Anda di halaman 1dari 28

Nama : Dipl.-Ing. Agus Budiman, SH, MH, CLA, CTL, CCD, CPCLE.

Email : Agustbdm@ gmail.com

Pendidikan:
Arsitek – Hochschule Bremen, Jerman
Sarjana Hukum – Universitas Islam Attahiriyah Jakarta
Magister Hukum – UPN Veteran Jakarta
Doktor Hukum – Universitas Padjadjaran Bandung (on going)

Spesialisasi:
CLA- Sertifikasi Legal Auditor
CTL – Sertifikasi Pengacara Pajak
CCD – Sertifikasi Perancang Kontrak
CPCLE – Sertifikasi Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa

Office:
ABRON & Partners Law Firm. Jakarta
LATAR BELAKANG:
HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK, NASABAH DAN PIHAK KETIGA
Audit Hubungan Hukum
NASABAH NASABAH
(KREDITOR) BANK
(DEBITOR)

Audit Hukum Kuasa Perlindungan


Undang-Undang

PIHAK KETIGA
Perjanjian (Debt Collector)
Permasalahan:
Bagaimana pengaturan Prinsip Kehati-hatian
Bank dalam upaya Perlindungan Nasabah Bank
sebagai Debitur.
Tujuan:
Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta
perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
dirinya serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha
yang bertanggung jawab, karena ketentuan hukum yang
melindungi kepentingan konsumen di Indonesia belum
memadai; (UU PK)
Sumber : Tribun Pekanbaru
“Penyelesaian kredit macet serta
mengurangi kerugian yang lebih besar di
dunia perbankan, pihak bank harus
melakukan analisis yang mendalam sebelum
memutuskan menyetujui atau menolak
permohonan kredit dari calon debitur”
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998,
Tentang Perbankan dengan Prinsip Kehati-hatian
(Prudent Principle)
Pasal 2: Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian.
Pasal 8: (Bank wajib memiliki keyakinan berdasarkan the 5C’s
analysis of credit sebelum memberikan kredit atau
pembiayaan).
Pasal 29 ayat (2): Bank wajib memelihara tingkat kesehatan
bank sesuai ketentuan kecukupan modal, kualitas aset,
kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvanilitas, dan
aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-
hatian.
Pasal 29 ayat (3): Dalam memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan
kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara
yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang
mempercayakan dananya kepada nasabah.
Pasal 29 ayat (4): Untuk kepentingan nasabah bank wajib
menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya
risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang
dilakukan melalui bank.
The Five C’s of Credit :
1. Character, yang berarti sifat, kebiasaan, dan watak nasabah. Prinsip ini
diterapkan pada saat wawancara antara pihak bank denagn calon nasabah.
Untuk mengetahui kepribadian, nasabah, termasuk latar belakang,
kebiasaan hidup, dan gaya hidup calon nasabah.
2. Capacity, maksudnya untuk menilai kemampuan nasabah untuk
mengembalikan dana pinjamannya nanti. Keuangan dan usaha yang
dijalankan calon nasabah.
3. Capitol, terkait kepemilikan aset dan kekayaan nasabah, terutama yang
memiliki usaha/bisnis.
4. Collateral, adalah jaminan yang digunakan dalam pengajuan kredit.
5. Condition of Economy, adalah situasi keuangan calon nasabah kredit,
The Seven P’s of Credit:
1.Personality, kepribadian calon nasabah.
2.Party, kelompok status keuangan calon nasabah peminjam
3.Purpose, tujuan calon nasabah mengajukan pinjaman.
4.Prospect, aspek bisnis klien layak atau tidak.
5.Payment, mengukur kapasitas pembayaran pinjaman calon
nasabah kredit.
6.Profitability, keuntungan yang diperoleh calon nasabah
kredit, apabila menerima pinjaman.
7.Protection, jaminan yang ditawarkan oleh calon nasabah
peminjam.
Pasal 49 ayat (2) b, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998,
tentang Perbankan, mengatur sanksi bagi Dewan Komisaris,
Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak
melaksanakan angkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-
undang dan ketentuan perundang-undangan yang lain yang
berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lim miliar rupiah) dan
paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus milar rupiah).
Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 4:
Hak konsumen adalah:
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
bidikbanten.com mitratoday.com
Ancaman Pidana bagi Debt Collector:
1. Pasal 335
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah:
a. barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya
melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan
memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang
tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu
perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik
terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
b. barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan
atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau
pencemaran tertulis.
2. Pasal 368 KUHP
1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu
atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
2) Ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi
kejahatan ini.
Penjelasan Pasal 368 adalah sebagai berikut:
a. Kejadian ini dinamakan “pemerasan dengan kekerasan”
(afpersing) Pemeras itu pekerjaannya:
1) memaksa orang lain;
2) untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian
termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang
lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang;
3) dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dengan melawan hak. (pada Pasal 335, elemen ini
bukan syarat).
b. Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan;
1) Memaksa adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga
orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan
kehendak sendiri. Memaksa orang lain untuk menyerahkan
barangnya sendiri itu masuk pula pemerasan;
2) Melawan hak adalah sama dengan melawan hukum, tidak
berhak atau bertentangan dengan hukum;
3) Kekerasan berdasarkan catatan pada Pasal 89, yaitu jika
memaksanya itu dengan akan menista, membuka rahasia maka
hal ini dikenakan Pasal 369.
c. Pemerasan dalam kalangan keluarga adalah delik aduan (Pasal 370),
tetapi apabila kekerasan itu demikian rupa sehingga menimbulkan
“penganiayaan”, maka tentang penganiayaannya ini senantiasa
dapat dituntut (tidak perlu ada pangaduan);

d. Tindak pidana pemerasan sangat mirip dengan pencurian dengan


kekerasan pada Pasal 365 KUHP. Bedanya adalah bahwa dalam hal
pencurian si pelaku sendiri yang mengambil barang yang dicuri,
sedangkan dalam hal pemerasan si korban setelah dipaksa dengan
kekerasan menyerahkan barangnya kepada si pemeras.
3. Pasal 369 KUHP
(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik
dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka
rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain. atau
supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang
terkena kejahatan.
4. Pasal 378 KUHP

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri


atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama
palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi
hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena
penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
KESIMPULAN:
Dalam Pengaturan Prinsip Kehati-hatian Bank dalam upaya
Perlindungan Nasabah Bank sebagai Debitur, pihak Bank wajib
memperhatikan dan menerapkan prinsip 5C dan 7P untuk
meminimalisir kredit bermasalah atau kredit macet, sebelum
memberikan kredit atau pinjaman kepada calon Nasabah Debitur.
Serta menggantikan peranan pihak ketiga (Debt Collector) dengan
karyawan tetap dari Bank yang lebih professional dan tidak
melanggar hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
sumber:pegiatliterasi.com
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai