Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS PERBANDINGAN KODE ETIK PR

Nama : DIGTI KUSUMA RAHARJO


NPM : 5221711138
Kelas : Etika dan Hukum PR A

A. Tabel persamaan dan perbedaan antara “Kode Etik Perhumasan Indonesia” dan “Kode Etik
Profesi APPRI.”
No Kode Etik Perhumasan Indonesia Kode Etik Profesi APPRI
1. Menjalankan kegiatan profesi Dalam menjalankan kegiatan
kehumasan dengan memperhatikan profesionalnya, seorang anggota wajib
kepentingan masyarakat serta harga menghargai kepentingan umum dan
diri anggota masyarakat. menjaga harga diri setiap anggota
(Pasal 3 ayat 1) masyarakat. (Pasal 1)
2. Berlaku jujur dalam berhubungan Menjadi tanggung jawab pribadinya
dengan klien atau atasan. untuk bersikap adil dan jujur terhadap
(Pasal 2 ayat 1) klien, baik yang mantan maupun yang
sekarang, dan terhadap sesama anggota
Asosiasi, anggota media komunikasi
serta masyarakat luas. (Pasal 1)
3. Tidak menyebarluaskan informasi Seorang anggota tidak akan
yang tidak benar atau yang menyebarluaskan, secara sengaja dan
menyesatkan sehingga dapat menodai tidak bertanggung jawab, informasi
PERSAMAAN

profesi kehumasan. yang paIsu atau yang menyesatkan, dan


(Pasal 3 ayat 3) sebaliknya justru akan berusaha sekeras
mungkin untuk mencegah terjadinya hal
tersebut. (Pasal 2)
4. Tidak melibatkan diri dalam tindak  Seorang anggota tidak akan
memanipulasi integritas sarana melaksanakan kegiatan yang dapat
maupun jalur komunikasi massa. merugikan integritas media
(Pasal 3 ayat 2) komunikasi. (Pasal 3)
 Seorang anggota tidak akan
melibatkan dirinya dalam kegiatan
apa pun yang secara sengaja
bermaksud memecah belah atau
menyesatkan, dengan cara seolah
olah ingin memajukan suatu
kepentingan tertentu, padahal
sebaliknya justru ingin memajukan
kepentingan lain yang tersembunyi...
(Pasal 4)
5. Menjamin rahasia serta kepercayaan Seorang anggota (kecuali apabila
yang diberikan oleh klien atau atasan, diperintahkan oleh aparat hukum yang
maupun yang berwenang) tidak akan menyampaikan
pernah diberikan oleh mantan klien atau memanfaatkan informasi yang
atau mantan atasan (Pasal 2 ayat 3) diberikan kepadanya, atau yang
diperolehnya, secara pribadi dan atas
dasar kepercayaan, atau yang bersifat
rahasia, dari kliennya, baik di masa Ialu,
kini atau di masa depan, demi untuk
memperoleh keuntungan pribadi atau
untuk keuntungan lain tanpa persetujuan
jelas dari yang bersangkutan. (Pasal 5)
6. Tidak mewakili dua atau beberapa Seorang anggota tidak akan mewakili
kepentingan yang berbeda atau yang kepentingan-kepentingan yang saling
bersaing tanpa persetujuan semua bertentangan atau yang saling bersaing,
pihak yang terkait. tanpa persetujuan jelas dari pihak-pihak
(Pasal 2 ayat 2) yang bersangkutan, dengan terlebih
dahulu mengemukakan fakta-fakta yang
terkait. (Pasal 6)
7. Dalam memberi jasa-jasa kepada klien  Dalam memberikan jasa pelayanan
PERSAMAAN

atau atasan, tidak akan menerima kepada kliennya, seorang anggota


pembayaran, komisi atau imbalan dari tidak akan menerima pembayaran,
pihak manapun selain dari klien atau baik tunai atau pun dalam bentuk
atasannya yang telah memperoleh lain, yang diberikan sehubungan
kejelasan lengkap, (Pasal 2 ayat 5) dengan jasa-jasa tersebut, dari
sumber manapun, tanpa persetujuan
jelas dari kliennya. (Pasal 7)
 Seorang anggota tidak akan
menawarkan atau memberikan
imbalan apa pun, dengan tujuan
untuk memajukan kepentingan
pribadinya (atau kepentingan klien),
kepada orang yang menduduki suatu
jabatan umum, apabila hal tersebut
tidak sesuai dengan kepentingan
masyarakat luas. (Pasal 11)
8. Tidak akan menyerahkan kepada calon Seorang anggota tidak akan
klien atau calon atasan bahwa mengadakan negosiasi atau menyetujui
pembayaran atau imbalan jasa- persyaratan dengan calon majikan atau
jasanyaharus didasarkan kepada hasil- calon klien, berdasarkan pembayaran
hasil tertentu, atau tidak akan yang tergantung pada hasil pekerjaan
menyetujui perjanjian apapun yang PR
mengarah kepada hal yang serupa. tertentu di masa depan. (Pasal 9)
(Pasal 2 ayat 6)
9. Tidak dengan sengaja merusak dan  Seorang anggota tidak akan dengan
mencemarkan reputasi atau tindak itikad buruk mencemarkan nama
professional sejawatnya. Namun … baik atau praktek profesional anggota
kepada Dewan Kehormatan lain. (Pasal 13)
PERHUMAS INDONESIA.  Seorang anggota tidak akan
(Pasal 4 ayat 1) berperilaku sedemikian rupa
sehingga merugikan nama baik
Asosiasi, atau profesi Public
Relations. (Pasal 15)
10. Tidak … sejawatnya. Namun bila ada Seorang anggota yang secara sadar
sejawat bersalah karena melakukan mengakibatkan atau memperbolehkan
tindakan yang tidak etis, yang orang atau organisasi lain untuk
melanggar hukum, atau yang tidak bertindak sedemikian rupa sehingga
jujur, termasuk melanggar Kode Etik berlawanan dengan kode etik ini, atau
Kehumasan Indonesia, maka bukti- turut secara pribadi ambil bagian dalam
bukti wajib disampaikan kepada kegiatan semacam itu, akan dianggap
Dewan Kehormatan PERHUMAS telah melanggar Kode ini. (Pasal 14)
INDONESIA. (Pasal 4 ayat 1)
11. Membantu dan berkerja sama dengan  Seorang anggota wajib menjunjung
sejawat di seluruh Indonesia untuk tinggi Kode Etik ini, dan wajib
menjunjung tinggi dan mematuhi bekerja sama dengan anggota lain
Kode Etik Kehumasan ini. (Pasal 4 dalam menjunjung tinggi Kode Etik,
ayat 3) serta dalam melaksanakan keputusan
keputusan tentang hal apa pun yang
timbul sebagai akibat dari
diterapkannya keputusan tersebut.
(Pasal 16)
 Seorang anggota yang mencari
pekerjaan atau kegiatan baru dengan
cara mendekati langsung atau secara
pribadi, calon majikan atau calon
langganan yang potensial, akan
mengambil langkah langkah yang
diperlukan untuk mengetahui apakah
pekerjaan atau kegiatan tersebut
sudah dilaksanakan oleh anggota
lain. Apabila demikian, maka
menjadi kewajibannya untuk
memberitahukan anggota tersebut
mengenai usaha dan pendekatan
yang akan dilakukannya terhadap
klien tersebut. (Pasal 10)
1.  Memiliki dan menerapkan standar Tidak ada.
moral serta reputasi setinggi
mungkin dalam menjalankan
profesi kehumasan.
 Berperan secara nyata dan sungguh-
sungguh dalam upaya
memasyarakatan kepentingan
Indonesia.
 Menumbuhkan dan
mengembangkan hubungan antar
warga Negara Indonesia yang serasi
dan selaras demi terwujudnya
persatuan dan kesatuan bangsa.
(Pasal 1)
2. Tidak melakukan tindak atau Tidak ada.
mengeluarkan ucapan yang cenderung
merendahkan martabat, klien atau
atasan, maupun mantan klien atau
mantan atasan.
(Pasal 2 ayat 4)
3. Senantiasa membantu untuk Tidak ada.
kepentingan Indonesia.
(Pasal 3 ayat 4)
4. Tidak menawarkan diri atau mendesak Tidak ada.
klien atau atasan untuk menggantikan
kedudukan
Sejawatnya. (Pasal 4 ayat 2)
5. Tidak ada. Seorang anggota, yang mempunyai
kepentingan keuangan dalam suatu
organisasi, tidak akan menyarankan
klien atau majikannya untuk memakai
organisasi tersebut atau pun
memanfaatkan jasa-jasa organisasi
tersebut, tanpa memberitahukan terlebih
dahulu kepentingan keuangan
pribadinya yang terdapat dalam
organisasi tersebut. (Pasal 8)
6 Tidak ada. Seorang anggota yang mempekerjakan
seorang anggota Parlemen, baik sebagai
konsultan ataupun pelaksana, akan
memberitahukan kepada Ketua Asosiasi
tentang hal tersebut maupun tentang
jenis pekerjaan yang bersangkutan.
Ketua Asosiasi akan mencatat hal
tersebut dalam suatu buku catatan yang
khusus dibuat untuk keperluan tersebut.
Seorang anggota Asosiasi yang
kebetulan juga menjadi anggota
Parlemen, wajib memberitahukan atau
memberi peluang agar terungkap,
kepada Ketua, semua keterangan apa
pun mengenai dirinya. (Pasal 12)
7. Tidak ada. Dalam bertindak untuk seorang klien
atau majikan yang tergabung dalam
suatu profesi, seorang anggota akan
menghargai Kode Etik dari profesi
tersebut dan secara sadar tidak akan
turut dalam kegiatan apa pun yang dapat
mencemarkan Kode Etik tersebut.
(Pasal 17)
8. Mempunyai 4 pasal didalamnya. Mempunyai 17 pasal didalamnya.

B. Analisis Kode Etik Perhumasan Indonesia dan Kode Etik Profesi APPRI
Kode Etik Perhimpunan Hubungan Masyarakat (Perhumasan) Indonesia memiliki prinsip
utama menghormati nilai-nilai budaya dan sosial masyarakat yang ada di Indonesia,
mengedepankan kejujuran dan intergritas dalam komunikasi, menyediakan informasi yang akurat
dan bertanggung jawab dalam melindungi klien dan masyarakat umum. Peran yang dibuahkan
dari kode etik ini bersifat nyata dan sungguh-sungguh dalam upaya memasyarakatan kepentingan
yang ada di Indonesia. Dengan mengedepankan klien, kode etik ini akan menumbuhkan dan
mengembangkan hubungan antar Warga Negara Indonesia yang selaras demi terwujudnya
persatuan dan kesatuan bangsa. Diharapkan dengan adanya kode etik ini dapat membantu untuk
kepentingan Indonesia. Kode etik ini dapat memastikan kerahasiaan informasi klien, tidak
mengungkapkan informasi yang melanggar etika atau hukum serta melayani kepentingan terbaik
untuk klien. Dengan adanya media, kode etik ini dapat berkomunikasi secara jujur dan
transparan, informasi yang diberikan dari anggota tidak menyesatkan media atau publik sehingga
tidak menyalahgunakan hubungan dengan media. Dijelaskan bahwa anggota humas tidak akan
melakukan manipulasi opini publik karena proses komunikasi yang berada didalamnya ini yang
akan mendorong partisipasi masyarakat sehingga menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi
masyarakat. jika tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau tindak
professional sejawatnya yang telah melanggar kode etik ini, maka bukti-bukti wajib disampaikan
kepada Dewan Kehormatan Perhumas Indonesia. Anggota humas yang melakukan tindak
pelanggaran kode etik harus ditindak sesuai prosedur yang ada dan akan dikenakan sanksi atau
tindakan yang setimpal. Disamping adanya kode etik ini juga harus menghormati keputusan etika
yang dikeluarkan oleh Asosiasi Profesi Public Relations Indonesia.
Kode Etik Profesi Asosiasi Profesi Public Relations Indonesia (APPRI) memiliki prinsip
utama menmbangun hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang berkaitan, mengedepankan
kejujuran integritas dan profesionalisme. Didalam kode etik ini tentunya seorang anggota bisa
melayani klien dengan totalitas yang dapat menjaga kerahasiaan informasi yang bersifat penting.
Kode etik ini juga memberikan jaminan informasi akurat, jujur dan fakta adanya yang nantinya
tidak akan mengalami praktik-praktik komunikasi yang dapat merugikan kepentingan klien atau
masyarakat. Kode etik ini lebih menjaga hubungan professional dengan klien sehinga kegiatan
yang dilakukan oleh keduanya tidak akan merugikan integritas media komunikasi seperti yang
sudah dijelaskan pada isi kode etik. Anggota yang berikatan kode etik ini tidak akan melibatkan
dirinya dalam kegiatan yang secara sengaja bermaksud memecahkan belah pihak ataupun
menyesatkan. Terkait dalam keuangan, seorang anggota tidak akan menerima pembayaran
ataupun imbalan yang bergatung pada hasil pekerjaan Public Relations. Jika terdapat anggota
yang memperoleh orang atau orgnisasi lain untuk bertindak sedemikian rupa dan berlawanan
dengan kode etik ini, maka hal tersebut akan dianggap melanggar kode etik ini. Seorang anggota
yang berpegang Kode Etik Profesi APRI harus menjunjung tinggi kode etik ini dan menjaga
nama baik citra profesi sehingga jika seorang anggota bertindak untuk klien yang tergabung
dalam suatu profesi maka is harus menghargai kode etik dari profesi tersebut dan tidak akan turut
kedalam kegiatan yang dapat mencemarkan kode etik tersebut.

C. Analisis poin-poin kedua kode etik tersebut yang bersinggungan/bertentangan dengan


prinsipnya
1. Pada Kode Etik Perhumasan Indonesia menekankan bahwa komunikasi dengan media
harus jujur dan transparan. Akan tetapi, dalam Kode Etik Profesi APPRI terdapat
pemfokusan menjada hubungan etis dengan media dan memberikan informasi yang
akurat dan relevan. Hal ini dapat bersinggungan jika definisi “etis” dalam hubungan
dengan media tidak selalu sejalan dengan definisi “jujur dan transparan”.
2. Pada Kode Etik Perhumasan Indonesia, ditekankan dalam melayani kepentingan klien
diharapkan yang terbaik, tetapi tetap menjaga kerahasiaan informasi klien. Di sisi lain,
Kode Etik Profesi APPRI, ditekankan untuk menghindari konflik kepentingan dan
memberikan saran yang jujur dan obyektif kepada klien demi menjaga nama baik klien.
Jika kepentingan klien bersinggungan dengan kejujuran atau obyektivitas, maka kedua
hal tersebut dapat menimbulkan konflik diantara keduanya.
3. Dalam Kode Etik Perhumasan Indonesia, kode etik tersebut mendorong partisipasi
masyarakat dalam proses komunikasi dan menekankan memberikan informasi yang
bermanfaat bagi masyarakat. Namun, dalam Kode Etik Profesi APPRI menekankan
kontribusi positif kepada masyarakat dan mencegah serta menanggulangi isu-isu yang
merugikan masyarakat. Adakalanya, kepentingan klien dapat bertabrakan dengan konsep
kontribusi positif kepada masyarakat.
4. Dari kedua kode etik tersebut, pelanggaran kode etik dapat mengakibatkan sanksi atau
tindakan disiplin. Namun dalam hal ini, perbedaan bisa muncul dalam definisi
pelanggaran dan prosedur penegakan hukum. Konflik mungkin akan muncul jika terdapat
perbedaan pendapat tentang apa yang merupakan pelanggaran kode etik atau jika
prosedur penegakan hukum tidak konsisten.
D. Solusi pribadi atas poin-poin kode etik yang bersinggungan/bertentangan
Menurut saya, dalam mengatasi kode etik yang bersinggungan/ bertentangan antara Kode
Etik Perhumasan Indonesia dan Kode Etik Profesi APPRI diperlukan pendekatan lebih dalam
terhadap keduanya secara bijaksana agar menemukan titik terang dan tidak terdapat kesenjangan
dalam kedua kode etik tersebut. Pendekatan yang lebih dalam tersebut dapat dilakukan dengan
cara berdiskusi ataupun konsultasi karena secara alamiah anggota humas harus aktif
berkomunikasi dengan sesame anggota profesi lainnya. Dengan anggota humas melakukan
diskusi, mereka akan menemukan titik terang dan dapat mencari kejelasan yag lebih baik
terhadap kedua kode etik tersebut jika menghadapi situasi atau permasalahan yang
mmbingungkan. Saat berhadapan dengan situasi dimana kode etik dapat bersinggungan dengan
kepentingan klien atau organisasi, integritas dan kepatuhan hukum harus selalu ada dan menjadi
prioritas utama. Anggota humas harus profesional dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip
etika yang mendasari kode etik mereka.
Jika terdapat ketidakpastian atau ketidaksinkronan tentang bagaimana menjalankan kode etik
dalam situasi tertentu, seorang humas dapat mengkonsultasikan masalah yang terjadi dengan
atasan atau komite etika yang berada di organisasi mereka. Mereka akan memberikan arahan
atau panduan tambahan terhadap masalah yang terjadi tersebut sehingga diharapkan menemukan
titik terang setelah konsultasi. Jika konflik yang terjadi tidak dapat diselesaikan secara internal,
maka seorang humas dapat merujuk masalah tersebut kepada asosiasi profesi mereka, seperti
APPRI. Dikarenakan asosiasi profesi biasanya memiliki mekanisme untuk menangani masalah
etika dan dapat memberikan panduan atau keputusan resmi. Dalam situasi yang memunculkan
konflik etika, seorang humas harus berusaha untuk tetap transparan dan bertanggung jawab. Hal
ini termasuk memberikan informasi yang akurat kepada semua pihak yang terlibat dan
menjelaskan secara jelas kendala etika yang dihadapi. Sehingga, seorang humas dan asosiasi
profesi dapat memberikan pelatihan etika yang lebih baik kepada anggotanya dikarenakan
Pendidikan etika yang kuat juga akan membentuk tameng yang kuat dan dapat digunakan untuk
membantu anggota profesi lainnya dalam menghadapi permasalahan yang rumit dengan lebih
baik.

Anda mungkin juga menyukai