Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman lidah buaya (Aloe vera) merupakan tanaman yang banyak


tumbuh pada iklim tropis ataupun subtropis dan sudah digunakan sejak
lama karena fungsi pengobatannya. Daunnya agak runcing berbentuk taji,
tebal, getas, tepinya bergerigi, dan permukaannya berbintik -bintik. Lidah
buaya dapat tumbuh di daerah beriklim dingin dan juga di daerah kering,
seperti Afrika, Asia dan Amerika. Lidah buaya dapat tumbuh pada suhu
optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 16-33°C dengan curah hujan
1000-3000 mm dengan musim kering agak panjang, sehingga lidah buaya
termasuk tanaman yang efesien dalam penggunaan air. Pembudidayaan
lidah buaya tergolong sangat mudah dan tidak memerlukan biaya dan
perawatan yang besar. Hal ini akan mendorong dan pertimbangan untuk
menjadikan lidah buaya sebagai bahan baku makanan (Yuwono, 2015).

Lidah buaya mengandung beberapa mineral seperti Zinc, Kalium, Zat


Besi (Fe) dan vitamin seperti vitamin A. Beberapa unsur kimia yang
terkandung di dalam daging lidah buaya menurut para peneliti antara lain:
lignin, saponin, anthraquinone, vitamin, mineral, gula dan enzim,
monosakarida dan polisakarida, asam - asam amino essensial dan non
essensial yang secara bersamaan dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan yang menyangkut kesehatan tubuh. Kekayaan akan kandungan
bahan yang didapat berfungsi sebagai bahan kosmetik, obat dan pelengkap
gizi 2 menjadikan lidah buaya tanaman menguntungkan bagi kesehatan.
Keunggulan lidah buaya terletak pada selnya yang mampu untuk meresap
di dalam jaringan kulit, sehingga banyak menahan kehilangan cairan yang
terlalu banyak dari dalam kulit (Hartanto & Lubis, 2002).

.
Perkembangan pemanfaatan lidah buaya sebagai bahan makanan dan
minuman berkaitan dengan komposisi kimia lidah buaya yang sangat baik
untuk kesehatan tubuh. Dalam industri pangan yang berbahan baku lidah
buaya seperti selai, manisan dan permen bagian lidah buaya yang
digunakan adalah bagian dalam yang menyerupai gel. Manisan merupakan
salah satu bentuk olahan makanan yang biasanya terbuat dari buah-buahan
yang direndam dalam larutan gula.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik membuat karya tulis


ilmiah yang berjudul “pemanfaatan plester lidah buaya sebagai
penyembuh luka pada kulit”

B. Identifikasi Masalah

Terkait masalah-masalah yang teridentifikasi oleh penulis, maka


penulis ingin menyebutkan masalah-masalah yang terkait dengan judul
karya tulis ilmiah ini, Adapun identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Tanaman lidah buaya merupakan tanaman yang banyak


digunakan untuk pengobatan.
2. Lidah buaya mengandung beberapa mineral dan beberapa unsur
kimia yang terkandung didalam daging lidah buaya.
3. Tanaman lidah buaya dapat dimanfaatkan untuk kesehatan pada
tubuh.
4. Perkembangan lidah buaya sebagai bahan makanan dan minuman
dengan komposisi kimia baik untuk kesehatan tubuh.

C. Pembatasan Masalah
Adapun untuk pembatasan masalah pada karya tulis ilmiah ini yaitu
sebagai berikut:
1. Tanaman lidah buaya merupakan tanaman yang banyak digunakan
untuk pengobatan.

.
2. Tanaman lidah buaya dapat dimanfaatkan untuk kesehatan pada
tubuh.

D. Rumusan Masalah
Untuk rumusan masalah penelitian karya tulis ilmiah ini yaitu sebagai
berikut:
1. Bagaimana cara membuat plester luka dari tanaman lidah buaya?
2.Bagaimana hasil dari penggunaan plester luka dari lidah buaya untuk
luka pada kulit?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulis bertujuan
melakukan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui cara membuat plester luka dari tanaman lidah


buaya.
2. Untuk mengetahui hasil dari pengguanaan plester luka dari lidah
buaya untuk luka pada kulit.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis:
a. Sebagai masukan bagi siswa/siswi untuk memanfaatkan lidah
buaya sebagai penyembuh luka pada kulit.
b. Sebagai masukan bagi para peneliti agar memanfaatkan lidah
buaya menjadi plester untuk penyembuh luka pada kulit.

2. Manfaat teoritis:
a. Sebagai bahan referensi tambahan bagaimana cara mengolah
lidah buaya menjadi plester untuk penyembahan luka pada kulit.

.
b. Sebagai pijakan awal bagi siswa/siswi yang ingin melakukan
penelitian lanjutan (development research) dengan topik yang
sama.

.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Lidah Buaya
1. Tanaman Lidah buaya

Gambar I. tanama lidah buaya


Sumber: google.com

Lidah buaya (Aloe vera) adalah spesies tumbuhan dengan daun


berdaging tebal dari genus Aloe.Tumbuhan ini bersifat menahun,
berasal dari Jazirah Arab, dan tanaman liarnya telah menyebar ke
kawasan beriklim tropis, semi-tropis, dan kering di berbagai belahan
dunia. Tanaman lidah buaya banyak dibudidayakan untuk pertanian,
pengobatan, dan tanaman hias, dan dapat juga ditanam di dalam
pot.Lidah buaya banyak ditemukan dalam produk seperti minuman,
olesan untuk kulit, kosmetika, atau obat luar untuk luka bakar.
Walaupun banyak digunakan secara tradisional maupun komersial,
uji klinis terhadap tanaman ini belum membuktikan keefektifan atau

.
keamanan ekstrak lidah buaya untuk pengobatan maupun
kecantikan.

a. Ciri-ciri lidah buaya

Aloe vera adalah tumbuhan tanpa batang atau berbatang


pendek, dengan tinggi hingga 60–100 cm dan dapat berkembang
biak dengan tunas. Dedaunannya berdaging tebal, berwarna hijau
atau hijau keabuan, dan sebagian varietas memiliki bintik putih
pada permukaan batangnya. Pinggir daunnya
berbentuk serrata (seperti gergaji) dengan gerigi putih kecil.
Bunga-bunganya tumbuh pada musim panas di sebuah tangkai
setinggi hingga 90 cm. Setiap bunga tersebut berposisi
menggantung, dan mahkotanya berbentuk tabung sepanjang 2–
3 cm. Seperti spesies-spesies Aloe lainnya, Aloe vera membentuk
simbiosis mikoriza arbuskula bersama jamur, sehingga
meningkatkan ketersediaan mineral dari tanah.
Daun Aloevera mengandung senyawa-senyawa
fitokimia yang sedang diteliti bioaktivitasnya, seperti
senyawa manan terasetilasi, polimanan, antrakuinon C-glikosida,
dan senyawa antrakuinon lain seperti emodin dan senyawa-
senyawa lektin.

b. Penggolongan dan penamaan lidah buaya

Selain Aloe vera, lidah buaya memiliki banyak nama ilmiah


sinonim: A. barbadensis Mill., Aloe indica Royle, Aloe perfoliata
L. var. vera and A. vulgaris Lam. Nama kedua (epitet spesifik)
vera berasal dari bahasa Latin yang berarti "sungguhan" atau
"asli". Beberapa literatur menyebut Aloe vera dengan bintik-
bintik putih sebagai Aloe vera var. chinensis;terdapat juga
pendapat bahwa Aloe vera berbintik tersebut masih satu spesies
dengan A. massawana.

.
Deskripsi spesies lidah buaya pertama kali dibuat oleh Carolus
Linnaeus pada 1753 dengan nama Aloe perfoliata var. vera.
Deksripsi lidah buaya kemudian dibuat lagi oleh Nicolaas
Laurens Burman dengan nama Aloe vera dalam Flora Indica pada
6 April 1768, dan sekali lagi oleh Philip Miller dengan nama Aloe
barbadensis dalam Gardener's Dictionary sepuluh hari kemudian.
Penelitian dengan teknik-teknik perbandingan DNA menunjukkan
bahwa Aloe vera berkerabat relatif dekat dengan Aloe perryi,
sebuah spesies endemik dari Yaman.

Perbandingan DNA lain dengan teknik perbandingan urutan


DNA kloroplas dan pemrofilan mikrosatelit menunjukkan
kekerabatan dekat dengan Aloe forbesii, Aloe inermis, Aloe
scobinifolia, Aloe sinkatana, and Aloe striata. Kecuali A. striata
yang berasal dari Afrika Selatan, spesies-spesies Aloe tersebut
berasal dari Kepulauan Suquthra/Sokotra di Yaman, Somalia,
serta Sudan. Akibat tidak jelasnya asal populasi alamiah dari lidah
buaya, beberapa penulis berpendapat bahwa Aloe vera
kemungkinan berasal dari hasil persilangan.

c. Persebaran lidah buaya

Lidah buaya dianggap sebagai spesies asli Jazirah Arab bagian


barat daya. Namun, manusia telah menanamnya di berbagai
belahan dunia, sehingga mengalami naturalisasi di berbagai
tempat seperti Afrika Utara, Sudan dan negara-negara sekitarnya,
Spanyol Selatan, Kepulauan Kanarias, Tanjung Verde, Kepulauan
Madeira. Spesies ini juga mulai dibudidayakan di Tiongkok dan
Eropa bagian selatan sejak abad ke-17.

d. Budidaya lidah buaya


.
Budidaya lidah buaya dalam skala besar terjadi di Australia,
Bangladesh, Kuba, Republik Dominika, Tiongkok, Meksiko,
India, Jamaika, Spanyol, Kenya, Tanzania, Afrika Selatan, dan
Amerika Serikat. Hasil pertanian lidah buaya banyak dijadikan
bahan baku kosmetika. Spesies ini juga banyak ditanam sebagai
tanaman hias karena kekhasan bentuknya, bunganya, serta
daunnya yang berdaging tebal. Selain itu, lidah buaya juga
1
ditanam di kebun karena secara reputasinya sebagai tumbuhan
obat.

Karena daunnya yang tebal sehingga memudahkan


menyimpan air, tanaman ini cocok untuk kebun-kebun di daerah
bercurah hujan rendah Tanaman ini mampu hidup di zona 8
hingga 11 dalam sistem penomoran Kementerian Pertanian AS,
tetapi tidak tahan jalad (embun beku) atau salju. Spesies ini
memiliki ketahanan relatif tinggi terhadap kebanyakan hama
serangga, tetapi rentan terganggu oleh kelompok Tetranychidae
("kutu laba-laba"), Pseudococcidae ("koya"), Coccoidea
("serangga sisik"), dan Aphidoidea ("kutu daun"). Jika ditanam
dalam pot, lidah buaya membutuhkan tanah yang cukup kering
dan berpasir serta cahaya matahari yang cukup.

Tanaman Aloe dapat "terluka bakar" jika terkena matahari


yang terlalu kuat dan dapat mengerut jika tanahnya terlalu
lembap.Pot tanah liat (terakota) yang berpori dapat membantu
menjaga tanah tetap kering. Penyiraman tanaman ini hanya
disarankan setelah tanah sudah benar-benar kering. Di dalam pot,
tunas-tunas kecil dapat tumbuh di sekitar tanaman asli, dan dapat
dipindahkan ke pot lain agar tanaman induknya memiliki ruang
2
cukup untuk tumbuh dan untuk menghindari serangan hama.

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Lidah_buaya
2

.
Pada negara dengan musim dingin, lidah buaya dapat berhenti
tumbuh sementara saat suhu terlalu dingin, sehingga dibutuhkan
tambahan kelembapan. Di daerah yang mengalami jalad atau
salju, tanaman ini dapat disimpan dalam ruangan atau di rumah
kaca yang dihangatkan. Kini, tanaman ini banyak dibudidayakan
di kawasan tropis dan subtropis, serta kawasan-kawasan kering di
Benua Amerika, Asia, dan Australia.

e. Jenis-jenis lidah buaya

Dalam dunia kesehatan, Tanaman Lidah Buaya adalah


tanaman multifungsi yang kaya akan vitamin, enzim, mineral, dan
asam amino. Gel transparan yang dihasilkan dari daunnya sering
digunakan sebagai bahan dalam produk perawatan kulit karena
sifatnya yang melembabkan dan menyembuhkan, selain itu juga
dimanfaatkan sebagai suplemen kesehatan yang mendukung
pencernaan dan kesehatan rambut.

Lidah Buaya adalah salah satu tanaman yang dikenal luas di


seluruh dunia dan memiliki berbagai varietas dengan
kegunaannya masing-masing. Mari kita pelajari lebih lanjut
tentang beberapa varietas Tanaman Lidah Buaya yang populer:

1) Aloe Vera (Lidah Buaya Sejati).

.
Gambar II. Lidah buaya sejati

Sumber: google.com

Aloe Vera (Lidah Buaya Sejati) – Adalah varietas yang


paling dikenal luas. Tanaman ini kaya akan vitamin, enzim,
dan mineral yang membuatnya menjadi pilihan utama dalam
industri perawatan kulit. Gel yang ditemukan di dalam
daunnya digunakan untuk meredakan luka bakar, luka, dan
berbagai kondisi kulit lainnya.

2) Aloe Arborescens (Lidah Buaya Pohon).

.
Gambar III. Lidah buaya pohon

Sumber: google.com

Aloe Arborescens (Lidah Buaya Pohon) – Disebut demikian


karena bentuknya yang menyerupai pohon kecil. Tanaman ini
memiliki daun yang tebal dengan tepi yang berduri dan
dikenal memiliki sifat penyembuhan yang kuat, terutama
untuk luka bakar dan infeksi kulit.

3) Aloe Ferox (Lidah Buaya Liar).

.
Gambar IV. Lidah buaya liar

Sumber: google.com

Aloe Ferox (Lidah Buaya Liar) – Berasal dari Afrika Selatan,


tanaman ini tumbuh menjadi semak besar dengan daun tebal
dan berduri. Sering digunakan dalam pengobatan tradisional
karena khasiatnya yang beragam, termasuk untuk pencernaan
dan sebagai detoksifikasi.

4) Aloe Plicatilis (Lidah Buaya Kipas).

.
Gambar V. Lidah buaya kipas

Sumber: google.com

Aloe Plicatilis (Lidah Buaya Kipas) – Tanaman ini unik


dengan bentuk daunnya yang menyerupai kipas. Tumbuh
terutama di daerah pegunungan Afrika Selatan, tanaman ini
memiliki bunga berwarna oranye yang cerah dan sering
digunakan sebagai tanaman hias selain kegunaannya dalam
pengobatan tradisional.

5) Aloe Maculata (Lidah Buaya Bintik-bintik).

.
Gambar VI. Lidah buaya bitnik-bintik

Sumber: google.com
3

Aloe Maculata (Lidah Buaya Bintik-bintik) – Sesuai


namanya, tanaman ini memiliki daun dengan bintik-bintik
putih. Selain keindahannya, tanaman ini juga dimanfaatkan
dalam pengobatan tradisional, terutama untuk perawatan
kulit.

Setiap varietas Lidah Buaya memiliki karakteristik dan


kegunaan yang unik. Memahami perbedaan antara mereka
3
https://www.birdsnbees.co.id/ketahui-5-jenis-tanaman-lidah-buaya-dengan-berbagai-manfaat-
yang-terkandung-di-dalamnya/#:~:text=Aloe%20Vera%20(Lidah%20Buaya%20Sejati)
%20%E2%80%93%20Adalah%20varietas%20yang%20paling,utama%20dalam%20industri
%20perawatan%20kulit.
.
dapat membantu Anda memilih yang paling sesuai dengan
kebutuhan Anda.4

B. Luka

1. Definisi Luka

Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena


adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan
berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama
penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu: abrasi, kontusio,
insisi (iris), laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis. Sedangkan
perawatan luka adalah suatu tindakan untuk membunuh
mikroorganisme (Potter & Perry, 2006).

Penyembuhan luka adalah respon organisme terhadap kerusakan


jaringan atau organ serta usaha mengembalikan dalam kondisi
homeostasis sehingga dicapai kestabilan fisiologis jaringan atau
organ yang pada kulit terjadi penyusunan kembali jaringan kulit
ditandai dengan terbentuknya epitel fungsional yang menutupi luka
(Compton; 1990; Stricklin dkk,1994). 2.1.2

2. Macam Macam dan Mekanisme Terjadinya Luka


Mekanisme terjadinya luka diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Luka yang berdasarkan sifat kejadiannya dibedakan menjadi 7


macam yaitu:
4

.
1) Luka insisi (incised wounds), terjadi karena teriris oleh
instrument yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan.
Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)

2) Luka memar (contusion wound), terjadi akibat benturan oleh


suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan
lunak, perdarahan dan bengkak.

3) Luka lecet (abraded wound), terjadi akibat kulit bergesekan


dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

4) Luka tusuk (punctured wound), terjadi akibat adanya benda,


seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan
diameter yang kecil.

5) Luka gores (lacerated wound), terjadi akibat benda yang tajam


seperti oleh kaca atau oleh kawat.

6) Luka tembus (penetrating wound), yaitu luka yang menembus


organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya
kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.

7) Luka bakar (combustio)

b. Luka berdasarkan lama proses penyembuhan luka dibagi:

1) Luka akut adalah luka yang sembuh sesuai dengan waktu


proses penyembuhan luka, diantaranya luka operasi, luka
kecelakaan, dan luka bakar. Jika penanganan betul dan luka
menutup dalam 21 hari maka dikatakan luka akut, jika tidak maka
akan jatuh pada luka kronis.

.
2) Luka kronis adalah luka yang sulit sembuh dan fase
penyembuhan lukanya mengalami pemanjangan. Misalkan pada
luka dengan dasar luka merah sudah 1 bulan (>21 hari) tidak mau
menutup. Diantaranya luka tekan (dekubitus), luka karena
diabetes, luka karena pembuluh darah vena maupn arteri, luka
kanker, luka dehiscene dan abses. Salah satu ciri yang khas yaitu
adanya jaringan nekrosis (jaringan mati) baik yang berwarna
kuning maupun berwarna hitam.

3. Proses Penyembuhan Luka

Sebagai repon terhadap jaringan yang rusak, tubuh memiliki


kemampuan yang luar biasa untuk mengganti jaringan yang hilang,
memperbaiki struktur, kekuatan, dan kadangkadang juga fungsinya.
Penyembuhan luka juga dapat melibatkan integrasi proses fisiologis.

Sifat penyembuhan pada semua luka sama, dengan variasinya


bergantung pada lokasi luka, keparahan luka dan luas cidera. Selain
itu, penyembuhan luka dipengaruhi oleh kemampuan sel dan
jaringan untuk melakukan regenerasi. Berdasarkan proses
penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu:

1) Healing by primary intention Tepi luka bisa menyatu kembali,


permukaan bersih, biasnaya terjadi karena suatu insisi, tidak ada
jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian
internal ke eksternal.

2) Healing by secondary intention Terdapat sebagian jaringan


yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari
pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.

.
3) Delayed primari healing (tertiary healing) Penyembuhan luka
berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi,
diperlukan penutupan luka secara manual.

4. Fase Penyembuhan Luka

Ada beberapa fase dalam penyembuhan luka menurut (Taylor et


al, 2008), diantaranya adalah:

a. Fase Inflamasi Fase inflamasi akan berlangsung selama


sekitar 4-6 hari (Taylor et al, 2008). Pada proses penyembuhan
ini diawali oleh proses hemostatis. Beberapa jumlah mekanisme
terlibat di dalam untuk menghentikan perdarahan secara alamiah
(hemostatis).

Selama proses penyembuhan dengan hemostatis pembuluh


darah yang cedera akan mengalami konstriksi dan trombosit
berkumpul untuk menghentikan perdarahan Proses ini
memerlukan peranan platelet dan fibrin. Pada pembuluh darah
normal, terdapat produk endotel seperti prostacyclin untuk
menghambat pembentukan bekuan darah. Ketika pembuluh
darah pecah, proses pembekuan dimulai dari rangsangan
callogen 7 terhadap platelet.

Platelet menempel dengan platelet lainnya dimediasi oleh


protein fibrinogen dan faktor von Willebrand. Agregasi platelet
bersama dengan eritrosit akan menutup kapiler untuk
menghentikan pendarahan.Saat platelet teraktivasi, membran
fosfolipid berikatan dengan faktor pembekuan V, dan
berinteraksi dengan faktor pembekuan X.

.
Aktivitas protrombine dimulai, memproduksi trombin secara
eksponensial. Trombin kembali mengaktifkan platelet lain dan
mngkatalisasi pembentukan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin
berkaitan dengan sel darah merah membentuk bekuan darah dan
menutup luka. Fibrin menjadi rangka untuk sel endotel, sel
inflamasi dan fibroblast

Fibronectin bersama dengan fibrin sebagai salah satu


komponen rangka tersebut dihasilkan fibroblast dan sel epitel.
Fibronectin berperan dalam membantu perlekatan sel dan
mengatur perpindahan berbagai sel ke dalm luka. Rangka fibrin
– fibronectin juga mengikat sitokin yang dihasilkan pada saat
luka dan bertindak sebagai penyimpan faktor – faktor tersebut
untuk proses penyembuhan

Reaksi inflamasi adalah respon fisiologis normal tubuh


dalam mengatasi luka. Inflamasi ditandai oleh rubor
(kemerahan), tumor (pembengkakan), calor (hangat), dan dolor
(nyeri).

Tujuan dari reaksi inflamasi ini adalah untuk membunuh


bakteri yang mengkontaminasi luka. Pada awal terjadinya luka
terjadi vasokonstriksi lokal pada arteri dan kapiler untuk
membantu menghentikan pendarahan. Proses ini dimediasi oleh
epinephrin, norepinephrin dan prostaglandin yang dikeluarkan
oleh sel yang cedera. Setelah 10 – 15 menit pembuluh darah
akan mengalami vasodilatasi yang dimediasi oleh serotonin,
histamin, kinin, prostaglandin, leukotriene dan produk endotel.

Hal ini yang menyebabkan lokasi luka tampak merah dan


hangat Sel mati yang terdapat pada permukaan endotel

.
mengeluarkan histamin dan serotonin yang menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler. Hal ini
mengakibatkan plasma keluar dari intravaskuler ke
ekstravaskuler (Leong, 2012). Leukosit berpindah ke jaringan
yang luka melalui proses aktif yaitu diapedesis.

Proses ini dimulai dengan leukosit menempel pada sel


endotel yang melapisi kapiler dimediasi oleh selectin. Kemudian
leukosit semakin melekat akibat integrin yang terdapat pada
permukaan leukosit dengan intercellular adhesion moleculer
(ICAM) pada sel endotel.

Leukosit kemudian berpindah secara aktif dari sel endotel ke


jaringan yang luka (Lawrence, 2004) 8 Agen kemotaktik seperti
produk bakteri, complement factor, histamin, PGE2, leukotriene
dan platelet derived growth factor (PDGF) menstimulasi
leukosit untuk berpindah dari sel endotel.

Leukosit yang terdapat pada luka di dua hari pertama adalah


neutrofil. Sel ini membuang jaringan mati dan bakteri dengan
fagositosis. Netrofil juga mengeluarkan protease untuk
mendegradasi matriks ekstraseluler yang tersisa.

Setelah melaksanakan fungsi fagositosis, neutrofil akan


difagositosis oleh makrofag atau mati. Meskipun neutrofil
memiliki peran dalam mencegah infeksi, keberadaan neutrofil
yang persisten pada luka dapat menyebabkan luka sulit untuk
mengalami proses penyembuhan. Hal ini bisa menyebabkan
luka akut berprogresi menjadi luka kronis Pada hari kedua /
ketiga luka, monosit / makrofag masuk ke dalam luka melalui
mediasi monocyte chemoattractant protein 1 (MCP-1).

.
Makrofag sebagai sel yang sangat penting dalam
penyembuhan luka memiliki fungsi fagositosis bakteri dan
jaringan mati. Makrofag mensekresi proteinase untuk
mendegradasi matriks ekstraseluler (ECM) dan penting untuk
membuang material asing, merangsang pergerakan sel, dan
mengatur pergantian ECM.

Makrofag merupakan penghasil sitokin dan growth factor


yang menstimulasi proliferasi fibroblast, produksi kolagen,
pembentukan pembuluh darah baru, dan proses penyembuhan
lainnya. Limfosit T muncul secara signifikan pada hari kelima
luka sampai hari ketujuh.

Limfosit mempengaruhi fibroblast dengan menghasilkan


sitokin, seperti IL-2 dan fibroblast activating factor. Limfosit T
juga menghasilkan interferon-γ (IFN- γ), yang menstimulasi
makrofag untuk mengeluarkan sitokin seperti IL-1 dan TNF-α.
Sel T memiliki peran dalam penyembuhan luka kronis

Pada fase inflamasi dengan berhasilnya dicapai luka yang


bersih, tidak terdapat infeksi atau kuman serta pedoman/
parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya edema
hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung
sampai hari ke-3 atau hari ke-4

b. Fase Proliferasi Pada fase ini berlangsung hingga hitungan


minggu atau 3-24 hari. Pada pertumbuhan jaringan baru untuk
menutup luka utamanya dilakukan melalui aktivasi fibroblast.
Fibroblast yang normalnya ditemukan pada jaringan ikat,
bermigrasi ke daerah yang luka karena berbagai macam
mediator seluler.

.
Fibroblast meletakkan substansi dasar dan serabut-serabut
kolagen serta pembuluh darah baru mulai 9 menginfiltrasi luka.
Fibroblast bermigrasi ke daerah luka dan mulai berproliferasi
hingga jumlahnya lebih dominan dibandingkan sel radang pada
daerah tersebut. Fase ini terjadi pada hari ketiga sampai hari
kelima.

Dalam melakukan migrasi, fibroblast mengeluarkan matriks


mettaloproteinase (MMP) untuk memecah matriks yang
menghalangi migrasi. Fungsi utama dari fibroblast adalah
sintesis kolagen sebagai komponen utama ECM. Kolagen tipe I
dan III adalah kolagen utama pembentuk ECM dan normalnya
ada pada dermis manusia.

Kolagen tipe III dan fibronectin dihasilkan fibroblast pada


minggu pertama dan kemudian kolagen tipe III digantikan
dengan tipe I. Kolagen tersebut akan bertambah banyak dan
menggantikan fibrin sebagai penyusun matriks utama pada luka.

Pembentukan pembuluh darah baru / angiogenesis adalah


proses yang dirangsang oleh kebutuhan energi yang tinggi untuk
proliferasi sel. Selain itu angiogenesis juga dierlukan untuk
mengatur vaskularisasi yang rusak akibat luka dan distimulasi
kondisi laktat yang tinggi, kadar pH yang asam, dan penurunan
tekanan oksigen di jaringan.

Setelah trauma, sel endotel yang aktif karena terekspos


berbagai substansi akan mendegradasi membran basal dari vena
postkapiler, sehingga migrasi sel dapat terjadi antara celah
tersebut. Migrasi sel endotel ke dalam luka diatur oleh fibroblast

.
growth factor (FGF), platelet-derived growth factor (PDGF),
dan transforming growth factor-β (TGF-β).

Pembelahan dari sel endotel ini akan membentuk lumen.


Kemudian deposisi dari membran basal akan menghasilkan
maturasi kapiler. Angiogenesis distimulasi dan diatur oleh
berbagai sitokin yang kebanyakan dihasilkan oleh makrofag dan
platelet. Tumor necrosis factor-α (TNF-α) yang dihasilkan
makrofag merangsang angiogenesis dimulai dari akhir fase
inflamasi.

Heparin, yang bisa menstimulasi migrasi sel endotel kapiler,


berikatan dengan berbagai faktor angiogenik lainnya. Vascular
endothelial growth factor (VEGF) sebagai faktor angiogenik
yang poten dihasilkan oleh keratinosit, makrofag dan fibroblast
selama proses penyembuhan.

Pada fase ini terjadi pula epitelialisasi yaitu proses


pembentukan kembali lapisan kulit yang rusak. Pada tepi luka,
keratinosit akan berproliferasi setelah kontak dengan ECM dan
kemudian bermigrasi dari membran basal ke permukaan yang
baru terbentuk. Ketika bermigrasi, keratinosis akan menjadi
pipih dan panjang dan juga membentuk tonjolan sitoplasma
yang panjang.

Pada ECM, mereka akan berikatan dengan kolagen tipe I


dan bermigrasi menggunakan reseptor spesifik integrin.
Kolagenase yang dikeluarkan keratinosit akan mendisosiasi sel
dari matriks 10 dermis dan membantu pergerakan dari matriks
awal. Keratinosit juga mensintesis dan mensekresi MMP lainnya
ketika bermigrasi.

.
Matriks fibrin awal akan digantikan oleh jaringan granulasi.
Jaringan granulasi akan berperan sebagai perantara sel – sel
untuk melakukan migrasi. Jaringan ini terdiri dari tiga sel yang
berperan penting yaitu : fibroblast, makrofag dan sel endotel. Sel
– sel ini akan menghasilkan ECM dan pembuluh darah baru
sebagai sumber energi jaringan granulasi.

Jaringan ini muncul pada hari keempat setelah luka.


Pembentukan granulasi terjadi pada hari ke 2-5 setelah luka,
dibentuk oleh fibroblas yang mengalami proliferasi dan
maturasi. Fibroblast akan bekerja menghasilkan ECM untuk
mengisi celah yang terjadi akibat luka dan sebagai perantara
migrasi keratinosit.

Matriks ini akan tampak jelas pada luka. Makrofag akan


menghasilkan growth factor yang merangsang fibroblast
berproliferasi. Makrofag juga akan merangsang sel endotel
untuk membentuk pembuluh darah baru. Kontraksi luka adalah
gerakan centripetal dari tepi luka menuju arah tengah luka.
Kontraksi luka maksimal berlanjut sampai hari ke-12 atau ke-15
tapi juga bisa berlanjut apabila luka tetap terbuka dan biasanya
juga terjadi pada hari ke-7 dan untuk fase maturasi biasanya
terjadi pada hari ke-21.

Luka bergerak ke arah tengah dengan rata – rata 0,6 sampai


0,75 mm / hari. Kontraksi juga tergantung dari jaringan kulit
5
sekitar yang longgar. Sel yang banyak ditemukan pada
kontraksi luka adalah myofibroblast. Sel ini berasal dari
fibroblast normal tapi mengandung mikrofilamen di
sitoplasmanya.

5
https://repository.um-surabaya.ac.id/1133/3/BAB_II.pdf
.
c. Fase Maturasi Fase ini dapat berlangsung selama beberapa
minggu (Taylor et al, 2008). Pada tahap maturasi terjadi proses
epitelisasi, kontraksi dan reorganisasi jaringan ikat. Setiap
cedera yang mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel pada
pinggir luka.

C. Plester

1. Pengertian Plester

Gambar VII. Plester


Sumber: google.com

Plester ialah perban kecil yang digunakan pada luka yang tidak
begitu serius untuk diberi perban besar. Plester ditemukan
oleh Earle Dickson pada tahun 1920. Plester berguna melindungi
luka dari terbentur, rusak, atau kotor. Plester biasanya ditutupi oleh
tenunan, plastik, atau karet lateks yang memiliki kemampuan rekat.
Meskipun terdapat banyak variasi plester dengan fungsi
perlindungan, terdapat pula jenis yang khusus untuk kesempatan

.
tertentu, seperti untuk kedokteran olahraga, pemegang makanan,
dan rehabilitasi. Misalnya Band-Aid, Curad, Nexcare, Kinesio
Tape, McConell Tape, Micropore, Hansaplast, Vetrap, dll. Plester
yang berfungsi menyebarkan pengobatan ke kulit alih-alih
melindungi luka disebut plester transdermal. Plester biasanya
digunakan untuk menutup luka pada kulit.

Hal tersebut untuk memberikan perlindungan total dari kotoran


dan kuman sehingga luka akan cepat sembuh. Plester merupakan
salah satu item penting di kotak P3K dan penting bagi untuk
dilengkapi dengan jenis yang tepat untuk situasi apa pun. Plester
juga disebut sebagai pembalut perekat. Plester merupakan pembalut
steril yang digunakan untuk menutupi luka ringan, lecet, dan luka
berdarah ringan. Cedera tersebut dilindungi untuk membantu
mencegah mereka dari infeksi dan kerusakan lebih lanjut.

Dengan begitu banyak bentuk, warna, dan ukuran plester yang


berbeda di luar sana, mungkin tergoda pada saat itu untuk memilih
apa pun yang tersedia.Namun, memilih plester yang tepat sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi luka dapat memberikan peningkatan
substansial baik dari segi kenyamanan maupun daya tahan,
sehingga menghasilkan proses penyembuhan yang lebih efektif.

2. Jenis-jenis plester medis

Terdapat tiga jenis plester medis utama yang digunakan untuk


pertolongan pertama, yaitu: plester tahan cuci, plester kain, dan
plester biru. Jenis plester yang paling umum yaitu plester tahan cuci.

a. Plester Tahan Cuci

.
Gambar VIII. Plester tahan cuci

Sumber: google.com

Seperti namanya, plester tahan cuci memiliki manfaat karena


kemapuannya dalam mengatasi kondisi yang lembab dan basah.
Plester tersebut menjadi pilihan praktis untuk cedera tangan dan
siapa saja yang khawatir plesternya terlepas saat berenang atau
mencuci.

b. Plester Kain

Gambar IX. Plester kain

Sumber: google.com

.
Plester kain memberikan tingkat sirkulasi udara dan daya
tahan yang lebih tinggi. Meskipun memiliki kekuatan perekat
yang baik membuatnya ideal untuk digunakan dalam jangka
waktu yang lama, mereka tidak dapat digunakan dengan baik di
lingkungan basah dan tidak akan membuat luka tetap kering.

Gambar X. Plester biru

Sumber: google.com

Plester biru memiliki kualitas khusus. Plester biru dirancang


khusus untuk digunakan oleh mereka yang bekerja di
lingkungan makanan dan katering. Plester biru memiliki
kekuatan dalam mencegah kontaminasi silang antara darah dan
produk makanan. Plester biru memiliki warna cerah untuk
memastikan mereka mudah dikenali apabila terlepas dari luka ke
area penanganan dan persiapan makanan. Adanya strip logam
tipis di dalam plester yang memungkinkan makanan dipindai
dari jarak jauh dengan detektor logam dapat memudahkan dan
memperkuat deteksi plester ini. Perekat khusus lainnya termasuk
plester anak-anak. Anak-anak kecil rentan terhadap benturan
.
dan goresan. Apabila melihat darah dan luka kecil, mereka bisa
menjadi traumatis. Warna-warna ceria dan cetakan karakter
yang ditemukan pada plester ini dapat membantu membuat anak
lebih nyaman dan tidak terlalu trauma dengan lukanya.

Berbagai jenis plester juga dapat ditemukan yang disesuaikan


untuk kulit sensitif dan lecet. Jenis terakhir terasa berbeda
dengan jenis-jenis plester medis lainnya karena penggunaan
bantalan gel yang dirancang untuk mengurangi tekanan pada
lepuh sekaligus mempertahankannya dari iritasi.

3. Bentuk-bentuk plester

Plester terdiri dalam berbagai ukuran dan bentuk. Meskipun


bentuk standar strip panjang akan sesuai dengan sebagian besar luka
kecil, Anda mungkin memerlukan alternatif yang lebih nyaman dan
nyaman untuk area tubuh yang bergerak seperti persendian. Apabila
diperlukan, dressing juga dapat dipotong sesuai ukuran dengan
gunting.

Plester luka terbuat dari selembar kain kasa dan memiliki


bantalan (perekat) yang lengket dan biasanya dibungkus dalam satu
kemasan steril. Alat ini tersedia dalam berbagai bentuk dan
ukuran. Plester luka yang dijual di pasaran biasanya tersedia dalam
bahan kain, plastik, atau karet lateks memiliki kemampuan rekat.

.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SMA Islam Terpadu Rt03/08 Kel. Duren
Seribu, Kec.Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat
B. Waktu Penelitian

No. Hari/Tanggal Kegiatan Penelitian

1 18 oktober 2023 Pengajuan judul

2 20 0ktober-20 November 2023 Penulisan karya tulis ilmiah

C. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
a. Penelitian Eksperimental
1) Percobaan Laboratorium: Melibatkan pengujian ekstrak lidah
buaya pada kultur sel kulit atau hewan percobaan untuk melihat
efek penyembuhan luka.
2) Pengujian Pada Manusia: Uji klinis pada sukarelawan untuk
mengevaluasi efektivitas lidah buaya dalam penyembuhan luka
pada kulit.

b. Penelitian Tinjauan Literatur


1) Analisis Literatur: Mengumpulkan dan menganalisis studi-studi
sebelumnya tentang penggunaan lidah buaya dalam penyembuhan
luka kulit.

.
2) Meta-Analisis: Menganalisis data dari beberapa studi untuk
menyimpulkan secara komprehensif mengenai efektivitas lidah
buaya dalam penyembuhan luka pada kulit.
c. Penelitian Kualitatif
1) Wawancara dan Pengamatan: Mendalami pandangan dan
pengalaman orang yang telah menggunakan lidah buaya untuk
menyembuhkan luka kulit.
2) Studi Etnografi: Mempelajari penggunaan lidah buaya dalam
pengobatan tradisional suatu masyarakat dan bagaimana hal itu
terkait dengan penyembuhan luka kulit.
Jenis penelitian yang dipilih akan sangat bergantung pada sumber
daya, waktu, dan tujuan penelitian. Masing-masing memiliki kelebihan
dan keterbatasan, namun kombinasi beberapa jenis penelitian dapat
memberikan pemahaman yang lebih lengkap tentang efektivitas lidah
buaya dalam penyembuhan luka pada kulit.

2. Teknik Pengumpulan Data


a. Observasi langsung:
Pengamatan pada Penggunaan Langsung: Melakukan observasi
langsung terhadap penggunaan lidah buaya dalam pengobatan luka
pada kulit. Ini bisa dilakukan dengan memantau proses pengaplikasian
lidah buaya pada luka, durasi penggunaan, dan perubahan yang
terjadi.
b. Studi Kasus:
Pengumpulan Data Spesifik: Memilih beberapa kasus di mana
lidah buaya digunakan dalam penyembuhan luka pada kulit.
Dokumentasikan secara rinci tentang jenis luka, cara penggunaan
lidah buaya, dan hasil yang dicapai.
Setiap teknik memiliki keunggulan dan keterbatasan. Kombinasi
beberapa teknik pengumpulan data bisa memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang efektivitas tanaman lidah buaya dalam

.
penyembuhan luka pada kulit. Jangan lupa juga untuk
mempertimbangkan etika dan izin yang diperlukan ketika melibatkan
partisipan dalam pengumpulan data.

3. Teknik Analisa Data


a. Penelitian kualitatif
1) Analisis data sebelum dilapangan.
Analisis ini dilakukan dengan penulisan karya tulis ilmiah tentang
tanaman lidah buaya sebagai penyembuh luka pada kulit

Anda mungkin juga menyukai