Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari berbagai variabel pokok yang

saling berkaitan yaitu kurikulum, guru/pendidik, pembelajaran, peserta. Dimana semua

komponen ini bertujuan untuk kepentingan peserta. Berdasarkan hal tersebut pendidik

dituntut harus mampu menggunakan berbagai model pembelajaran agar peserta didik

dapat melakukan kegiatan belajar. Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan

hanya sebagai objek tetapi juga merupakan subjek dalam pembelajaran. Peserta didik

harus disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga

berbagai jenis model pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik. Model-model

pembelajaran sosial merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan di kelas

dengan melibatkan peserta didik secara penuh (student center) sehingga peserta didik

memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, peserta dapat melatih kemandirian,

peserta didik dapat belajar dari lingkungan kehidupannya.

Dalam proses pembelajaran, guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai

masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut

hubungan sosial. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai

cara, melalui diskusi kelas, tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan

inkuiri. Konsep yang dipakai sebagai upaya pemecahan permasalahan itulah yang

dimaksud dengan model pembelajaran.

Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka

konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan

demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

1
tujuan belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif (dalam mencapai tujuan),

yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran. Dan strategi pembelajaran

adalah An instructional strategy is a method for delivering instruction that is intended to

help students achieve a learning objective. (Strategi pembelajaran adalah metode

untukmemberikan instruksi yang dimaksudkan untuk membantu siswa

mencapai tujuanpembelajaran). Memahami beberapa pernyataan di atas betapa perlu dan

penting model pembelajaran dihadirkan dalam proses pembelajaran agar situasi dan

kondisi pemebelajaran menjadi baik dan terarah.

Banyak model pembelajaran yang dapat dipakai oleh seorang guru untuk menunjang

kegiatan pembelajaran untuk menjadi lebih baik, dan jika seorang guru dapat

memanfaatkan media, sumber atau literatur tentang permodelan dalam pembelajaran

tersebut, maka guru akan menjadi profesional dalam menjalankan tugasnya. Satu contoh

model yang dapat digunakan adalah model pembelajaran sosial. Mengapa dikatakan

model pembelajaran sosial? “Karena pendekatan pembelajaran yang termasuk dalam

kategori model ini menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain.

Model-model dalam kategori ini difokuskan pada peningkatan kemampuan individu

dalam berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses demokratis dan bekerja

secara produktif dalam masyarakat” Dengan demikian siswa dalam proses belajar akan

memasuki nuansa sebenarnya dimana problem sosial yang mungkin saja dihadapinya

setiap hari. Dalam proses pembelajaran itu siswa mencoba mengatasi sendiri

permasalahan-permasalahannya dengan baik.

Satu sisi dari eksistensi manusia itu adalah sebagai makhluk sosial, maka menjadi

sangat penting bila anak-anak itu diajarkan sedini mungkin pada pola kehidupan sosial.

Bahkan Elizabeth B. Hurlock mengungkapkan bahwa “ karena pola perilaku sosial atau

perilaku yang tidak sosial dibina pada masa kanak-kanak awal atau masa pembentukan,

2
maka pengalaman sosial itu sangat menentukan kepribadian setelah anak menjadi

dewasa”. Untuk itu model pembelajaran sosial ini menitik beratkan terhadap tingkah laku

anak pada peran, simulasi dan tanggap serta dapat mengatasi problem-problem sosial

yang dialami anak dengan baik.

Untuk lebih jelas tentang apa sajakah yang tergolong dalam model pembelajaran

sosial ini, penulis akan merujuk pada konsep Hamzah B. Uno dalam bukunya model

pembelajaran, beliau membaginya menjadi 3 model pembelajaran sosial, yaitu (1) model

pembelajaran bermain peran, (2) model pembelajaran simulasi sosial dan (3) model

pembelajaran telaah kajian yurisprudensi. Ketiga model inilah yang akan di bahas dalam

makalah ini.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian pendahuluan di atas, maka makalah tentang model pembelajaran sosial ini

akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut:

1. Apa dan bagaimana proses pelaksanaaan model pembelajaran bermain peran?

2. Apa dan bagaimana proses pelaksanaaan model pembelajaran simulasi sosial?

3. Apa dan bagaimana proses pelaksanaaan model pembelajaran telaah yurisprudensi?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaaan model pembelajaran bermain

peran

2. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaaan model pembelajaran simulasi

sosial

3. Untuk mengetahui proses pelaksanaaan model pembelajaran telaah yurisprudensi

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Model Pembelajaran Sosial

Kelompok model pembelajaran ini didasari oleh teori belajar Gestalt (Field-

theory) yang menitik beratkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat

(learning to life together). Teori ini dirintis oleh Max Wertheimer (1912) bersama dengan

Kurt Koffka dan W. Kohler yang berpandangan bahwa objek atau peristiwa tertentu akan

dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Sehingga implikasi dari teori ini

bahwa pembelajaran akan lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh bukan bagian-

bagian. Model ini juga berlandaskan pemikiran bahwa kerja sama merupakan salah satu

fenomena kehidupan masyarakat yang sangat penting. Kelompok model ini menekankan

pada hubungan individu dengan orang lain atau masyarakat. Kelompok ini memusatkan pada

proses di mana kenyataan ditawarkan secara sosial. Sebagai konsekuensinya, model –model

yang berorientasi sosial tersebut di atas, memberikan prioritas untuk memperbaiki kecakapan

individu untuk berhubungan dengan orang lain, untuk bertindak dalam proses yang

demokratis, dan untuk bekerja secara produktif dalam masyarakat. Meskipun kelompok

model ini lebih menekankan hubungan sosial dibandingkan dengan asfek lainnya, para tokoh

dalam kelompok ini juga menekankan pada perkembangan kesadaran study yang bersifat

akademik. Model-model pembelajaran yang tergolong kelompok ini beserta tokohnya

tergambar pada tabel 3. berikut di bawah ini yang diadaptasi dari Moh Surya (2004).

4
TABEL 3

KELOMPOK MODEL INTERAKSI SOSIAL

MODEL TOKOH TUJUAN

(1) (2) (3)

Investigasi Herbert TelenJohn Perkembangan keterampilan untuk partisipasi dalam

Kelompok Dewey proses sosial yang demokratis melalui penekanan

yang dikombinasikan pada keterampilan antar

pribadi (kelompok) dan ketrampilan-keterampilan

penentuan akademik. Asfek perkembangan pribadi

merupakan suatu hal yang sangat penting dalam

model ini.

Inquiry Sosial Byron Model ini menekankan pada pemecahan masalah

MassialesBenjamin sosial, terutama melalui penemuan, sosial, dan

Cox penalaran logis.

Latihan Bethel Maine Model ini menekankan pada perkembangan

Laboratoris keterampilan antar pribadi dan kelompok melalui

kesadaran dan keluwesan pribadi.

Penelitian Donald Model ini dirancang untuk pembelajaran kerangka

Yurisprudensial OleverJames P. acuan jurisprudensial sebagai cara berpikir dan

Shaver penyelesaian isu-isu sosial.

Bermain Peran Fainie Modelpembelajaran ini dirancang

ShafelGeorge untukmempengaruhi peserta didik agar menemukan

Fhafel nilai-nilai pribadi dan sosial. Prilaku dan nilai-

nilainya diharapkan peserta didik menjadi sumber

5
peneluan berikutnya.

Simulasi Sosial Sarene Model ini dirancang untuk membantu peserta didik

BookockHarold agar mengalami bermacam0macam proses dan

kenyataan sosial, dan untuk menguji reaksi peserta

didik serta untuk memperoleh konsep keterampilan

perbuatan dan keputusan.

B. Model – Model Pembelajaran Sosial

1. Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)

Model role playing (bermain peran) adalah model pembelajaran dengan cara memberikan

peran-peran tertentu kepada peserta didik dan mendramatisasikan peran tersebut kedalam

sebuah pentas. Bermain peran (role playing) adalah salah satu model pembelajaran interaksi

sosial yang menyediakan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan-kegiatan

belajar secara aktif dengan personalisasi. Oleh karena itu, bentuk pengajaran role playing

memberikan pada murid seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk

keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru. Selain itu, role playing

sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan

dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain saat menggunakan

bahasa tutur.

Model pembelajaran bermain peran (role playing) dibuat berdasarkan asumsi bahwa

sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan

kehidupan nyata, bermain peran dapat mendorong murid mengekspresikan perasaannya dan

bahkan melepaskannya, dan bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai dan keyakinan

kita serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis.

6
Model role playing dapat membimbing anak didik untuk memahami prilaku dan peran

mereka dalam interaksi sosial, agar mampu memecahkan masalah-masalah dengan lebih

efektif. Role playing dirancang secara husus oleh Fannie dan George Shaftel untuk

membantu anak didik mempelajari dan merefleksikan nilai-nilai sosial, membantu mereka

mengumpulkan dan mengolah informasi, mengembangkan empati dan memperbaiki

keterampilan sosial mereka. Dengan penyesuaian yang cocok, model ini dapat diterapkan

pada siswa di seluruh tingkat umur.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan, bahwa model role

playing adalah model bermain peran dengan cara memberikan peran-peran tertentu atau

serangkaian situasi-situasi belajar kepada murid dalam bentuk keterlibatan pengalaman

sesungguhnya yang dirancang oleh guru dan didramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah

pentas.

a. Sintaks

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam model pembelajaran bermain peran

menurut Suherman adalah:

1) Menyiapkan skenario pembelajaran

2) Menunjuk beberapa murid untuk mempelajari skenario tersebut

3) Pembentukan kelompok murid

4) Penyampaian kompetensi

5) Menunjuk murid untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya

6) Kelompok murid membahas peran yang dilakukan oleh pelaku.

7) Presentasi hasil kelompok

8) Bimbingan penyimpulan dan refleksi.

Sedangkan menurut Hamzah B.Uno, Prosedur bermain peran terdiri atas sembilan

langkah, yaitu: (1) persiapan/pemanasan, (2) memilih partisipan, (3) menyiapkan

7
pengamat (observer), (4) menata panggung atau tempat bermain peran, (5) memainkan

peran, (6) diskusi dan evaluasi, (7) memainkan peran ulang, (8) diskusi dan evaluasi

kedua, dan (9) berbagi pengalaman dan kesimpulan.

b. Manfaat yang dapat diambil dari model role playing adalah:

1) Role playing dapat memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa

sadar menggunakan ungkapan-ungkapan atau istilah-istilah baku dan normatif

terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari.

2) Role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas

besar.

3) Role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role playing

pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang

karena bermain adalah dunia murid. Masuklah ke dunia murid, sambil kita

antarkan dunia kita.

c. Prinsip Reaksi

Untuk model pembelajaran ini, ada 5 prinsip reaksi yang penting.

1) Pertama, guru harus menerima tanggapan dan saran siswa, terutama pendapat dan

perasaan mereka, tetapi tidak dengan mengevaluasi.

2) Kedua, guru harus menanggapi sedemikian rupa sehingga membantu siswa

mengeksplorasi berbagai sisi situasi masalah, mengenali dan membedakan titik

pandang alternatif.

3) Ketiga, dengan merefleksikan, parafrase, dan meringkas tanggapan. Guru

meningkatkan kesadaran siswa dari pandangan mereka sendiri dan perasaan.

4) Keempat, guru harus menekankan bahwa ada berbagai konsekuensi hasil seperti yang

dieksplorasi.

8
5) Kelima, untuk menyelesaikan masalah, tidak ada cara yang benar. Penting untuk

melihat konsekuensi untuk mengevaluasi solusi.

d. Sistem Pendukung

Bahan untuk bermain peran yang minimal tapi penting, alat kurikuler utama adalah

situasi masalah. Namun, kadang-kadang membuat selembar kertas untuk membantu peran

masing-masing. Lembaran ini menggambarkan peran atau karakter perasaan. Kadang-

kadang, kami juga mengembangkan bentuk untuk mengamati bahwa memberitahu

mereka apa yang harus dicari dan memberi mereka tempat untuk menuliskannya.

e. Sistem Sosial

Sistem sosial dalam model ini cukup terstruktur. Guru meiliki tanggung jawab, paling

tidak pada awal permainan, untuk memulai tahap-tahap dan emmbimbing siswa melalui

aktivitas tiap tahap. Kendatipun begitu, materi khusus dalam diskusi dan pemeranan

sangat ditentukan oleh siswa.

Pertanyaan yang diajukan guru seharusnya dapat mendorong ekspresi atau ungkapan

yang jujur serta bebas dan menggambarkan perasaan atau pikiran siswa yang sebenernya.

Guru harus menanamkan kualitas dan kepercayaan antara dirinya dan siswa-siswanya.

Guru bisa melakukan ini dengan menerima semua saran sebagai hal yang absah dan tidak

menghakimi. Dengan cara ini, semua hal yang diungkapkan hanya mencerminkan

perasaan atau sikap siswa.

Yang terpenting, walaupun guru reflektif dan supportif, siswa tetaplah pihak yang

berperan mengambil alih atau mengontrol arah pengajaran. Mereka kadang memilih

masalah yang akan ditelusuri, memimpin, diskusi, memilih aktor, membuat keputusan

kapankah pemeranan akan dilakukan, membantu pengaturan pemeranan dan yang

terpenting, memutuskan apa yang harus diperiksa dan usulan mana yang akan

dieksplorasi. Pada intinya, guru memformat penelusuran tingkah laku dengan

9
berpegangan pada ciri khas pertanyaan yang diajukan siswa. Melalui pertanyaan yang

muncul, guru pun menetapkan fokus.

f. Kelebihan Dan Kekuranag dari Model Pembelajaran Role Playing.

a) Kelebihan Model Role Playing

Cukup banyak keungguan yang bisa didapatkan dari pembelajaran ini, selain

membuat siswa aktive juga membuat siswa senang mengikuti proses belajar

mengajar.Ada beberapa keunggulan dengan menggunakan metode role playing, di

antaranya adalah:

1) Kesan akan diingat oleh siswa karena proses belajar mengajar yang

menyenangkan dan akan menambah pengalaman dan sulit untuk dilupakan.

2) Pembelajaran akan jadi dinamis dan tidak kaku, dikarenakan proses belajar

yang tipe permainan sehingga membuat siswa dalam kelas penuh antusias.

3) Rasa optimis dan percaya diri dalam siswa akan tumbuh sehingga membuat

semagat dan gairah dalam belajar yang dilakukan bersama.

4) Peranan yang dilakukan oleh siswa tidak akan dipengaruhi dan diganggu oleh

pihak luar, sehingga dia dapat memiprovisasi secara penuh.

b) Kelemahan Metode Role Playing

Sama seperti pembelajaran kooperative lain yang tidak sepenuhnya sempurna,

pasti akan ada kelemahan yang didapatkan, di antaranya adalah :

1. Pembagian waktu akan sering kedodoran karena Bermain peran akan

memakan waktu yang banyak.

2. Beberapa Siswa mungkin saja mengalami tidak sesuai dan kesulitan saat

memainkan peran yang ditugaskan, maka peran guru akan sangat sulit unutk

menbuat dan mengarahkan tentang apa yang harus siswa lakukan dalam

permainan tersebut.

10
3. Suasana yang bagus dalam kelas akan sangat berpengaruh, Bermain peran

tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung.

4. Prepare yang dilakukan harus secara matang dan mantap karena jika tidak

akan mebuat siswa tidak akan bersunguh sungguh dan cenderung bermain

main.

5. Materi bersifat angka akan tidak cocok dilakukan dalam metode pembelajaran

ini dan juga ada beberapa mata pelajaran lain.

2. Model Pembelajaran Yurisprudensial

Model pembelajaran Yurisprudensial dipelopori oleh Donal Oliver dan James P.

Shaver dari Harvard yang didasari pada pemahaman bahwa setiap orang berbeda

pandangan dan prioritas satu sama lain dengan nilai sosial saling berhadapan. Untuk

memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan pandangan masyarakat, setiap

anggota masyarakat dituntut untuk mampu berbicara dan bernegosiasi untuk mencapai

kesepakatan.

Pendidikan harus mampu menghasilkan individu yang mampu mengatasi konflik

perbedaan dalam berbagai hal. Model pembelajaran ini membantu siswa untuk belajar

berpikir sistematis tentang isu-isu kontemporer dalam masyarakat. Dengan menganalisis

dan mendiskusikan isu-isu sosial membantu siswa berpartisipasi dalam mendefinisikan

ulang nilai-nilai sosial tersebut, sehingga siswa peka terhadap permasalahan sosial, berani

mengambil sikap, mempertahankan sikap tersebut dengan argumentasi yang relevan dan

valid. Siswa juga dituntut bisa menerima atau menghargai sikap orang lain yang mungkin

berbeda dan bertentangan dengan sikapnya.

Sebelum mengambil sikap siswa harus mempunyai pengetahuan dibidang sejarah,

sosiologi, ekonomi dan politik. Sehingga bidang kajian yang tepat untuk model

pembelajaran Penelitian Yurisprudensial adalah konflik rasial, etnis, ideologi, keagamaan,

11
keamanan, konflik antar golongan, ekonomi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan

keamanan nasional.

a. Sintakmatik

Model Penelitian Yurisprudensial memiliki enam tahap dalam pembelajaran (Joyce

dan Weil, 1986) yaitu:

1) Pengenalan terhadap kasus:

a) Guru memperkenalkan kasus kepada siswa atau isu terbaru dengan bercerita,

memutar film atau mengambarkan kejadian hangat yang terjadi dalam

masyarakat.

b) Guru mengkaji ulang data yang menggambarkan kasus.

2) Mengidentifikasi kasus

Siswa mensintesis fakta kedalam isu yang dihadapi, mengaitkan dengan isu umum

dan mengidentifikasi nilai-nilai yang terlibat

3) Menetapkan posisi

Siswa diminta untuk mengambil posisi mengenai isu tersebut dan menyatakan

sikap menerima atau menolak.

4) Mengeksplorasi contoh dan argumentasi terhadap sikap

Siswa diminta menggali lebih dalam sikapnya dengan mengeksplorasi contoh

dengan memberikan argumen logis dan rasional. Guru memberikan pertanyaan-

pertanyaan konfrontatif kepada siswa tentang sikapnya. Siswa diuji konsistensi

sikapnya dengan mempertahankan sikap dengan argumennya.

12
5) Menguji posisi

Jika argumen kuat, logis dan rasional maka siswa akan mempertahankan sikapnya

(konsisten) dan posisi siswa dapat berubah (inkonsisten) jika argumen tidak kuat.

6) Menguji asumsi

Guru mendiskusikan apakah argumentasi yang digunakan untuk mendukung

sikap relevan atau valid.

b. Sistem Sosial

Kerangka kerja Yurisprudensial dibangun dengan asumsi akan ada dialog hangat,

membuat situasi kurang dan lebih demokratis dengan pandangan kritis masing-masing

dan pemikiran yang setara dan juga subjek sama-sama teliti. Iklim sosial akan terjadi

untuk analisis kritis terhadap nilai yang hanya mungkin terbuka. Disinilah peran guru

untuk menekankan jalannya dialog dengan enam operasional yang memainkan peran

memimpin dan bertanggungjawab menjadikan debat solid dan isu dieksplorasi secara baik

c. Prinsip Reaksi

Guru menjamin iklim intelektual dalam diskusi sehingga semua pandangan yang

diungkapkan siswa dihormati oleh siswa lain. Guru memelihara kekuatan intelektual

dalam debat secara kontinu yang menekankan pada enam langkah kerangka

Yurisprudensial.

d. Sistem Pendukung

Dua jenis pendukung diperlukan dalam model pembelajaran Yurisprudensial. Guru

meminta siswa untuk mengidentifikasi informasi yang difokuskan pada situasi masalah.

13
Akses lain mengkondisikan siswa belajar nilai dan memiliki identifikasi etika dan posisi

hukum yang dapat dibawa untuk mendukung dalam diskusi.

e. Dampak Instruksional dan Pengiring

Model pembelajaran Yurisprudensial dirancang untuk mengajarkan secara langsung,

komitmen terhadap peranan orang lain dan kemampuan untuk berdialog. Secara tidak

langsung mempunyai kemampuan menganalisis isu-isu sosial, menghargai pluralisme,

memahami fakta-fakta masalah sosial dan kemampuan berpartisipasi dan kesediaan untuk

melaku

f. Kelebihan dan Kekurangan.

1) Kelebihan model Jurisprudensial yaitu:

a. memotivasi siswa untuk aktif menganalisis sebuah kasus sehingga tidak

mudah menentukan sikap dan menyimpulkan tanpa dasar.

b. Memotivasi siswa untuk berdebat secara aktif dan memberikan argument

logis dan rasional.

c. Mengembangkan keterbukaan dan menghargai perbedaan pendapat.

d. Mengembangkan pengetahuan dan wawasan siswa.

e. Banyak isu sosial dalam masyarakat sehingga model ini mudah diterapkan.

2) Kelemahan model Jurisprudensial yaitu:

a. Membutuhkan implementasi yang cukup lama karena perubahan metode

pembelajaran sebelumnya yang tidak menuntut keaktifan siswa.

b. Sulit untuk mengarahkan argumentasi siswa pada awalnya karena tidak

semua siswa mempunyai pengetahuan yang cukup sehingga tidak menutup

kemungkinan terjadi debat kusir.kan tindakan sosial.

14
3. Model Pembelajaran Simulasi

Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau berbuat

seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan cara penyajian

pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang

konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu.

Model pembelajaran simulasi merupakan model pembelajaran yang membuat

suatu peniruan terhadap sesuatu yang nyata, terhadap keadaan sekelilingnya (state of

affaris) atau proses. Model pembelajaran ini dirancang untuk membantu siswa

mengalami bermacam-macam proses dan kenyataan sosial dan untuk menguji reaksi

mereka, serta untuk memperoleh konsep keterampilan pembuatan keputusan.

Model pembelajaran ini diterapkan didalam dunia pendidikan dengan tujuan

mengaktifkan kemampuan yang dianalogikan dengan proses sibernetika. Pendekatan

simulasi dirancang agar mendekati kenyataan dimana gerakan yang dianggap

kompleks sengaja dikontrol, misalnya, dalam proses simulasi ini dilakukan dengan

menggunakan simulator.

Model pembelajaran simulasi bertujuan untuk:

1) melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan

sehari-hari

2) memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip

3) melatih memecahkan masalah,

4) meningkatkan keaktifan belajar

5) memberikan motivasi belajar kepada siswa

6) melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok

7) menumbuhkan daya kreatif siswa, dan

8) melatih siswa untuk mengembangkan sikap toleransi.

15
a. Sintakmatik

Tahap I. Orientasi

(1) Menyediakan berbagai topik simulasi dan konsep-konsep yang akan

diintegrasikan dalam proses simulasi.

(2) Menjelaskan prinsip Simulasi dan permainan.

(3) Memberikan gambaran teknis secara umum tentang proses simulasi.

Tahap II. Latihan bagi peserta

(1) Membuat skenario yang berisi aturan, peranan, langkah, pencatatan,

bentuk keputusan yang harus dibuat, dan tujuan yang akan dicapai.

(2) Menugaskan para pemeran dalam simulasi

(3) Mencoba secara singkat suatu episode

Tahap III. Proses simulasi

(1) Melaksanakan aktivitas permainan dan pengaturan kegiatan tersebut.

(2) Memperoleh umpan balik dan evaluasi dari hasil pengamatan terhadap

performan si pemeran.

(3) Menjernihkan hal-hal yang miskonsepsional

(4) Melanjutkan permainan/simulasi

Tahap IV. Pemantapan dan debriefing

(1) Memberikan ringkasan mengenai kejadian dan persepsi yang timbul

selama simulasi.

(2) Memberikan ringkasan mengenai kesulitan-kesulitan dan wawasan para

peserta.

(3) Menganalisis proses

(4) Membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata.

(5) Menghubungkan proses simulasi dengan isi pelajaran.

16
(6) Menilai dan merancang kembali simulasi

b. Sistem sosial

Didalam simulasi, pengajar harus dengan sengaja memilih jenis kegiatan dan

mengatur siswa dengan merancang kegiatan yang utuh dan padat mengenai sesuatu

proses. Karena itu, model ini termasuk model yang terstruktur. Namun demikian,

kerjasama antar peserta sangat diperhatikan. Keberhasilan dari model ini tergantung

pada kerjasama dan kemauan dari siswa untuk secara bersungguh-sungguh

melaksanakan aktivitas ini.

c. Prinsip reaksi/pengelolaan

Dalam model ini, pengajar berperan sebagai pemberi kemudahan atau fasilitator.

Dalam keseluruhan proses simulasi, pengajar bertugas dan bertanggung jawab atas

terpeliharanya suasana belajar dengan cara menunjukkan sikap yang mendukung atau

supportif dan tidak bersifat menilai atau evaluatif. Dalam hal ini, pengajar bertugas

untuk lebih dahulu mendorong pengertian dan penafsiran para siswa terhadap isi dan

makna dari simulasi tersebut.

d. Sistem Pendukung

Sarana yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan simulasi ini bervariasi,

mulai dari yang paling sederhana dan murah, ke yang paling kompleks dan mahal.

Misalnya bila sarana yang dipergunakan berupa simulator elektronik, tentu hal ini

memerlukan biaya yang besar. Tapi bila sarana yang diperlukan itu hanyalah berupa

kartu ataupun kelereng, tentu sangat murah.

17
e. Dampak Instruksional dan Pengiring

Dampak Instruksional dan Pengiring dari model ini sebagaimana dikemukakan

oleh Joyce dan Weil (2003) dapat dilihat pada gambar :

Untuk kepentingan praktis, model tersebut dapat diadaptasi dalam bentuk

kerangka operasional sebagai berikut:

f. Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Simulasi

Wina Sanjaya (2010) menyatakan bahwa terdapat beberapa kelebihan dan

kelemahan dengan menggunakan simulasi sebagai metode mengajar.

a) Kelebihan Model pembelajaran ini di antaranya adalah:

18
1. Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi

situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga,

masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.

2. Simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui simulasi

siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik

yang disimulasikan

3. Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.

4. Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam

menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.

5. Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses permbelajaran.

b) Kelemahan model pembelajaran ini, di antaranya adalah:

1. Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan

sesuai dengan kenyataan di lapangan.

2. Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat

hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.

3. Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi siswa

dalam melakukan simulasi.

4. Inquiry Sosial

a. Pengertian

Menurut Massialas dan Cox inquiry sosial merupakan pendekatan yang bisa

digunakan untuk pendidikan ilmu-ilmu sosial. Perhatian mereka tertuju pada

perbaikan terhadap masyarakat dengan memberikan solusi terhadap masalah-masalah

sosial. Pandangan mereka dilatar belakangi oleh kondisi umum dari budaya mereka,

yang paling penting adalah tujuan utama dari pendidikan adalah perenungan tentang

nilai-nilai dan isu-isu yang sedang berkembang saat ini.

19
b. Sintak

Enam tahap dari model ini adalah:

1. Orientation : menemukan suatu masalah dan mengembangkan pernyataan dari

masalah tersebut sebagai titik awal penyelidikian

2. Hypotesis : berfungsi sebagai panduan untuk penyelidikan yang dapat diuji

3. Definition : klarifikasi dan definisi istilah dalam hipotesis

4. Exploration : pemeriksaan hipotesis berdasarkan validitas logis dan

konsistensi internal

5. Evidencing : menggabungkan fakta-fakta untuk menguji hipotesis

6. Generalizations : mengungkapkan solusi atau pernyataan tentang masalah

c. Sistem Sosial

Sistem sosial yang cukup terstruktur. Guru memulai penyelidikan dan memastikan

bahwa kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tahap-tahap dalam syntax. Siswa,

tergantung pada kemampuan penyelidikan mereka, siswa juga mempunyai tanggung

jawab sendiri-sendiri dalam penyelidikan mereka.

d. Prinsip Reaksi

Guru sebagai seorang konselor dan membantu siswa memperjelas posisi mereka,

meningkatkan proses belajar. Guru harus membantu siswa berbahasa dengan jelas,

meningkatkan logika, menjadi lebih objektif, memahami asumsi-asumsi mereka, dan

berkomunikasi lebih efektif dengan satu sama lain. Intinya peran guru adalah satu-

satunya refleksi karena guru membantu siswa memahami diri mereka dan menemukan

jalan mereka sendiri.

20
e. Sistem Pendukung

Sistem pendukung model ini adalah seorang guru yang mampu mengembangkan

pemikiran siswa, mengarahkan siswa untuk menemukan problem solving,

menggunakan sumber-sumber dari perpustakaan, meminta pendapat dari para ahli dan

sumber lain yang ada di luar sekolah.

f. Penerapan

Salah satu aspek menarik dari model ini adalah bahwa model ini cocok untuk

membangun persepsi yang selama ini ada di kelas tradisional yang mana buku

pelajaran adalah satu-satunya sumber belajar. Padahal sumber-sumber bisa diperoleh

dari perpustakaan, meminta pendapat dari para ahli dan sumber lain yang ada di luar

sekolah.

5. Pelatihan Laboratorium

a. Pengertian Laboratorium

Laboratorium pelatihan, juga disebut sebagai T-kelompok dan analisis proses. tak

sengaja dikemukakan pada tahun 1947 dalam Bethel, Maine. pada saat itu

sekelompok psikolog sosial, termasuk Kurt Lewin, adalah berkaitan dengan

perubahan pribadi dan sosial yang cepat yang terjadi dalam masyarakat modern.

Mereka percaya bahwa manusia adalah subjek baru dan makin peran terfragmentasi

yang tidak memungkinkan untuk membangun identitas dan keutuhan pribadi, orang

bekerja di atau terkait dengan untuk organisasi birokrasi kompleks yang juga

menghasilkan rasa isolasi berdaya. para psikolog sosial berharap untuk merancang

model tindakan menggunakan dinamika kelompok untuk mempengaruhi secara positif

21
proses perubahan sosial. dari serangkaian pertemuan dan kegiatan di maine pengertian

T-kelompok muncul.

T-kelompok, jantung dari model pelatihan laboratorium, menghadapkan peserta

dengan situasi belajar yang terstruktur. dengan bantuan fasilitator, anggota kelompok

berjuang untuk membuat tugas yang bermakna dan agenda untuk diri mereka. seperti

yang mereka lakukan ini mereka menghadapi banyak pola hubungan manusia dan

pengalaman segudang perasaan, yang kemudian membentuk dasar untuk

pembelajaran yang terjadi selama pelatihan laboratorium. secara singkat menyatakan

"pelatihan laboratorium merupakan strategi pendidikan yang didasarkan pada

pengalaman primaliry dihasilkan dalam pertemuan sosial yang oleh pembelajar diri

mereka dan yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap dan mengembangkan

kompetensi terhadap belajar tentang interaksi manusia." ia bersandar pada asumsi

bahwa keterampilan berpartisipasi dalam kelompok-kelompok sosial dan organisasi

dapat dipelajari melalui proses partisipasi. pembelajaran, dalam model ini, bersandar

pada pengalaman pribadi yang kemudian diintegrasikan dengan ide-ide.

T-kelompok berfokus pada perilaku individu serta pada dinamika kelompok dan

pengembangan. meskipun maksud asli dari metode kelompok t adalah untuk membuat

organisasi berskala besar yang lebih manusiawi, bidang baru ide dan prosedur yang

dikenal sebagai organisasi yang lebih manusiawi, bidang baru ide danprosedur yang

dikenal sebagai pengembangan organisasi telah berkembang, mengambil alih fungsi

perbaikan organisasi. saat ini laboratorium pelatihan (dan kelompok T) ditujukan

terutama untuk membantu individu berfungsi lebih efektif dalam kelompok dan

organisasi.

22
b. Sintak

Sebuah urutan yang tepat dari struktur pelatih-kelompok, anggota-anggota, atau

pelatih-anggota interaksi tidak dapat ditentukan karena beberapa alasan. Pertama,

seperti yang disebutkan sebelumnya, desain keseluruhan pelatihan laboratorium

disesuaikan dengan perkembangan kelompok. Fokus latihan, sesi teori, dan kegiatan

tambahan dapat terjadi di dalam atau di luar konteks T-kelompok, dan mereka

mungkin berbeda sifat. Sintaks termasuk semua pengalaman ini demikian berbeda,

tergantung pada desain pelatihan. Kedua, sementara T-kelompok yang sebenarnya

docs pengalaman memiliki struktur teoritis, itu adalah perkiraan peristiwa. Setiap

kelompok adalah unik dalam pertumbuhan dan pengembangan dan, yang lebih

penting, adalah perkembangan diri. Dengan kata lain, setelah presentasi awal dari

situasi ambigu oleh pelatih, sifat dan struktur interaksi muncul. Sejauh dasar T-

kelompok yang bersangkutan, tidak ada pola yang direncanakan interaksi kelompok

bergerak melalui fase diprediksi. Namun, fase-fase dalam rangka kemungkinan

mereka kejadian adalah (1) dependence / fligth (keinginan dan ketahanan terhadap

struktur), (2) counterdependence / flight (menghindari munculnya pemimpin dan

subkelompok), (3) resolusi-catharsis (keinginan untuk lebih produktif penggunaan

waktu dan pengakuan tanggapan terhadap otoritas), (4) enchantment / flight

(kelompok solidaritas dan penekanan pada perasaan positif), (5) disenchantment /

flight (ketidaknyamanan atas kedekatan dan keterbukaan diri), (6) konsensual validasi

(kesadaran tanggapan terhadap setiap evaluasi, lain konstruktif dari kontribusi

masing-masing anggota, mempersiapkan pemisahan. Dengan setiap fase siklus

dilema, penemuan, umpan balik, dan generalisasi tampaknya beroperasi.

23
c. Sistem Sosial

Pelatih, setelah menetapkan situasi ambigu awal, ia tidak akan menjadi pemimpin

dan mengambil tempat sebagai anggota kelompok. Struktur adalah tidak ada, dan

kelompok harus bertanggung jawab untuk mengarahkan pertumbuhan sendiri.

Melekat, namun, dalam sifat dari pengalaman T-kelompok adalah iklim dukung dan

hubungan kolaboratif untuk belajar, bersama dengan iklim yang permisif

(nonevaluation). Norma-norma kelompok dan semangat bertanya mendukung

keterbukaan komunikasi yang otentik dan individuality.

d. Prinsip

Fungsi pelatih dalam beberapa peran T-kelompok (dan di seluruh laboratorium

pelatihan). Sebagai peserta, pelatih adalah seperti anggota kelompok lain dalam hal

intervensi nya dan keterbukaan. Dengan kemampuan didirikan nya, pelatih

menyediakan model dari peserta. Banyak pengajaran dimediasi melalui pemodelan

perilaku kelompok yang baik-keterbukaan, kejujuran dan keterusterangan) keinginan

untuk belajar dari situasi, memberi dan menerima umpan balik, dukung, dan

kepedulian terhadap orang lain. Akhirnya, sebagai desainer laboratorium pelatihan,

pelatih memberikan konsep tambahan dan keterampilan latihan.

e. Sistem Pendukung

Sistem pendukung yang optimal, tentu saja, seorang pelatih berpengalaman dan,

idealnya, sebuah prosedur pelatihan laboratorium dapat berlangsung dalam

pengaturan kelembagaan dan dapat dimasukkan ke dalam kehidupan yang sedang

berlangsung dari grup manapun, seperti kelas.

24
6. Group investigation

a. Pengertian Group investigation

Model Group investigation seringkali disebut sebagai metode pembelajaran

kooperatif yang paling kompleks. Hal ini disebabkan oleh metode ini memadukan

beberapa landasan pemikiran, yaitu berdasarkan pandangan konstruktivistik,

democratic teaching, dan kelompok belajar kooperatif.

Berdasarkan pandangan konstruktivistik, proses pembelajaran dengan model

group investigation memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk

terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan

sampai cara mempelajari suatu topik melalui investigasi. Democratic teaching adalah

proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan

terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan

memperhatikan keberagaman peserta didik (Budimansyah, 2007: 7).

Group investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan mendorong siswa

dalam keterlibatan belajar. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan

yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group

process skills). Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide dari tiap anggota

serta pembelajaran kelompok yang notabene lebih mengasah kemampuan intelektual

siswa dibandingkan belajar secara individual.

Eggen & Kauchak (dalam Maimunah, 2005: 21) mengemukakan Group

investigation adalah strategi belajar kooperatif yeng menempatkan siswa ke dalam

kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik. Dari pernyataan tersebut

dapat disimpulkan bahwa metode GI mempunyai fokus utama untuk melakukan

investigasi terhadap suatu topik atau objek khusus.

25
b. Sintak

Model ini dimulai dengan merangsang siswa dalam menghadapi masalah,

implementasinya dapat disajikan secara lisan, mungkin menceritakan pengalaman

yang pernah dialami atau seorang guru memulai dengan cerita terlebih dahulu. Jika

siswa bereaksi, guru menarik perhatian mereka untuk mengetahui sikap yang mereka

ambil, apa yang mereka anggap, bagaimana mereka mengatur segala sesuatu, dan apa

yang mereka rasakan. Selanjutnya guru menarik mereka untuk merumuskan dan

mencari masalahnya sendiri. Berikutnya siswa menganalisis peran yang diperlukan,

mengorganisir diri, bertindak, dan melaporkan hasil mereka kepada guru. Akhirnya,

kelompok ini mengevaluasi solusi dalam hal realita

c. Social System

Sistem sosial demokratis, yang dikembangkan oleh diri, atau setidaknya divalidasi

oleh pengalaman dari kelompok dalam batas-batas dan hubungan dengan fenomena

yang diidentifikasi oleh guru sebagai objek untuk belajar. Kegiatan kelompok muncul

dengan jumlah minimal dari struktur bangunan extemal disediakan oleh guru. Siswa

dan guru memiliki hak yang sama kecuali untuk perbedaan peran.

d. Prinsip Reaksi

Peran guru dalam penyelidikan kelompok adalah salah satu konselor, konsultan,

dan kritikus. Guru harus membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok lebih

dari tiga tingkatan: tingkat pemecahan masalah atau tugas , Bagaimana sifat dari

masalah? Factor apa saja yang terlibat? Manajemen kelompok tingkat , Informasi apa

yang kita butuhkan sekarang? Bagaimana kita mengatur diri kita sendiri untuk

26
mendapatkan sesuatu. Tingkat makna individu Bagaimana pendapat Anda tentang

kesimpulan ini?

e. Sistem Pendukung

Sistem pendukung untuk penyelidikan kelompok harus luas dan responsif dengan

kebutuhan siswa. Sekolah harus dilengkapi dengan kelas,satu perpustakaan yang

menyediakan informasi dan pendapat melalui berbagai macam media dan untuk

menyediakan akses ke sumber daya dari luar juga. Anak-anak harus didorong untuk

menyelidiki dan menghubungi narasumber di luar sekolah dinding. Salah satu alasan

penyelidikan koperasi semacam ini relatif jarang terjadi adalah bahwa sistem

pendukung tidak memadai untuk mempertahankan tingkat penyelidikan

27
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : pertama,
model bermain peran sebagai suatu model pembelajaran yang bertujuan untuk membantu
siswa menemui jati diri didalam lingkungan sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan
kelompok. Artinya, melalui permainan peran siswa dapat belajar dengan menggunakan
konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya
dan perilaku orang lain. Kedua, model permainan simulasi dapat merangsang berbagai bentuk
belajar, seperti belajar tentang persaingan, emapti, sistem sosial, konsep, keterampilan,
kemampuan berfikir kritis, pengambilan keputusan dll. Ketiga, model pembelajaran
yurisprudensi ditujukan untuk membantu siswa belajar berfikir secara sistematis tentang isu-
isu yang sedang terjadi di masyarakat. Ke empat, model pembelajaran inqury sosial ini
menekankan pada pemecahan masalah sosial, terutama melalui penemuan, sosial, dan
penalaran logis. Kelima Model latihan Laboratorium ini menekankan pada perkembangan
keterampilan antar pribadi dan kelompok melalui kesadaran dan keluwesan pribadi. Dan
terakhir model Group Investigation model ini merupakan mdel yang memlihatkan
Perkembangan keterampilan untuk partisipasi dalam proses sosial yang demokratis melalui
penekanan yang dikombinasikan pada keterampilan antar pribadi (kelompok) dan
ketrampilan-keterampilan penentuan akademik. Asfek perkembangan pribadi merupakan
suatu hal yang sangat penting dalam model ini.

B. SARAN

Agar kegiatan belajar mengajar berjalan efektif , maka guru harus mampu memilih
metode mengajar yang paling sesuai. Proses pembelajaran akan efektif jika berlangsung
dalam situasi dan kondisi yang kondusif, hangat, menarik, menyenangkan, dan wajar. Oleh
karena itu guru perlu memahami berbagai metode mengajar dengan berbagai
karakteristiknya, sehingga mampu memilih metode yang tepat dan mampu menggunakan
metode mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan maupun kompetensi yang diharapkan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Trianto. 2010. Model Prembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara

Joyce dan Weil. 1972. Models Of Teaching. New Jersey: Practice-hal.inc

Soekamto, Winataputra. 1996. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: Universitas
Terbuka

Uno. 2008. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Winataputra. 2001. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Dirjen DIKT

29

Anda mungkin juga menyukai