Dosen Pengampu :
Dr. Herpratiwi, M.Pd.
Rini Rita T. Marpaung, S.Pd., M.Pd.
Disusun Oleh:
Sarwinda Tita Kusuma Wardani (2013024033)
Kelas A
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. karena atas berkat rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Model Belajar Interaksi Sosial”
tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran, sebagai bahan referensi bagi pembaca, dan juga sebagai bahan
referensi tambahan bagi penulis sendiri. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima saran dan
kritikan dari pembaca yang sifatnya membangun.Akhir kata semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan dengan semestinya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI iii
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang....................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah...............................................................................1
I.3 Tujuan ..............................................................................................1
II. PEMBAHASAN
II.1Definisi Model Belajar Interaksi Sosial..............................................3
II.2Macam-Macam Model Belajar Interaksi Sosial.................................3
II.3Faktor Yang Memengaruhi Model Belajar Interaksi Sosial.............10
II.4Kelebihan dan Kekurangan Model Interaksi Sosial.........................11
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................14
iii
I. PENDAHULUAN
I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penuisan makalah ini
adalah sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui definisi model belajar interaksi sosial.
b. Untuk mengetahui macam-macam model belajar interaksi sosial.
1
c. Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi model belajar interaksi
sosial.
d. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan model belajar interaksi
sosial
2
II. PEMBAHASAN
3
Joyce, Weil dan Calhoun (dalam Bali, 2017) mengungkapkan bahwa
model investigasi kelompok dapat digunakan untuk membentangkan
permasalahan amoral dan sosial yang terjadi di lingkungan siswa,
selanjutnya siswa dapat diorganisasikan dengan teknik melakukan
penelitian bersama atau cooperative inquiry terhadap masalah-masalah
sosial dan moral, maupun masalah akademis.
Pembelajaran investigasi kelompok yang di dalamnya sangat
menekankan vitalnya komunikasi yang bebas dan saling bertukar
(sharing) pengalaman yang dimiliki akan memberikan lebih banyak
manfaat dibandingkan jika mereka melakukan tugas secara sendirisendiri.
Pembelajaran investigasi kelompok dapat mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk berinteraksi social secara lebih baik melalui kerja
kelompok (collaborative learning) (Aunurrahman, dalam Winata 2021).
a. Struktur Pembelajaran
Menurut Joyce, Weil, dan Calhoun (2019 : 319), berikut merupakan
langkah-langlah yang dapat dilakukan dalam investigasi kelompok.
Fase Pertama : Siswa dihadapkan pada keadaan yang penuh dengan
teka-teki dan membingungkan.
Fase Kedua : Siswa mengeksplorasi reaksi terhadap situasi.
Fase Ketiga : Siswa merumuskan tugas dan mengaturnya dalam
pembelajaran (definisi masalah, peran, tugas, dll).
Fase Keempat : Studi yang mandiri dan berkelompok
Fase Kelima : Menganalisis perkembangan dan proses.
Fase Keenam : Mendaur ulang aktivitas.
b. Peran Guru
Guru berperan sebagai seorang fasilitator yang langsung terlibat dalam
proses kelompok (membantu pembelajar dalam merumuskan rencana,
bertindak, dan mengatur kelompok) serta beberapa kebutuhan dalam
sebuah penelitian (pengetahuan tentang metode yang digunakan). Dia
4
berfungsi sebagai seorang konselor akademik. (Joyce, Weil, dan Calhoun,
2019 : 323).
Berikut ini adapun peran guru dalam model pembelajaran Investigasi
Kelompok sebagai berikut.
a) Guru berperan sebagai fasilitator yang langsung dan implikasi dalam
kegiatan kelompok (membimbing siswa dalam merumuskan rancangan,
action, dan mengelola kelompok).
b) Memberikan informasi (pengetahuan tentang metode yang digunakan).
c) Konselor akademik (membantu siswa saat menghadapi suatu
keadaannyang membingungkan kemudian guru akan menguji dan
memperhatikan kebiasaan alami mereka yang tercermin dalam reaksi
yang berbeda-beda).
d) Membantu siswa membingkai proposisi yang reliable.
e) Memberikan bantuan kepada siswa tanpa harus menekan siswa.
5
perilaku dan nilai-nilai sosial, yang kedudukannya sejajar dengan model-
model mengajar lainnya. Ketiga asumsi tersebut sebagai berikut:
1) Secara implicit role playing mendukung suatu situasi belajar
berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada
percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk
menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Terhadap
analogy yang diwujudkan dalam role playing, para peserta didik dapat
menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
2) Kedua, role playing memungkinkan para peserta didik untuk
mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin
pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban
emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis role playing
yang lebih menekankan pada penyembuhan).
3) Model role playing berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat
ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok.
Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja
muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang
diperankan.
a. Struktur Pengajaran
Shaftels (dalam Joyce, Weil, dan Calhoun, 2019:332) berpendapat
bahwa role playing terdiri dari Sembilan langkah:
1. Tahap pertama : Memanaskan suasana kelompok
- Mengidentifikasi dan memaparkan masalah
- Menjelaskan masalah
- Menafsirkan masalah
- Menjelaskan role playing
2. Tahap kedua : Memilih partisipan
- Menganalisis peran
- Memilih pemain yang akan melakukan peran
3. Tahap ketiga : Mengatur setting tempat kejadian
- Mengatur sesi-sesi tindakan
6
- Kembali menegaskan peran
- Lebih mendekat pada situasi yang bermasalah
4. Tahap keempat : Menyiapkan peneliti
- Memutuskan apa yang akan dicari
- Memberikan tugas pengamatan
5. Tahap kelima : Pemeranan
- Memuali role playing
- Mengukuhkan role playing
- Menyudahi role playing
6. Tahap keenam : Dikusi dan evaluasi
- Mereview pemeranan (kejadian, posisi, kenyataan)
- Mendiskusikan fokus-fokus utama
- Mengembangkan pemeranan selanjutnya
7. Tahap ketuju : Memerankan kembali
- Memainkan peran yang diubah
- Member masukan atau alternative perilaku dalam langkah
selanjutnya
8. Tahap kedelapan : Berdiskusi dan evaluasi
- Sebagaimana dalam tahap 6
9. Tahap kesembilan : Saling berbagi dan mengembangakan
pengalaman.
- Menghubungkan situasi yang bermasalah dengan kehidupan
didunia nyata serta masalah-masalah yang baru muncul.
Menjelaskan prinsip umum dalam tingkah laku.
b. Peran guru
Berikut ini peran guru menurut Bali (2017), dalam pembelajaran Role
Playing (bermain peran) yang antara lain:
a) Guru seharusnya menerima semua respon dan saran siswa terlebih
gagasan dan perasaan mereka, dengan teknik yang tidak terkesan
menjustifikasi mereka.
7
b) Guru harus responsif sebagai upaya mendorong siswa untuk
menelusuri bidang-bidang yang berbeda dalam situasi permasalahan
tertentu, serta mempertimbangkan alternatif yang berbeda.
c) Meningkatkan pemahaman siswa berkenaan perasaan dan pikiran
mereka sendiri.
d) Menitikberatkan beberapa cara yang berbeda untuk memainkan
peran yang sama dan konsekuensi yang berbeda yang akan mereka
temukan.
e) Membantu siswa untuk merefleksikan dan memerhatikan
konsekuensi-konsekuensi untuk mengevaluasi resolusi dan
menganalogikannya dengan alternatif yang lain
8
mengeksplorasi sikap yang mendasari pengambilan posisi, (5)
memantapkan serta mengkualifikasi posisi, dan (6) menguji asumsi
tentang fakta , definisi, dan konsekuensi.
Tahap pertama : Mengarahkan Siswa pada Kasus
- Guru memperkenalkan materi kasus
- Guru mereview fakta
Tahap kedua : Mengidentifikasi Isu
- Siswa membuat sitesis antara fakta-fakta dengan isu-isu kebijakan
publik
- Siswa memilih satu isu kebijakan publik untuk didiskusikan
- Siswa mengidentifikasi nilai dan konflik
- Siswa mengenali fakta dasar dan permasalahan seputar definisi
Tahap Ketiga : Memilih posisi
- Siswa mengartikulasikan posisinya
- Siswa mengungkapkan posisi dasar dari nilai sosial atau konsekuensi
sebuah keputusan
Tahap Keempat : Mengekploitasi Sikap dan Pendirian serta Bentuk
Argumentasi
- Menetapkan poin-poin nilai yang dilanggar
- Membuktikan pengaruh posisi yang strategis atau tidak secara
faktual
- Membuat, menegaskan prioritas serta memaparkan kurangnya
pelanggaran dalam nilai kedua
Tahap Kelima : Menegaskan dan Mengaktualisasi Posisi
- Siswa menegaskan posisinya serta alaan memilih posisi tersebut,
menguji beberapa situasi yang sama
- Siswa mengkualifikasik posisi
Tahap Keenam : Menguji Asumsi Faktual di Balik Posisi yang sudah
Qualified
- Mengidentifikasi asumsi factual dan menentukan apakah asumsi
tersebut relevan atau tidak
9
- Menentukan konsekuensi yang diperkirakan serta menguji validitas
faktualnya (apakah benar-benar akan terjadi).
b. Peran guru
Dalam model ini guru memiliki peranan sebagai berikut.
1) Memeriksa substansi yaitu merespon anotasi siswa dengan
menanyakan kembali terkait relevansi, koherensi, partikularitas, dan
kejelasan definitif.
2) Guru mendorong siswa untuk berpikir, sehingga satu pikiran atau
urutan alasan dapat dikejar dan diperpanjang untuk ekmudian
mengantarkan pada konklusi yang logis sebelum memulai membahas
argumen yang lain.
3) Mengantisipasi tuntutan siswa terhadap nilai-nilai yang harus
dipersiapkan untuk menantang dan melakukan penjejakan serta
pemeriksaan.
4) Guru memeriksa pendapat salah seorang siswa secara mendetail
sebelum menantang siswa yang lain
10
4. Faktor Simpati, merupakan suatu proses individu yang tertarik pada pihak
lain. Meskipun faktor simpati berupa keinginan individu untuk
memahami dan bertindak kooperatif dengan orang lain, tapi sebenarnya
peran vital dalam faktor ini adalah lebih condong pada perasaan individu
tersebut
11
2) Konsep-konsep utama saling terkoneksi, mengarah pada repetisi
(review), rekonseptualisasi, dan asimilasi gagasan-gagasan dalam
suatu disiplin ilmu.
3) Memberikan minat pada berbagai bidang studi yang berbeda dalam
waktu yang bersamaan, serta mampu memperkaya dan memperluas
topic pembelajaran.
4) Memudahkan transfer pengetahuan dan pembelajaran yang
berintegrasi dengan beberapa mata pelajaran lain.
5) Diperoleh berbagai macam pengalaman instruksional bersama, apabila
pembelajaran dilaksanakan berkolaboratif dengan guru lain.
6) Mampu memotivasi siswa sehingga memudahkan siswa untuk
mengintegrasikan antar gagasan.
7) Bersifat proaktif; siswa terstimulan oleh informasi, kecakapan (skill),
atau konsepsi baru.
12
III.PENUTUP
III.1Kesimpulan
Model belajar interaksi sosial adalah suatu model pembelajaran yang
menekankan pada terbentuknya hubungan antara individu dengan masyarakat
dan dengan individu yang lainnya. Macam-macam model belajar interaksi
sosial yaitu, kerja kelompok (investigation group) yang memiliki tujuan
untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan untuk berperan dalam
kelompok yang menekankan keterampilan komunikasi interpersonal dan
keterampilan inkuari ilmiah, bermain peran (role playing) yang didisain untuk
mengajak peserta didik dalam menyelidiki niai-nilai pribadi dan sosial
melalui tingkah laku dan moral serta penerapannya dalam prilaku, dan model
yurispudensial (Jurisprudential Inquiry) yang bertujuan untuk membantu
peserta didik memahami berbagai kenyataan sosial yang menuntut adanya
sebuah kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut. Faktor yang
mempengaruhi model belajar interaksi sosial adalah faktor imitasi, faktor
sugesti, faktor identifikasi, dan faktor simpati.
13
DAFTAR PUSTAKA
14