Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 2

TAP

Penyerobotan Tanah

Pengembangan Serpong Town Square membangun di atas tanah Ahli Waris Gouw O Tjo Kami
anak dari keturunan Gouw O Tjo dan Lim Na Nio ada 4 orang , anak pertama Gouw Sun Gwan .
Kedua Gouw O Ko alias Go Oh Ko alias OKOH. Ketiga Gouw Gwat Nio. Orang tua engkong
kami Gouw O Tjo dan Lim Na Nio memiliki kebun dan sawah dengan Girik C. 416 yang berada
di desa/kelurahan Panunggangan. Kecamatan Cipondoh /Pinang Kota Tangerang, Luas tanahnya
sekitar 2 hektar lebih. Mulai tahun 80-an tanah itu diserobot oleh pengusaha bernama Dewanto
yang membangun pertokoan dan Kantor Green Garden di Kebon Nanas samping jalan tol
Jakarta-Merak.

Orang tua dan engkong kami tidak pernah menjual dan menggadai sama orang lain, tanah itu
diserobot oleh Dewanto dan terus dibangun sampai sekarang oleh Sepong Town Square. Kami
mulai tahun 80-an terus mengurus hak warisan baik ke kantor desa Panunggangan dan kantor
Ipeda tetapi mentok terus, hal ini dikarenakan tanah orang tua dan engkong kami sudah ada yang
menjualnya, namun ketika ditanyakan mengenai bukti-bukti tidak ada yang bisa menjelaskannya.
Sebagai pewaris kami tidak tinggal diam sudah 25 tahun memperjungkan hak tanah itu, zaman
Orde Baru segala cara dilakukan orang, karena tau pewaris tidak tinggal di Tangerang , Gouw O
Tjo meninggal 17 Aprill 1943, namanya tercantum di Girik C. 416 Lim Na Nio (nenek) sebelum
meninggalnya menyatakan tanah sawah dan darat di Kebon Nanas tidak pernah dijual atau
digadaikan kepada siapapun. Gouw O Ko yang dipercaya oleh keluarga untuk mengurus tanah
warisan mulai tahun 80-an sampai sekarang 25 tahun, sudah mengurus surat IPEDA dari Serang
tanggal 18 Januari 1982 dan surat-surat lainnya , juga fatwa waris 1991 , 2 September 1991 dari
Pengadilan Negeri Tangerang, permohonan bantuan hukum ke Pengacara H. PAR. Dari
penjelasan saudara Surya GS juru bicara dan perundingan masalah tanah kami yang ditunjuk
Jiku , Gouw O Ko mulai 31 Agustus 2004, tanah itu berkali-kali pindah tangan. Saat ini tanah
kami tersebut telah dimasukkan ke HGB No. 233/1995 atas nama PT. TMB, milik direktur
AWS, itupun kami ketahui setelah dilaporkan ke Polisi Polres Tangerang, dituduh dengan
perkara perbuatan tidak menyenangkan pasal 335 KUHP yang dilaporkan oleh Asep Sumarman
pegawai PT TMB. BPN Kota Tangerang yang kami surati pada 7 Maret 2005 belum
memberikan jawaban sampai sekarang.

(Sumber:https://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6840/penyerobotan-tanah-oleh-
developer-setos)

Jawablah pertanyaan berikut ini.

a) Bagaimanakah legalitas perjanjian antara Dawanto dan PT DKT tersebut apabila didasarkan
pada perbuatan melawan hukum?

b) Apakah kasus tersebut di atas dapat diselesaikan melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa
(APS)? Jelaskan analisa Anda berdasarkan karaktersitik APS!
c) Jelaskan perbedaaan penyelesaian kasus di pengadilan biasa dengan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (APS).

JAWAB :

1. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, Perbuatan Melawan Hukum adalah:

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum perdata meliputi


adanya perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan, adanya sebab akibat antara
kerugian dan perbuatan, serta adanya kerugian

legalitas perjanjian antara Dawanto dan PT DKT tersebut apabila didasarkan pada
perbuatan melawan hukum

Mengenai perjanjian kerjasama pada dasarnya harus sesuai dengan syarat sah perjanjian
sebagaimana diatur pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH
Perdata”) yaitu:

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;


2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.

Perjanjian juga harus didasari oleh itikad baik yang disebutkan oleh Pasal 1338 KUH
Perdata, yakni:
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak,
atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Persetujuan harus dilaksanakan denganitikad baik.

Unsur-unsur di atas adalah yang harus dipenuhi agar suatu perjanjian kerjasama dikatakan
sah menurut hukum (memiliki legalitas).

Jika Ada Sebab Terlarang Dalam Perjanjian, Apakah Bisa Dipidana?


Pada Pasal 1254 KUH Perdata disebutkan:
Semua syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, sesuatu
yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau sesuatu yang dilarang oleh undang-
undang adalah batal dan mengakibatkan persetujuan yang digantungkan padanya tak
berlaku. Dapat kita simpulkan bahwa jika ada suatu sebab yang terlarang dalam perjanjian
yang dapat dipidana adalah orang yang melakukan hal yang terlarang oleh undang-undang
tersebut seperti pembunuhan atau penipuan.
Tindak Pidana dalam Perjanjian Membuat Perjanjian Batal Demi Hukum
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa perjanjian yang memiliki hal yang terlarang
menyebabkan perjanjian tersebut batal demi hukum, berdasarkan Pasal 1254 KUH
Perdata diatur sebagai berikut:
Semua syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, sesuatu
yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau sesuatu yang dilarang oleh undang-
undang adalah batal dan mengakibatkan persetujuan yang digantungkan padanya tak
berlaku.

Terlebih secara spesifik apabila ada tindak pidana penipuan dalam suatu perjanjian maka
perjanjian tersebut batal demi hukum jika dapat dibuktikan ada unsur pidana dalam
perjanjian itu. Hal ini berdasarkan Pasal 1328 KUH Perdata, yang berbunyi:
Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan
yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak
yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat. Penipuan
tidak dapat hanya dikirakira, melainkan harus dibuktikan.

2. Berdasarkan kasus diatas bisa dilakukan upaya APS Karena Pada dasarnya tidak seorang
pun menghendaki terjadinya sengketa dengan orang lain. Tetapi dalam hubungan antar
manusia atau kegiatan bisnis, masing-masing pihak harus selalu siap mengantisipasi
kemungkinan timbulnya sengketa yang dapat terjadi setiap saat di kemudian hari.
Terdapat beberapa macam cara penyelesaian sengketa, yaitu pengadilan dan alternatif
penyelesaian sengketa (APS) di luar
pengadilan. Macam-macam APS antara lain adalah negosiasi dan mediasi. Negosiasi
adalah cara untuk mencari penyelesaian masala melalui diskusi (musyawarah) secara
langsung antara pihak-pihak yang
bersengketa yang hasilnya diterima oleh para pihak tersebut. Mediasi adalah upaya
penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki
kewenangan mengambil keputusan, yang membantu pihak-pihak yang bersengketa
mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.

3. Perbedaan penyelesaian sengketa melalui APS dan Pengadilan

Untuk cara APS (kecuali arbitrase) biasanya dilakukan dengan mendiskusikan


perbedaan-perbedaan yang timbul di antara para pihak yang bersengketa melalui
“musyawarah untuk mufakat” dengan tujuan mencapai win-win solution. Jadi, apakah
sengketa tersebut dapat diselesaikan atau tidak sangat tergantung pada keinginan dan
itikad baik para pihak yang bersengketa. Artinya, bagaimana mereka mampu
menghilangkan perbedaan pendapat di antara mereka. Apabila penyelesaian secara damai
telah disepakati oleh para pihak, mereka terikat pada hasil penyelesaian tersebut. (Lihat
Pasal 6 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
selanjutnya disingkat UU No. 30 Tahun 1999)
Namun demikian, terlepas dari perbedaan pengertian APS, pada umumnya cara-cara yang
paling sering digunakan oleh para pihak yang bersengketa adalah negosiasi, mediasi,
arbitrase, dan pengadilan

Pada dasarnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan memiliki kesamaan dengan


arbitrase, mengingat keduanya memutuskan berdasarkan kalah menang. Namun
demikian, tidak seperti arbiter di dalam arbitrase, hakim yang menangani suatu perkara di
pengadilan tidak dapat dipilih oleh para pihak yang bersengketa; demikian pula tempat
persidangan, bahasa yang digunakan, dan lain-lain. Beberapa fasilitas tersebut memberi
arbitrase beberapa keunggulan

SUMBER : MODUL HKUM 4409

Anda mungkin juga menyukai