Anda di halaman 1dari 19

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan adalah sesuatu yang niscaya dalam kehidupan. Perbahan terjadi dari waktu ke waktu dalam
hidup ini. Perubahan terjadi disemua aspek kehidupan manusia, baik aspek ekonomi, politik maupun
budaya dan pendidikan. Disadari atau tidak, perubahan dapat terjadi begitu saja pada diri kita maupun
di sekeliling kita. Perubahan itu erat kaitannya dengan dinamika lingkungan yang dinamis, yang dapat
berubah kapan saja, tanpa memandang waktu maupun tempat. Perubahan merupakan fenomena global
yang tidak bisa dibendung, sehingga terkadang mengejutkan kita semua, tidak terkecuali organisasi
besar sekalipun, baik nirlaba maupun laba. Itulah perubahan, betapa dahsyatnya dia mengguling dan
menggulung siapa saja yang tidak siap menghadapinya, tanpa pengecualian. Perubahan adalah sesuatu
yang tidak dapat dihindari, karena perubahan akan selalu ada dan bergulir terus menerus. Bahkan ada
yang mengatakannya sebagai sesuatu yang abadi.

Perubahan dapat terjadi secara alami, misalnya pertumbuhan dan perkembangan manusia, dan
perubahan yang dilakukan secara sdar untuk mencapai tujuan tertentu atau perubahan yang
direncanakan.

Salah satu factor penyebab adanya perubahan adalah adanya inovasi. Inovasi baik berupa invention
maupun discovery . Inovasi atau innovation berasal dari kata to innovate yang mempunyai arti membuat
perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang baru. Inovasi kadang pula diartikan sebagai penemuan,
namun berbeda maknanya dengan penemuan dalam arti discovery atau invention (invensi). Discovery
mempunyai makna penemuan sesuatu yang sebenarnya sesuatu itu telah ada sebelumnya, tetapi belum
diketahui. Sedangkan invensi adalah penemuan yang benar-benar baru isebagai hasil kegiatan manusia.
Jadi Inovasi diartikan penemuan dimaknai sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok
orang baik berupa discovery maupun invensi untuk mencapai tujuan atau untuk memecahkan masalah
tertentu. Dalam inovasi tercakup discovery dan invensi

Salah satu perubahan yang terjadi akibat adanya inovasi adalah perubahan dalam pendidikan. Inovasi
yang terjadi dalam bidang pendidikan tersebut, antara lain: dalam hal manajemen pendidikan, metode
pengajaran, media, sumber belajar, pelatihan guru, implementasi kurikulum, dan sebagainya.

Pendidikan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dalam proses perubahan pendidkan tergantung
pada apa yang dilakukan dan dipikirkan guru. Guru merupakan pemeran utama dalam proses belajar
mengajar di sekolah, peran guru di sekolah memiliki peran ganda, di pundak merekalah terletak mutu
pendidikan. Guru adalah seorang manajer yang mengelola proses pembelajaran, merencanakan,
mendesain pembelajaran, melaksanakan aktivitas pembelajaran bersama siswa, dan melakukan
pengontrolan atas kecakapan dan prestasi siswa . Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan
pendidikan merupakan sosok yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas
maupun efeknya di luar kelas. Guru adalah sebagai fasilitator (guide in the side) yang harus pandai
membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai, dengan cara yang lebih baik.

Dengan demikian, dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi
pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi
keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Degan kata lain dalam pembahruan atau perubahan pendidikan
guru berperan sebagai change agent (agen pembaharu).

Dari uraian diatas didapat mesalah-masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan perubahan ?

2. Bagaimana proses sebuah perubahan dapat terjadi ?

3. Apakah yang dimaksud dengan inovasi pendidikan ?

4. Bagaimana peran guru sebagai agen pembaharu dalam pendidikan disekolah ?

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas dapat rumuskan masalahnya yaitu Bagaimana peran guru
sebagai agen pembaharu dalam pendidikan di sekolah ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui proses perbahan terjadi disebuah institusi / lembaga

2. Mengetahui difusi inovasi khususnya dalam pendidikan

3. Mengetahui peranan guru dalam proses perubahan dalam pendidkan.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan ini adalah untuk mengetahi lebih jauh tentang teori konsep dan praktek dari
perubahan dan divusi inovasi pendidikan yang dituangkan dalam betuk makalah sebagai tugas pribadi
matakuliah Difusi Inovasi Pembelajaran.

BAB II. PEMBAHASAN


A. Perubahan dan Inovasi

Perubahan terjadi dalam dua bentuk, yaitu perubahan alami dan perubahan terencana. Untuk
memahami perubahan terencana terlebih dahualu kita memahami arti dari kata tersebut. Perubahan
berasal dari kata ubah yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah lain atau beda,
perubahan dapat kiata artikan sebagai upaya yang dilakukan untuk menjadikan suatu keadaan pada saat
tertentu berbeda atau berlainan dari keadaan saat itu. Rencana adalah rancangan atau buram. Jadi
perubahan terencana adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menjadikan suatu keadaan yang
berbeda dengan keadaan saat itu dengan terlebih dahulu membuat suatu perencanaan dengan baik dan
matang.

Selo soemardjan memberi rumusan tentang perubahan yaitu segala perubahan pada lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk
didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.[1]
Sedangkan menurut pendapat Bennis, Benne dan Chin, mengemukakan pengertian perubahan
terencana sebagai berikut :

Planned change is the application of systematic and appropriate knowledge of human affairs for the
purpose of creating intelligent action and change (Bennis & Mische, 1995)[2]

Rumusan yang lebih baru berasal dari kelompok ahli yang berasal dari bidang ilmu sosial, Lippit,
Watson, dan Wetsey, misalnya, mengemukakan bahwa terdapat beberapa macam perubahan yaitu
development change (perubahan karena perkembangan), furtuitous or accidental change (perubahan
secara tiba-tiba) dan planned change (perubahan terencana). Baik perubahan karena perkembangan
maupun perubahan secara tiba-tiba, semua merupakan perubahan yang tidak direncanakan. Keduanya
merupakan bentuk perubahan yang terjadi bukan atas kemauan sendiri atau karena tekanan dari luar
yang memaksa suatu sistem untuk melakukan perubahan. Sebaliknya, perubahan terencana adalah
perubahan yang dilakukan secara sengaja lebih banyak atas kemauan sendiri, sehingga proses
perubahan itu lebih banyak diusahakan oleh sistem sendiri.

Teori-teori tentang perubahan terencana banyak sekali dipengaruhi oleh pendapat yang dikemukakan
oleh Kurt Lewin. Kurt Lewin pernah mengemukakan bahwa:

Any planned social change will have to consider a multitude of factors characteristic for the particular
case. The change may require more or less unique combination of educational and organizational
measures; It may depend upon quite different treatments of ideology expectation and organization.
Still, certain general formal principles always have to be considered.[3]

Selanjutnya Kurt Lewin mengemukakan bahwa suatu proses perubahan sosial terencana selalu meliputi
tiga tahapan, yaitu tahapan unfreezing atau pencairan dari keadaan yang ada sekarang, tahapan moving
atau pembentukan prilaku/pola baru dan terakhir tahapan freezing atau tahapan pemantapan atau
pembekuan dari prilaku atau pola yang akan dilembagakan. Ketiga tahapan tersebut oleh Lipit, Watson
dan westley dirinci menjadi tujuh tahapan, yaitu pengembangan kebutuhan perubahan, membangun
hubungan, diagnosis masalah klien, pengujian alternative tujuan dan tujuan pelaksanaan, penerapan
tindakan, generalisasi dan stabilitasi, mengakhiri hubungan dengan agen perubahan dan evaluasi.

Perbahan terencana merupakan salah satu dari perubahan sosial yang juga dapat diterapkan
dalam perubahan organisasi. Suatu perubahan terencana selalu mempunyai ciri utama yaitu usaha
tersebut merupakan usaha perubahan yangyang dilakukan secara bersama-sama dan terus menerus
berdasarkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Ciri tersebutlah yang membedakan antara perubahan
terencana dengan berbagai bentuk perubahan yang lain, baik pada individu, organisasi atau masyarakat.
Proses perubahan terencana yang berdasarkan konsepsi Kurt Lewin, kemudian diperkaya dengan
pendapat-pendapat dari Lipit, Watson dan Westley.

Konsepsi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin dengan istilah action research merupakan
pondamen dalam mengadakan suatu usaha perubahan terencana. Keberhasilan suatu usaha perubahan
terencana yang dimaksudkan untuk memperbaiki apa yang berlaku sekarang sangat dipengaruhi oleh
bagaimana data dan informasi dikumpulkan, diolah dan digunakan dalam metode teknik intervensi
terhadap baerbagai macam prilaku yang terdapat dalam suatu system, seperti organisasi. Action
Research merupakan suatu teknik menggabungkan unsure pelaksanan dan penilaian terhadap suatu
usaha perubahan terencana, sebagai sutu persyaratan utama bagi keberhasilan dari penggunaan
konsepsi, proses dan teknologi dari perubahan terencana.

Jadi perubahan terencana selalu mempunyai ciri untuk melibatkan langsung para penggunanya dala
proses perubahan. Hal ini berarti bahwa suatu perubahan terencana bukanlah suatu progaram yang
dilaksanakan dari atas, atau hanya diprogram oleh para ahli tanpa keinginan dan keterlibatan dari
mereka yang nantinya terkena akan akibat dari perubahan itu. Ia selalu harus merupakan suatu
kolaborasi antara agen pembaharu dengan pengunanya.

Untuk memahami Perubahan Terencana, tidaklah cukup dengan memahami proses yang mendorong
perubahan, namun ada apresiasi tahap yang dilalui organisasi untuk pindah dari keadaan yang tidak
memuaskan ke masa depan yang diinginkan. Bullock dan Batten menggambarkan Perubahan Terencana
menjadi dua dimensi[4]:

1. Tahap tahap perubahan : tingkatan keadaan yang dilalui organisasi ketika menerapkan
Perubahan Terencana

2. Proses proses perubahan : metode yang dipergunakan untuk menggerakkan organisasi dari
keadaan satu ke lainnya.

Tahap perubahan dan proses perubahan yang menyertainnya :

1. Fase Eksplorasi yaitu Organisasi meninmbang dan memutuskan membuat perubahan Spesifik
dalam operasinya dan mengalokasikan sumber sumber daya untuk merencanakan perubahan dalam
membantu pemecahan perubahan. Tumbuhnya kesadaran dan perlunya perubahan guna membantu
perencanaan serta penerapan perubahan.

2. Fase Perencanaan yaitu Proses perubahan yang terkait adalah mengumpulkan informasi agar dapat
ditetapkan diagnosa masalah secara tepat, tujuan perubahan dan tindakan yang diperlukan guna
mencapai tujuan

3. Fase Tindakan yaitu tahap ini organisasi mengimplementasikan perubahan hasil perencanaan.
Proses perubahan dirancang untuk menggerakkan organisasi dari keadaan sekarang menuju ke masa
depan

4. Fase Integrasi yaitu tahapan ini segera dimulai begitu perubahan telah sukses diimplementasikan.
Proses perubahan meliputi konsolidasi dan stabilisasi perubahan guna menguatkan perilaku baru
melalui umpan balik dan sistem imbalan serta mengatur para manajer dan karyawan secara terus -
menerus memonitor perubahan dan upaya upaya perbaikan

Adanya sebuah perubahan diawali dengan adanya sebuah inovasi. Perubahan seperti itu bukanlah
sekedar berubah saja, tetapi perubahan yang disertai dengan pembaruan dalam berbagai hal
berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya, dan hal inilah yang sering dimaknai
sebagai pembaruan atau inovasi. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud
inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru; penemuan baru yang berbeda dari yang
sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya (gagasan, metode, atau alat) (Depdikbud, 1990: 333).
Sedangkan Menurut Rogers, inovasi adalah ide-ide, praktik yang dianggap baru oleh seorang individu
atau kelompok lain yang mengadopsinya. Sebuah inovasi akan mendatangkan sebuah perubahan
apabila inovasi ini didifusikan kepada individu atau kelompok lain.

B. Difusi Inovasi

Secara Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog
Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini
pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang
dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan
tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.

Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang
terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tardes S-shaped diffusion curve is of
current importance because most innovations have an S-shaped rate of adoption. Dan sejak saat itu
tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi

Difusi inovasi menurut Rogers adalah :

Diffussions is the process in which an innovation is communicated through certain channels over time
among the members of a social systems[5].
Difusi adalah proses suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu antara individu pada suatu
system sosial. Difusi merupakan bagian dari perubahan sosial , dalam konteks ini difusi didefinisikan
sebagai proses terjadinya perubahan pada stuktur dan fungsi system sosial.

Dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:

1. Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini,
kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide
dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep baru dalam ide yang
inovatif tidak harus baru sama sekali.

2. Saluran komunikasi; alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada
penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan
diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk
memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran
komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi
dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi
yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

3. Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan
untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan
dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b)
keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan
pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

4. Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk
memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.[6]

Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan
dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang
variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan
keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1)
atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation
decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social
system), dan (5) peran agen perubah (change agents).

Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:

1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana
suatu inovasi berfungsi

2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya)
membentuk sikap baik atau tidak baik
3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan
lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.

4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan
lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.

5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan
lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat
sebelumnya.

Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai
dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang
bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers.
Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:

1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani
mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.

2. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi.
Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi.

3. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan,
interaksi internal tinggi.

4. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya:
skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.

5. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya:


tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.

Proses difusi inovasi terjadi dalam system sosial dipengaruhi oleh struktur

Sosial (social structure) , norma sosial (system norms), peran pemimpin

(opinion Leader ) dan agen perubahan (change agent).

C. Agen Pembaharu (Change Agent)

Dari uraian tentang perubahan terencana dan proses difusi inovasi menuntut adanya agen pembaharu.
Agen perubah, adalah bentuk lain dari orang berpengaruh. Mereka sama-sama orang yang mampu
mempengaruhi sikap orang lain untuk menerima suatu inovasi. Tapi, agen perubah lebih bersifat formal
yang ditugaskan oleh suatu agen tertentu untuk mempengaruhi kliennya. Agen perubah adalah orang-
orang professional yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan tertentu untuk mempengaruhi
kliennya. Dengan demikian, kemampuan dan keterampilan agen perubah berperan besar terhadap
diterima atau ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh, lemahnya pengetahuan tentang karakteristik
strukstur sosial, norma dan orang kunci dalam suatu sistem social (misal: suatu institusi pendidikan),
memungkinkan ditolaknya suatu inovasi walaupun secara ilmiah inovasi tersebut terbukti lebih unggul
dibandingkan dengan apa yang sedang berjalan saat itu.

Willis H. Griffin dan Uday Pareek telah mendefinisikan agen perubahan. Mereka menyatakan
bahwa: agen perubahan tersebut telah muncul sebagai seorang professional yang tugas-tugasnya adalah
membantu komunitas-komunitas dan kelompok-kelompok untuk merencanakan pembangunan atau
merumuskan kembali tujuan-tujuan, memusatkan perhatian pada situasi-situasi bermasalah, mencari
pemecahan-pemecahan yang mungkin, mengatur bantuan, merencanakan tindakan yang bermaksud
untuk memperbaiki situasi-situasi tersebut, untuk mengatasi kesukaran-kesukaran menurut tindakan
yang produktif, dan mengevaluasi hasil-hasil dari usaha yang direncanakan.[7]

Dalam melakukan proses difusi inovasi masalah yang dihadapi agen perubahan adalah:
sebagai penengah antara agensi perubahan dan klien dan kemungkinan kesulitan mengolah informasi
yang cenderung melimpah; sementara itu, masalah aide lebih parah lagi karena kredibiltas kompetensi
atau profesionalismenya diragukan. Menurut Roger ada Tujuh langkah kegiatan agen pembaharu dalam
pelaksanaan tugasnya inovasi pada system klien, sebagai berikut.

1. Membangkitkan kebutuhan untuk berubah. Biasanya agen pembaharu pada awal tugasnya diminta
untuk membantu kliennya agar mereka sadar akan perlunya perubahan.Agen pembaharu mulai
dengan mengemukakan berbagaimasalah yang ada, membantu menemukan masalah yang penting
dan mendesak, serta meyakinkan klien bahwa mereka mampu memecahkan masalah tersebut. Pada
tahap ini agen pembaharu menentukan kebutuhan klien dan juga membantu caranya menemukan
masalah atau kebutuhan dengan cara konsultatif.

2. Memantapkan hubungan pertukaran informasi. Sesudah ditentukannya kebutuhan untuk berubah,


agen pembaharu harus segera membina hubungan yang lebih akrab dengan klien. Agen pembaharu
dapat meningkatkan hubungan yang lebih baik kepada klien dengan cara menumbuhkan
kepercayaan klien pada kemampuannya, saling mempercayai dan juga agen pembaharu harus
menunjukan empati pada masalah dan kebutuhan klien.

3. Mendiagnosa masalah yang dihadapi. Agen pembaharu bertanggung jawab untuk menganalisa
situasi masalah yang dihadapi klien, agar dapat menentukan berbagai alternatif jika tidak sesuai
kebutuhan klien. Untuk sampai pada kesimpulan diagnosa agen pembaharu harus meninjau situasi
dengan penuh emphati. Agen pembaharu melihat masalah dengan kacamata klien, artinya
kesimpulan diagnosa harus berdasarkan analisa situasi dan psikologi klien, bukan berdasarkan
pandangan pribadi agen pembaharu.

4. Membangkitkan kemauan klien untuk berubah. Setelah agen pembaharu menggali


berbagai macam cara yang mungkin dapat dicapai oleh klien untuk mencapai tujuan, maka agen
pembaharu bertugas untuk mencari cara memotivasi dan menarik perhatian agar klien timbul
kemauannya untuk berubah atau membuka dirinya untuk menerima inovasi. Namun demikian cara
yang digunakan harus tetap berorientasi pada klien, artinya berpusat pada kebutuhan klien jangan
terlalu menoinjolkan inovasi.

5. Mewujudkan kemauan dalam perbuatan. Agen pembaharu berusaha untuk mempengaruhi tingkah
laku klien dengan persetujuan dan berdasarkan kebutuhan klien jadi jangan memaksa. Dimana
komunikasi interpersonal akan lebih efektif kalau dilakukan antar teman yang dekat dan sangat
bermanfaat kalau dimanfaatkan pada tahap persuasi dan tahap keputusan inovasi. Oleh kerena itu
dalam hal tindakan agen pembaharu yang paling tepat menggunakan pengaruh secara tidak langsung,
yaitu dapat menggunakan pemuka masyarakat agar mengaktifkan kegiatan kelompok lain.

6. Menjaga kestabilan penerimaan inovasi dan mencegah tidak berkelanjutannya inovasi. Agen
pembaharu harus menjaga kestabilan penerimaan inovasi dengan cara penguatan kepada klien yang
telah menerapkan inovasi. Perubahan tingkah laku yang sudah sesuai dengan inovasi dijaga jangan
sampai berubah kembali pada keadaan sebelum adanya inovasi.

7. Mengakhiri hubungan ketergantungan. Tujuan akhir tugas agen pembaharu adalah dapat
menumbuhkan kesadaran unrtuk berubah dan kemampuan untuk merubah dirinya, sebagai anggota
system social yang selalu mendapat tantangan kemajuan jaman. Agen pembaharu

harus berusaha mengubah posisi klien dari ikatan percaya pada kemampuan agen pembaharu
menjadi bebas dan percaya kepada kemampuan sendiri[8].

Adapun factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan agen pembaharu, berkenaan dengan hal-hal
sebagai berikut:

1). Usaha agen pembaharu ,

Sebagai indicator untuk mengetahui kegigihan usaha yang dilakukan agen pembaharu. Sebagai
indikator untuk mengetahui kegigihan (besarnya) usaha agen pembeharu ialah : jumlah klien yang
dihubungi untuk berkomunikasi, banyaknya waktu yang digunakan untuk berpartisipasi di desa (tempat
tinggal) klien dibandingkan dengan waktu di kantor atau di rumah sendiri, banyaknya keaktifan yang
dilakukan dalam proses difusi inovasi, ketepatan memilih waktu untuk berkomunikasi dengan klien dan
sebagainya. Makin banyak jumlah klien yang dihubungi, makin banyak waktu yang digunakan di tempat
tinggal klien, makin banyak keaktifan yang dilakukan dalam proses difusi dan makin tepat agen
pembeharu memilih waktu untuk berkomunikasi dengan klien, dikatakan makin gigih atau makin besar
usaha klien untuk kontak dengan klien. Dari berbagai bukti dirumuskan generalisasi bahwa Keberhasilan
agen pembaharu berhubungan positif dengan besarnya usaha mengadakan kontak dengan klien.

2). Orientasi pada klien. Sebagaimana telah kita ketahui posisi agen pembaharu berada ditengah-
tengah antara pengusaha pembeharuan dan sistem klien. Agen pembeharu harus
mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada pengusaha pembaharuan, tetapi dilain pihak ia juga
harus bekerja bersama dan untuk memenuhi kepentingan klien. Agen pembaharu akan mengalami
kesukaran jika apa yang diminta oleh pengusaha pembaharu tidak sesusai dengan kebutuhan klien.
Namun demikian agen pembaharu akan berhasil melaksanakan tugasnya jika ia mampu untuk
mengambil kebijakan dengan lebih berorientasi pada klien. Agen pembaharu harus menunjukan
keakraban dengan klien, memperhatikan kebutuhan klien, sehingga memperoleh kepercayaan yang
tinggi dari klien. Dengan dasar hubungan yang baik itu agen pembaharu dapat mengambil kebijakan
menyesuaikan kebutuhan klien dengan kemauan pengusaha Pembaharuan. Tetapi jika agen
pembeharu tampat berorientasi pada pengusaha pembaharuan, maka akan dianggap lawan oleh klien
dan sama sekali tidak dapat mengadakan kontak atau komunikasi. Dari berbagai bukti hasil pengamatan
dan penelitian dirumuskan bahwa.keberhasilan agen pembaharu berhubungan positif dengan orientasi
pada klien dari pada orientasi pada pengusaha pembaharuan.

3. Sesuai dengan kebutuhan klien. Salah satu tugas agen pembaharu yang sangat penting dan sukar
melaksanakannya ialah mendiagnosa kebutuhan klien. Banyak terbukti usaha difusi inovasi gagal
karena tidak mendasarkan kebutuhan klien, tetapi lebih mengutamakan pada target inovasi sesuai
kehendak pengusaha pembaharuan.

4. Emphati. Seperti telah kita ketahui bahwa emphati akan mempengaruhi Efektifitas komunikasi.
Komunikasi yang efektif akan mempercepat diterimanya inovasi. Keberhasilan agen pembaharu
berhubungan positif dengan emphatic terhadapat klien. Perlu diperhatikan bahwa makin banyak
perbedaan antara agen pembaharu dengan klien makin sukar agen pembaharu menunjukan emphatic.
Untuk mengatasi hal ini biasanya diadakan pemilihan calon agen pembaharu dipilihkan orang yang
mempunyai latar belakang kehidupan sesuai dengan klien dimana agen pembaharu akan bekerja.

5. Homophily. Sebagaimana telah kita ketahui yang dimaksud dengan homophily ialah pasangan
individu yang berinteraksi dengan mimiliki ciri-ciri atau karakteristik yang sama (sama bahasa,
kepercayaan, adat istiadat dan sebagainya). Heterophily ialah pasangan individu yang berinteraksi
dengan memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang berbeda. Biasanya agen pembaharu yang berbeda
dengan klien lebih disegani, dan lebih suka mengadakan dengan klien yang memiliki persamaan dengan
dia. Dari pernyataan umum ini melahirkan serangkaian generelisasi yang ditunjang dengan bukti-bukti
berdasarkan pengalaman para ahli, komunikasi antara agen pembaharu dengan klien akan lebih efektif
jika homophily.

6. Kontak agen pembaharu dengan klien yang berstatus lebih rendah. Sebenarnya klien yang kurang
mampu ekonominya, rendah pendidikannya, harus mendapat lebih banyak bantuan dan bimbingan dari
agen pembaharu. Tetapi sesuai dengan prinsip homophily maka justru agen pembaharu lebih banyak
kontak dengan klien yang berstatus lebih tinggi baik pendidikan maupun ekonominya. Sehingga dapat
timbul pendapat yang kurang benar dari agen pembaharu yang menyatakan bahwa klien yang berstatus
lebih rendah tidak termasuk tanggungjawabnya dalam pelaksanaan difusi inovasi. Jika ini terjadi maka
akibatnya makin parah, karena makin terbuka kemungkinan klien yang berstatus lebih rendah tidak
terjamah sama sekali oleh bantuan agen pembaharu. Salah satu cara untuk mengatasi dengan jalan
memilih pembaharu yang sedapat mungkin sama dengan klien atau paling tidak mendekati, misalnya
sama daerahnya, sama bahasanya, sama kepercayaannya dan sebagainya.

7. Pembantu para-profesional. Pembantu para-propesional ialah orang yang bertugas membantu agen
pembaharu agar terjadi kontak dengan klien yang berstatus lebih rendah. Pembantu para- propesional
dari segi pengetahuan tentang inovasi dan teknik penyebaran inovasi, kurang dari agen pembaharu.
Tetapi dengan mengangkat pembantu para-propesional ada keuntungannya yaitu biaya lebih rendah
dapat kontak dengan klien yang berstatus lebih rendah dari agen pembaharu, karena para pembantu
para-propesional lebih dekat dengan klien (homophily).

8. Kepercayaan klien terhadap agen pembaharu (credibility). Pembantu agen pembaharu (aide)
kurang memperoleh kepercayaan dari klien , jika ditinjau dari segi kompentensi professional karena ia
memang kurang profesional . Tetapi pembantu agen pembaharu, memiliki
kepercayaandari klien karena adanya hubungan yang akrab sehingga tidak timbul kecurigaan. Klien
percaya pada pembantu agen pembaharu karena keyakinannya akan membawa kebaikan bagi dirinya,
yang dise but: kepercayaan, keselamatan (Savety, credibility) . Pada umumnya agen pembaharu
(professional dan hetrophily) memiliki kepercayaan kompetensi ( competency credibility),
sedangkan pembantu agen pembaharu ( tidak professional dan homophily) memiliki kepercayaan
keselamatan (savety, credibility). Seharusnya agen pembaharu yang ideal harus memiliki kedua
kepercayaan tersebut secara seimbang. Tetapi hal ini sukar diperoleh, karena jika agen pembaharu itu
professional berarti ia sarjana yang menguasai ilmu dan teknik, maka timbul perbedaan dengan klain
yang berpendidikan rendah (heterophily). Salah satu cara untuk mengatasi ini dengan jalan
mengangkat orang yang telah menerima dan menerapkan inovasi, sebagai pembantu agen
pembaharu mempengaruhi teman-temannya ( anggota system klien yang lain) untuk menerima inovasi.
Cara ini telah terbukti berhasil di India dalam difusi inovasi keluarga berencana dengan cara pasektomi.
Pengusahaq pembaharu memberi upah kepada orang yang sudah melaksanakan vasektomi yang mau
dijadikan Canvasser ( membantu mencari pengikut KB) Ternyata canvasser di India ini memiliki
keseimbangan antara kepercayaan kompetensi dan kepercayaan keselamatan. Ia dimata klien telah
memiliki kopetensi karena telah berpengalaman manjalani operasi vasektomi. Canvasser juga
memperoleh kepercayaan keselamatan, karena ia memiliki banyak persamaan dengan klien
(homophiliy), sama dari status ekonomi lemah, sama tingkat pendidikannya, sama asal daerahnya, sama
bahasanya dan sebagainya. Jadi canvasser di India berhasil karena pembantu agen pembaharu
memiliki keseinbangan kepercayaan baik kompetensi maupun keselamatan, dan ditambah lagi biaya
honorariumnya lebih murqah dari pada agen pembaharu yang professional. Keberhasilan agen
pembeharu berhubung positif dengan kepercayaan (credibility) dari sudut pandang.

9. Profesional semu. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembantu agen pembaharu dapat
memberikan beberapa keuntungan seperti biaya operasional rendah, dan dapat menjebatani
kesenjangan heterophily, namum tidak berarti bahwa agen pembaharu lalu sama sekali tidak
diperlukan. Agen pembaharu tetap masih sangat dibutuhkan untuk menatar atau mamilih
pembantu agen pembaharu, mengadakan super visi, dan juga membantu mencegah masalah yang tidak
dapat diselesaikan oleh pembantu agen pembaharu. Satu masalah yang sering dijumpai pembantu agen
pembaharu aialah timbulnya professional semu yang terjadi karena pembantu agen pembaharu
bergaya seperti agen pembaharu professional. Ia memakai pakaian, cara bertindak, dan
sebagainya yang menyamai tenaga agen pembaharu professional. Secara psikologis hal ini wajar ,
karena ia mengagumi kehebatan kopetensi professional agen pembaharu, sehingga berusaha meniru
agar menambah wibawa. Tetapi sebenarnya yang diperoleh justru terbalik, karena dengan bergaya
seperti tenaga professional akan menghilangkan fungsinya untuk menjebatani kesenjangan
heterophily. Biasanya jika pembantu agen pembaharu menyadari adanya masalah professional
semu, mereka akan berusaha dan berhati-hati dalam bertindak sehingga terhindar dari hambatan
terjadinya professional semu tersebut.

10. Pemuka pendapat. Dimuka masyarakat atau system social sering terdapat orang yang
pendapat-pendapatnya mudah diikuti oleh teman-teman sekelompoknya. Orang memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi perubahan pengetahuan, sikap, dan tingkah laku orang lain secara
informal, dengan tujuan tertentu, disebut pemuka pendapat.

11. Kemampuan klien untuk menilai inovasi. Salah satu keunikan agen pembaharu dalam proses difusi
inovasi, ialah memiliki kompetensi teknik, yang menyebabkan ia berwewenang untuk bertindak
sesuai dengan keahliannya dalamengaruhi klien untuk menerima inovasi. Tetapi jika agen pembaharu
melakukan pendekatan jangka panjang dalam mencapai tujuan inovasi, maka ia harus berusaha
membangkitkan klien agar memiliki kemampuan teknik dan kemampuan menilai potensi inovasi yang
dicapainya sendiri. Dengan kata lain agen pembaharu harus berusaha menjadikan klien menjadi agen
pembaharu dirinya sendiri. Bahwa keberhasilan agen pembaharu berhubungan positif dengan
meningkatnya kemampuan klien untuk menilai inovasi. Tetapi pada umumnya agen pembaharu hanya
bekerja dalam jangka pendek, terutama untuk melancarkan proses kecepatan diterimanya inovasi.
Kesadaran dan kemempuan memperbaharui diri dengan percaya kepada kemempuan sendiri menjadi
tujuan dari pengusaha pembaharuan, sedangkan seberapa kadar yang dapat dicapai tergantung pada
usaha agen pembaharu.[9]

Salah satu agen pembaharu, khususnya dalam perubahan dalam pendidikan adalah guru.

D. Perubahan Terencana Dalam Pendidikan

Perubahan dalam pendidikan dipicu adanya bebarapa hal, diantaranya adanya tantangan zaman dimana
saat ini kita berada di abad 21 yang menuntut adanya perubahan-perubahan, perkembangan ilmu
pengetahuan teknologi, demografi, sosial dan cultural, kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang
lebih baik, kurang sesuaianya antara pendidikan dan dunia usaha/industry dan kurangnya sarana dan
prasarana pendidikan. Beberapa contoh inovasi dalam pendidikan diantaranya adalah :

1. Inovasi kurikulum. Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer
plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa
Inggris). Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal
pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana
Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran
bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian
terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. RENCANA PELAJARAN TERURAI 1952. Kurikulum ini lebih
merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. KURIKULUM 1968.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai
produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan
dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. KURIKULUM 1975. Kurikulum 1975 menekankan
pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci
dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran,
yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum,
tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan
evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari
setiap kegiatan pembelajaran. KURIKULUM 1984.Kurikulum 1984 mengusung process skill approach.
Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering
disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). KURIKULUM 1994 dan SUPLEMEN
KURIKULUM 1999. Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya. Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara
pendekatan proses KURIKULUM 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai
berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan
dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal
pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik
atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. KTSP 2006.
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP
masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa
hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling
menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD),
standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata
pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi
pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan
satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.[10]

2. Inovasi metode pembelajaran. Diantara metote pembelajaran inovatif yang saat ini dikembangakan
adalahpembelajaran berbasis proyek (project work), Quantum Teaching and Learning (QTL), Contextual
teaching and Learning (CTL), Problem Based Learning (PBL), Model Mengajar Inquiry Training, Model
bermain peran (role play) dan lain-lain.

3. Pengajaran dengan Sistem Modul. Sistem pengajaran ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
dan efektifitas belajar mengajar di sekolah, terutama yang berkaitan dengan penggunaan waktu, dana,
fasilitas, dan tenaga secara tepat guna dalam mencapai tujuan secara optimal.

4. Inovasi Pembelajaran berbasis teknologi computer. Penggunaan computer bukan hanya sebagai
alat belajar, namun dengan perkembangan teknologi komunikasi yang begitu pesat terutama teknologi
internet, menjadikan computer sebagai sumber belajar. Saat ini dikebangkan adanya e-learning dan
pendidkan jarak jauh (distance Learning).
5. Inovasi pembiayaan, yaitu dengan adanya kebijakan pemerintah akan adanya BOS (Biaya
Operasional Sekolah), memungkinkan adanya pendidikan gratis, terutama pada tingkat dasar.

6. Inovasi Sarana dan Prasarana Inovasi sarana dan prasarana harus mengacu pada mengacu pada
tupoksi lembaga dan peraturan perundangan yang berlaku yaitu UU NO. 20 tahun 2003 dan Standar
Nasional Pendidikan PP 19 tahun 2005 yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar,
tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain,
tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran (termasuk diklat) termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media
pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran

Perubahan pendidikan dibagi menjadi dua, yaitu perubahan secara makro, dan mikro. Perubahan
pendidikan secara makro dilakukan oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional.
Sedangkan perubahan secara mikro dilaksanakan pada tingkatan lembaga pendidikan yaitu sekolah.
Dalam makalah ini lebih lanjut akan dibahas perubahan / inovasi dalam pendidikan skala mikro. Inovasi
yang terjadi dalam bidang pendidikan tersebut, antara lain: dalam hal manajemen pendidikan, metode
pengajaran, media, sumber belajar, pelatihan guru, implementasi kurikulum, dan sebagainya.

Inovasi harus berlangsung di sekolah guna memperoleh hasil yang terbaik dalam mendidik siswa. Ujung
tombak keberhasilan pendidikan di sekolah adalah guru. Oleh karena itu guru harus mampu menjadi
seorang yang inovatif guna menemukan strategi atau metode yang efektif untuk mendidik Inovasi yang
dilakukan guru pada intinya berada dalam tatanan pembelajaran yang dilakukan di kelas. Kunci utama
yang harus dipegang guru adalah bahwa setiap proses atau produk inovatif yang dilakukan dan
dihasilkannya harus mengacu kepada kepentingan siswa.

E. Peranan Guru Sebagai Agen Pembaharu

Dalam perubahan pendidikan diskala mikro (sekolah) guru memiliki peranan yang penting, hal ini karena
dalam proses perubahan itu guru berperan sebagai agen pembaharu. Dalam pembaharuan pendidikan,
keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan
evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan.Dalam
suatu inovasi pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat, karena guru mempunyai peran yang
luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, dan sekaligus sebagai teman.

Peranan guru sebagai agen pembaharu dimulai dari internal dirinya dalam hal ini proses pembaharuan
dilakukan dengan merubah paradigm guru dalam proses pendidikan/pembelajaran. Perubahan
paradigm ini dimulai dengan adanya kesadaran berubah dalam melaksnanakan tugas dan fungsinya
sebagai guru. Mengetahui inovasi-inovasi pembelajaran terbaru dan menerapkannya dalam proses
pembelajaran. Paradigma pembelajaran yang merupakan gagasan baru adalah:

1. peran guru sebagai fasilator, pembimbing, konsultan dan kawan belajar

2. Jadwal fleksibel.

3. Belajar diarahkan oleh siswa sendiri,

4. Pembelajaran berbasis masalah, proyek, dunia nyata, tindakan nyata, dan fleksibel.

5. Perancangan dan penyelidikan

6. Kreasi dan investigasi

7. Kolaborasi

8. Focus masyarakat

9. Computer sebagai alat

10. Presentasi media dinamis

11. Penilaian kinerja yang komprehensif.

Setelah mengalami perbahan paradigma dalam dirinya guru kemudian dapat menlakukan proses
perubahan dengan individu lain ( teman sjawat), kelompok guru, dan sekolah sebagai lembaga dimana
guru berada. Peran guru sebagai agen pembaharu diantaranya adalah bagaimana menerjemahkan
idealime pendidikan ke dalam praktek di kelas. Secara lebih rinci inovasi yang dapat dilakukan oleh guru
adalah sebagai berikut:

1. Membuat perencanaan pembelajaran.

2. Membuat desain pembelajaran

3. Menggunakan metode pembelajaran yang lebih variatif

4. Mengelola kelas dengan baik

5. Melakukan Pengajaran dengan baik

6. Menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran

7. Melakukan penilaian yang komprehensif.

8. Memberikan umpan balik.

Walaupun demikian bukan berarti tugas guru selaesai sampai disini, seringkali dalam proses
pembelajaran timbul masalah-masalah baru. Oleh karena itu guru dituntut mampu melakukan action
research untuk menjawab masalah-maslah tersebut. Pada akhirnya proses inovasi dan perubahan selalu
terjadi dan bergulir seiring dengan waktu.

F. Contoh Perubahan Terencana Dalam Pendidikan Oleh Guru

Contoh perubahan terencana dalam pendidikan yang dilakukan oleh guru adalah pelaksanaan penelitian
tindakan kelas (class action research). Apakah tujuan penelitian tindakan? Tujuan penelitian tindakan
atau penelitian aksi (Action Research) adalah mengembangkan ketrampilan-ketrampilan baru atau cara
pendekatan dan memecahkan masalah dengan apliikasi langsung pada dunia kebidanan. Proses kerja
penelitian tindakan ini terdiri atas empat langka yang berlangsung secara siklikal, yaitu, perencanan,
tindakan, evaluasi, dan refleksi. Selanjutnya, dilakukan perencanaan ulang (Replanning), tindakan ulang,
evaluasi ulang, dan refleksi ulang. Proses ini terus berlanjut hingga ditemukan sosok model layanan
kebidanan yang dipandang paling baik, misalnya, pelayanan terbaik dalam hal penanganan penyandang
masalah sosial. Dari siklus ke siklus itu, terbuka kemungkinan luas untuk melakukan modifikasi atas
rencana, tindakan, dan evaluasi.

Contoh penelitian tindakan kelas yang dapat dilakukan oleh guru adalah masalah masalah seperti :

1. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dikaitkan dengan pengelolaan kelas, dapat dilakukan dalam
rangka meningkatkan kegiatan belajar mengajar, meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar,
menerapkan pendekatan belajar mengajar inovatif dan mengikutsertakan pihak ketiga dalam proses
belajar mengajar.

2. PTK yang dikaitkan dengan proses belajar mengajar dilakukan dalam rangka menerapkan berbagai
metode mengajar, mengembangkan kurikulum, meningkatkan peran siswa dalam mengaar, dan
memperbaiki metode evaluasi.

3. PTK yang dikaitkan dengan penggunaan sumber-sumber belajar dilakukan dalam rangka
pengembangan dan pemanfaatan model atau peraga, sumber-sumber lingkungan, dan peralatan
tertentu lainya.

4. PTK yang dikaitkan dengan personal dan keprofesionalan guru dilakukan dalam rangka
meningkatkan hubungan antara siswa, guru dan orang tua, meningkatkan konsep diri siswa dalam
belajar, meningkatkan sifat dan kepribadian siswa dan meningkatkan kompetensi guru secara
profesional.
BAB. III KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulakan beberapa hal berikut :

1. Perubahan terjadi di semua aspek kehidupan, termasuk dalam pendidikan. Perubahan dapat terjadi
secara alami maupun direncanakan.

2. Salahsatu penyebab terjadinya perubahan adalah inovasi. Inovasi yang ditemukan kemudian
didifusikan kepada individu atau masyarakat.

3. Agen pembaharu dalam perubahan ataupun difusi inovasi menempati posisi kunci yang
menentukan keberhasilan sebuah inovasi diadopsi dan dilaksanaka secara kontinyu pada individu atau
kelompok.

4. Salah satu agen pembaharu dalam dunia pendidikan adalaha guru. Guru merupakn ujung tombak
perubahan terencana dalam bidang pendidikan.

5. Peran guru sebagai agen pembaharu disekolah diawali dengan merubah paradigma lama kepada
paradigma baru tantang konsep pembelajaran dan harus mau merubah diri sendiri terlebih dahulu
sebelum menularkan perubahan pada pihak lain.

6. Contoh riil perubahan terencana dalam pendidikan yang dapat dilakukan seorang guru adalah
dengan melakukan penelitian tindakan kelas.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi (2005), Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara

Crombie White, Roger (1997), Pembaharuan Kurikulum, Sebuah Perayaan Praktik Ruang Kelas, Jakarta:
PT. Gramedia

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I. (1990). Kamus Besar Bahasa

Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.

Hendra, A. (2009). Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), tersedia di

http://nyongandikahendra.blogspot.com/2009/04/cara-belajar-siswa

aktif- cbsa.html

Kementrian Pendidikan Nasional (2010), Rencana Strategis Kementrian

Pendidikan Nasional, Jakarta: Bina Darma Putra.

Moleong, Lexy J, dkk (1997), Perubahan Terencana, Jakarta: PT. Margi Hayu

Muslich Mansur (2010), Melaksnakan PTK itu Mudah, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Nicholls, R. (1993). Managing Educational Innovation. London: George, Allen

and Unwin.

Plomp, Tjeerd & Donald P. Ely, International Encyclopedia of Educational

Technology, (Cam-bridge, UK: Elsevier Science Ltd., 1996)

Suryosubroto, B. (1990). Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan.


Jakarta: Rineka Cipta.

Rogers, Everett M, 1995, Diffusions of Innovations, Fifth Edition. New York: Tree Press.

Warsita, Bambang (2008), Teknologi Pendidikan Landasan dan Aplikasinya,

Jakarta: Rineka Cipta.

[1] Moleong, Lexy J dkk, Perubahan Terencana (PT. Margi Wahyu, 1997) p.14

[2] Moleong, Lexy J dkk, Perubahan Terencana (PT. Margi Wahyu, 1997) p.15

[3] Op Cit, p.265

[4] Source : http://mick182.blogspot.com/2008/01/perubahan-terencana.html

[5] Everrett. M.Roger, Difusion Inovation Fifth Edison (New York: Free Pres, 2003) p.12

[6] Op Cit, p.36

[7] Moleong, Lexy J dkk, Perubahan Terencana (PT. Margi Wahyu, 1997) p.33

[8] Everrett. M.Roger, Difusion Inovation Fifth Edison (New York: Free Pres, 2003) p.369

[9] Everrett. M.Roger, Difusion Inovation Fifth Edison (New York: Free Pres, 2003) p.373

[10] Source: http://kesadaransejarah.blogspot.com/2007/11/kurikulum-pendidikan-kita.html

Anda mungkin juga menyukai