Anda di halaman 1dari 7

CASE METHOD

“Kasus dan Penanganannya Menggunakan Pendekatan Terhadap Pencegahan Gangguan

Disiplin Kelas di Sekolah Dasar”

DISUSUN OLEH :

HERMALIANA NUR AFNI

1203111083

Kelas : F PGSD 2020

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023
Kasus:

Banyak siswa SD yang memakai pakaian kurang rapi dan kurang lengkap pada saat pergi

kesekolah serta sering rebut pada saat jam pelajaran.

Solusi:

Saya mencoba menggunakan pendekatan otoriter, Pendekatan otoriter atau kekuasaan merupakan

mengontrol tingkah laku anak didik oleh guru, peranan guru disini adalah menciptakan dan

mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Kedisiplinan adalah kekuatan yang menuntut

kepada anak didik untuk mentaatinya. Didalamnya ada kekuasaan dalam norma yang mengikat

untuk ditaati anggota kelas, melalui kekuasaan dalam bentuk norma itulah guru mendekatinya.

Pendekatan otoriter memandang bahwa manajerial kelas sebagai suatu pendekatan pengendalian

perilaku peserta didik oleh guru. Pendekatan ini menempatkan guru dalam peranan menciptakan

dan memelihara ketertiban di kelas dengan menggunakan strategi pengendalian. Tujuan guru

yang utama ialah mengendalikan perilaku peserta didik. Tugas ini sering dilakukan guru dengan

menciptakan dan menjalankan peraturan dan hukuman.

Pendekatan otoriter janganlah dipandang sebagai strategi yang bersidat mengidentifikasi, guru

yang mempraktekkan pendekatan otoriter tidak memaksakan kepatuhan, merendahkan peserta

didik, dan tidak bertindak kasar. Guru otoriter bertindak untuk kepentingan peserta didik dengan

menerapkan disiplin yang tegas.

Seperti dijelaskan di awal, pendekatan otoriter dalam manajemen kelas memandang proses

manajerial sebagai sebuah pendekatan di mana perilaku siswa dikendalikan oleh guru.

Pendekatan ini menempatkan guru dengan peran membentuk dan memelihara ketertiban di kelas
melalui penggunaan strategi pengendalian, tujuan utama guru adalah untuk mengendalikan

perilaku siswa. Guru memikul tanggungjawab untuk mengendalikan perilaku siswa karena guru

”paling tahu”. Guru adalah ”komandan”. Ini paling sering dilakukan dengan menciptakan dan

menjalankan peraturan – peraturan dan tata tertib kelas.

Kita seharusnya tidak memandang strategi otoriter sebagai pendekatan yang menakutkan. Guru

yang otoriter bertindak dengan cara yang terbaik. Pandangan yang paling baik mengenai

pendekatan ini dijelaskan oleh Canter and Canter (1979), pendukung pendekatan yang mereka

sebut sebagai ”disiplin yang tegas”. Canter and Canter berargumentasi bahwa guru memiliki hak

untuk membentuk ekspektasi - ekspektasi, batasan – batasan, dan konsekuensi – konsekuensi

yang jelas; menuntut perilaku yang bisa diterima dari para siswanya; dan mengikutinya dengan

konsekuensi yang tepat bilamana diperlukan. Canter and Canter dengan sangat hati – hati

menekankan bahwa disiplin yang tegas adalah sebuah pendekatan yang manusiawi. Mereka

berargumentasi bahwa semua siswa membutuhkan batasan – batasan, dan guru memiliki hak

untuk membuat dan melaksanakan batasan – batasan itu.

Walaupun ini sebuah penyederhanaan yang berlebihan, pendekatan otoriter menawarkan lima

strategi yang mungkin bisa diharapkan sebagai perbendaharaan strategi manajerial bagi guru: (1)

membuat dan menjalankan peraturan; (2) memberikan perintah – perintah, arahan – arahan, dan

aturan – aturan: (3) menggunakan ”penghentian” yang lembuat; (4) menggunakan kendali

kedekatan; dan (5) menggunakan pemisahan dan pengeluaran.

a. Membuat dan Menjalankan Peraturan

Proses pembuatan aturan adalah sebuah proses di mana guru menetapkan batasan – batasan

dengan cara menyampaikan kepada siswa apa – apa yang diharapkan darinya dan alasan – alasan

mengapa itu diperlukan. Jadi, ini sebuah proses yang secara jelas dan spesifik mendefinisikan
harapan – harapan guru mengenai perilaku di kelas. Peraturan berupa pernyataan – pernyataan

yang biasanya tertulis yang menjelaskan dan memberitahukan tentang perilaku – perilaku yang

sesuai dan tidak sesuai bagi siswa. Peraturan dirumuskan secara garis besar yang menjelaskan

perilaku – perilaku siswa yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima: tujuannya adalah

untuk memandu dan membatasi perilaku siswa. Peraturan sebaiknya diketahui oleh siswa

sehingga mereka tahu persis harus di mana posisi mereka. Para siswa memiliki hak untuk tahu

tentang ”aturan main”. Selain itu mereka memiliki hak untuk mengetahui konsekuensi –

konsekuensi yang akan dia terima apabila melanggar peraturan itu. Para pendukung pendekatan

otoriter bersikukuh bahwa guru seharusnya membuat dan menjalankan peraturan yang realistis,

masuk akal, jelas, jumlahnya tidak terlalu banyak, dapat dipahami dengan mudah, dan peraturan

itu harus dilaksanakan sejak hari pertama masuk sekolah. Mereka menegaskan bahwa tidak ada

kelompok yang bisa bekerja dengan sukses tanpa perilaku – perilaku standar yang dibuat yakni

aturan – aturan yang dibuat dan dilaksanakan.

Banyak rekomendasi yang telah dibuat tentang pembentukan peraturan – peraturan kelas.

Mengingat keterbatasan ruang di sini hanya akan dipilih dua macam rekomendasi saja. Yang

pertama berkaitan dengan perlunya ada keterlibatan para siswa dalam pembuatan peraturan itu.

Yang kedua berkaitan dengan jumlah peraturan yang harus dibuat. Ada banyak pendapat

mengenai keterlibata siswa dalam pembuatan aturan. Pendapat yang saling berlawanan adalah

(1) para siswa sebaikya memiliki peran penting dalam membuat peraturan karena mereka lebih

cenderung mentaati peraturan yang telah dibuat oleh mereka sendiri sedangkan peran guru

adalah membimbing upaya – upaya siswa untuk mengembangkan peraturan – peraturan yang

bagus; dan (2) guru seharusnya membuat peraturan sebab guru bukan siswa memiliki tanggung
jawab untuk menentukan perilaku siswa yang mana yang bisa diterima dan yang mana yang

tidak, sedangkan peran siswa adalah mengikuti aturan – aturan itu, bukan membuatnya.

Ada pendapat lain yang berada diantara dua pendapat yang saling bertentangan tadi yang

kelihatan paling menarik yaitu guru pertama – tama harus menetapkan sejumlah peraturan yang

tidak bisa ditawar – tawar atau dinegosiasikan dan kemudian baru bekerjasama dengan siswa

untuk menambahkan peraturan – peraturan tambahan yang dianggap perlu. Pandangan ini juga

memasukkan pendapat yang paling menarik tentang jumlah peraturan yang dibuat: Guru harus

berusaha untuk membuat peraturan se minimal mungkin. Argumentasinya adalah lebih sedikit

peraturan cenderung lebih daripada banyak aturan sebab jumlah peraturan kelas yang banyak

membuat penerapannya lebih sulit. Bila peraturan – peraturan dalam keadaan tidak terlaksana,

maka kemampuan guru untuk mengelola kelas menjadi berkurang. Jadi, guru seharusnya

membuat peraturan dengan jumlah yang masuk akal agar aturan – aturan itu dapat diterapkan.

b. Membuat Tata Tertib

Penerapan tata tertib adalah strategi manajerial otoriter yang ketiga yang didiskusikan di sini.

Sebuah tata tertib adalah sebuah pernyataan yang dibuat oleh guru untuk memberitahu siswa

tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Jelas tata tertib sangat diperlukan oleh guru

untuk membuat siswa melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Bahkan dalam sebuah

kelas yang paling demokratis pun, guru perlu mengeluarkan tata tertib. Para pendukung strategi

otoriter ini menegaskan bahwa penggunaan tata tertib yang jelas dan yang dapat dipahami

dengan mudah akan menjadikan kelas terhindar dari berbagai masalah pengelolaan kelas.

c. Menghentikan Dengan Lembut


Berbagai rekomendasi telah dibuat tentang penerapan peraturan kelas. Secara umum,

rekomendasi – rekomendasi ini telah mencakup bentuk – bentuk hukuman dari yang lembut

hingga keras. Banyak yang mendukung pandangan otoriter mengakui bahwa tipe hukuman yang

keras terbukti tidak efektif dalam lingkungan kelas. Namun mereka memandang bahwa bentuk

hukuman yang lembut/ringan terbukti efektif. Literatur – literatur menyatakan bahwa

penggunaan hukuman yang lembut/ringan adalah strategi yang efektif untuk membantu siswa

yang menunjukkan bentuk perilaku yang kecil – yang tidak mengerjakan tugas. Mereka yang

mendukung penggunaan strategi ini mengingatkan bahwa hukuman yang ringan/halus

dimaksudkan untuk menolong dan bukan sikap bermusuhan.hukuman – hukuman itu berupa

perilaku verbal atau non verbal yang dimaksudkan untuk memberitahu, bukan untuk mendakwa.

d. Menggunakan Kendali Kedekatan

Seorang guru mungkin disebut menggunakan kendali kedekatan bila dia bergerak lebih dekat

kepada siswa yang oleh guru terlihat berperilaku salah atau kepada siswa yang hampir

berperilaku salah. Tindakan semacam ini didasarkan pada asumsi bahwa kehadiran guru akan

menyebabkan siswa menahan diri dari berperilaku salah. Kendali kedekatan dimaksudkan untuk

menghindarkan situasi – situasi yang mengganggu atau berpotensi mengganggu: bukan

dimaksudkan untuk menghukum atau menakut – nakuti.

e. Menggunakan Isolasi dan Eksklusi (Pengeluaran)

Isolasi, eksklusi (pengeluaran), pemberian skorsing, hukuman kurungan, pengasingan dan bentuk

– bentuk pengasingan yang lain adalah strategi yang perlu dipertimbangkan penggunaannya

sebagai sebuah respons terhadap perilaku menyimpang yang serius. Wallen and Wallen ( 1978)
menyebut isolasi sebagai “ultimate punishment” atau hukuman yang paling akhir, bentuk

hukuman paling keras yang diperbolehkan.

Anda mungkin juga menyukai