Anda di halaman 1dari 2

Hubungan diplomatik[sunting | sunting sumber]

Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Banten aktif membina
hubungan baik dan kerjasama dengan berbagai kesultanan di sekitarnya, bahkan
dengan negara lain di luar Nusantara. Banten menjalin hubungan
dengan Turki, Inggris, Aceh, Makassar, Arab, dan kerajaan lain.[6][7]
Banten dan kerajaan Nusantara lain[sunting | sunting sumber]
Sekitar tahun 1677, Banten mengadakan kerjasama dengan Trunojoyo yang sedang
memberontak terhadap Mataram. Tidak hanya itu, Banten juga menjalin hubungan baik
dengan Makassar, Bangka, Cirebon dan Inderapura.[8]
Banten dan Prancis[sunting | sunting sumber]
Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menjalin hubungan dagang dan kerja sama dengan
pedagang-pedagang Eropa selain Belanda, seperti Inggris, Denmark, dan Prancis.
Pada tahun 1671, Raja Prancis Louis XIV mengutus François Caron, pimpinan Kongsi
Dagang Prancis di Asia sekaligus pemimpin armada pelayaran ke Nusantara. Setelah
mendarat di pelabuhan Banten, ia diterima oleh Syahbandar Kaytsu, seorang Tionghoa
muslim. Pada 16 Juli 1671, raja didampingi oleh beberapa pembesar kerajaan
mendatangi kediaman orang-orang Prancis di kawasan Pecinan. Caron meminta izin
untuk membuka kantor perwakilan di Banten. Hal itu berangkat dari pengalaman Caron
yang pernah bekerja pada VOC dan berambisi membuat kongsi dagang Prancis
sebesar VOC.[9] Raja kemudian menanyakan tujuan kongsi dagang mereka, ke mana
tujuan kapal-kapal mereka, barang dagangan yang diinginkan, dan jumlah uang tunai
yang mereka miliki. Sesudah itu pihak Prancis berusaha menjual barang muatan
mereka. Barang-barang dagangan apa saja dapat dijual, kecuali candu yang dilarang
keras beredar di Banten.
Caron kembali mengunjungi raja dan menghadiahkan getah damar, dua meja besar
(yang dibawa dari Surat, India), dua belas pucuk senapan, dua jenis mortir, beberapa
granat, dan hadiah lain.
Caron dan Gubernur Banten kemudian menyetujui perjanjian yang berisi sepuluh
kesepakatan mengenai pemberian kemudahan dan hak-hak khusus kepada pihak
Prancis, sama dengan yang diberikan kepada pihak Inggris.[10]
Banten dan Inggris[sunting | sunting sumber]
Hubungan baik antara Inggris dan Banten sudah terjalin sejak lama, salah satunya
adalah ketika Sultan Abdul Mafakhir mengirimkan surat ucapan selamat pada
tahun 1602 kepada Kerajaan Inggris atas dinobatkannya Charles I sebagai Raja
Inggris. Sultan Abdul Mafakhir juga memberikan izin kepada Inggris untuk membuka
kantor dagang. Bahkan, Banten menjadi pusat kegiatan dagang Inggris sampai akhir
masa penerintahan Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1682, karena saat itu terjadi perang
saudara antara Sultan dengan putranya, Sultan Haji. Sultan Haji meminta
bantuan Belanda, sedangkan Sultan Ageng Tirtayasa diketahui meminta bantuan
dari Kerajaan Inggris untuk melawan kekuatan anaknya itu.[11][12]
Pada 1681, Sultan Haji mengirim surat kepada Raja Charles II. Dalam suratnya, dia
berminat membeli senapan sebanyak 4.000 pucuk dan peluru sebanyak 5.000 butir dari
Inggris. Sebagai tanda persahabatan, Sultan Haji menghadiahkan permata sebanyak
1757 butir. Surat ini juga merupakan pengantar untuk dua utusan Banten bernama Kiai
Ngabehi Naya Wipraya dan Kiai Ngabehi Jaya Sedana. Tidak lama kemudian, Sultan
Ageng Tirtayasa mengirim surat kepada Raja Charles II meminta bantuan berupa
senjata dan mesiu untuk berperang melawan putranya yang dibantu VOC.[13][14]

Keluarga[sunting | sunting sumber]


Sultan Ageng Tirtayasa memiliki 18 orang putera:[15][16]

1. Sultan Abu Nashar Abdulqahar


2. Pangeran Purbaya
3. Tubagus Abdul
4. Tubagus Rajaputra
5. Tubagus Husaen
6. Tubagus Ingayudadipura
7. Raden Mandaraka
8. Raden Saleh
9. Raden Rum
10. Raden Sugiri
11. Raden Muhammad
Tubagus Rajasuta

Anda mungkin juga menyukai