Anda di halaman 1dari 5

JURNAL METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Meteorologi dan Klimatologi
Dosen Pengampu: Dr. Pipit Wijayanti, S.Si, M.Sc

Disusun oleh:
Deo Canesa Aulia Shopi K5423017

PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
PENDAHULUAN
Tantangan saat ini yang terkait dengan perubahan iklim, degradasi lahan , dan hilangnya
keanekaragaman hayati dapat menyebabkan berkurangnya fungsi dan jasa DAS. Sebuah tinjauan
baru-baru ini membenarkan bahwa kapasitas DAS untuk merespons gangguan atau gangguan yang
diakibatkan oleh tantangan saat ini sangat terbatas. Keberlanjutan DAS bergantung pada pola
perilaku masyarakat, kondisi sosial ekonomi, dan tingkat pengelolaan yang terkait dengan
organisasi kelembagaan, Komunitas internasional lintas sektor dan wilayah telah memberikan
perhatian pada ketahanan DAS sebagai bagian dari kebijakan, pengelolaan, praktik, dan proses
pengambilan keputusan sumber daya air. Pendekatan berbasis indeks yang didasarkan pada
beberapa faktor lebih disukai daripada faktor tunggal, karena beberapa faktor dapat menangkap
aspek yang berbeda dalam hubungan yang kompleks antara sistem manusia dan alam seperti yang
dirancang untuk menangkap dimensi sosial dan secara khusus berfokus pada ekosistem Literatur
yang ada memberikan peluang yang sangat baik untuk mengidentifikasi tantangan dalam
mengembangkan penilaian terpadu untuk mengukur tingkat kesehatan atau risiko DAS yang
mempertimbangkan tiga konvensi PBB dan peraturan nasional terkait, yang digunakan sebagai
penyusun komponen dan indikator risiko Indonesia. Penilaian risiko yang dikembangkan
diterapkan pada DAS Way Khilau di Provinsi Lampung, Indonesia. DAS Way Khilau memiliki
fungsi dan jasa yang sangat penting bagi masyarakat Provinsi Lampung. Hal ini dicapai melalui
pengembangan tipologi risiko perubahan iklim baru yang eksplisit secara spasial dengan fokus
pada kota-kota dan wilayah di Eropa, dengan tipologi risiko iklim yang diidentifikasi memiliki
potensi untuk mendukung adaptasi terhadap perubahan iklim Carter et al, 2015. Dengan demikian,
tipologi ini dikembangkan untuk mencerminkan risiko perubahan iklim di kota-kota dan wilayah-
wilayah Eropa serta infrastruktur fisik yang mendasarinya melalui integrasi domain bahaya,
keterpaparan, dan kerentanan ke dalam tipologi gabungan untuk Eropa. Melalui desainnya,
tipologi ini diposisikan untuk menawarkan bersifat relatif dan bukan ukuran absolut risiko
perubahan iklim. Keputusan ini mencerminkan dua kekhawatiran utama. Yang pertama adalah
memastikan bahwa tipologi tersebut dikembangkan menggunakan metrik yang terstandarisasi
sehingga perbandingan yang bermakna antara kota-kota dan wilayah-wilayah di Eropa dapat
dilakukan untuk membantu berbagi pengetahuan dan praktik.

METODE
Pengembangan kapan risiko dimulai dengan menguraikan hubungan antara tiga konvensi
PBB dalam kerangka kerja fungsi dan jasa DAS. DAS menyediakan fungsi dan jasa untuk
mendukung mata pencaharian dan kegiatan ekonom mansia. Di sisi lam, kegiatan manusia yang
membutuhkan pemanfaatan lahan dapat menyebabkan degradasi lahan di DAS yang diakibatkan
oleh perubahan area vegetasi menjadi penggunaan ekonomi lainnya. Tekanan im pada akhirnya
akan menantang fungsi dan layanan DAS, yang mempengaruhi keanekaragaman hayatı ekosistem.
Interaksi yang kompleks ini telah menunjukkan keterkaitan ketiga konvensa PBB tersebut.
Dengan memahami bahwa komitmen global telah diadopsi ke dalam peraturan nasional di
Indonesia, langkah selanjutnya adalah menghubungkan ketiga konvensi PBB dan peraturan
nasional terkait untuk merumuskan kajian risiko terpadu Permen LHK No. Setiap peraturan
memiliki hasil utama yang spesifik dalam menanggapi isu-isu lingkungan Fiktor-faktor yang
diidentifikasi juga dilengkapi dengan variabel-variabel yang dibangun. Variabel biofisik terdiri
dari tutupan lahan dan proporsi yang terdegradasi, topografi, fisiografi, kondisi daerah aliran
sungai, sumber daya air tanah dan geologi, indikator iklim , dan keanekaragaman hayati Variabel
sosial-ekonomi dibangun dari kesejahteraan, infrastruktur pendidikan, mata pencaharian,
demografi, serta keberadaan dan penegakan hukum Sementara itu, variabel tata kelola dinilai
dengan kondisi kelembagaan Faktor-faktor yang teridentifikasi dari peraturan tersebut dirinci
menjadi variabel, indikator, dan data terkonstruksi Eksplorasi data yang dibangun diusulkan
dengan mempertimbangkan alasan kontribusinya terhadap dinamika DAS didukung oleh referensi
yang relevan Variabel-variabel tersebut terutama berkontribusi pada sistem air, seperti
ketersediaan air, laju aliran, limpasan permukaan, kualitas air dan debit air, sedangkan sistem air
mengontrol kesehatan ekosistem DAS. Komponen dan indikator yang teridentifikasi dalam
peraturan ini kemudian dimodifikasi untuk menangkap perubahan iklim dan keanekaragaman
hayati sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 7 Tahun 2018 dan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 29 Tahun 2009 untuk menghitung
tingkat risiko. Perhitungan risiko diformulasikan mengikuti pendekatan yang menjabarkan risiko
sebagai fungsi dari Bahaya , Kerentanan yang dibentuk oleh Sensitivitas dan Kapasitas Adaptasi ,
serta Keterpaparan .Kontinuitas metodologi yang disepakati dan dinyatakan serta pengumpulan
data rutin untuk memungkinkan kesinambungan dalam metode dan tindakan yang digunakan.

HASIL PENELITIAN
Sebagaimana disebutkan di bagian metode, peraturan yang relevan untuk mengembangkan
penilaian risiko adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 29/2009 tentang
keanekaragaman hayati, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 60/2014
tentang tata guna lahan atau pengklasifikasian daerah aliran sungan, dan Peraturan Menteri
Langkungan Hidup dan Kehutanan No 7/2018 tentang upaya-upaya perubahan iklim Ketiga
peraturan ini juga menyediakan indikator untuk mengukur tingkat risiko yang dihadapi oleh subjek
yang menjadi fokus. Peraturan KLHK No. 7/2018 menyediakan indikator yang terkait dengan
biofisika dan sosio-ekonoms untuk menilai dampak dan risiko perubahan iklim Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 60/2014 menjelaskan indikator yang terkait dengan biofisik
dan sosio-ekonomi untuk menilai DAS yang sehat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No 29/2009 mendefinisikan indikator yang terkait dengan hisfisik untuk menilai
keanekaragaman hayati
Indikator-indikator yang teridentifikasi dari setiap peraturan kemudian diklasifikasikan ke
dalam komponen penilaian risiko, yaitu bahaya iklim, paparan DAS, dan kerentanan aspek fisik
dan keanekaragaman hayati DAS Data yang dibangun untuk membentuk setiap indikator
diidentifikasi Sebagai contoh komponen keterpaparan DAS berisi indikator Sistem Air, Investasi
Bangunan Air. Sosial Ekonomi, dan Degradasi Laban . Sub-indikator Koefisien Aliran Tahunan,
Koefisien Rezim Aliran, Penggunaan Air Parameter Banjir, dan Muatan Sedimen membentuk
indikator Sistem Air Sub-indikator Penggunaan Air diperoleh dan data Jumlah Penduduk, Daerah
Tangkapan Air. dan Intensitas Curah Hujan Lihat Gambar 4 untuk komponen, indikator,
subindikator, dan data teridentifikasi lainnya untuk penilaian nako yang dikembangkan Tingkat
Kesehatan atau Risiko Daerah Aliran Sungai. Data yang tersedia yang diperlukan untuk indikator
komponen risiko menghitung Tmgkat Kesehatan DAS dan Risiko DAS Way Khilau Berdasarkan
hanya pada klasifikasi DAS Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 60
Tahun 2014, skor total DAS Way Khilau adalah 123,25, yang sesuai dengan skor risiko 0,77 Skor
ini memasukkan Way Khilau ke dalam kategori DAS terpulihkan Car rentang sker total terendah
50 dan skor tertinggi 150 Kondisi lahan, khususnya persentase lahan kritis, memiliki nilai
kontribusi tertinggi terhadap total skor klasifikasi DAS. Tingkat nsiko dipengaruhi oleh kontribusi
bahaya iklim, keterpaparan air, kerentanan fisik DAS, dan kerentanan keanekaragaman hayati
DAS Skenario perubahan iklim di masa depan akan memperburuk tingkat kesehatan DAS atau
tingkat risiko, Skor kesehatan DAS meningkat dari 123 menjadi 138, yang sesuai dengan indeks
risiko 0,77 menjadi 0,89 . Dampak iklim ini cukup besar terkait tekanan penduduk terhadap lahan
dan aktivitas manusia yang berpotensi menyebabkan degradasi lahan yang dianggap sebagai faktor
utama yang meningkatkan tingkat risiko. Identifikasi lebih lanjut terhadap komponen- komponen
yang mengukur tingkat risiko, indikator-indikator yang dibangun menunjukkan bahwa
keterpaparan , kapasitas DAS , dan sensitivitas DAS memiliki tingkat risiko yang tinggi. Temuan
ini menyarankan untuk mempertimbangkan indikator-indikator yang telah dibangun dan datanya
dalam menentukan pilihan-pilihan adaptasi Studi ini mengembangkan penilaian risiko daerah
aliran sungai dengan menggabungkan indikator-indikator yang dijelaskan dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 29/2009, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan No 60/2014, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 7/2018,
dengan kerangka kerja kerentanan daerah aliran sungai yang dikembangkan oleh Nelitz dkk
Indikator biologis Model DAS yang digabungkan atau terintegrasi. Contoh penggunaan indikator
untuk menilas kondisi DAS sebagai respons terhadap perubahan iklim sangat beragam. Misalnya,
ferdapat 402 unit NUTS3 di Jerman dibandingkan dengan 21 unit di Swedia dan hanya satu di.
Sebagai titik awal, simulasi yang dipertimbangkan diperoleh sesuai sesuai dengan skenario
IPCC RCP4.5 dan RCP8.5 yang ditetapkan berdasarkan periode pengendalian kontemporer pada
tahun 1981-2010Anomali iklim dievaluasi pada periode mendatang 2036-2065 dengan
sehubungan dengan periode kontrol 1981-2010. Untuk setiap indikator iklim, dilakukan
penghitungan nilai rata-rata spasial anomali ansambel multi-model di seluruh wilayah NUTS3
Eropa dilakukan dengan menggunakan rata-rata tertimbang wilayah dari semua titik kisi model
yang tumpang tindih di setiap wilayah NUTS3 Titik awal untuk indikator bahaya EURO-
CORDEX adalah dengan memasukkan data dasar ke dalam ECRT untuk mencerminkan konteks
bahaya yang hampir terjadi bersamaan dengan RCP 4.
KESIMPULAN
Perubahan iklim dan degradasi lahan yang diperparah dengan perilaku destruktif dan
eksploitatif peradaban manusia, dapat menyebabkan penurunan fungsi dan daya dukung DAS
dalam menyediakan jasa lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada keberadaan
keanekaragaman hayati. Pengembangan adaptasi perubahan iklim di DAS Way Khilau mengacu
pada konvensi PBB dan peraturan terkait di Indonesia. Inti dari penumusan opsi adaptasi adalah
mempertimbangkan hasil penilaian risiko terpadu. DAS Way Khilau telah mengalami degradasi
dan dikategorikan sebagai prioritas perlindungan. Perubahan iklim dan degradasi lahan yang
diperparah dengan perilaku destruktif dan eksploitatif peradaban manusia, dapat menyebabkan
penurunan fungsi dan daya dukung DAS dalam menyediakan jasa lingkungan yang pada akhirnya
berdampak pada keberadaan keanekaragaman hayati. Lebih jauh lagi, terganggunya fungsi
ekosistem akan menurunkan kualitas jasa lingkungan dalam memenuhi kebutuhan penghidupan
manusia, sehingga mendorong tuntutan untuk menyusun rencana yang tepat dan upaya-upaya yang
substansial untuk menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung DAS. Pengembangan adaptasi
perubahan iklim di DAS Way Khilau mengacu pada konvensi PBB dan peraturan terkait di
Indonesia. Inti dari penumusan opsi adaptasi adalah mempertimbangkan hasil penilaian risiko
terpadu. DAS Way Khilau telah mengalami degradasi dan dikategorikan sebagai prioritas
perlindungan. Skenario perubahan iklim di masa depan akan meningkatkan tingkat risiko, hampir
mendekati ambang batas atas DAS yang sehat, dengan skor berkisar antara 0 hingga 150 Hasil ini
menjadi peringatan akan perlunya restorasi Tantangan perubahan iklim, dikombinasikan dengan
tekanan penduduk terhadap lahan dan aktivitas manusia yang berdampak pada degradasi lahan,
merupakan faktor signifikan dalam meningkatkan risiko DAS Way Khilau.
DAFTAR PUSTAKA
Hinck, S., Carter, J,. Connelly, A., 2023. A New Typology of Climate Change Risk for
European Cities and Regions: Principles and Application. Global Environmental Change.
Perdinan, Tjahjono, R.E.P., Infrawan, D.Y.D., Aprilia, S., Adi, R.F, Basit, R.A., Wibowo,
A., Kardono, Wijanarko, K. 2023. Translation of International Frameworks and National Policies
on Climate Change, Land Degradation, and Biodiversity to Develop Integrated Risk Assessment
for Watershed Management in Indonesia. https://doi.org/10.1016/j.wsee.2023.10.001.
Reed, M. S., & Stringer, L. C. (2016). Land degradation, desertification and climate
change: Anticipating, assessing and adapting to future change. Routledge.
Stringer, L. C., Scrieciu, S. S., & Reed, M. S. (2009). Biodiversity, land degradation, and
climate change: Participatory planning in Romania. Applied Geography, 29(1), 77–90.
https://doi.org/10.1016/j.apgeog.2008.07.008.
Aguiar, F.C., Bentz, J., Silva, J.M.N., Fonseca, A.L., Swart, R., Santos, F.D., PenhaLopes,
G., 2018. Adaptation to climate change at the local level in Europe: An overview. Environ. Sci.
Policy 86, 38–63.

Anda mungkin juga menyukai