Anda di halaman 1dari 7

Saudara mahasiswa,

Bentuk dan format ADR/APS itu banyak ragamnya antara lain Arbitrase, Mediasi, Negosiasi,
Konsiliasi, Pendapat Ahli, Pendapat Mengikat, Ajudikasi, Mini Trial.

Anda diminta menyimak 2 persoalan peristiwa pada diskusi-6 ini, dan mengerjakan perintah soal
yang diberikan sesuai ketentuan.

 Persoalan-1 Opini Penyelesaian Sengketa Pertanahan:

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Sofyan Djalil
menginginkan dan menyatakan gagasannya bahwa penyelesaian sengketa tanah itu bisa cepat
diselesaikan, dan olehkarenanya dapat berdampak positif terhadap pemberian kepastian
berusaha di Indonesia. Dikatakannya bahwa "Pemerintah memiliki cara penyelesaian sengketa
tanah melalui mediasi yang prosesnya bisa lebih cepat tentunya masing-masing pihak harus bisa
menerima (win-win solution)," kata Sofyan Djalil dalam sambutannya pada peluncuran buku
panduan penanganan konflik berbasis lahan di Jakarta, Kamis (29/11/2018).

Ditambahkan oleh Sofyan bahwa, penyelesaian melalui mediasi ini merupakan alternatif yang
lebih cepat untuk menghindari mekanisme penyelesaian melalui pengadilan yang membutuhkan
waktu lebih lama karena ada proses hukum di dalamnya. Menurut Beliau, penyelesaian sengketa
melalui pengadilan tata usaha negara (PTUN) dan/atau peradilan umum itu pada umumnya
membutuhkan waktu yang lama.

Perintah Soal-1:

1) Bagaimanakah menurut Anda, Apa kelemahan dan keunggulan dari ketiga bentuk APS:
Negosiasi, Mediasi dan Arbitrasi terkait pada konteks penyelesaian tanah dibandingkan dengan
proses litigasi di pengadilan.; dan 2) Apa pula kelemahan dan keunggulan bentuk lainnya dari
APS yaitu tentang: Pendapat Ahli, Pendapat Mengikat, Ajudikasi dan Mini Trial.

Tuangkan jawaban anda dalam bentuk format matriks.

Jawaban :

Berikut adalah format matriks yang menjelaskan kelemahan dan keunggulan dari beberapa
bentuk ADR/APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) yang terkait dengan penyelesaian sengketa
pertanahan dibandingkan dengan proses litigasi di pengadilan.
Bentuk
APS Kelemahan Keunggulan

- Tidak ada keputusan yang dihasilkan


jika pihak tidak mencapai kesepakatan - Fleksibilitas dalam mencapai solusi yang
<br> - Tidak ada jaminan keadilan bagi memuaskan kedua belah pihak <br> - Proses
Negosiasi
pihak yang lebih lemah <br> - Proses bisa lebih cepat dibandingkan dengan litigasi <br> -
terhambat jika pihak terlibat tidak Dapat mempertahankan hubungan baik antara
bersedia berkomunikasi secara kooperatif pihak yang terlibat

- Memiliki tingkat kepercayaan yang lebih


- Pihak mungkin tidak sepakat dengan tinggi karena keputusan diambil bersama-sama
hasil mediasi <br> - Tidak ada jaminan <br> - Proses lebih cepat dan lebih terjangkau
Mediasi
keputusan yang dihasilkan <br> - dibandingkan dengan litigasi <br> - Memiliki
Memerlukan mediator yang kompeten peluang untuk mencapai solusi yang kreatif dan
dan netral memuaskan kedua belah pihak

- Memerlukan biaya yang lebih tinggi - Memiliki keputusan yang mengikat bagi
dibandingkan dengan negosiasi atau kedua belah pihak <br> - Proses lebih cepat
Arbitrase mediasi <br> - Tidak ada jaminan dibandingkan dengan litigasi <br> - Lebih
keputusan yang dihasilkan <br> - Tidak terjamin kerahasiaannya dibandingkan dengan
ada proses banding pengadilan

Selanjutnya, berikut adalah kelemahan dan keunggulan bentuk-bentuk APS lainnya terkait
dengan penyelesaian sengketa pertanahan.

Bentuk
APS Kelemahan Keunggulan

Pendapat - Bisa menjadi subjek perdebatan antara ahli - Dapat memberikan pengetahuan teknis
Bentuk
APS Kelemahan Keunggulan

yang mendalam dalam penyelesaian


sengketa <br> - Memiliki keputusan yang
yang berbeda <br> - Ahli yang dipilih didasarkan pada keahlian dan pengetahuan
Ahli mungkin tidak netral atau tidak kompeten yang objektif

- Memiliki keputusan yang mengikat bagi


- Tidak memberikan pilihan kepada pihak kedua belah pihak <br> - Lebih cepat
terkait dalam memilih penyelesaian sengketa dibandingkan dengan litigasi <br> - Dapat
Pendapat <br> - Memerlukan biaya yang lebih tinggi mempertahankan hubungan baik antara
Mengikat <br> - Tidak ada proses banding pihak yang terlibat

- Keputusan mungkin kurang dipahami oleh


pihak yang terlibat <br> - Proses mungkin
memerlukan waktu yang cukup lama <br> - - Memiliki keputusan yang mengikat bagi
Ajudikasi
Keterbatasan dalam hal keahlian atau kedua belah pihak <br> - Memiliki
kebijakan yang dijadikan acuan dalam kesempatan untuk memperoleh keputusan
keputusan yang cepat dan efisien

- Memerlukan waktu yang cukup lama <br> - - Dapat membantu pihak-pihak yang
Tidak ada jaminan kesepakatan antara pihak terlibat dalam memahami posisi dan
Mini Trial yang terlibat <br> - Tidak ada keputusan argumen masing-masing <br> - Memiliki
yang dihasilkan jika pihak tidak mencapai kesempatan untuk mencapai penyelesaian
kesepakatan yang cepat dan efektif

Harap dicatat bahwa matriks ini berdasarkan asumsi umum mengenai kelemahan dan
keunggulan dari bentuk-bentuk APS tersebut dalam konteks penyelesaian sengketa pertanahan.
Dalam praktiknya, efektivitas dan relevansi masing-masing bentuk APS dapat bervariasi
tergantung pada faktor-faktor khusus yang terkait dengan kasus tertentu.
 Persoalan-2 Sengketa Tanah

SENGKETA SUWALINI SOEGITO MELAWAN KEPALA KANTOR PERTANAHAN


KABUPATEN SLEMAN.

Sengketa tanah yang menyangkut persoalan hukumya adalah persoalan yang tidak sedrhana
untuk dapat diselesaikan. Seperti sengketa antara Ny. Suwalini Soegito melawan Kepala Kantor
Pertanahan (Ka-Kantah BPN) Kabupaten Sleman. Kasus bermula akibat dari pembagian warisan
dari orang tua pihak Penggugat yang dalam proses sertifikasi tanah tertukar Gambar-Situasi nya
sehingga menimbulkan sengketa antara penggugat (Ny. Suwalini Soegito) terhadap Agus
Suharmanto (saudara satu bapak lain ibu) yang tidak dapat didamaikan. Akhirnya Penggugat
menggugat Ka-Kantah BPN Kabupaten Sleman untuk mencabut Sertifikat Hak Milik yang telah
diterbitkan dan menerbitkan kembali Sertifikat Hak Milik baru. Adapun dalil-dalil gugatan
penggugat adalah sebagai berikut:

a. Objek sengketa berupa suatu penetapan tertulis (beschkking) memenuhi ketentuan Pasal 1
angka 9 UU 51/2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU 5/1986 tentang PTUN;

b. Keputusan tersebut (objek sengketa) dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN dalam hal ini
adalah Ka Kantah Kabupaten Sleman;

c. Penggugat memiliki sebidang tanah dengan sertifikat hak milik atas tanah No. 1622/Desa
Sinduadi, Tgl 27-8-1990, Gambar situasi Tgl 16-8-1990 No. 11.776 luas: 1.199 m2, terakhir atas
nama Hadi Sugito diterbitkan oleh Kantah Kabupaten Sleman terletak di Dusun Kutu Patran RT
05/14 Sinduadi Mlati Sleman Yogyakarta dengan keterangan seluas: 1.199 m2; atas hak Hadi
Sugito adalah Akta Bagi Waris No. 212/WR/MLT/1989. Selanjutnya beralih kepada Penggugat
melalui Surat Keterangan Waris Tgl 27 April 2015;

d. Bahwa dalam Akta Bagi Waris No. 212//WR/MLT/1989 menyebutkan Kariyodimejo sebagai
pemilik tanah (pemilik awal) mewariskan sebidang tanah kepada Hadi Sugito seluas 1.199 m2
sebagaimana ditunjukkan dengan gambar situasi (GS) No. 6044/1989. Selanjutnya pasca
meninggalnya Hadi Sugito pada Tgl 14 Desember 2012 sebagaimana tercatat pada Akta
Kematian maka tanah tersebut beralih kepada para penggugat sebagaimana dijelaskan pada surat
Keterangan Waris Tgl 27 April 2015;

e. Dalam penunjukan warisan yang lain Karyodimejo menyebutkan telah memberikan sebidang
tanah kepada Ny. Pujohartono terletak di dusun Kutu Patran 86 RT 05/14 Sinduadi Mlati Sleman
Yogyakarta dengan keterangan Sertipikat Hak Milik No. 1625/Desa Sinduadi seluas 1.022 m2
tanggal 27-8-1990. Gambar Situasi tanggal 16-8-1990 No. 11.779, luas: 1.022 m2, terakhir atas
nama Agus Suharmanto. Sebagaimana alas hak Akta Bagi WarisNo. 215/WR/MLT/1989,
Gambar Situasi No. 6047/1989. Ny. Pujohartono telah menjual tanah warisan trsebut kepada
Priyoutomo dengan Akta Jual Beli No. 180/2002. Hingga kemudian Priyoutomo mengalihkan
tanah tersebut kepada Agus Suharmanto melalui pewarisan;
f. Gambar situasi pada 2 (dua) sertifikat hak atas tanah tersebut ternyata tertukar. Pada tanggal 5
Maret 2015 bertempat di Kantah Kabupaten Sleman. Para penggugat mau tidak mau menuju ke
bagian Penyelesaian Sengketa Tanah dan bertemu dengan Seksi Mediasi Bp. Priyantonojati, SE.
Kemudian para penggugat bersama Bp. Priyantonojati, SE membuka warkah dan data-data guna
membuktikan informasi dari para penggugat mengenai tertukarnya Gambar Situasi kedua
sertifikat tanah tersebut. Atas penjelasan Bp. Priyantonojati, selisih data Gambar Situasi pada
objek gugatan mengacu pada batas-batas yang tertera pada Akta Bagi Waris. Penjelasan ini
samasekali tidak memuaskan para pihak bersengketa untuk dapat menyelesaikan persoalan objek
sengketa 2 (dua) sertifikat tanah yang gambar situasinya telah tertukar terjadi.

Sumber: Jurnal Civics, Volume 14, Nomor 1, Mei 2017

Monday/14/09/2020/14.45.

Catatan/Disclaimer: Text di atas merupakan ekstraksi/saduran/kutipan/pemuatan-ulang berita,


dan hanya dipergunakan untuk keperluan Tugas Mata Kuliah (TMK) mahasiswa Ilmu Hukum
Universitas Terbuka.

Pertanyaan:

Menyimak kasus peristiwa hukum sebagaimana yang terjadi dideskripsikan di atas,

1) Jelaskan apakah Keputusan tersebut (objek sengketa) yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat TUN dalam hal ini adalah Ka Kantah Kabupaten Sleman telah memenuhi atau tidaknya
unsur-unsur persyaratan KTUN yang dapat atau tidaknya menjadi obyek peradilan di pengadilan
TUN;

2) Jelaskan berikut alasan berlandas aturan hukum apakah penyelesaian sengketa KTUN tersebut
di atas dapat diselesaikan melalui upaya administratif ataupun APS/ADR?

3) Jelaskan adakah relevansi “forum privilegiatum’’ dalam sengketa dugaan kekeliruan KTUN
dalam kesalahan sertifikasi tanah tertukar Gambar-Situasi?

Jawaban anda dibatasi tidak lebih dari 1000 kata.

Selamat belajar.

Tutor

Jawaban :
1. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu diperhatikan unsur-unsur persyaratan KTUN yang
dapat menjadi objek peradilan di pengadilan TUN. Unsur-unsur tersebut adalah:

a) Keputusan atau tindakan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN: Dalam kasus ini,
keputusan yang menjadi objek sengketa adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor
Pertanahan (Ka-Kantah BPN) Kabupaten Sleman. Ka-Kantah BPN merupakan badan atau
pejabat TUN yang berwenang mengeluarkan keputusan terkait sertifikasi tanah.

b) Bersifat memaksa: Keputusan yang dikeluarkan harus bersifat memaksa, artinya dapat
mengikat subjek hukum yang terlibat dalam sengketa. Dalam kasus ini, keputusan yang
dikeluarkan oleh Ka-Kantah BPN Kabupaten Sleman terkait sertifikasi tanah memiliki dampak
hukum yang mengikat pihak-pihak yang terlibat, sehingga memenuhi unsur ini.

c) Merugikan: Keputusan yang dikeluarkan harus memiliki potensi untuk merugikan salah satu
pihak yang terlibat. Dalam kasus ini, sertifikat hak milik tanah yang diterbitkan oleh Ka-Kantah
BPN Kabupaten Sleman dengan gambar situasi yang tertukar dapat merugikan Ny. Suwalini
Soegito karena hal tersebut menyebabkan sengketa tanah dengan pihak lain.

d) Bersifat definitif: Keputusan yang dikeluarkan harus bersifat definitif, artinya tidak dapat
diubah lagi melalui jalur administratif. Dalam kasus ini, sertifikat hak milik tanah yang
diterbitkan oleh Ka-Kantah BPN Kabupaten Sleman merupakan keputusan yang telah definitif,
sehingga dapat menjadi objek peradilan di pengadilan TUN.

Berdasarkan unsur-unsur tersebut, dapat disimpulkan bahwa keputusan yang dikeluarkan oleh
Ka-Kantah BPN Kabupaten Sleman memenuhi persyaratan KTUN yang dapat menjadi obyek
peradilan di pengadilan TUN.

2. Penyelesaian sengketa KTUN dalam kasus ini dapat diselesaikan melalui upaya administratif
maupun APS/ADR (Alternatif Penyelesaian Sengketa/Alternative Dispute Resolution). Alasan
berlandas aturan hukum untuk penyelesaian tersebut adalah sebagai berikut:

a) Upaya Administratif: Penyelesaian sengketa melalui upaya administratif dapat dilakukan


dengan mengajukan permohonan perbaikan ke Ka-Kantah BPN Kabupaten Sleman. Permohonan
tersebut dapat berupa permohonan pencabutan sertifikat hak milik yang salah dan penerbitan
sertifikat hak milik baru yang sesuai. Upaya administratif ini didasarkan pada ketentuan Pasal 32
UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pendaftaran Hak atas
Tanah.

b) APS/ADR: Penyelesaian sengketa melalui APS/ADR dapat dilakukan melalui mediasi atau
arbitrase. Dalam kasus ini, mediasi dapat menjadi alternatif yang dapat dipertimbangkan. Para
pihak yang bersengketa dapat mencoba untuk menyelesaikan perselisihan mereka melalui
mediasi yang diselenggarakan oleh pihak ketiga yang netral. Mediator akan membantu para
pihak mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Jika mediasi tidak berhasil, pihak-
pihak tersebut juga dapat mempertimbangkan arbitrase sebagai upaya penyelesaian sengketa.
3. "Forum privilegiatum" merujuk pada hak istimewa atau keistimewaan dalam pemilihan forum
penyelesaian sengketa. Dalam konteks sengketa dugaan kekeliruan KTUN dalam kasus ini,
relevansi "forum privilegiatum" tidak secara eksplisit disebutkan. Namun, dalam beberapa kasus
sengketa tanah, terutama yang melibatkan sertifikasi tanah yang salah atau tertukar, pihak yang
merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan perubahan atau pembatalan sertifikat tanah ke
pengadilan.

Dalam kasus ini, Ny. Suwalini Soegito telah menggugat Ka-Kantah BPN Kabupaten Sleman
untuk mencabut sertifikat hak milik yang salah dan menerbitkan sertifikat hak milik baru. Oleh
karena itu, pilihan forum penyelesaian sengketa yang tepat adalah pengadilan yang berwenang
mengadili perkara sengketa tanah, seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau
pengadilan lain yang berwenang dalam sengketa tanah.

Namun, perlu dicatat bahwa penentuan forum penyelesaian sengketa bergantung pada aturan
hukum yang berlaku di wilayah hukum yang bersangkutan. Oleh karena itu, penting bagi pihak-
pihak yang terlibat dalam sengketa untuk mempertimbangkan aturan hukum yang berlaku dan
mendapatkan nasihat hukum yang memadai untuk menentukan forum yang sesuai dalam
penyelesaian sengketa mereka.

Referensi :
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2. Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
3. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Tata Cara Pendaftaran Hak atas Tanah.

Anda mungkin juga menyukai