Anda di halaman 1dari 5

Tak ingin rasa ini kembali..

Namun seperti begitu saja tersaji

Dan harus kunikmati meski lidahku tak menyukai

Harusnya aku selalu menerima dan tak mudah perih menyapa

Kala terpapar yang tak diinginkan kedua mata, tapi beginilah..

Diam adalah teman terbaik

Saat resah mulai berbalik

Bersemayam seolah rela jika senyumku berubah pelik

Sudahlah, lupakan saja..

Ada yang lebih berguna dari sekedar berkeluh

Bukankah mentari tak henti bersinar meski tubuh dibalut peluh

Jangan terusik pagimu nan cerah oleh serpihan gulana

Dan sebuah hamparan kecewa yang kau sembunyikan didalam dada

Usah kau biarkan derai air mata kembali bercengkrama,

Ingatlah satu hal..

Sebuah jalan yang hanya lurus saja tentulah membosankan

Jika suatu saat kau temui jalan berliku, yakinlah..

Itu hanya sesaat dan setelahnya akan kau temui jalan lurus kembali...
Jika saja kau tahu sakitnya

Harus menahan luka tanpa berbicara

Harus memendam sakit namun tetap ada

Merasakan kecewa yang selalu hadirkan air mata

Apakah kau

Akan bersikap seperti sekarang ini

Selalu memberikan harapan palsu

Membuat diriku antara bahagia dan sakit hati

Kurasa kau takkan mengerti

Karena sakit ini tak pernah bersuara

Ia diam dan tetap disini

Lagi pun kau tak ingin mengetahuinya

Kau hanya sibuk dengan dunia kau

Dan entah kau sadari atau tidak

Disudut kota lain ada hati yang sesak

Dengan sikap abai mu

Jadi aku harus apa

Menegurmu hanya akan menimbulkan masalah baru

Karenamu pun sama

Tidak peduli aku yang selalu membutuhkanmu

Hingga pada akhirnya

Aku memutuskan tuk memendamnya

Duduk disudut ruangan sepi

Bersama air mata yang menemani

Mencoba untuk kembali baik baik saja

Meski patahnya hati tlah berkeping-keping

Namun terpuruk tak membuatku merasa lega

Biarkan waktu menangguhkan hati agar tahan b∆ntin


Aku ingin berhenti.

Dan Ingin melepas semua kuasa ku

atas segala kenang tentangmu.

Aku ingin berhenti merindu sebab temu sangatlah jemu untuk kutunggu.

Ku tekadkan baiat atas jiwaku

Untuk berhenti mengharapkan serta mencintaimu.

Sebab luka yang kau cipta, lebih dalam dari pada cinta yang ada di ulu.

Untukmu,

Kuberhentikan segala sajak-sajak puisi yg tersusun rapi, sebab dirimu bukan lagi doa yang ku tuju.

Terima kasih untukmu yang kusebut masa lalu.

Semampunya saja,

Jangan lah terlalu memaksa.

Perlu waktu yang lama

Untuk kembali percaya dan berdamai dengan rasa kecewa.

Sebab luka yang tercipta, bukan main sakitnya


Aku sudah pernah

Akusudah pernah patah berulang kali

Tenggelamku dalam emosi....

Detik demi detik luka ini kian mendalam...

Hati rapuh hancur dalam genggaman...

Hadirku tertatih harapkan bahagia....

Namun hanya hampa yang tergapai...

Pulangku dengan tangan kosong....

Terseok bersama hati yang kian hancur....

Tak ada yang salah...

Hanya aku yang terlalu naif....

Takkan ada yang akan terima hati yang telah hancur....

Karena takada lagi cinta hanya ada kecewa,...

Terpuruk bersama luka....

Tersisihkan oleh harapan....

Hanya ada kesemuan dan duka...

Cahaya telah hilang sisakan kegelapan.....

Tenangku telah raib bersama akalku...

Keresahan penuhi otakku....

Gelisah tak terhindarkan....

Hati rapuh yang kian teredam luka....

Cinta itu bukan aku...

Aku hanyalah kecewa....

Sayang itu tidaklah aku...

Aku hanyalah duka....


Sakit, kecewa, dan luka merajalela dalam hati. Terjebak dalam perasaan yang tak kunjung sirna.
Keinginan untuk berhenti, melepaskan segala kenangan yang menyakitkan, dan meredakan luka yang
dalam begitu kuat. Namun, terlalu sulit untuk melupakan dan menghentikan rindu yang terus menyiksa.
Terluka, terpuruk, dan terjatuh berulang kali. Hanya ada kekecewaan, harapan yang pupus, dan luka yang
tak pernah sembuh. Rasa naif dan kehilangan cinta. Hanya sisa kekecewaan dan duka yang mendalam,
menggantikan cahaya dan ketenangan yang pergi. Hatipun tak lagi sama. Cinta berubah menjadi duka,
sayang tergantikan oleh kecewa.

Rafif Farand Hariri, seorang siswa kelas 12 yang kerap membuat puisi dalam channel telegram nya dan
kerap membagikan kepada publik, tidak hanya itu dia juga sudah mulai menggeluti dunia sastra puisi
sejak SMP dengan bantuan dan dukungan dari ibu tercintanya.

Anda mungkin juga menyukai