakarta sebagai
nama atau sebutan yang diberikan oleh Muhammad Yamin,
sedangkan Soekiman menyebutnya sebagai “perjanjian luhur”.
Di dalam piagam Jakarta dimuat rumusan Dasar Negara
sebagai hasil kerja kolektif Panitia 9 yang terdiri dari lima,
yaitu: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan,
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila Pra Kemerdekaan
Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr.
Dr. Radjiman Wediodiningrat, Muhammad Yamin mengusulkan calon
selaku Ketua Badan dan Penyelidik rumusan dasar negara Indonesia sebagai
Usaha Persiapan Kemerdekaan berikut:
(BPUPK), pada tanggal 29 Mei 1945, 1) Peri Kebangsaan
meminta kepada sidang untuk 2) Peri Kemanusiaan
mengemukakan dasar (negara) 3) Peri Ketuhanan
Indonesia merdeka. 4) Peri Kerakyatan
5) Kesejahteraan Rakyat.

Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 yang


Prof. Dr. Soepomo pada tanggal mengusulkan lima dasar negara yang terdiri dari:
30 Mei 1945 mengemukakan 1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
teori-teori Negara, yaitu: 2) Internasionalisme (peri kemanusiaan)
1) Teori negara perseorangan 3) Mufakat (demokrasi)
(individualis) 4) Kesejahteraan sosial
2) Paham negara kelas 5) Ketuhanan Yang Maha Esa
3) Paham negara integralistik. (Berkebudayaan) (Kaelan, 2000: 37-40)
Pancasila Era Kemerdekaan

16 Agustus
1945
• Bom atom • Proklama
• Perundingan
dijatuhkan Golongan Muda si
di dan Golongan
Tua dalam
herosima
6 Agustus penyusunan teks 17 Agustus
1945 proklamasi 1945
Isi Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945 sesuai dengan semangat
yang tertuang dalam Piagam Jakarta
tanggal 22 Juni 1945.
Piagam Jakarta berisi garis-garis
pemberontakan melawan imperialisme-
kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar
pembentukan Negara Republik Indonesia

Disahakan menjadi Preambule


UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal
18 Agustus 1945
Awal dekade 1950-an muncul inisiatif dari
sejumlah tokoh yang hendak melakukan
interpretasi ulang terhadap Pancasila

1.Memandang Pancasila tidak hanya


kompromi politik melainkan sebuah
filsafat sosial atau weltanschauung
bangsa.
2.Pancasila sebagai sebuah kompromi
politik antara golongan nasionalis
netral agama mengenai dasar negara.
Pancasila Era Orde Lama

Presiden Soekarno turun


Terjadi pergolakan tangan dengan sebuah Dekrit
kembali, antara Presiden yang disetujui oleh
Pancasila dalam kabinet tanggal 3 Juli 1959,
Piagam Jakarta atau dan diumumkan secara resmi
oleh presiden pada tanggal 5
yang telah disepakati Juli 1959 pukul 17.00 di
di sidang PPKI depan Istana Merdeka

Konstituante
mengalami kebuntuan
pada bulan juni 1959
Apa kemudian Isi dari DEKRIT
PRESIDEN tersebut?

Dekrit Presiden tersebut berisi:


1. Pembubaran konstituante;
2. Undang-Undang Dasar 1945
kembali berlaku; dan
3. Pembentukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat
Sementara.
Kemudian Muncul babak baru Pasca
Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Ir. Soekarno memberi tafsir Pancasila sebagai satu kesatuan


paham dalam doktrin “Manipol”. Manifesto politik (manipol)
adalah materi pokok dari pidato Soekarno tanggal 17 Agustus
1959 berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang
kemudian ditetapkan oleh Dewan Pertimbangan Agung
(DPA) menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Ir. Soekarno menghendaki persatuan di antara beragam
golongan dan ideologi termasuk komunis, di bawah satu
payung besar, bernama Pancasila (doktrin Manipol),
sementara golongan antikomunis mengkonsolidasi diri
sebagai kekuatan berpaham Pancasila yang lebih “murni”
dengan menyingkirkan paham komunisme yang tidak ber-
Tuhan (ateisme) (Ali, 2009: 34).

Melatarbelakangi
munculnya Era Orde
Baru
Pancasila Era Orde Baru
Pada peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 1967
Presiden Soeharto mengatakan, “Pancasila makin
banyak mengalami ujian zaman dan makin bulat
Soekarno
tekad kita mempertahankan Pancasila”. Selain itu,
dilengserkan oleh
Presiden Soeharto juga mengatakan, “Pancasila sama
MPRs, dan Jend.
sekali bukan sekedar semboyan untuk
Soeharto
dikumandangkan, Pancasila bukan dasar falsafah
kemudian
negara yang sekedar dikeramatkan dalam naskah
memegang kendali
UUD, melainkan Pancasila harus diamalkan
(Setiardja, 1994: 5)

pada tahun 1968 Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 1968
yang menjadi panduan dalam mengucapkan Pancasila sebagai dasar negara, yaitu:
Satu : Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa
Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab
Tiga : Persatuan Indonesia
Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan
Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada tanggal 22 Maret 1978 ditetapkan ketetapan (disingkat TAP) MPR
Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)

Pada bulan Agustus 1982 Pemerintahan Orde Baru menjalankan “Azas


Tunggal” yaitu pengakuan terhadap Pancasila sebagai Azas Tunggal, bahwa
setiap partai politik harus mengakui posisi Pancasila sebagai pemersatu
bangsa (Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010)

Pancasila hanya
dijadikan sebagai
legitimasi kekuasaan

Adanya kesadaran dan timbullah gerakan masyarakat yang


dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai
gerakan moral politik yang menuntut adanya “reformasi” di segala
bidang politik, ekonomi dan hukum
Pancasila dalam Era Reformasi

Mei 1998, Rezim


Orde Baru
tumbang oleh PHOBIA
reformasi PANCASIL
A
Lunturnya
Nilai-Nilai
Pancasila
Pancasila menjadi dasar Negara Republik
Indonesia secara normatif, tercantum dalam
ketetapan MPR. Ketetapan MPR Nomor
XVIII/MPR/1998 Pasal 1 menyebutkan bahwa
“Pancasila sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan
bernegara” (MD, 2011).
Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila pun menjadi
sumber hukum yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR
Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3) yang menyebutkan,
“Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana
yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu Keadilan sosial bagi seluruh
Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar
1945”.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
menyebutkan dalam penjelasan Pasal 2 bahwa: Penempatan
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara
adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga
setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai