Tentang
MEMUTUSKAN
Menetapkan
Pertama : Tata Tertib Persidangan Jemaat Bet’el Oesapa Tengah, Tahun 2023
mengikuti Tata Tertib Persidangan yang telah ditetapkan Oleh Majelis
Sinode GMIT Melalui Keputusan Persidangan Majelis Sinode GMIT NO:
12/KEP/PMS-GMIT/XLIII/2019; Tentang Perubahan Pertama Atas
Keputusan Persidangan Majelis Sinode XXXVIII Tahun 2015 Tentang
Peraturan Persidangan GMIT di Lingkup Jemaat, Klasis dan Sinode GMIT.
Kedua : Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan.
Ketua, Sekretaris,
Pasal 1
Pengantar
(1) Tata tertib ini bertujuan mengatur jalannya persidangan agar dapat berjalan efektif dan
berhasil.
(2) Tujuan Persidangan yang berlangsung tanggal 18 Januari 2020 adalah:
a. Mengevaluasi seluruh proses pelayanan lingkup jemaat Bet’el Oesapa Tengah dalam
satu periode pelayanan;
b. Menilai dan menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban pelayanan majelis
jemaat;
c. Merumuskan dan menetapkan pokok-pokok program pelayanan jemaat untuk satu
periode berikut sesuai HKUP GMIT;
d. Memilih anggota majelis Jemaat.
Pasal2
Peserta
Pasal 3
Quorum
Persidangan dinyatakan Quorum apabila jumlah peserta telah mencapai ½ (setengah)
ditambah 1 (satu) dari keseluruhan peserta yang memiliki hak suara.
Pasal 4
Pimpinan Persidangan
(1) Pimpinan persidangan atau Majelis Ketua Persidangan dibentuk dalam persidangan.
(2) Majelis Jemaat harian memimpin persidangan sebelum majelis ketua persidangan
terbentuk.
(3) Anggota majelis ketua persidangan dipilih dari antara perserta persidangan yang memiliki
hak suara dan berjumlah ganjil minimal 3 orang, termasuk ketua majelis Jemaat, dengan
mempertimbangkan keseimbangan gender dan hal-hal berikut:
Pasal 5
Alat Kelengkapan Persidangan
Pasal 7
Rapat Tertutup
Rapat tertutup dapat dilaksanakan jika persidangan memerlukannya
Pasal 8
Daftar Hadir
(1)Daftar hadir wajib ditandatangani oleh setiap pesertapersidangan.
(2)Para undangan menandatangani daftar hadir undangan.
Pasal 9
Peserta yang Berhalangan
(1)Peserta yang berhalangan dan tidak dapat mengikuti persidangan untuk sementara waktu
atau hingga akhir persidangan, wajib memberithukan hal tersebut kepada pimpinan
persidangan
(2)Pimpinan persidangan memberitahukan hal tersebut
(3)Kepada persidangan
Pasal 10
Hak Bicara dan Hak Suara
(1) Peserta persidangan Jemaat sebagaimana disebutkan pada pasal 2 peraturan ini, memiliki
hak bicara.
Pasal 11
Kesempatan dan Batas Waktu Berbicara
(1) Pimpinan persidangan mengatur kesempatan berbicara menurut urutan permintaan yang
masuk.
(2) Peserta dapat berbicara setelah dipersilahkan oleh pimpinan persidangan.
(3) Pembicaraan dilakukan dengan berdiri di tempat atau di tempat lain yang ditentukan untuk
maksud tersebut.
(4) Seorang pembicara tidak boleh disela selama berbicara, kecuali oleh pimpinan persidangan
demi tertibnya persidangan.
(5) Pembicaraan yang menyimpang dari pokok yang sedang dirundingkan, dapat diperingatkan
atau dihentikan oleh pimpinan persidangan dan menampung masalahnya pada pembicaraan
lain yang berhubungan dengan masalah tersebut.
(6) Batas waktu setiap pembicara mengenai suatu pokok adalah 3 (tiga) menit dan ditandai
dengan bunyi alaram atau tanda lainnya. Apabila waktu yang ditetapkan telah lewat, maka
pimpinan persidangan dapat meminta pembicara untuk berhenti bicara.
(7) Seorang peserta tidak boleh berbicara lebih dari 2 (dua) kali tentang satu pokok, kecuali jika
pokok tersebut memerlukan pembahasan yang lebih matang.
Pasal 12
Interupsi
(1) Peserta dapat melakukan interupsi, yaitu selaan atau memotong pembicaraan dalam
sidang dikarenakan adanya masukan penting yang perlu diperhatikan.
(2) Interupsi diatur sebagai berikut:
a. Interupsi tentang tata sidang (Interruption of order), yaitu meminta penjelasan atau
memberikan masukan yang berkaitan dengan jalannya persidangan saat pembicaraan
sudah melebar atau keluar dari pokok masalah, guna mengembalikan pembahasan
kepada pokok sebenarnya;
b. Interupsi tentang informasi (Interruption of information), yaitu memberikan informasi
atau data yang perlu diperhatikan oleh seluruh peserta persidangan termasuk
pimpinan, oleh karena akan mempengaruhi pengambilan keputusan yang penting;
c. Interupsi tentang klarifikasi (Interruption of clarification), yaitu meminta klarifikasi
tentang pernyataan peserta persidangan lainnya atau pimpinan agar tidak terjadi
pemahaman yang bisa atau meminta penegasan terhadap suatu pernyataan;
d. Interupsi tentang solusi (Interruption of explanation/solution), yaitu menjelaskan suatu
pernyataan yang baru disampaikan agar tidak ditangkap keliru oleh peserta lain atau
pelurusan terhadap suatu pernyataan dan memberikan solusi;
e. Interupsi tentang pribadi (Interruption of personal), yaitu tanggapan segera terhadap
pernyataan peserta lain yang keluar dari pokok masalah dan cenderung menyerang
pribadi.
Pasal 13
MasalahBaru
Masalah baru yang muncul dalam persidangan hanya dapat dibahas jika didukung oleh 10%
(sepuluh persen) suara dari peserta yang mempunyai hak suara.
Pasal14
Tata Cara dan Keabsahan Pengambilan Keputusan
(1) Pengambilan keputusan dilaksanakan oleh peserta yang memiliki haksuara.
(2) Pengambilan keputusan dilaksanakan secara demokratis melalui musyawarah mufakat.
(3) Bila tidak tercapai mufakat, maka keputusan dapat diambil melalui voting.
(4) Pengambilan keputusan melalui voting dinyatakan sah apabila disetujui ½ (setengah)
ditambah 1 (satu) dari jumlah peserta yang memiliki hak suara.
(5) Voting dilakukan dengan cara mengangkat tangan atau menggunakan kartu khusus,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. kartu berwarna hijau untuk menyatakansetuju;
b. kartu berwarna kuning untuk meminta penjelasan lebih lanjut;
c. kartu berwarna merah untuk menyatakan tidaksetuju;
d. kartu berwarna putih untuk menyatakan abstain (tidak turut serta memutuskan).
(6) Tiap peserta bebas untuk memberikan atau tidak memberikan alasan tentang dasar setuju
atau tidak setuju dalammemberikansuara.
(7) Jika hasil voting seimbang, maka persidangan dapat mengambil keputusan dengan cara
undi yang didahuluidoa.
(8) Pimpinan persidangan merumuskan kesimpulan dari pokok yang telah selesai dibahas oleh
persidanganuntuk diputuskan dan pengambilan keputusan ditandai dengan ketukanpalu.
(9) Ketentuan mengenai penggunaan palu adalah sebagai berikut:
a. Satu kali ketuk untuk menerima/menyerahkan pimpinan menskor/mencabut skors
sidang, mengesahkan kesepakatan pembahasan poin perpoin (keputusan sementara)
dan mencabut/membatalkan keputusan terdahulu yang dipandang keliru
b. Tiga kali ketuk untuk membuka dan menutup persidangan secara resmi dan
mengesahkan keputusan yang dipandang final
c. Empat kali atau lebih ketuk untuk menertibkan dan menenangkan peserta persidangan
Pasal 15
Penutup
Hal-hal yang belum diatur dalam tata tertib ini yang berkaitan dengan agenda persidangan
akan diatur oleh pimpinan persidangan dengan mendapat persetujuan dari peserta
persidangan yang mempunyai hak suara