PENDAHULUAN
Anestesi Spinal
Indikasi:
2. Bedah panggul
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
1. Pasien menolak
1. Infeksi sistemik
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
1. Informed consent
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
Hb, ht,pt,ptt,ct,bt
2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas
meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi
pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.
Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc.
Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian
masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika
menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar
dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau
kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya
nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan
pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan
posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang
benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk
analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
Posisi
Posisi Duduk
Dagu di dada
Posisi Lateral
1. Factor utama:
berat jenis anestetik local(barisitas)
posisi pasien
Dosis dan volume anestetik local
2. Faktor tambahan
Ketinggian suntikan
Kecepatan suntikan/barbotase
Ukuran jarum
Keadaan fisik pasien
Tekanan intra abdominal
2. Besarnya dosis
Komplikasi tindakan
1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan
memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan.
2. Bradikardia
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
Trauma pembuluh saraf
Trauma saraf
Mual-muntah
Gangguan pendengaran
Blok spinal tinggi atau spinal total
4. Komplikasi pasca tindakan
Nyeri tempat suntikan
Nyeri punggung
Nyeri kepala karena kebocoran likuor
Retensio urine
Meningitis
5. Komplikasi intraoperatif
Komplikasi kardiovaskular
Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi
terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, yang menyebabkan terjadi
penurunan tekanan arteriola sistemik dan vena, makin tinggi blok makin berat
hipotensi. Cardiac output akan berkurang akibat dari penurunan venous return.
Hipotensi yang signifikan harus diobati dengan pemberian cairan intravena yang
sesuai dan penggunaan obat vasoaktif seperti efedrin atau fenilefedrin. Cardiac
arrest pernah dilaporkan pada pasien yang sehat pada saat dilakukan anestesi
spinal. Henti jantung bisa terjadi tiba-tiba biasanya karena terjadi bradikardia yang
berat walaupun hemodinamik pasien dalam keadaan yang stabil. Pada kasus
seperti ini, hipotensi atau hipoksia bukanlah penyebab utama dari cardiac arrest
tersebut tapi ia merupakan dari mekanisme reflek bradikardi dan asistol yang
disebut reflek Bezold-Jarisch. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan
memberikan infuse cairan kristaloid(NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak
10-15ml/kgbb dlm 10 menit segera setelah penyuntikan anesthesia spinal. Bila
dengan cairan infuse cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan
vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 19mg diulang setiap 3-4menit
sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki. Bradikardia dapat terjadi
karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis,dapat diatasi dengan
sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.
Anestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari kesalahan
perhitungan dosis yang diperlukan untuk satu suntikan. Komplikasi yang bisa
muncul dari hal ini adalah hipotensi, henti nafas, penurunan kesadaran, paralisis
motor, dan jika tidak diobati bisa menyebabkan henti jantung. Akibat blok
simpatetik yang cepat dan dilatasi arterial dan kapasitas pembuluh darah vena,
hipotensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada anestesi spinal. Hal
ini menyebabkan terjadi penurunan sirkulasi darah ke organ vital terutama otak
dan jantung, yang cenderung menimbulkan sequel lain. Penurunan sirkulasi ke
serebral merupakan faktor penting yang menyebabkan terjadi henti nafas pada
anestesi spinal total. Walau bagaimanapun, terdapat kemungkinan pengurangan
kerja otot nafas terjadi akibat dari blok pada saraf somatic interkostal. Aktivitas
saraf phrenik biasanya dipertahankan. Berkurangnya aliran darah ke serebral
mendorong terjadinya penurunan kesadaran. Jika hipotensi ini tidak di atasi,
sirkulasi jantung akan berkurang seterusnya menyebabkan terjadi iskemik
miokardiak yang mencetuskan aritmia jantung dan akhirnya menyebakan henti
jantung. Pengobatan yang cepat sangat penting dalam mencegah terjadinya
keadaan yang lebih serius, termasuk pemberian cairan, vasopressor, dan
pemberian oksigen bertekanan positif. Setelah tingkat anestesi spinal berkurang,
pasien akan kembali ke kedaaan normal seperti sebelum operasi. Namun, tidak
ada sequel yang permanen yang disebabkan oleh komplikasi ini jika diatasi
dengan pengobatan yang cepat dan tepat.
Komplikasi respirasi
1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi
paru-paru normal.
2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal
tinggi.
3. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena
hipotensi berat dan iskemia medulla.
4. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan tanda-
tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan
pernafasan buatan.
6. Komplikasi postoperatif
Komplikasi gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri kepala.
Nyeri kepala ini bisa terjadi selepas anestesi spinal atau tusukan pada dural pada
anestesi epidural. Insiden terjadi komplikasi ini tergantung beberapa faktor seperti
ukuran jarum yang digunakan. Semakin besar ukuran jarum semakin besar resiko
untuk terjadi nyeri kepala. Selain itu, insidensi terjadi nyeri kepala juga adalah
tinggi pada wanita muda dan pasien yang dehidrasi. Nyeri kepala post suntikan
biasanya muncul dalam 6 – 48 jam selepas suntikan anestesi spinal. Nyeri kepala
yang berdenyut biasanya muncul di area oksipital dan menjalar ke retro orbital,
dan sering disertai dengan tanda meningismus, diplopia, mual, dan muntah. Tanda
yang paling signifikan nyeri kepala spinal adalah nyeri makin bertambah bila
pasien dipindahkan atau berubah posisi dari tiduran/supinasi ke posisi duduk, dan
akan berkurang atau hilang total bila pasien tiduran. Terapi konservatif dalam
waktu 24 – 48 jam harus di coba terlebih dahulu seperti tirah baring, rehidrasi
(secara cairan oral atau intravena), analgesic, dan suport yang kencang pada
abdomen. Tekanan pada vena cava akan menyebabkan terjadi perbendungan dari
plexus vena pelvik dan epidural, seterusnya menghentikan kebocoran dari cairan
serebrospinal dengan meningkatkan tekanan extradural. Jika terapi konservatif
tidak efektif, terapi yang aktif seperti suntikan salin kedalam epidural untuk
menghentikan kebocoran.
Nyeri punggung
Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat dari
tusukan jarum yang menyebabkan trauma pada periosteal atau ruptur dari struktur
ligament dengan atau tanpa hematoma intraligamentous. Nyeri punggung akibat
dari trauma suntikan jarum dapat di obati secara simptomatik dan akan
menghilang dalam beberapa waktu yang singkat sahaja.
Komplikasi neurologik
Sindrom cauda equina muncul setelah regresi dari blok neuraxial. Sindrom
ini mungkin dapat menjadi permanen atau bisa regresi perlahan-lahan setelah
beberapa minggu atau bulan. Ia ditandai dengan defisit sensoris pada area
perineal, inkontinensia urin dan fekal, dan derajat yang bervariasi pada defisit
motorik pada ekstremitas bawah.
Iskemia dan infark korda spinal bisa terjadi akibat dari hipotensi arterial
yang lama. Penggunaan epinefrin didalam obat anestesi bisa mengurangi aliran
darah ke korda spinal. Kerusakan pada korda spinal atau saraf akibat trauma
tusukan jarum pada spinal maupun epidural, kateter epidural atau suntikan
solution anestesi lokal intraneural adalah jarang, tapi tetap berlaku.
Pencegahan:
Pengobatan:
1. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam
2. Hidrasi adekuat
3. Hindari mengejan
4. Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni
penyuntikan darah pasien sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural.
Kesimpulan
LAPORAN KASUS
A. IdentitasPasien
Nama : Sri Rezeki
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 23 Tahun
Alamat : Dusun XV, Tembung, Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan: Menikah
No RM : 30 33 36
Tanggal Masuk : 19 September 2017
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Persiapan Operasi atas indikasi kehamilan letak lintang
2. Telaah :
Pasien datang ke RSHM dengan keluhan persiapan operasi SC dengan
indikasi kehamilan letak lintang. Riwayat mules – mules mau melahirkan
(-), riwayat keluar lendir darah (-), riwayat demam kehamilan (-), riwayat
trauma didaerah perut (-), riwayat berhubungn dengn suami pada saat
kehamilan (+), riwayat merokok (-). BAK (+) Normal, BAB (+) Normal.
HPHT : 12 – 12 – 2016
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat DM (-)
- TB Paru (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat DM (-)
5. Riwayat Alergi :
- Alergi makanan disangkal oleh pasien
- Alergi obat disangkal oleh pasien
- Alergi udara disangkal oleh pasien
6. Riwayat Pengobatan :
Tidak Ada
7. Riwayat Psikososial
Merokok (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Pernafasan : 24 x/menit
- Nadi : 82 x/menit
- Suhu : 36,5oC
Status lokalis
Pemeriksaan Umum
Kepala : Normocepali
Thorax
Paru
Abdomen
Pemeriksaan Penunjang :
Hasil Laboratorium
Darah Rutin
Hb : 14,0 g/dl
HT : 45,2 %
Metabolik
KGDS : 97 mg/dl
Fungsi Ginjal
Ureum : - mg/dl
Kreatinin : - mg/dl
3. RENCANA TINDAKAN
Tindakan : SC
Anesthesi : RA-SAB
PS-ASA :I
Posisi : Supine
Pernapasan : Spontan dengan menggunakan nasal kanul
4. KEADAAN PRA BEDAH
Pre operatif
B1 (Breath)
Airway : Clear
RR : 24x/menit
SP : Vesikuler ka=ki
B2 (Blood)
Akral : Hangat/Merah/Kering
TD : 120/80 mmHg
HR : 82x/menit
B3 (Brain)
RC : (+)/(+)
B4 (Bladder)
Urine Output : +
Kateter : terpasang
B5 (Bowel)
Abdomen : Soepel
Peristaltik : (+)Normal
Mual/Muntah : (-)/(-)
B6 (Bone)
Oedem : (-)
Obat Premedikasi
Obat Medikasi
Bupivacaine : 15 mg
Petidine : 75 mg
Metergin : 0,2 mg
Oksitosin : 10 IU
Ketorolac : 30 mg
Ranitidine : 50 mg
Ondansetron : 4 mg
Jumlah Cairan
PO : RL 500 cc
DO : RL 1000 cc
Produksi Urin :+
Perdarahan
Suction : 400 cc
EBV : 65 x 87 = 5655 cc
EBL : 10 % = 565,5 cc
20% = 1.131 cc
30 % = 1.696,5 cc
Durasi Operatif
6. POST OPERASI
o Pergerakan :2
o Pernapasan :2
o Warna kulit :2
o Tekanan darah :2
o Kesadaran :2
IVFD RL 36 gtt/menit