Anda di halaman 1dari 5

PENDAPAT HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PENIPUAN

Pasal 378 KUHP :

Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain
dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan
akal dan tipu muslihat, maupun dengan keterangan perkataan-perkataan bohong,
membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang, atau menghapus
piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat
tahun. (KUHP 35, 43, 379 s, 486)

Memperhatikan kutipan pasal 378 di atas, maka dapat kita lakukan analisa unsur-unsur
yang harus terpenuhi dalam kaitan pidana penipuan tersebut, diantaranya:
     1.       Dengan maksud untuk menguntungkan diri secara melawan hukum ;
     2.       Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu ;
     3.       Dengan menggunakan salah satu upaya penipuan (dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan).

Bertalian dengan lebih dapat dipahamina substansi delik penipuan demikian dapat dikutip
dari beberapa intisari putusan berikut:

       Putusan MA No.104 K/Kr/1971 tanggal 31 Januari 1973: Yang dilakukan antara


tertuduh dan saksi adalah transaksi keperdataan yang tidak ada unsur-unsur penipuan,
karena saksi harus dianggap mengerti benar tentang nilai kuitansi-nilai yang diterimanya.

           Putusan MA No.39 K/Pid/1984 tanggal 28 Agustus 1984: Hubungan hukum yang


terjadi antara terdakwa dengan saksi merupakan hubungan perdata dalam bentuk
perjanjian jual beli dengan syarat pembayaran dalam tempo 1 (satu) bulan, yang tidak
dapat ditafsirkan sebagai tindak pidana penipuan ex pasal 378 KUHP.

           Putusan MA No.67 K/Kr/1969 tanggal 19 September 1970:  Maksud penipuan


tidak ada, karena uang yang diminta oleh terdakwa sesuai dengan ucapan terdakwa
diperhitungkan dengan/diambil dari honorium terdakwa, meskipun uang tersebut tidak
dibelikan ban sepeda motor untuk saksi sebagaimana diutarakan waktu terdakwa meminta
uang.

Menggerakkan orang lain untuk/supaya :


-  menyerahkan barang sesuatu kepadanya (kepada pelaku), atau
-  memberi hutang kepadanya (kepada pelaku), maupun
-  menghapuskan piutang kepadanya (kepada pelaku).

          MA No.66 K/Pid/1959 tanggal 11 Agustus 1959:  Perbuatan “menggerakkan”


orang supaya membuat hutang sebagai unsur dalam pasal 378 KUHP ditujukan terhadap
orang yang digerakkan  agar supaya membuat hutang, bukan terhadap orang yang
menggerakkan. Si penggerak supaya membuat hutang tidak melanggar pasal 378 KUHP.

Catatan :
Agar kasus a quo dapat dimengerti lebih jelas, di bawah ini dikutip pertimbangan-
pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut :
1.     Menimbang, bahwa menurut surat tuduhan (dakwaan) sebagaimana diuraikan di atas,
penuntut kasasi (terdakwa Tjan Soen Dijen) dituduh “membujuk The Tjoe Fat untuk
memberi pinjaman kepada penuntut kasasi” ;
2.     Menimbang, bahwa kejahatan yang dituduhkan kepada penuntut kasasi sebagaimana
dimaksudkan oleh pasal 378 KUHP terdiri dari perbuatan-perbuatan yang terlarang yang
mengenai hutang-piutang ialah :
        -   membujuk orang suapay membuat hutang, atau
        -   membujuk orang supaya menghapuskan piutang.

3.     Menimbang, bahwa dalam hal ini bukanlah saksi yang membuat hutang, akan tetapi
penuntut kasasilah yang membuat hutang itu kepada saksi, bukanlah The Tjoe Fat-lah yang
menyerahkan kepada penuntut kasasi pada tanggal 24 Januari 1956 sebuah mobil sedan
AE 1808 sebagai gantinya uang sebesar Rp 70.000,- yang dihutang oleh penuntut kasasi
dari The Tjoe Fat, sebagaimana yang dihutangkan oleh The Tjoe Fat kepada penuntut
kasasi.

4.     Menimbang, bahwa oleh karena itu perbuatan yang dituduhkan kepada penuntut
kasasi tidak termasuk perbuatan yang terlarang oleh pasal 378 KUHP

Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda tentang adakah pidana bagi orang yang
“merekomendasikan”, kami perlu menjelaskan lebih lanjut terkait pasal penipuan atau tindak
pidana penipuan terlebih dahulu.

Ketentuan Pasal 378 KUHP menerangkan bahwa yang dimaksud dengan penipuan adalah


kondisi yang dilakukan oleh siapa pun dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
muslihat, atau pun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang
sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam
karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau
Mulai Dari
Rp 149.000
Lihat Semua Kelas 

Jika diperhatikan, unsur-unsur dari pasal penipuan tersebut, antara lain:

a. dengan maksud untuk mengutungkan diri secara melawan hukum;


b. menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu, memberi utang maupun
menghapus piutang; dan
c. dengan menggunakan salah satu upaya penipuan.

Unsur-Unsur Penipuan

Lebih lanjut, terkait pasal penipuan, R. Soesilo dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


(KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal.261) menerangkan ada
sejumlah unsur-unsur tindak pidana penipuan yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan
piutang;
b. maksud pembujukan itu ialah: hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hak;
c. membujuknya itu dengan memakai:

1. nama palsu atau keadaan palsu;

nama yang digunakan bukanlah namanya sendiri, sebagai contoh nama ‘Saimin’ dikatakan
‘Zaimin’, tidak dapat dikatakan menyebut nama palsu, akan tetapi kalau ditulis, maka dianggap
sebagai menyebut nama palsu.

2. akal cerdik (tipu muslihat);

atau suatu tipu yang demikian liciknya, sehingga seorang yang berpikiran normal dapat tertipu.

Berita Terkait:

Testimoni Teman Seangkatan untuk Dekan FHUI yang Baru

Pelaksanaan Restorative Justice Terkendala Aturan yang Belum Komprehensif

Ini Dia Profil Tiga Hakim Agung yang Baru Dilantik

Faktor yang Membuat Kasus Perdata Berubah Menjadi Pidana


3. karangan perkataan bohong;

satu kata bohong tidaklah cukup, harus terdapat banyak kata-kata bohong yang tersusun
demikian rupa, sehingga keseluruhannya merupakan cerita sesuatu yang seakan-akan benar.

Bisakah Orang yang “Merekomendasikan” Penipu ikut Dipidana?

Menjawab pertanyaan Anda, atas kasus penipuan yang dialami, kami menilai bahwa ada dua
kemungkinan yang bisa terjadi.

1. Orang yang merekomendasikan tidak mengetahui niat jahat dari orang yang
direkomendasikannya.
2. Orang yang merekomendasikan mengetahui niat jahat dari orang yang direkomendasikan.

Sebagaimana dijelaskan dalam Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan dalam Penolakan


Perpanjangan Sewa, dalam hukum pidana dikenal dengan adanya asas tiada pidana tanpa
kesalahan (geen straf zonder schuld). Asas ini bermakna bahwa orang tidak mungkin
dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana.

Dapat dikatakan bahwa asas ini menjadi dasar pertanggungjawaban seseorang atas perbuatan
yang telah dilakukannya, dalam hal ini pertanggungjawaban pidana.

Pertanggungjawaban Pidana

Mengutip Pound, Romli Atmasasmita dalam buku Perbandingan Hukum Pidana (hal. 65)


menerangkan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah suatu kewajiban untuk membayar
pembalasan yang akan diterima pelaku dari seseorang yang telah dirugikan.

Masih perihal pertanggungjawaban pidana, Roeslan Saleh dalam buku Pikiran-Pikiran tentang


Pertanggungjawaban Pidana (hal. 33) menerangkan bahwa pertanggungjawaban pidana
diartikan sebagai diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara
subjektif memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu.

Adapun yang dimaksud dengan celaan objektif adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
tersebut merupakan perbuatan yang dilarang oleh hukum, sedangkan celaan subjektif adalah
orang yang melakukan perbuatan yang dilarang atau bertentangan dengan hukum (hal. 33).

Merujuk pada permasalahan Anda, apabila orang yang merekomendasikan tidak mengetahui
kasus penipuan atau niat jahat yang akan dilakukan oleh orang yang direkomendasikannya, maka
orang yang merekomendasikan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.

Namun, apabila orang yang merekomendasikan ini mengetahui adanya niat jahat kemudian
bersekongkol atau melakukan pemufakatan jahat, dan ikut serta dalam melakukan upaya
penipuan serta memenuhi unsur tindak pidana penipuan, maka orang yang merekomendasikan
dapat dikategorikan sebagai orang yang turut serta dalam melakukan pasal penipuan dan dapat
diminta pertanggungjawaban.

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, yang menyatakan bahwa yang dipidana
sebagai pelaku tindak pidana adalah:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan
perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan
memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan.

Perlu diingat bahwa pertanggungjawaban pidana hanya berlaku bila seseorang melakukan sebuah
tindak pidana. Oleh karenanya, apabila orang yang merekomendasikan tidak turut serta
melakukan tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang direkomendasikannya, maka ia tidak
dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata. Melainkan orang yang
merekomendasikan hanya bertanggung jawab secara moral atas tindakan orang yang
direkomendasikannya.

Demikian jawaban kami seputar pasal penipuan dan sanksi hukum yang mungkin dijatuhkan
pada orang yang merekomendasikannya, semoga bermanfaa

Anda mungkin juga menyukai