Asas-asas Dalam APS Asas-asas umum yang berlaku dalam Alternative Dispute Resolution adalah: 1. asas iktikad baik, 2. asas kontraktual, 3. asas mengikat, 4. asas kebebasan berkontrak, dan 5. asas kerahasiaan. Sejarah APS Istilah Alternative Dispute Resolution (ADR) muncul pertama kali di Amerika Serikat seiring dengan pencarian alternatif pada 1976 ketika Chief Justice Warren Burger mengadakan The Rescoe E. Pound Confrenceon the Causes of Popular Dissatisfaction with The Administratration of Justice (Pound Conference) di Saint Paul, Minesota. Masyarakat Amerika sudah jemu mencari penyelesaian sengketa melalui ligitasi (badan peradilan). Mereka tidak puas dengan sistem peradilan. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut mereka menciptakan ADR sebagai pilihan. ADR sebagai the first resort (upaya utama), sedangkan ligitasi ditempatkan sebagai the last resort (upaya akhir). Sejarah APS • Di China, mediasi adalah metode penyelesaian sengketa yang telah diterima secara tradisional dan sosial. • Perkembangan ADR di Jepang diawali dengan munculnya lembaga-lembaga arbitrase yang kemudian dikoneksitaskan dengan bentuk penyelesaian sengketa lainnya. • Perkembangan bentuk ADR di Korea Selatan hampir sama dengan Jepang. ADR yang paling menonjol dan populer adalah arbitrase. Pusat arbitrase nasional berada di The Korean Commercial Arbitrase Board yang didirikan pada 1966. • ADR yang populer di Hongkong dalam mencari penyelesaian sengketa bisnis adalah arbitrase, mediasi, ajudikasi (adjudication). Ajudikasi khusus menyelesaikan sengketa di bidang konstruksi lapangan terbang dengan cara mengangkat seorang adjudicator profesional di bidang konstruksi lapangan terbang. Singapura telah mengubah konsepsi Sejarah dan ruang lingkup APS • Singapura telah mengubah konsepsi penyelesaian sengketa nonlitigasi sejak 1966 yang termuat dalam subordinate rules. Ketentuan ini mengatur bahwa sebelum para pihak melanjutkan keinginannya membawa sengketa ke pengadilan terlebih dahulu perlu menempuh jalan penyelesaian antarpihak. Oleh sebab itu, Singapura mempunyai Court Mediation Center. Sedangkan perlembagaan ADR dilaksanakan di Subordinate Court Singapura. Praktik penyelesaian sengketa di luar pengadilan telah dipraktikkan di Indonesia berdasarkan hukum adat yang beragam.?????????????? Sejarah Pengaturan APS di Indonesia • Sebelum UU No. 30 1999 disahkan, ketentuan tentang arbitrase sebagai salah satu bentuk pilihan penyelesaian sengketa tercantum dalam pasal 615 s.d pasal 651 Reglement op de Rechtsvordering (Rv) yang merupakan Kitab Undang undang Hukum Acara Perdata (KUH Perdata). • Berkaitan dengan pengaturan arbitrase internasional, pemerintah telah meratifikasi dua konvensi. Pertama, Konvensi New York (Convention of the Recognition and Enforcement of Foreign Arbital Award) melalui Keputusan Presiden Nomor 34 1981 tentang Pengesahan Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbital Awards yang telah ditanda tangani di New York pada 10 Juni 1958 dan mulai diberlakukan pada 7 Juni 1959. Segala putusan arbitrase internasional yang diputuskan oleh lembaga arbitrase internasional di luar wilayah yurisdiksi Indonesia diakui dan dapat dilaksanakan eksekusinya dengan memperhatikan asas resiprositas (asas timbal-balik). Kedua, Konvensi tentang Penyelesaian Antara Negara dan Warga Negara Asing mengenai Penanaman Modal (Convention on the Settelement of Investment Dispute Between State and National of Order State- 1CSID) yang telah diratifikasi pada 1968 melalui Undang-Undang Nomor 5 1968 tentang Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal. Sudut pandang pendekatan APS • Penyelesaian sengketa dalam kajian ilmu hukum dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang pembuat keputusan yang terdiri dari adjudikatif, konsensual atau kompromi dan guusi adjudikatif. Kedua, dari sudut pandang pandang prosesnya terbagi menjadi dua, yaitu litigasi dan non litigasi Kelemahan dan Kelebihan Litigasi dan Non Litigasi Kelebihan jalur litigasi, antara lain (1) proses beracara lebihjelas, (2) putusan menentukan siapa yang benar dan salah menurut hukum, (3) putusan dibuat oleh hakim dan tidak boleh melibatkan kedua belah pihak sehingga fair, (4) putusan bersifat eksekutorial, (5) berorientasi pada fakta-fakta hukum, (6) proses persidangan terbuka dan dalam waktu singkat, (7) keputusannya bersifat final dan memaksa, (8) dapat dijadikan sebagi shock terapy untuk pihak lawan, (9) bagi sebagian advokat penyelesaian lewat jalur litigasi sebagai pendongkrak popularitas, dan (10) semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui peradilan. Kelemahan dan Kelebihan Litigasi dan Non Litigasi Kelemahan jalur litigasi, yaitu (1) proses yang berlarut-larut atau lama, (2) biaya yang dibutuhkan relatif mahal, (3) peradilan sering tidak tanggap terhadap kepentingan umum dan sering tidak adil terhadap ordinary citizen (kepentingan masyarakat warga negara), (4) kemampuan para hakim bercorak generalis, (5) hakim yang tidak berpengalaman, (6) kepastian hukum yang tidak stabil dengan adanya tiga jenjang pengadilan, (7) menimbulkan ketegangan atau rasa permusuhan dan dendam, (8) putusan pengadilan terkadang tidak rasional dalam penyelesaian masalah ganti rugi, (9) putusan pengadilan merujuk kepada tuntutan jaksa, (10) tidak dapat dirahasiakan, (11) kurang mampu mengakomodasi kepentingan para pihak, (12) sistem administrasi dan birokrasi peradilan yang lemah, serta (13) putusan hakim mungkin tidak dapat diterima oleh salah satu pihak. Kelebihan dalam penyelasaian sengketa dengan sistem nonlitigasi, yaitu (1) memiliki sifat kesukarelaan dalam proses, (2) prosedur yang cepat, (3) putusan bersifat nonyudisial, (4) bersifat rahasia (confidential), (5) fleksibilitas dalam merancang syarat-syarat penyelesaian sengketa, (6) hemat waktu dan biaya, (7) tingginya kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan, (8) pemeliharaan hubungan baik antarpihak (remedial), (9) hasil lebih mudah dikontrol, (10) putusan yang dihasilkan cenderung bertahan lama, dan (11) mengurangi jumlah perkara di pengadilan. Kelemahan dan Kelebihan Litigasi dan Non Litigasi Beberapa kelemahan jalur nonlitigasi, yakni (1) tidak memperjuangkan hak-hak minoritas (mediasi tradisional), (2) no incentive, (3) prisoner dilemma and mandatory mediation, (4) no panacea. pills, (5) tren, (6) guality of justice, (7) guestion of fairness, (8) lessen public control, (9) belum banyak digunakan masyarakat karena kurangnya sosialisasi, (10) sepakat tidaknya berdamai tergantung pada para pihak yang bersengketa, (11) penyelesaian sengketa masih sering mengalami jalan buntu, dan (12) tidak ada upaya paksa dalam pelaksanaan perdamaian.