Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : DAVIT HIMAWAN UTOYO

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 042500034

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4500/ TAP

Kode/Nama UPBJJ : 45/YOGYAKARTA

Masa Ujian : 2023/2024 Ganjil (2023.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS


TERBUKA
Penyerobotan Tanah

Pengembangan Serpong Town Square membangun di atas tanah Ahli Waris Gouw O Tjo Kami
anak dari keturunan Gouw O Tjo dan Lim Na Nio ada 4 orang , anak pertama Gouw Sun Gwan .
Kedua Gouw O Ko alias Go Oh Ko alias OKOH. Ketiga Gouw Gwat Nio. Orang tua engkong
kami Gouw O Tjo dan Lim Na Nio memiliki kebun dan sawah dengan Girik C. 416 yang berada
di desa/kelurahan Panunggangan. Kecamatan Cipondoh /Pinang Kota Tangerang, Luas tanahnya
sekitar 2 hektar lebih. Mulai tahun 80-an tanah itu diserobot oleh pengusaha bernama Dewanto
yang membangun pertokoan dan Kantor Green Garden di Kebon Nanas samping jalan tol Jakarta-
Merak.

Orang tua dan engkong kami tidak pernah menjual dan menggadai sama orang lain, tanah itu
diserobot oleh Dewanto dan terus dibangun sampai sekarang oleh Sepong Town Square. Kami
mulai tahun 80-an terus mengurus hak warisan baik ke kantor desa Panunggangan dan kantor Ipeda
tetapi mentok terus, hal ini dikarenakan tanah orang tua dan engkong kami sudah ada yang
menjualnya, namun ketika ditanyakan mengenai bukti-bukti tidak ada yang bisa menjelaskannya.
Sebagai pewaris kami tidak tinggal diam sudah 25 tahun memperjungkan hak tanah itu, zaman
Orde Baru segala cara dilakukan orang, karena tau pewaris tidak tinggal di Tangerang , Gouw O
Tjo meninggal 17 Aprill 1943, namanya tercantum di Girik C. 416 Lim Na Nio (nenek) sebelum
meninggalnya menyatakan tanah sawah dan darat di Kebon Nanas tidak pernah dijual atau
digadaikan kepada siapapun. Gouw O Ko yang dipercaya oleh keluarga untuk mengurus tanah
warisan mulai tahun 80-an sampai sekarang 25 tahun, sudah mengurus surat IPEDA dari Serang
tanggal 18 Januari 1982 dan surat-surat lainnya , juga fatwa waris 1991 , 2 September 1991 dari
Pengadilan Negeri Tangerang, permohonan bantuan hukum ke Pengacara H. PAR. Dari
penjelasan saudara Surya GS juru bicara dan perundingan masalah tanah kami yang ditunjuk Jiku
, Gouw O Ko mulai 31 Agustus 2004, tanah itu berkali-kali pindah tangan. Saat ini tanah kami
tersebut telah dimasukkan ke HGB No. 233/1995 atas nama PT. TMB, milik direktur AWS, itupun
kami ketahui setelah dilaporkan ke Polisi Polres Tangerang, dituduh dengan perkara perbuatan
tidak menyenangkan pasal 335 KUHP yang dilaporkan oleh Asep Sumarman pegawai PT TMB.
BPN Kota Tangerang yang kami surati pada 7 Maret 2005 belum memberikan jawaban sampai
sekarang. (Sumber:https://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6840/penyerobotan-tanah-oleh-
developer-setos)
Jawablah pertanyaan berikut ini.!

1) Bagaimanakah legalitas perjanjian antara Dawanto dan PT DKT tersebut apabila didasarkan
pada perbuatan melawan hukum?

2) Apakah kasus tersebut di atas dapat diselesaikan melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa
(APS)? Jelaskan analisa Anda berdasarkan karaktersitik APS!

3) Jelaskan perbedaaan penyelesaian kasus di pengadilan biasa dengan Alternatif Penyelesaian


Sengketa (APS).
JAWABAN

1) Jika perjanjian antara Dawanto dan PT DKT didasarkan pada perbuatan melawan hukum,
maka perjanjian tersebut kemungkinan dapat dianggap tidak sah atau batal demi hukum.
Perbuatan melawan hukum mengacu pada tindakan atau kesepakatan yang bertentangan
dengan hukum atau melanggar hak-hak hukum pihak lain.
Dalam kasus ini, jika pengembangan Serpong Town Square oleh Dewanto dan PT DKT
didasarkan pada serobotan tanah yang merupakan milik ahli waris Gouw O Tjo, maka
perjanjian antara Dewanto dan PT DKT dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.
Perbuatan melawan hukum mengacu pada tindakan atau kesepakatan yang bertentangan
dengan hukum atau melanggar hak-hak hukum pihak lain. Dalam hal ini, jika tanah tersebut
memang milik ahli waris Gouw O Tjo dan Lim Na Nio, dan tidak pernah dijual atau
digadaikan kepada orang lain, maka serobotan dan pembangunan oleh Dewanto dan PT DKT
dapat dianggap sebagai tindakan yang melanggar hak kepemilikan dan dapat dianggap
perbuatan melawan hukum.

2) Berdasarkan kasus tersebut, terdapat potensi untuk mencoba menyelesaikan sengketa melalui
Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). APS adalah cara-cara penyelesaian sengketa di luar
jalur pengadilan formal yang meliputi mediasi, arbitrasi, negosiasi, dan proses lainnya.
Di dalam kasus ini, terdapat beberapa karakteristik APS yang dapat diterapkan:
▪ Kompleksitas dan Keberagaman Pihak Terlibat : Dalam kasus ini, terdapat banyak
pihak terlibat, yaitu keluarga Gouw O Tjo dan Lim Na Nio, Dewanto, Serpong Town
Square, PT DKT, PT TMB, Asep Sumarman, BPN Kota Tangerang, dan mungkin pihak
lain. APS dapat menjadi alat yang efektif untuk membantu semua pihak berkomunikasi
dan mencari solusi bersama.
▪ Isu Hukum yang Rumit : Kasus ini melibatkan klaim atas hak waris, serobotan tanah,
pembangunan, dan pindah tangan kepemilikan tanah. APS, terutama mediasi, dapat
membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk memahami isu-isu hukum yang rumit dan
mencari solusi yang memuaskan.
▪ Fleksibilitas dalam Menemukan Solusi : APS memberikan ruang untuk mencari solusi
kreatif yang mungkin tidak tersedia di pengadilan formal. Misalnya, pihak-pihak dapat
mencoba untuk mencapai kesepakatan terkait penggunaan atau kompensasi atas tanah
tersebut.
▪ Menghemat Waktu dan Biaya : Proses hukum formal seringkali memakan waktu dan
biaya yang besar. APS dapat menjadi alternatif yang lebih cepat dan lebih ekonomis untuk
mencari penyelesaian.
▪ Privasi dan Kepentingan Bersama : APS dapat dilakukan secara lebih pribadi dan
dengan fokus pada kepentingan bersama dari pihak-pihak yang terlibat. Ini dapat
mengurangi konflik dan memungkinkan pihak-pihak untuk bekerja sama secara lebih
baik.
Bahwa keberhasilan APS tergantung pada kerjasama dan kesediaan dari semua pihak untuk
berpartisipasi dan mencari solusi bersama.

3) Penyelesaian kasus di pengadilan biasa dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) memiliki
beberapa perbedaan utama;
❖ Proses Hukum Formal vs. Proses Kolaboratif;
▪ Pengadilan Biasa : Proses di pengadilan biasa mengikuti prosedur hukum formal
yang ditetapkan oleh undang-undang. Terdapat sidang-sidang, pengajuan berkas,
pembuktian, dan keputusan hakim.
▪ APS : APS, seperti mediasi atau arbitrase, lebih fokus pada kolaborasi dan
pencarian solusi bersama. Pihak-pihak yang bersengketa berusaha untuk
mencapai kesepakatan dengan bantuan mediator atau arbiter.
❖ Waktu dan Biaya;
▪ Pengadilan Biasa : Proses hukum formal sering memakan waktu yang lama dan
memerlukan biaya yang besar, termasuk biaya pengacara, biaya pengajuan berkas,
dan biaya sidang.
▪ APS : Umumnya, APS lebih cepat dan lebih ekonomis karena meminimalkan
biaya terkait proses hukum formal. Namun, biaya mediator atau arbiter mungkin
berlaku.
❖ Privasi;
▪ Pengadilan Biasa : Proses di pengadilan adalah publik dan tercatat secara resmi
dalam catatan pengadilan.
▪ APS : Sering kali lebih pribadi dan rahasia daripada pengadilan biasa, kecuali jika
ada persyaratan khusus atau klausul transparansi.
❖ Kontrol atas Keputusan;
▪ Pengadilan Biasa : Keputusan akhir ditentukan oleh hakim berdasarkan bukti dan
argumen yang disajikan di persidangan.
▪ APS : Pihak-pihak yang bersengketa memiliki lebih banyak kendali dalam
mencapai kesepakatan akhir. Mereka dapat memilih untuk menerima atau
menolak penyelesaian yang diusulkan.
❖ Sifat Keputusan;
▪ Pengadilan Biasa : Keputusan pengadilan bersifat mengikat dan dapat
dilaksanakan oleh pihak berwenang.
▪ APS : Kesepakatan yang dicapai dalam APS juga bersifat mengikat jika semua
pihak setuju. Namun, proses penegakan kesepakatan dapat berbeda tergantung
pada jenis APS yang digunakan.
❖ Fokus pada Hubungan Masa Depan;
▪ APS : APS sering kali lebih mempertimbangkan pemeliharaan hubungan atau
kolaborasi di masa depan antara pihak-pihak yang bersengketa.
▪ Pengadilan Biasa : Pengadilan biasa lebih berfokus pada penegakan hukum dan
memutuskan siapa yang benar atau salah.

Penting untuk diketahui bahwa setiap kasus memiliki karakteristik dan kebutuhan unik.
Pilihan antara pengadilan biasa dan APS haruslah didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan spesifik dari kasus tersebut, termasuk kompleksitas, keinginan pihak-pihak
yang bersengketa, dan tujuan akhir dari penyelesaian.

Anda mungkin juga menyukai