Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

KIMIA ORANIK BAHAN ALAM

Oleh :
Yola Efrianti
NIM: 2010411026

Dosen:
Drs. Bustanul Arifin,MS

PROGRAM STUDI S1 ILMU KIMIA


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
1
1. Title Labdane diterpenoids from Curcuma amada rhizomes collected in Labdan Diterpenoid dari Rimpang Curcuma amada yang Dikumpulkan di Myanmar dan
Myanmar and their antiproliferative activities Aktivitas Antiproliferatifnya
Jurnal Fitoterapia 122 (2017) 34–39
Publisher Elsevier
Author Nwet Nwet Win, Takuya Ito, Hla Ngwe,YiYiWin, Prema, Yasuko Okamoto, Masami Tanaka, Yoshinori Asakawa, Ikuro Abe, Hiroyuki Morita
2 ABSTRACT ABSTRAK
Four new labdane diterpenoids, 12β-hydroxy-15-norlabda-8(17),13(14)-dien-16-oic acid Empat diterpenoid labdan baru, yakni 12β-hydroxy-15-norlabda-8(17),13(14)-dien-16-oic acid
(1), (E)-15-ethoxy-15methoxylabda-8(17),12-dien-16-al (2), (E)-15 α-ethoxy-14 α- (1), (E)-15-ethoxy-15-methoxylabda-8(17),12-dien-16-al (2), (E)-15 α-ethoxy-14 α-
hydroxylabda-8(17),12-dien-16-olide (3), and 15ethoxy-12 β-hydroxylabda-8(17),13(14)- hydroxylabda-8(17),12-dien-16-olide (3), dan 15-ethoxy-12 β-hydroxylabda-8(17),13(14)-dien-
dien-16,15-olide (4) were isolated from the methanol extract of Curcuma amada 16,15-olide (4), diisolasi dari ekstrak metanol rimpang Curcuma amada yang dikumpulkan di
rhizomes collected in Myanmar, together with 13 known analogs. Their structures were Myanmar, bersama dengan 13 analog yang sudah dikenal. Struktur-struktur mereka
elucidated by extensive spectroscopic techniques. All of the isolates were evaluated for dielaborasi melalui teknik spektroskopi yang ekstensif. Semua senyawa yang diisolasi dinilai
their antiproliferative activities against a small panel of five different human cancer cell untuk aktivitas antiproliferatif mereka terhadap panel kecil dari lima jenis sel kanker manusia
lines (A549, human lung cancer; HeLa, human cervical cancer; MCF7, human breast yang berbeda (A549, kanker paru-paru manusia; HeLa, kanker serviks manusia; MCF7, kanker
cancer; PANC-1 and PSN-1, human pancreatic cancer). Among the isolates, compounds payudara manusia; PANC-1 dan PSN-1, kanker pankreas manusia). Diantara senyawa-senyawa
2−4, 7, 8, 12, and 17 showed mild antiproliferative activities with IC50 values ranging yang diisolasi, senyawa 2-4, 7, 8, 12, dan 17 menunjukkan aktivitas antiproliferatif yang ringan
from 19.7 to 96.1 μM. (E)-14-Hydroxy-15-norlabda-8(17),12-dien-16-al (11) exhibited dengan nilai IC50 berkisar antara 19,7 hingga 96,1 μM. (E)-14-Hydroxy-15-norlabda-8(17),12-
strong antiproliferative activities selectively against HeLa, PANC-1, and PSN-1 cells, with dien-16-al (11) menunjukkan aktivitas antiproliferatif yang kuat secara selektif terhadap sel
IC50 values of 5.88, 1.00, and 3.98 μM, respectively. These potencies were comparable HeLa, PANC-1, dan PSN-1, dengan nilai IC50 masing-masing 5,88, 1,00, dan 3,98 μM. Potensi ini
to those of the positive control, 5-fluorouracil. sebanding dengan kontrol positif, yaitu 5-fluorouracil.
3 INTRODUCTION PENDAHULUAN
Medicinal herbs belonging to the Zingiberaceae family are being increasingly recognized Tanaman obat yang berasal dari keluarga Zingiberaceae semakin diakui sebagai perawatan
as useful complementary treatments for the prevention of cancer and HIV. One of the komplementer yang berguna untuk mencegah kanker dan HIV. Salah satu wilayah terkaya dan
richest and most diverse regions for Zingiberaceae is Myanmar, with 24 genera and paling beragam untuk Zingiberaceae adalah Myanmar, dengan 24 genus dan sekitar 155
about 155 species. Among them, 24 species of Curcuma plants are widely distributed spesies. Di antaranya, 24 spesies tanaman Curcuma banyak tersebar di seluruh Myanmar dan
throughout Myanmar, and are used as food, spices, medicines, and aesthetics. Curcuma digunakan sebagai makanan, rempah-rempah, obat-obatan, dan keperluan estetika. Curcuma
amada Roxb. is an important member of this genus and is commonly known as mango amada Roxb. adalah anggota penting dari genus ini dan umumnya dikenal sebagai jahe
ginger, due to the raw mangolike aroma of the rhizome. This herbaceous perennial plant mangga, karena aroma mentah yang mirip mangga dari rimpangnya. Tanaman tahunan herba
is locally known as Thayetkin [1], and has a long history of traditional uses ranging from ini dikenal secara lokal sebagai Thayetkin [1], dan memiliki sejarah panjang penggunaan
folk medicine to culinary preparations. The fresh rhizomes of C. amada are consumed as tradisional mulai dari pengobatan rakyat hingga persiapan kuliner. Rimpang segar C. amada
a dipping vegetable. The rhizomes are also utilized in many herbal medicines and dikonsumsi sebagai sayuran cocolan. Rimpangnya juga digunakan dalam berbagai obat herbal
2
ethnomedicines for the treatment of skin diseases, stomach ailments, cough, dan etnomedisin untuk pengobatan penyakit kulit, gangguan lambung, batuk, peradangan, dan
inflammation, and rheumatism. Previous phytochemical studies of C. amada revealed rematik. Penelitian fitokimia sebelumnya tentang C. amada mengungkapkan keberadaan
the presence of labdane diterpenoids, β-sitosterol, and curcumin [2]. Most of the labdan diterpenoid, β-sitosterol, dan kurkumin [2]. Sebagian besar senyawa fitokimia dari C.
phytochemicals of C. amada are found in the genera Curcuma [3–7], Alpinia [8–17], amada ditemukan dalam genus Curcuma [3–7], Alpinia [8–17], Hedychium [18–22], Zingiber
Hedychium [18–22], Zingiber [23], and Aframomum [24–25]. The various [23], dan Aframomum [24–25]. Berbagai tindakan farmakologis, seperti antioksidan,
pharmacological actions, such as antioxidant, antibacterial, antifungal, anti- antibakteri, antijamur, antiinflamasi, antialergi, pestisida hayati, hipoglikemik, dan aktivitas
inflammatory, antiallergic, biopesticide, hypoglyceredemic, and cytoxic activites of C. sitotoksik dari C. amada telah dilaporkan [26]. Dalam penelitian berkelanjutan kami untuk
amada have been reported [26]. In our ongoing research for the discovery of bioactive menemukan senyawa bioaktif dari sumber daya alam Myanmar [27–33], kami melakukan
compounds from Myanmar's natural resources [27–33],we performed biological and penelitian biologis dan fitokimia terhadap C. amada. Dalam tulisan ini, dijelaskan isolasi,
phytochemical studies of C. amada. Herein, the isolation, structural elucidation, and penyelidikan struktur, dan aktivitas antiproliferatif dari senyawa-senyawa yang diisolasi.
antiproliferative activities of the isolated compounds are described.
4 Experimental Eksperimen
General experimental procedures Prosedur eksperimen umum
Optical rotations were recorded on a Jasco P2100 polarimeter. UV spectra were Rotasi optik diukur dengan menggunakan polarimeter Jasco P2100. Spektrum UV diukur
measured on a Shimadzu UV-160A spectrophotometer. Infrared spectra were recorded dengan spektrofotometer Shimadzu UV-160A. Spektrum inframerah diukur dalam bentuk
as KBr pellets on a Jasco FT/IR-460 Plus spectrometer. NMR spectra were recorded at pellet KBr dengan spektrometer Jasco FT/IR-460 Plus. Spektrum NMR diukur pada 600 MHz (H
600 MHz (H NMR) and 150 MHz ( 13C NMR) on a Varian UNITY 600 spectrometer. NMR) dan 150 MHz (13C NMR) dengan spektrometer Varian UNITY 600. Nilai pergeseran kimia
Chemical shift values were expressed in δ (ppm) downfield from TMS as an internal diekspresikan dalam δ (ppm) ke bawah dari TMS sebagai standar internal. Spektrum massa,
standard. The mass spectra, including high-resolution mass spectra, were recorded on a termasuk spektrum massa beresolusi tinggi, diukur dengan spektrometer JEOL MStation JMS-
JEOL MStation JMS-700 spectrometer. Open column chromatography was performed 700. Kromatografi kolom terbuka dilakukan dengan menggunakan gel silika fase normal (silika
with normal-phase silica gel (silica gel 60 N, spherical, neutral, 40−50 μm, Kanto gel 60 N, bentuk bulat, netral, 40−50 μm, Kanto Chemical Co., Inc., Jepang) dan Cosmosil
Chemical Co., Inc., Japan) and Cosmosil 75C18-OPN (Nacalai Tesque Inc., Kyoto, Japan). 75C18-OPN (Nacalai Tesque Inc., Kyoto, Jepang). KLT dilakukan pada pelat silika gel 60F254
TLC was performed on precoated silica gel 60F254 and RP18 F254 plates (Merck, 0.25 or dan RP18 F254 yang telah dilapisi sebelumnya (Merck, ketebalan 0,25 atau 0,50 mm). Garis sel,
0.50 mm thickness). The cell lines, including A549, human lung cancer; HeLa, human termasuk A549, kanker paru-paru manusia; HeLa, kanker serviks manusia; MCF7, kanker
cervical cancer; MCF7, human breast cancer; and PANC-1 and PSN-1, human pancreatic payudara manusia; dan PANC-1 dan PSN-1, kanker pankreas manusia, tersedia dan dipelihara
cancer, were available and maintained in our laboratory. Cell culture flasks and 96-well di laboratorium kami. Labu kultur sel dan piring 96 sumuran berasal dari Corning Inc. (Corning,
plates were from Corning Inc. (Corning, NY, USA). An SH-1200 Microplate Reader® NY, Amerika Serikat). Alat pembaca mikroplat SH-1200® (Corona, Hitachinaka, Jepang)
(Corona, Hitachinaka, Japan) was used to measure the absorbance of the cells in the digunakan untuk mengukur absorbansi sel dalam uji aktivitas antiproliferatif.
antiproliferative activity assay.
Plant material Bahan Tanaman
The fresh rhizomes of C. amada (2.5 kg) were collected from Kyaikmaraw Township, Rimpang segar dari C. amada seberat 2,5 kilogram dikumpulkan dari Kyaikmaraw Township,
Mon State, Myanmar, in September 2016 and identified by Dr. Tin Nwe Ni, a lecturer in Mon State, Myanmar, pada bulan September 2016 dan diidentifikasi oleh Dr. Tin Nwe Ni,
the Department of Botany, University of Yangon. The rhizomes were cut into small seorang dosen di Departemen Botani, Universitas Yangon. Rimpang tersebut dipotong menjadi

3
pieces and dried at room temperature (300 g). A voucher specimen (TMPW 27645) was potongan kecil dan dikeringkan pada suhu ruangan (300 gram). Spesimen voucher (TMPW
deposited at the Museum for Materia Medica, Analytical Research Center for 27645) disimpan di Museum Materia Medica, Pusat Riset Analisis untuk Etnomedis, Institut
Ethnomedicines, Institute of Natural Medicine, University of Toyama, Japan. Kedokteran Alam, Universitas Toyama, Jepang.
Extraction and isolation Ekstraksi dan isolasi
The dried rhizomes of C. amada (300 g) were sonicated in MeOH (2 L, 90 min, ×3) at 30 Rimpang kering C. amada (300 g) direndam dalam MeOH (2 L, 90 menit, ×3) pada suhu 30 °C,
°C, and the solvent was evaporated under reduced pressure to give 35 g of extract. The dan pelarutnya diuapkan di bawah tekanan rendah untuk menghasilkan 35 g ekstrak. Ekstrak
methanol extract (34 g) was chromatographed on silica gel with an EtOAc−n-hexane metanol (34 g) dikromatografi pada silika gel dengan sistem pelarut EtOAc−n-heksana untuk
solvent system to give six fractions [1: EtOAc−n-hexane (0:100) eluate, 1.00 g; 2: memberikan enam fraksi [1: eluat EtOAc−n-heksana (0:100), 1,00 g; 2: eluat EtOAc−n-heksana
EtOAc−n-hexane (10:90) eluate, 1.50 g; 3: EtOAc−n-hexane (20:80) eluate, 5.50 g; 4: (10:90), 1,50 g; 3: eluat EtOAc−n-heksana (20:80), 5,50 g; 4: eluat EtOAc−n-heksana (30:70),
EtOAc−n-hexane (30:70) eluate, 5.34 g; 5: EtOAc−n-hexane (50:50) eluate, 10.6 g; 6: 5,34 g; 5: eluat EtOAc−n-heksana (50:50), 10,6 g; 6: eluat EtOAc−n-heksana (100:0), 3,13 g].
EtOAc−n-hexane (100: 0) eluate, 3.13 g]. Fraction 1 was an oily substance. Fraction 2 Fraksi 1 berupa zat berminyak. Fraksi 2 (1,50 g) dikromatografi ulang pada Cosmosil 75C18-
(1.50 g) was rechromatographed on Cosmosil 75C18-OPN with OPN dengan pelarut aseton−MeCN−MeOH−H2O (2:1:1:1) untuk memberikan tiga subfraksi
acetone−MeCN−MeOH−H2O (2:1:1:1) to give three subfractions [21: 315 mg; 2-2: 77 [21: 315 mg; 2-2: 77 mg; 2-3: 101 mg]. Senyawa 5 (4,7 mg) dan 6 (2,1 mg) diperoleh dari
mg; 2-3: 101 mg]. Compounds 5 (4.7 mg) and 6 (2.1 mg) were obtained from silica gel kromatografi kolom silika dari subfraksi 2-1 (315 mg) dengan n-heksana−EtOAc (9:1), diikuti
column chromatography of subfraction 2-1 (315 mg) with n-hexane−EtOAc (9:1), dengan KLT preparatif fase normal (pTLC) menggunakan benzene−CH2Cl2 (2:1) sebagai fase
followed by normal-phase preparative TLC (pTLC) using benzene−CH2Cl2 (2:1) as the bergerak. Fraksi 3 (5,50 g) dikromatografi ulang pada Cosmosil 75C18-OPN dengan pelarut
mobile phase. Fraction 3 (5.50 g) was rechromatographed on Cosmosil 75C18-OPN with aseton−MeCN−MeOH−H2O (2:1:1:1) untuk memberikan empat subfraksi [3-1: 84,5 mg; 3-2:
acetone−MeCN−MeOH−H2O (2:1:1:1) to afford four subfractions [3-1: 84.5 mg; 3-2: 2.87 2,87 g; 3-3: 284 mg; 3-4: 1,5 g]. Subfraksi 3-2 (2,87 g) dipisahkan dengan kromatografi kolom
g; 3–3: 284 mg; 3-4: 1.5 g]. Subfraction 3-2 (2.87 g) was separated by silica gel column silika menggunakan CH2Cl2−EtOAc (9:1, 8:2, 7:3) untuk memberikan tiga subfraksi [3-2-1: 250
chromatography with CH2Cl2−EtOAc (9:1, 8:2, 7:3) to give three subfractions [3-2-1: 250 mg; 3-2-2: 64 mg; 3-2-3: 240 mg]. Pemurnian subfraksi 3-2-1 (250 mg) dengan KLT fase normal,
mg; 3-2-2: 64 mg; 3-2-3: 240 mg]. Purification of subfraction 3-2-1 (250 mg) by normal- menggunakan n-heksana−EtOAc (9:1), menghasilkan senyawa 7 (15 mg) dan 8 (15 mg).
phase pTLC, using nhexane−EtOAc (9:1), gave 7 (15 mg) and 8 (15 mg). Compounds 9 (11 Senyawa 9 (11 mg) dan 10 (35 mg) diperoleh dari pemurnian subfraksi 3-2-2 (64 mg) dengan
mg) and 10 (35 mg) were obtained from the purification of subfraction 3-2-2 (64 mg) by KLT fase normal menggunakan n-heksana−EtOAc (9:1). Pemurnian subfraksi 3–2-3 (240 mg)
normal-phase pTLC with n-hexane−EtOAc (9:1). Purification of subfraction 3–2-3 (240 dengan KLT fase normal, menggunakan n-heksana−EtOAc (9:1), menghasilkan senyawa 2 (9,7
mg) by normal-phase pTLC, using n-hexane−EtOAc (9:1), afforded 2 (9.7 mg), 11 (2.0 mg), 11 (2,0 mg), dan 12 (2,1 mg). Fraksi 4 (5,34 g) dikromatografi ulang pada Cosmosil 75C18-
mg), and 12 (2.1 mg). Fraction 4 (5.34 g) was rechromatographed on Cosmosil 75C18- OPN dengan pelarut aseton−MeCN−MeOH−H2O (2:1:1:1) untuk memberikan tiga subfraksi [4-
OPN with acetone−MeCN−MeOH−H2O (2:1:1:1) 1: 94 mg; 4-2: 429 mg; 4-3: 1,15 g]. Pemisahan subfraksi 4-2 (429 mg) dengan kromatografi
to afford three subfractions [4-1: 94 mg; 4-2: 429 mg; 4-3: 1.15 g]. Rechromatographic kolom silika menggunakan n-heksana−EtOAc (4:1), diikuti dengan KLT fase balik menggunakan
separation of subfraction 4-2 (429 mg) by silica gel column chromatography using n- MeOH−H2O (9:1), menghasilkan senyawa 1 (2,0 mg) dan 13 (15 mg). Subfraksi 4-3 (1,15 g)
hexane−EtOAc (4:1), followed by reverse-phase pTLC using MeOH−H2O (9:1), afforded 1 dikromatografi ulang pada kolom silika, menggunakan n-heksana−aseton (9:1, 7:1, 4:1), untuk
(2.0 mg) and 13 (15 mg). Subfraction 4-3 (1.15 g) was rechromatographed on a silica memberikan tiga subfraksi [4-3-1: 385 mg; 4-3-2: 282 mg; 4-3-3: 238 mg]. Pemurnian lanjutan
gel column, using n-hexane−acetone (9:1, 7:1, 4:1), to give three subfractions [4-3-1: subfraksi 4-3-2 (282 mg) dengan KLT fase normal, menggunakan n-heksana−CH2Cl2-aseston
4
385 mg; 4-3-2: 282 mg; 4-3-3: 238 mg]. Further purification of subfraction 4-3-2 (282 g) (1:1:0.1), menghasilkan senyawa 3 (2 mg), 14 (1,5 mg), 15 (2,0 mg), 4 (2,0 mg), 16 (6,0 mg),
by normal-phase pTLC, using n-hexane−CH2Cl2-acetone (1:1:0.1), yielded 3 (2 mg), 14 dan 17 (6,3 mg).
(1.5 mg), 15 (2.0 mg), 4 (2.0 mg), 16 (6.0 mg), and 17 (6.3 mg).
12 β-Hydroxy-15-norlabda-8(17),13(14)-dien-16-oic acid (1): colorless oil; [α]25 D +14(c 12 β-Hydroxy-15-norlabda-8(17),13(14)-dien-16-oic acid (1): cairan tak berwarna; [α]25 D
0.1, CHCl3); UV (MeOH) λmax (log ε) 206 (3.77) nm; IR (KBr) νmax 3445, 2932, 1705, +14(c 0,1, CHCl3); UV (MeOH) λmax (log ε) 206 (3,77) nm; IR (KBr) νmax 3445, 2932, 1705,
1680 cm C NMR data, see Table 1; EIMS m/z 306 [M] – 11 13; H and + (4); HREIMS m/z 1680 cm. Data NMR C, lihat Tabel 1; EIMS m/z 306 [M] – 11 13; H dan + (4); HREIMS m/z
306.2186 [M] + (calcd. for C19H30O3: 306.2195). (E)-15-Ethoxy-15-methoxylabda- 306.2186 [M] + (dihitung untuk C19H30O3: 306.2195). (E)-15-Ethoxy-15-methoxylabda-
8(17),12-dien-16-al (2): colorless oil; [ α] 25 D +11(c 0.1, MeOH); UV (MeOH) λmax (log 8(17),12-dien-16-al (2): cairan tak berwarna; [ α] 25 D +11(c 0,1, MeOH); UV (MeOH) λmax (log
ε) 227 (4.03) nm; IR (KBr) νmax 2930, 1745, 1677, 1461, 1364, 1255, 1120 cm – 1 1 ; H ε) 227 (4,03) nm; IR (KBr) νmax 2930, 1745, 1677, 1461, 1364, 1255, 1120 cm – 1 1 ; H dan 13
and 13 (5); HREIMS m/z 362.2823 [M] C NMR data, see Table 2; EIMS m/z 362 [M] + + (5); HREIMS m/z 362.2823 [M] C, lihat Tabel 2; EIMS m/z 362 [M] + + (dihitung untuk
(calcd. for C23H38O3: 362.2821). (E)-15 α-Ethoxy-14 α-hydroxylabda-8(17),12-dien-16- C23H38O3: 362.2821). (E)-15 α-Ethoxy-14 α-hydroxylabda-8(17),12-dien-16-olide (3): cair-
olide (3): col- orless oil; [α] 25 D + 103 (c 0.1, MeOH); UV (MeOH) λmax (log ε) 206 (3.91) atau bau; [α] 25 D +103 (c 0,1, MeOH); UV (MeOH) λmax (log ε) 206 (3,91) nm; IR (KBr) νmax
nm; IR (KBr) νmax 3469, 2935, 2386, 1767, 1657, 1461, 1341, 1194 cm – 1 1 13 ; H and C 3469, 2935, 2386, 1767, 1657, 1461, 1341, 1194 cm – 1 1 13 ; H dan C, lihat Tabel 2; EIMS m/z
NMR data, see Table 2; EIMS m/z 362 [M] + (7); HREIMS m/z 362.2459 [M] + (calcd. for 362 [M] + (7); HREIMS m/z 362.2459 [M] + (dihitung untuk C22H34O4: 362.2457). 15-Ethoxy-
C22H34O4: 362.2457). 15-Ethoxy-12 β-hydroxylabda-8(17),13(14)-dien-16,15-olide (4): 12 β-hydroxylabda-8(17),13(14)-dien-16,15-olide (4): cairan tak berwarna; [α] 25 D +39(c 0,1,
colorless oil; [α] 25 D +39(c 0.1, MeOH); UV (MeOH) λmax (log ε) 225 (4.08) nm; IR (KBr) MeOH); UV (MeOH) λmax (log ε) 225 (4,08) nm; IR (KBr) νmax 3449, 2932, 1745, 1677, 1460,
νmax 3449, 2932, 1745, 1677, 1460, 1336, 1125, 1037 cm – 1 1 13 ; H and C NMR data, 1336, 1125, 1037 cm – 1 1 13 ; H dan C, lihat Tabel 3; EIMS m/z 362 [M] + (7); HREIMS m/z
see Table 3; EIMS m/z 362 [M] + (7); HREIMS m/z 362.2451 [M] + (calcd. for C22H34O4: 362.2451 [M] + (dihitung untuk C22H34O4: 362.2457).
362.2457).
In vitro antiproliferative activity Aktivitas antiproliferatif in vitro
The in vitro antiproliferative activities of the crude extracts and the isolated compounds Kegiatan antiproliferasi in vitro dari ekstrak kasar dan senyawa yang diisolasi terhadap garis sel
against the A549 (human lung cancer), HeLa (human cervix cancer), MCF7 (human A549 (kanker paru-paru manusia), HeLa (kanker leher rahim manusia), MCF7 (kanker payudara
breast cancer), and PANC-1 and PSN-1 (human pancreatic cancer) cell lines were manusia), serta garis sel kanker pankreas manusia PANC-1 dan PSN-1 dievaluasi dengan
evaluated by the procedure described previously [27]. Briefly, each cell line was seeded prosedur yang telah dijelaskan sebelumnya [27]. Singkatnya, setiap garis sel ditanam dalam
in 96-well plates (2 × 10 3 per well) and cultured in either α-Minimum piring sumuran 96 lubang (2 × 10 3 per lubang) dan dibiakkan dalam Medium α-Minimum
Essential Medium ( α-MEM) or Dulbecco's Modified Eagle Medium (DMEM) at 37 °C, Essential ( α-MEM) atau Medium Dulbecco's Modified Eagle (DMEM) pada suhu 37 °C, di
under a 5% CO2 and 95% air atmosphere for 24 h. αMEM with L-glutamine and phenol bawah atmosfer 5% CO2 dan 95% udara selama 24 jam. α-MEM dengan L-glutamin dan fenol
red (Wako) was used for the A549, HeLa, and MCF7 cell lines, and DMEM was used for merah (Wako) digunakan untuk garis sel A549, HeLa, dan MCF7, sedangkan DMEM digunakan
the PANC-1 and PSN-1 cell lines. All media were supplemented with 10% fetal bovine untuk garis sel PANC-1 dan PSN-1. Semua media dilengkapi dengan 10% serum fetal bovin
serum (FBS, Sigma) and 1% antibiotic antimycotic solution (Sigma). The medium for the (FBS, Sigma) dan 1% larutan antibiotik antijamur (Sigma). Media untuk sel A549 dilengkapi
A549 cells was supplemented with 1% 0.1 mM nonessential amino acids (NEAA, Gibco), dengan 1% asam amino nonesensial 0,1 mM (NEAA, Gibco), dan media untuk sel HeLa dan
and that for the HeLa and MCF7 cells contained 1% 0.1 mM non-essential amino acids MCF7 mengandung 1% asam amino nonesensial 0,1 mM (NEAA, Gibco) dan 1% piruvat
5
(NEAA, Gibco) and 1% 1 mM sodium pyruvate (Gibco). After the cells were washed natrium 1 mM (Gibco). Setelah sel-sel dicuci dengan PBS (Nissui Pharmaceuticals), dilakukan
with PBS (Nissui Pharmaceuticals), serial dilutions of the samples to be tested were pengenceran berturut-turut dari sampel yang akan diuji. Setelah inkubasi selama 72 jam, sel-
added. After 72 h incubation, the cells were washed with PBS, and 100 μLof α-MEM or sel dicuci dengan PBS, dan 100 μL α-MEM atau DMEM yang mengandung 10% larutan kit
DMEM containing 10% WST-8 cell counting kit solution (Dojindo; Kumamoto, Japan) was penghitungan sel WST-8 (Dojindo; Kumamoto, Jepang) ditambahkan ke dalam lubang. Setelah
added to the wells. After 2 h incubation, the absorbance at 450 nm was measured. The inkubasi selama 2 jam, absorbansi pada 450 nm diukur. Konsentrasi pengenceran berturut-
concentrations of the serial dilutions of the tested samples were 100−10 μg/mL for the turut dari sampel yang diuji adalah 100-10 μg/mL untuk ekstrak kasar, 100-1 μM untuk
crude extract, 100−1 μM for the isolated compounds, and 20−1 μM for the positive senyawa yang diisolasi, dan 20-1 μM untuk kontrol positif, masing-masing.
control, respectively.
4 BAGAN ALIR ISOLASI

PPt

6
1. Title Phytochemical and pharmacological evaluation of methanolic extracts Evaluasi fitokimia dan farmakologi ekstrak metanol Etlingera fimbriobracteata
of Etlingera fimbriobracteata (Zingerberaceae) (Zingerberaceae)
Jurnal South African Journal of Botany 121 (2019) 45–53
Publisher Elsevier
Author A.F.M. Shahid-Ud-Daula,M.A.A.Kuyah, A.S. Kamariah, L.B.L.Lim, N.Ahmad
2 ABSTRACT ABSTRAK
Etlingera species are widely used traditionally as cooking herbs for their medicinal Etlingera species digunakan secara luas sebagai bahan masakan tradisional karena sifat-sifat
properties and also used as cosmetics by different ethnic communities in Borneo. This obatnya dan juga digunakan sebagai kosmetik oleh berbagai komunitas etnis di Borneo. Studi
study investigated the bioactive potential of methanolic extracts of leaves, stems and ini meneliti potensi bioaktif dari ekstrak metanol daun, batang, dan rimpang Etlingera
rhizomes of Etlingera fimbriobracteata. Standard methods were applied to detect the fimbriobracteata. Metode standar diterapkan untuk mendeteksi keberadaan fitokimia dan
presence of phytochemicals and to determine the phenolic content in methanolic menentukan kandungan fenolik dalam ekstrak metanol daun, batang, dan rimpang E.
extracts of leaves, stems and rhizomes of E. fimbriobracteata. Plant extracts were fimbriobracteata. Ekstrak tanaman dikenakan evaluasi antioksidan (DPPH, ABTS, uji daya
subjected to antioxidant (DPPH, ABTS, reducing power assay, ferric-reducing antioxidant reduksi, daya antioksidan reduktor besi dan kapasitas antioksidan total) dan antimikroba
power and total antioxidant capacity) and antimicrobial (disc diffusion) evaluations. (difusi cakram). Aktivitas antidiabetes (selama 4 minggu menggunakan tikus Wistar) dan
Antidiabetic (for 4 weeks using Wistar rats) and anticancer (MTT assay) activities were antikanker (uji MTT) juga ditentukan untuk ekstrak daun E. fimbriobracteata. Skrining fitokimia
also determined for leaves extract of E. fimbriobracteata. Phytochemicals screening mengungkapkan keberadaan steroid, glikosida jantung, dan saponin. Ekstrak daun
revealed the presence of steroids, cardiac glycosides and saponins. Leaves extract menunjukkan jumlah senyawa polifenolik dan aktivitas antioksidan tertinggi dibandingkan
showed the highest amount of polyphenolic compounds and antioxidant activity than dengan batang dan rimpang. Korelasi yang signifikan (p b 0,01) diamati antara senyawa fenolik
those of stems and rhizomes. A significant correlation (p b 0.01) was observed between (TPC, TFC, dan TFlC) dan aktivitas antioksidan. Ekstrak tanaman menunjukkan penghambatan
the phenolic compounds (TPC, TFC, and TFlC) and antioxidant activity. The plant extracts yang lemah terhadap bakteri Gram-positif tetapi resisten terhadap bakteri Gram-negatif dan
showed weak inhibition against Gram-positive bacteria but resistance against Gram- jamur terpilih. Ekstrak daun tidak menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kadar gula
negative bacteria and selected fungi. Leaves extract did not show any significant darah tikus yang diobati. Namun, ekstrak daun menunjukkan aktivitas sedang terhadap garis
reduction in the blood sugar level of treated rats. However, it showed moderate activity sel kanker serviks manusia (CasKi) dengan nilai IC50 sebesar 106,21 μg/mL. Aktivitas
against the human cervical cancer cell line (CasKi) with IC50 value of 106.21 μg/mL. The antioksidan dan antikanker ekstrak daun E. fimbriobracteata menunjukkan potensi
antioxidant and anticancer activities of leaves extract of E. fimbriobracteata indicate its penggunaannya dalam pengobatan penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas dan kanker.
potential usage in the treatment of free radical induced diseases and cancer.
3 INTRODUCTION PENDAHULUAN
The genus Etlingera consists of terrestrial and perennial herbs in the ginger family, Genus Etlingera terdiri dari tanaman herbal daratan dan abadi dalam keluarga jahe,
Zingiberaceae. More than 100 different species are found predominantly close to the Zingiberaceae. Lebih dari 100 spesies yang berbeda ditemukan terutama dekat garis
equator and at least 40 species are known in the rain forests of Borneo (Poulsen, 2006). khatulistiwa, dan setidaknya 40 spesies dikenal di hutan hujan Borneo (Poulsen, 2006).
Eighty-five percent of the 40 species are endemics to Borneo and 33% are found in Delapan puluh lima persen dari 40 spesies tersebut endemik di Borneo dan 33% ditemukan di
7
Brunei Darussalam. Etlingera species are widely used by different communities in Brunei Darussalam. Spesies Etlingera secara luas digunakan oleh berbagai komunitas di Borneo
Borneo for various purposes such as food, condiments, medicines, cosmetics and untuk berbagai tujuan seperti makanan, bumbu, obat-obatan, kosmetik, dan hiasan (Lachumy
ornaments (Lachumy et al., 2010). The inner sheaths of leafy shoots of E. coccinea, E. et al., 2010). Selubung dalam tunas daun E. coccinea, E. elatior, E. littoralis, E. sessilanthera, E.
elatior, E. littoralis, E. sessilanthera, E. velutina and E. rubromarginata, fruits of E. velutina, dan E. rubromarginata, buah E. littoralis, serta bunga E. elatior dan E. maingayi,
littoralis and flowers of E. elatior and E. maingayi, are consumed as condiments, eaten dikonsumsi sebagai bumbu, dimakan mentah atau dimasak di Malaysia, Brunei, dan Thailand
raw or cooked in Malaysia, Brunei and Thailand (Poulsen, 2006). More specialized uses (Poulsen, 2006). Penggunaan khusus lainnya termasuk rimpang E. baramensis sebagai parfum,
include the rhizomes of E. baramensis as perfume, fruits of E.elatior and E. buah E. elatior dan E. pyramidosphaera sebagai sampo, dan rimpang E. punica sebagai
pyramidosphaera as shampoo, and rhizomes of E. punica as spice. Leaves of E. rempah. Daun E. brevilabrum dan E. elatior digunakan sebagai obat pada anak-anak untuk
brevilabrum and E. elatior are used as medicine in children against long-lasting fever and mengatasi demam yang berkepanjangan dan membersihkan luka, secara berurutan (Poulsen,
cleaning wounds, respectively (Poulsen, 2006). The people of Borneo also use E. 2006). Orang-orang di Borneo juga menggunakan E. brevilabrum secara eksternal untuk
brevilabrum externally in the treatment of skin problems and itchiness (sheaths are mengobati masalah kulit dan gatal-gatal (selubungnya digosokkan ke daerah yang terkena) dan
rubbed on to the affected area) and sore eyes (juice of young shoots made into eye mata yang bengkak (jus tunas muda dibuat tetes mata). Beberapa spesies Etlingera lainnya (E.
drops). Several other species of Etlingera (E. foetens, E. belalongensis, E. elatior, E. foetens, E. belalongensis, E. elatior, E. brevilabrum, E. pyramidosphaera, E. sessilanthera, dan
brevilabrum, E. pyramidosphaera, E. sessilanthera and E. pyramidosphaera) have also E. pyramidosphaera) juga telah digunakan sebagai obat dalam pengobatan berbagai masalah
been used as medicine in the treatment of a variety of health problems such as kesehatan seperti rematik, penyakit kuning, gangguan saluran kemih, sakit kepala, sakit perut,
rheumatism, jaundice, urinary ailments, headache, stomach-ache, snake bite and sengatan ular, dan diare (Poulsen, 2006).
diarrhea (Poulsen, 2006).
Meskipun banyak penggunaan tradisional dan klaim pengobatan dari berbagai spesies
Despite many traditional uses and medicinal claims of different species of Etlingera, very Etlingera, sangat sedikit penelitian ilmiah yang telah dilakukan untuk memvalidasi klaim-klaim
few scientific studies have been carried out to validate these claims. Our study here ini. Studi kami di sini difokuskan pada E. fimbriobracteata (K. Schum.) R.M. Sm. Hingga saat ini,
focused on E. fimbriobracteata (K. Schum.) R.M. Sm. Until now, there had not been any belum ada laporan yang diterbitkan mengenai karakterisasi fitokimia dan aktivitas biologis
published reports concerning the phytochemical characterization and biological spesies ini. Etlingera fimbriobracteata adalah jahe raksasa proto-terestrial yang terbatas pada
activities of this species. Etlingera fimbriobracteata is a proto-terrestrial giant ginger tepian sungai Sg. Temburong dan Sg. Belalong, Brunei Darussalam. Spesies ini dikenal secara
confined to river banks of Sg. Temburong and Sg. Belalong, Brunei Darussalam. This lokal sebagai 'tukung atau layun' (oleh suku Iban dan Kelabit) dan dilaporkan sebagai tanaman
species is locally known as ‘tukung or layun’ (by Ibans and Kelabits) and reported as an endemik di Sarawak dan Brunei (Poulsen, 2006). Bunga-bunganya muncul dari rimpang dekat
endemic plant in Sarawak and Brunei (Poulsen, 2006). Their inflorescences arise from pangkal, tertanam di dalam tanah, dengan banyak bunga kuning. Menurut Pederson (2004),
the rhizomes near the base, embedded in the soil, with numerous yellow flowers. spesies ini dibuahi oleh burung madu kecil (Arachnothera longirostra). Baik daun yang berbau
According to Pederson (2004), this species is pollinated by the little spider hunter kuat maupun batangnya merupakan bahan penting dalam masakan lokal. Tunas muda dan
(Arachnothera longirostra). Both the leaves which are strongly scented and stems bunga muda dimakan sebagai sayuran oleh komunitas pribumi di Borneo. Buah yang masak
constitute very important ingredients in local cooking. Young shoots and young dapat dimakan mentah dan memiliki rasa manis-asam. Daun mereka digunakan untuk
inflorescences are eaten as vegetables by indigenous communities in Borneo. Ripe fruits membungkus nasi, sedangkan selubung daun digunakan secara luas untuk membuat tikar.
can be eaten raw and has a sweet-sour taste. Their leaves are used to wrap rice, while
8
the leaf sheaths are widely used for making mats. Studi ini dilakukan untuk menentukan fitokonstituen dan mengevaluasi aktivitas antioksidan,
antimikroba, antidiabetes, dan antikanker dari ekstrak metanol daun, batang, dan rimpang E.
The present study was carried out to determine the phytoconstituents and evaluate the fimbriobracteata.
antioxidant, antimicrobial, antidiabetic and anticancer activities of methanolic extracts
of leaves, stems and rhizomes of E. fimbriobracteata.
4 METHODS METODE
Plant material Bahan tanaman
The leaves, stems and rhizomes of E. fimbriobracteata were collected from the riverine Daun, batang, dan rimpang E. fimbriobracteata dikumpulkan dari hutan tepi sungai di Sg.
forest of Sg. Temburong, Temburong District, Brunei Darussalam in April 2013. The plant Temburong, Distrik Temburong, Brunei Darussalam pada bulan April 2013. Spesimen tanaman
specimen was identified by Dr.Kamariah Abu Salim (of Universiti Brunei Darussalam) and diidentifikasi oleh Dr. Kamariah Abu Salim (dari Universiti Brunei Darussalam) dan diautentikasi
authenticated by Dr. Axel Poulsen (of the University of Oslo). A voucher specimen (No. oleh Dr. Axel Poulsen (dari Universitas Oslo). Spesimen voucher (No. SUD 02) dan koleksi
SUD 02) and spirit collection of the flowers (No. SUD 02) were deposited in the Universiti bunga (No. SUD 02) disimpan di Herbarium Universiti Brunei Darussalam (UBDH) dan
Brunei Darussalam Herbarium (UBDH) and the National Herbarium of Brunei Darussalam Herbarium Nasional Brunei Darussalam (BRUN).
(BRUN).
Determination of moisture content Penentuan kadar air
Different parts of E. fimbriobracteata were subjected to two different drying methods, Berbagai bagian dari E. fimbriobracteata diuji dengan dua metode pengeringan yang berbeda,
i.e., oven drying and freeze drying method. For each drying method, 20 g of each sample yaitu pengeringan oven dan metode pengeringan beku. Untuk setiap metode pengeringan, 20
(leaves, stems and rhizomes) were spread out evenly in a sample boat. Drying was g dari masing-masing sampel (daun, batang, dan rimpang) disebar merata dalam sebuah
carried out separately in an oven at 60 °C and a freeze dryer under vacuum until wadah sampel. Pengeringan dilakukan secara terpisah dalam oven pada suhu 60 °C dan
constant weight was obtained. The moisture content in percentage was then pengering beku di bawah tekanan hingga diperoleh berat yang konstan. Kemudian, kandungan
determined and recorded. kelembaban dalam persentase ditentukan dan dicatat.
Preparation of the methanol extracts Persiapan ekstrak metanol
After freeze drying, the dried materials were ground to a fine powder using a laboratory Setelah pengeringan beku, bahan-bahan yang telah dikeringkan dihaluskan menjadi bubuk
mill. The plant samples (30 g) were extracted with 250 mL methanol using soxhlet halus menggunakan mesin laboratorium. Sampel tanaman (30 g) diekstraksi dengan 250 mL
apparatus for 6–8 h. The extracts were evaporated to dryness under reduced pressure metanol menggunakan alat soxhlet selama 6-8 jam. Ekstrak kemudian diuapkan hingga kering
at 40 °C using a rotary evaporator. The crude extracts were then dried in a freeze dryer di bawah tekanan rendah pada suhu 40 °C menggunakan evaporator rotari. Ekstrak mentah
and stored in desiccators at 4 °C until use. The extract recovery was expressed as kemudian dikeringkan lagi dengan pengering beku dan disimpan dalam desikator pada suhu 4
milligram of extract per gram of freeze dried plant material. °C hingga digunakan. Pemulihan ekstrak diungkapkan sebagai miligram ekstrak per gram
material tanaman yang dikeringkan beku.
Phytochemical screening Skrining fitokimia
The plant extracts were subjected to different chemical tests to determine the Ekstrak tanaman telah menjalani berbagai tes kimia yang berbeda untuk menentukan
phytoconstituent contents such as alkaloids, cardiac glycosides, steroids, saponins and kandungan fitokonstituen seperti alkaloid, glikosida jantung, steroid, saponin, dan antrakuinon

9
anthraquinones according to the method described by Sofowora (1996) and Evans sesuai dengan metode yang dijelaskan oleh Sofowora (1996) dan Evans (2009).
(2009).
Determination of the amount of phenolic compounds Penentuan jumlah senyawa fenolik
A. Total phenolic content (TPC) A. Kandungan fenolik total (TPC)
The TPC was determined spectrophotometrically, using Folin–Ciocalteu reagent TPC ditentukan secara spektrofotometri, menggunakan reagen Folin-Ciocalteu sesuai dengan
according to the method described by Shahid-Ud-Daula et al. (2015). metode yang dijelaskan oleh Shahid-Ud-Daula dkk. (2015).
B. Total flavonoid content (TFC) B. Kandungan flavonoid total (TFC)
The TFC was determined using the method described by Lin and Tang (2007) with some TFC ditentukan menggunakan metode yang dijelaskan oleh Lin dan Tang (2007) dengan
modifications. An aliquot of 0.5 mL of the extract was mixed with 1.5 mL of methanol beberapa modifikasi. Aliquot sebanyak 0,5 mL dari ekstrak dicampur dengan 1,5 mL metanol
(95%), 0.1 mL of aluminum chloride hexahydrate (10%), 0.1 mL of potassium acetate (1 (95%), 0,1 mL aluminium klorida heksahidrat (10%), 0,1 mL kalium asetat (1 M), dan 2,8 mL air
M) and 2.8 mL of distilled water. The solution was thoroughly mixed and the absorbance destilasi. Larutan tersebut dicampur dengan baik dan absorbansinya diukur pada panjang
was measured at 415 nm using a UV-spectrophotometer. Results were expressed as mg gelombang 415 nm menggunakan spektrofotometer UV. Hasilnya diungkapkan sebagai mg
of quercetin equivalent per gram of dry extract (mg QE/g) and calculated from a setara quercetin per gram ekstrak kering (mg QE/g) dan dihitung dari kurva kalibrasi quercetin
calibration curve of quercetin in the concentration range of 0–50 μg/mL. dalam rentang konsentrasi 0-50 μg/mL.
C. Determination of total flavonol content (TFlC) C. Penentuan kandungan flavonol total (TFlC)
The TFlC was determined according to the method described by Kumaran and Joel TFlC ditentukan sesuai dengan metode yang dijelaskan oleh Kumaran dan Joel Karunakaran
Karunakaran (2007). The results were expressed as mg of quercetin equivalent per gram (2007). Hasilnya diungkapkan sebagai mg setara quercetin per gram ekstrak kering (mg QE/g),
of dry extract (mg QE/g), determined by extrapolating the standard calibration curve of yang ditentukan dengan ekstrapolasi kurva kalibrasi standar quercetin (0-50 μg/mL).
Quercetin (0–50 μg/mL).
Antioxidant assays Tes antioksidan
A. DPPH radical scavenging activity A. Aktivitas penangkapan radikal DPPH
The scavenging activity of DPPH radical was measured according to the method Aktivitas penangkapan radikal DPPH diukur sesuai dengan metode yang dijelaskan oleh Cavar
described by Cavar et al. (2012) with some modifications. An aliquot of 3 mL DPPH (0.1 dkk. (2012) dengan beberapa modifikasi. Aliquot sebanyak 3 mL larutan DPPH (0,1 mM) yang
mM) solution prepared in methanol was added to 300 μL of various concentrations (5– disiapkan dalam metanol ditambahkan ke 300 μL berbagai konsentrasi (5–500 μg/mL) ekstrak
500 μg/mL) of methanolic extracts of leaves, stems and rhizomes. The reaction mixtures metanol dari daun, batang, dan rimpang. Campuran reaksi dibiarkan bereaksi dalam kegelapan
were left to react in the dark for 30 min at room temperature and the absorbance was selama 30 menit pada suhu ruangan, dan absorbansinya diukur pada panjang gelombang 517
measured at 517 nm. Ascorbic acid and BHT (same concentration as plant extracts) were nm. Asam askorbat dan BHT (dengan konsentrasi yang sama dengan ekstrak tanaman)
used as standards and were subjected to the same procedure for comparison. The DPPH digunakan sebagai standar dan menjalani prosedur yang sama untuk perbandingan. Aktivitas
radical scavenging activity or inhibitory concentration (IC) was calculated using the penangkapan radikal DPPH atau konsentrasi inhibisi (IC) dihitung menggunakan persamaan
following equation: IC (%) = [(A0 − As)/A0]×100,where,A0 is the absorbance value of berikut: IC (%) = [(A0 - As)/A0] × 100, di mana A0 adalah nilai absorbansi kontrol dan As adalah
control and As is the absorbance of test sample. The % inhibition of both standards and absorbansi sampel uji. Persentase inhibisi dari standar dan sampel uji dihitung untuk setiap
test samples were calculated for each concentration and graphs of % inhibition against konsentrasi dan grafik persentase inhibisi terhadap konsentrasi dibuat. Dari grafik ini,
1
0
concentration were plotted. From these graphs, the concentrations that reduce the konsentrasi yang mengurangi absorbsi larutan DPPH sebesar 50% (IC) dihitung.
absorption of DPPH solution by 50% (IC) were calculated. B. Aktivitas penangkapan radikal bebas ABTS
B. ABTS-free radical scavenging activity Aktivitas penangkapan radikal kation ABTS (ABTS•+) dari ekstrak dilakukan sesuai dengan
•+
ABTS radical cation (ABTS ) scavenging activity of the extracts was performed according prosedur yang dijelaskan oleh Ahmad dkk. (2013) dengan sedikit modifikasi. Larutan ABTS
to the procedure described by Ahmad et al. (2013) with minor modifications. The ABTS disiapkan dengan mencampurkan volume yang sama dari ABTS (7 mM) dan kalium persulfat
solution was prepared by mixing equal volume of ABTS (7 mM) and potassium (2,45 mM) dan disimpan dalam kegelapan pada suhu ruangan selama 12 jam. Sebelum
persulfate (2.45 mM) and stored in the dark at room temperature for 12 h. Prior to use, digunakan, larutan ini diencerkan dengan metanol (1:50) hingga mendapatkan absorbansi
the solution was diluted with methanol (1:50) to get an absorbance of 0.706 ± 0.01 at sekitar 0,706 ± 0,01 pada 734 nm. Aliquot sebanyak 300 μL berbagai konsentrasi ekstrak (5–
734 nm. An aliquot of 300 μL of various concentrations of extracts (5–500 μg/mL) or 500 μg/mL) atau kontrol negatif (metanol murni) ditambahkan ke 3 mL larutan ABTS. Setelah
negative control (absolute methanol) was added to 3 mL of ABTS solution. After diinkubasi selama 6 menit dalam kegelapan, absorbansi campuran dibaca pada 734 nm.
incubation for 6 min in the dark, the absorbance of the mixture was read at 734 nm. The Aktivitas penangkapan radikal ini diungkapkan sebagai konsentrasi inhibisi dalam persentase
radical scavenging activity was expressed as the inhibition concentration in percentage (IC%) dan dihitung menggunakan persamaan berikut: Aktivitas penangkapan (IC%) = (1 - As/Ac)
(IC%) and calculated using the following equation: Scavenging activity (IC%) = (1 – As/Ac) × 100, di mana As adalah absorbansi ekstrak dan Ac adalah absorbansi kontrol. Nilai IC50 yang
× 100, where As is the absorbance of extract and Ac is the absorbance of control. The menyatakan konsentrasi sampel yang diperlukan untuk menyebabkan inhibisi 50% radikal
IC50 value which was expressed as the concentration of the sample required to cause ABTS•+ ditentukan dari grafik aktivitas penangkapan terhadap konsentrasi. Asam askorbat dan
50% inhibition of the ABTS•+ radicals was determined from the graph of scavenging BHT (dengan konsentrasi yang sama dengan ekstrak tanaman) digunakan sebagai standar.
activity against concentration. Ascorbic acid and BHT (same concentration as plantC. Uji daya reduksi (RPA)
extracts) were used as standards. Daya reduksi ekstrak tanaman ditentukan dengan metode yang dijelaskan oleh Shahid-Ud-
C. Reducing power assay (RPA) Daula dkk. (2015).
The reducing power of plant extracts was determined by the method described by D. Uji FRAP (ferric-reducing antioxidant power)
Shahid-Ud-Daula et al. (2015). Kemampuan reduksi besi (FRAP) dari ekstrak diestimasi berdasarkan metode yang
D. FRAP (ferric-reducing antioxidant power) assay dikembangkan oleh Karim dkk. (2014) dengan beberapa modifikasi. Reagen FRAP disiapkan
The ferric reducing ability of the extracts was estimated based on the method of Karim secara segar dengan mencampurkan 100 mL larutan buffer asetat (300 mM, pH 3,6), 10 mL
et al. (2014) with some modifications. FRAP reagent was freshly prepared by mixing 100 larutan TPTZ (10 mM TPTZ dalam 40 mM asam hidroklorida) dan 10 mL heptahidrat klorida
mL of acetate buffer (300 mM, pH 3.6), 10 mL of TPTZ solution (10 mM TPTZ in 40 mM besi (20 mM) dalam rasio 10:1:1. Aliquot sebanyak 0,3 mL dari berbagai konsentrasi (5-500
hydrochloric acid) and 10 mL ferric chloride heptahydrate (20 mM) in a ratio of 10:1:1. μg/mL) ekstrak atau metanol murni (blank) dicampur dengan 3 mL reagen FRAP dan dibiarkan
An aliquot of 0.3 mL of various concentrations (5-500 μg/mL) of extracts or absolute bereaksi selama 30 menit dalam kegelapan. Kemudian, TPTZ (kompleks besi ferus
methanol (the blank) was mixed with 3 mL of FRAP reagent and allowed to react for 30 tripiridiltriazin) diukur pada panjang gelombang 593 nm. Nilai EC50 ditentukan sebagai
min in the dark. The TPTZ (ferrous tripyridyltriazine complex) was then measured at 593 konsentrasi sampel yang diperlukan untuk menghasilkan absorbansi 0,5. Potensi antioksidan
nm. The value EC50 was determined as the concentration of each sample required to ekstrak tanaman dibandingkan dengan standar, asam askorbat dan BHT, pada konsentrasi
give 0.5 absorbance. The antioxidant potential of the plant extract was compared with yang sama.
those of standards, ascorbic acid and BHT, at the same concentration. absorbance of the
1
1
blue colored Fe2+ E. Kapasitas antioksidan total (TAC)
E. Total antioxidant capacity (TAC) TAC dari ekstrak tanaman dievaluasi menggunakan uji fosfomolibdenum yang dijelaskan oleh
The TAC of the plant extract was evaluated using the phosphomolybdenum assay Saeed dkk. (2012). Aliquot sebanyak 0,3 mL ekstrak metanol (1 mg/mL) dicampur dengan 3 mL
described by Saeed et al. (2012).Analiquot of 0.3 mL of methanolic extracts (1 mg/mL) larutan reagen (0,6 M asam sulfat, 28 mM natrium fosfat, dan 4 mM amonium molibdat).
was mixed with 3 mL of reagent solution (0.6 M sulfuric acid, 28 mM sodium phosphate Campuran reaksi diinkubasi pada suhu 95 °C selama 90 menit dalam bak air dan menghasilkan
and 4 mM ammonium molybdate). The reaction mixture was incubated at 95 °C for 90 warna hijau. Campuran kemudian didinginkan ke suhu ruangan, dan absorbansinya diukur
min in a water bath and a green color developed. The mixture was cooled to room terhadap blanko (metanol murni) pada panjang gelombang 695 nm. Aktivitas antioksidan
temperature and the absorbance was measured against a blank (absolute methanol) at ekstrak diungkapkan sebagai mg setara asam askorbat per g ekstrak kering (mg AE/g).
695 nm. The antioxidant activity of the extract was expressed as mg of ascorbic acid
equivalent per g of dry extract (mg AE/g).
Determination of antimicrobial activity Penentuan aktivitas antimikroba
A. Microorganisms A. Mikroorganisme
The antimicrobial activity of plant extracts was tested against nine different Aktivitas antimikroba ekstrak tanaman diuji terhadap sembilan mikroorganisme berbeda. Dua
microorganisms. Two Gram-negative strains (Escherichia coli ATCC 25922 and jenis mikroba Gram-negatif (Escherichia coli ATCC 25922 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853) and three Gram-positive strains (Bacillus subtilis 27853) dan tiga jenis mikroba Gram-positif (Bacillus subtilis ATCC 6633, Bacillus spizizenii ATCC
ATCC 6633, Bacillus spizizenii ATCC 6633 and Staphylococcus aureus ATCC 25923) were 6633, dan Staphylococcus aureus ATCC 25923) digunakan. Semua jenis bakteri dibeli dari
used. All bacterial strains were purchased from BioMérieux, Inc., Durhum, North BioMérieux, Inc., Durham, North Carolina, Amerika Serikat. Dalam uji antijamur, empat spesies
Carolina, USA. In antifungal assay, four species of fungi (Candida albicans ATCC 10231, jamur (Candida albicans ATCC 10231, Aspergillus brasiliensis ATCC 16404, Trichophyton
Aspergillus brasiliensis ATCC 16404, Trichophyton rubrum ATCC 28188 and rubrum ATCC 28188, dan Saccharomyces cerevisiae ATCC 9763) yang diperoleh secara
Saccharomyces cerevisiae ATCC 9763) obtained commercially from Oxide Limited, komersial dari Oxide Limited, Basingstoke, Hampshire, Inggris, digunakan sebagai
Basingstoke, Hampshire, England, were used as test microorganisms.v mikroorganisme uji.
B. Disc diffusion assay B. Uji difusi cakram
The agar diffusion technique described by Jorgensen et al. (1999) was used for the Teknik difusi agar yang dijelaskan oleh Jorgensen dkk. (1999) digunakan untuk menentukan
determination of antimicrobial activity of the plant extracts. All bacteria and fungi were aktivitas antimikroba ekstrak tanaman. Semua bakteri dan jamur dikultur secara stasioner
cultured stationarily (except for B. subtilis and B. spizizenii where shaking was needed) (kecuali untuk B. subtilis dan B. spizizenii yang memerlukan pengocokan) dari stok masing-
from respective stocks into the appropriate broth (nutrient agar for all bacteria, masing ke dalam cairan yang sesuai (nutrien agar untuk semua bakteri, sabouraud dextrose
sabouraud dextrose agar for C. albicans & S. cerevisiae, and potato dextrose agar for A. agar untuk C. albicans & S. cerevisiae, dan potato dextrose agar untuk A. brasiliensis dan T.
brasiliensis and T. rubrum) and incubated at 37 °C for 24 h and 25 °C for 48 h, rubrum) dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam dan 25 °C selama 48 jam, masing-
respectively. Suspension of each microbial species was then adjusted to an optical masing. Suspensi dari setiap spesies mikroba kemudian disesuaikan dengan kekeruhan Standar
density of McFarland Standard 0.5 and spread uniformly over the surface of agar plates McFarland 0,5 dan disebar merata di permukaan piring agar dengan medium pertumbuhan
with the respective growth medium. Sterile paper discs (of 6 mm diameter and made yang sesuai. Cakram kertas steril (berdiameter 6 mm dan terbuat dari Whatman No. 1 filter)
from Whatman No. 1 filter) impregnated with 10 μL of methanol extracts were carefully yang telah diberi 10 μL ekstrak metanol diletakkan dengan hati-hati di atas piring agar yang
1
2
placed on the inoculated agar plates with slight pressure. Standard antimicrobial disks of telah ditanami dengan sedikit tekanan. Disk antimikroba standar seperti Penicillin G (10
Penicillin G (10 μg/disc), tetracycline (30 μg/disc), chloramphenicol (75 μg/disc), μg/cakram), tetracycline (30 μg/cakram), chloramphenicol (75 μg/cakram), gentamycin (30
gentamycin (30 μg/ disc), amphotericin B (10 μg/disc), fluconazole (10 μg/disc) and μg/cakram), amphotericin B (10 μg/cakram), fluconazole (10 μg/cakram), dan itraconazole (10
itraconazole (10 μg/disc) were used as positive controls. Absolute methanol and μg/cakram) digunakan sebagai kontrol positif. Metanol murni dan jumlah yang setara dari
equivalent quantities of DMSO employed to dissolve the plant extracts were used as DMSO yang digunakan untuk melarutkan ekstrak tanaman digunakan sebagai kontrol negatif.
negative controls. The plates were incubated at 37 °C for 24 h for bacterial strains and Piring-piring ini diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam untuk bakteri dan 25 °C selama 48-
25 °C for 48–72 h for fungi isolates. Antimicrobial activity was evaluated by measuring 72 jam untuk jamur. Aktivitas antimikroba dievaluasi dengan mengukur zona hambatan
the zone of inhibition including the disc (in mm) against the test organisms. termasuk cakram (dalam mm) terhadap organisme uji.
Antidiabetic activity Aktivitas antidiabetes
Experimental rats were initially allowed to fast for 12–16 h. Diabetes in these rats was Tikus percobaan awalnya dibiarkan berpuasa selama 12-16 jam. Diabetes pada tikus-tikus ini
then induced by a single dose of alloxan monohydrate at 120 mg/kg via intraperitoneal kemudian diinduksi dengan satu dosis alloxan monohidrat sebanyak 120 mg/kg melalui rute
(i.p.) route. Fasting blood glucose concentration was measured after 3 days or 72 h of intraperitoneal (i.p.). Konsentrasi glukosa darah puasa diukur setelah 3 hari atau 72 jam
injection to confirm diabetes in alloxan treated rats (De Haro-Hernández et al., 2004). setelah injeksi untuk mengkonfirmasi diabetes pada tikus yang diobati dengan alloxan (De
Ani- mals with fasting blood glucose level equal or above 15 mmol/L were used in the Haro-Hernández dkk., 2004). Hewan-hewan dengan kadar glukosa darah puasa yang sama
study. These rats were further divided into four groups: I, Alloxan; II, Vehicle (1% DMSO, atau di atas 15 mmol/L digunakan dalam penelitian ini. Tikus-tikus ini kemudian dibagi menjadi
5% methanol and 94% distilled water); III, Crude extract; IV, Normal or non-diabetic empat kelompok: I, Alloxan; II, Kendaraan (1% DMSO, 5% metanol, dan 94% air suling); III,
control. Each group contains four rats. Alloxan intraperitoneal injections at a single Ekstrak mentah; IV, Kelompok kontrol normal atau non-diabetes. Setiap kelompok berisi
dosage of 120 mg/kg body weight were administered only to Groups I, II and III. Blood empat tikus. Injeksi intraperitoneal alloxan dengan dosis tunggal sebanyak 120 mg/kg berat
glucose reading (mmol/L) of animals in each group was taken once every week until the badan hanya diberikan kepada Kelompok I, II, dan III. Pembacaan glukosa darah (mmol/L)
end of the 10 weeks experimental period. Animals blood glucose samples were drawn hewan di setiap kelompok dilakukan sekali setiap minggu hingga akhir periode percobaan
from animals tail tips using a lancet and blood glucose readings were measured using a selama 10 minggu. Sampel darah glukosa hewan diambil dari ujung ekor hewan menggunakan
glucometer. From these readings, the mean blood glucose value (mmol/L) per group lancet, dan pembacaan glukosa darah diukur menggunakan glukometer. Dari pembacaan ini,
was calculated. The experimental procedure was approved by the University Research nilai rata-rata glukosa darah (mmol/L) per kelompok dihitung. Prosedur percobaan ini disetujui
Ethics Committee (UREC) of Universiti Brunei Darussalam (Ref. No. UBD/AVC-RI/1.21.6). oleh Komite Etika Penelitian Universiti Brunei Darussalam (No. Ref. UBD/AVC-RI/1.21.6).
Anticancer activity Aktivitas antikanker
Cytotoxicity test of leaves extract of E. fimbriobracteata was carried out on cervical Uji sitotoksisitas ekstrak daun E. fimbriobracteata dilakukan pada sel kanker serviks (CaSki)
cancer cells (CaSki) using the 3-(4,5-dimethylthiazol2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium menggunakan uji 3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida (MTT) sesuai dengan
bromide (MTT) assay according to themethod described by Mosmann (1983) with metode yang dijelaskan oleh Mosmann (1983) dengan modifikasi. Garis sel dikultur dalam
modifications. Cell line was cultured in RPMI-1640 medium supplemented with 10% medium RPMI-1640 yang diperkaya dengan 10% serum bovin fetal (FBS). Sebelum uji MTT, sel-
fetal bovine serum (FBS). Prior to the MTT assay, cells which reached 70–80% sel yang mencapai 70-80% konfluensi di-tripsin. Suspensi yang diencerkan (100 μL yang
confluency were trypsinized. Diluted (100 μL containing approximately 10,000 cells) mengandung sekitar 10.000 sel) dari sel yang di-tripsin (1 × 10^5 sel/mL) didistribusikan ke
suspension of trypsinized cells (1 × 105 cells/mL) were distributed into each well of 96- setiap sumur piring mikrotiter 96 sumur dan diinkubasi pada suhu 37 °C dalam atmosfer
1
3
well microtitre plates and incubated at 37 °C in 5% CO2 humidified air for 24 h. Then 100 terhidrasi 5% CO2 selama 24 jam. Kemudian 100 μL ekstrak tanaman pada konsentrasi yang
μL of plant extract at different concentrations was added into each well except for the berbeda ditambahkan ke setiap sumur kecuali kontrol. Larutan kendaraan (100 μL) dan volume
control. The vehicle solution (100 μL) and an equal volume of the growth media yang sama dari media pertumbuhan (yang mengandung 10% FBS) ditambahkan ke sumur
(containing 10% FBS) were added to control wells serving as vehicle control and as kontrol sebagai kontrol kendaraan dan sebagai kontrol sel yang tidak diobati, masing-masing.
untreated cells control, respectively. The cells were incubated at 37 °C in 5% CO2 Sel-sel diinkubasi pada suhu 37 °C dalam inkubator 5% CO2 dan menjalani uji MTT setelah 24,
incubator and subjected to MTT assay after 24, 48 and 72 h of treatment. The culture 48, dan 72 jam perlakuan. Medium kultur (150 μL) dihapus dari setiap sumur dan diganti
medium (150 μL) was removed from each well and replaced with 100 μLofMTT (0.5 dengan 100 μL larutan MTT (0,5 mg/mL) yang diikuti oleh inkubasi selama 2 jam untuk
mg/mL) solution followed by 2 h of incubation to allow the formation of formazan memungkinkan pembentukan kristal formazan. Supernatan (150 μL) dari setiap sumur
crystals. The supernatant (150 μL) from each well was then removed and 200 μL of kemudian dihapus dan ditambahkan 200 μL DMSO untuk menghilangkan kristal-kristal.
DMSO was added to solubilize the crystals. The absorbance of the samples and the Absorbansi sampel dan absorbansi latar belakang diukur pada panjang gelombang 540 nm dan
background absorbance were measured at 540 nm and 690 nm, respectively, using a 690 nm, masing-masing, menggunakan pembaca mikroplat. Viabilitas sel sebagai respons
microplate reader. The cell viability in response to treatment was represented as the terhadap perlakuan diwakili sebagai sitotoksisitas persentase yang didefinisikan sebagai
percentage cytotoxicity which is defined as the percentage of cell death as a result of persentase kematian sel akibat perlakuan. Persentase sitotoksisitas ditentukan menggunakan
treatment. The percentage of cytotoxicity was determined using the following formula: rumus berikut:
Percentage of cytotoxicity =Absorbance of untreated cells−Absorbance of treated cells Persentase sitotoksisitas = Absorbansi sel yang tidak diobati− Absorbansi sel yang diobati
Absorbance of untreated cells Absorbansi sel yang tidak diobati
X 100% X 100%
where, Absorbance of untreated cells = Abs 540 nm – Abs 690 nm. Dimana, Absorbansi sel yang tidak diobati = Abs 540 nm - Abs 690 nm.
Therefore, the percentage of cell viability was calculated as follows: Percentage of Oleh karena itu, persentase viabilitas sel dihitung sebagai berikut: Persentase viabilitas = 100%
viability = 100 % − Percentage of cytotoxicity A graph of the percentage of cell viability - Persentase sitotoksisitas. Grafik persentase viabilitas sel terhadap konsentrasi ekstrak
against crude concentration was constructed and the IC50 values (i.e., the concentration mentah dibuat, dan nilai IC50 (yaitu, konsentrasi yang menghambat pertumbuhan sebesar
which inhibits growth by 50%) of the extract was determined from the graph. Values 50%) dari ekstrak ditentukan dari grafik tersebut. Nilai-nilai ≤20 μg/mL dianggap memiliki
≤20 μg/mL were considered to exhibit high inhibiting activity as suggested by the aktivitas penghambatan tinggi, seperti yang disarankan oleh National Cancer Institute, Amerika
National Cancer Institute, USA (Geran, 1972). Serikat (Geran, 1972).
Statistical analyses Analisis statistik
Experimental results were expressed as mean ± standard deviation of three parallel Hasil percobaan diungkapkan sebagai mean ± deviasi standar dari tiga pengukuran sejajar. Uji
measurements. Tukey's pair-wise comparison (HSD) and least significant difference perbandingan pasangan Tukey (HSD) dan uji perbedaan yang paling tidak signifikan (LSD)
(LSD) test were performed to determine significant differences between mean values (p dilakukan untuk menentukan perbedaan signifikan antara nilai rata-rata (p < 0,05). Uji korelasi
b 0.05). Pearson correlation test was also performed to determine inter-relationships Pearson juga dilakukan untuk menentukan hubungan antara TPC, TFC, TFlC, dan aktivitas
among TPC, TFC, TFlC, and antioxidant activities. All analyses were conducted using antioksidan. Semua analisis dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for the Social
Statistical Package for the Social Sciences (SPSS; IBM Corp.,Armonk, NY, USA). Sciences (SPSS; IBM Corp., Armonk, NY, Amerika Serikat).

1
4

Anda mungkin juga menyukai