Anda di halaman 1dari 1

[Jaksa Tidak Berhak Mengajukan Peninjauan Kembali]

Jenis upaya hukum yang dikenal dalam hukum acara pidana adalah peninjauan kembali.
Peninjauan kembali (“PK’) merupakan jenis upaya hukum luar biasa. Pasal 263 ayat (1) KUHAP
mengatur bahwa yang berhak mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya. Pasal 263
ayat (1) KUHAP secara limitatif mengatur bahwa yang berhak mengajukan PK adalah terpidana
atau ahli warisnya. Hal ini karena secara filosofis, PK adalah instrumen untuk melindungi hak
asasi terpidana.

Namun, tahukah kamu, bahwa dalam Pasal 23 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman (UU ini sudah dicabut dan digantikan dengan UU No. 48/2009) pernah memberikan
celah kewenangan kepada jaksa untuk mengajukan PK. Salah satu perkara yang menarik
perhatian adalah Peninjauan Kembali Kasus Pollycarpus Budihari Priyanto, Terpidana Kasus
Pembununan Aktivis Munir. PK yang diajukan oleh Kejaksaan diterima oleh Mahkamah Agung.
Meski kemudian, saat Pasal 23 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 diuji ke MK, MK menolak dengan
dalih persoalan yang diuji adalah berkenaan dengan penerapan norma bukan persoalan
konstitusionalitas norma.

Pada Tahun 2016, MK melalui Putusan MK No. 33/PUU-XIV/2016 mengeluarkan putusan yang
menegaskan bahwa Pasal 263 ayat (1) harus ditafsirkan secara eksplisit sebagaimana bunyinya,
sehingga jika ditafsirkan berbeda maka dianggap inkonstitusional yang artinya bahwa Kejaksaan
tidak berwenang mengajukan PK.

Namun, pada Tahun 2021, melalui perubahan UU Kejaksaan yakni Pasal 30C huruf h UU No. 11
Tahun 2021 memberikan kembali kewenangan Jaksa untuk mengajukan PK. Pasal ini kemudian
diuji ke MK. Melalui Putusan MK No. 20/PUU-XX/2022, MK membatalkan kewenangan jaksa
untuk mengajukan PK.

Oleh karena itu, pasca putusan MK tersebut saat ini Jaksa tidak berwenang untuk mengajukan
PK. Hal ini sesungguhnya sejalan dengan Rumusan Kamar Mahkamah Agung Kamar Pidana No.
PIDANA UMUM/3/SEMA 4 2014 melalui SEMA Nomor 4 Tahun 2014 yang menegaskan bahwa
Jaksa tidak diperbolehkan mengajukan PK. Sebab yang mengajukan PK sudah jelas diatur dalam
KUHAP (Pasal 263 ayat (1)), untuk itu tidak dapat ditafsirkan dan disimpangi serta sesuai asas
KUHAP bahwa hak-hak asasi terdakwa/terpidana lebih diutamakan.

Jakarta, 10 Mei 2023

Anda mungkin juga menyukai