Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TENTANG TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN

PENGGELAPAN

OLEH :

NAMA : MUHRIM AFANDI

NIM : 1902030027

PRODI S1 HUKUM

FAKULTAS SOSIAL DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS BUMIGORA

MATARAM

202
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Umumnya tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana didasari adanya kehendak
untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang mudah, jalan pintas serta mendapatkan
apa yang dikehendakinya dengan cepat dan sebanya k-banyaknya. Pelanggaran terhadap
suatu ketentuan pidana ataupun pelanggaran hukum, umumnya didorong oleh upaya untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup yang relatif sulit dipenuhi. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan tehnologi yang memberi peluang tindak pidana makin tinggi volumenya dan meningkat
kualitasnya termasuk tindak pidana yang makin bervariasi. Guna menanggulangi tindak
pidana atau kejahatan itu dibutuhkan kebijakan penindakan dan antisipasi yang menyeluruh.
Bahwa yang menjadi dasar pidana itu, ialah kesejahteraan umum. Untuk adanya pidana
maka harus ada kesalahan pada pelaku perbuatan, dan kesalahan (schuld) itu hanya terdapat
pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan sukarela. Pidana yang dijatuhkan pada
orang yang melakukan perbuatan yang dilakuka n dengan suka rela inilah yang tiada lain
bersifat pembalasan. Sifat membalas dari pidana adalah merupakan sifat umum dari pidana,
tetapi bukan tujuan dari pidana, sebab tujuan pidana pada hakekatnya adalah pertahanan dan
perlindungan tata tertib masyarakat.
Tindak pidana yang semakin pelik dan rumit dengan dampak yang luas dewasa ini
menuntut penegakan hukum oleh aparat yang berwenang menerapkan sanksi hukum dan
kebijakan penangkalan yang tepat guna, sesuai hukum yang berlaku yang dampaknya
diharapkan dapat mengurangi sampai batas minimum tindak pidana dan pelanggaran hukum
yang terjadi. Penegakan hukum terhadap ketentuan Undang-Undang pidana tujuannya untuk
mendukung kesejahteraan masyarakat, dengan menekan semaksimal mungkin adanya
pelanggaran hukum dan tindak pidana yang merugikan masyarakat, baik moril maupun
sprirituil, bahkan jiwa seseorang.
Pelanggaran hukum di bidang ekonomi, perdagangan serta pemenuhan hajat hidup
orang banyak, dewasa ini makin komplek. Tindakan pelanggaran hukum terhadap ketentuan
perundang-undangan pidana pada dasarnya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup
dengan cara jalan pintas, cepat dan mendapat untung sebanyak-banyaknya. Dorongan
kebutuhan hidup serba mudah, mewah, tidak menuntut kemungkinan pelanggaran pidana
tanpa mempertimbangkan resiko yang terjadi. Dampak negatifnya meluas tidak saja dipikul
pela ku tindak pidana itu sendiri, tetapi juga masyarakat yang menjadi korban tindak pidana
tersebut.
Salah satunya seperti yang dapat dilihat dari pemberitaan di media cetak maupun
elektronik bahwa tindak pidana penipuan semakin sering terjadi. Bagi masyarakat awam
perlu diberi pengertian antara tindak pidana penipuan dengan penggelapan yang sangat tipis
perbedaannya. Motivasi pelaku untuk melakukan penipuan itupun bermacam-macam dan
bervariasi ada yang karena masalah ekonomi maupun sebab-sebab lain. Pelaku tindak pidana
penipuan dengan menggunakan cara yang bermacam-macam, ada yang menggunakan tipu
muslihat, menggunakan ilmu pelet dan bahkan menipu dengan jalan memberikan iming-
iming untuk melipat gandakan uang. Kejadian-kejadian semacam itu menjadikan masyarakat
resah.
Tindak pidana penipuan merupakan suatu perbuatan yang sangat merugikan dan
membuat keresahan dalam masyarakat. Di dalam Bab XXV KUHP dimuat berbagai bentuk
penipuan yang dirumuskan dalam Pasal 378 sampai dengan 395.
Pasal 378 KUHP berbunyi “bahwa suatu perbuatan dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, mengggunakan nama palsu
atau sifat palsu atau tipu muslihat atau susunan kata -kata bohong menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan suatu benda atau mengadakan perjanjian atau meniadakan perjanjian
dihukum pidana penjara selama-lamanya empat tahun.”
Adapun unsur-unsur dari tindak pidana penipuan terdiri dari unsur obyektif yaitu barang
yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain serta unsur subyektif penipuan ini adalah
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum agar
korban :
a. Memberikan suatu barang
b. Membuat utang atau menghapus piutang
c. Membujuk/menggerakkan orang lain dengan sarana
d. Nama palsu artinya bukan nama sendiri, termasuk nama yang tidak dimiliki orang lain
termasuk nama tambahan dan gelar
e. Keadaan palsu
f. Rangkaian kata-kata bohong
g. Tipu muslihat.
Sedangkan tindak pidana penggelapan diatur dalam ketentuan Pasal 372 KUHP yang
menyatakan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki
barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dan yang ada padanya bukan
karena kejahatan dihukum karena penggelapan dengan hukuman penjara selama -lamanya 4
tahun atau denda sebanyak-banyaknya enam puluh rupiah .”

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang menjadi faktor-faktor atau motivasi seseorang melakukan tindak pidana
penipuan?
2. Bagaiamana upaya aparatur penegak hukum dalam mengatasi tindak pidana penipuan
dan penggelapan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor-faktor atau motivasi seseorang dalam melakukan tindak pidana
penipuan dan penggelapan.
2. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan aparatur penegak hukum dalam
mengatasi tindak pidana penipuan dan penggelapan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor Penyebab Seseorang Melakukan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan


Apa yang menyebabkan sebagian individu bisa melakukan kekerasan, penipuan,
dan merugikan orang lain sedang yang lain tidak melakukan kejahatan pada orang lain? 

Definisi kejahatan

Ketika berbicara tentang kejahatan, sebenarnya banyak hal yang dapat diulas.
Paling tidak dimulai dengan definisi kejahatan. Kejahatan sering diartikan sebagai
perilaku pelanggaran aturan hukum akibatnya seseorang dapat dijerat hukuman.
Kejahatan terjadi ketika seseorang melanggar hukum baik secara langsung maupun tidak
langsung, atau bentuk kelalaian yang dapat berakibat pada hukuman. Dalam perspektif
hukum ini, perilaku kejahatan terkesan aktif, manusia berbuat kejahatan. Namun
sebenarnya “tidak berperilaku” pun bisa menjadi suatu bentuk kejahatan, contohnya:
penelantaran anak atau tidak melapor pada pihak berwenang ketika mengetahui terjadi
tindakan kekerasan pada anak di sekitar kita.

Adapula perspektif moral. Perilaku dapat disebut sebagai kejahatan hanya jika
memiliki 2 faktor: 1) mens rea (adanya niatan melakukan perilaku), dan 2) actus
reus (perilaku terlaksana tanpa paksaan dari orang lain). Contohnya: pembunuhan disebut
kejahatan ketika pelaku telah memiliki niat menghabisi nyawa orang lain, serta ide dan
pelaksanaan perilaku pembunuhan dimiliki pelaku sendiri tanpa paksaan dari orang lain.
Jika pelaku ternyata memiliki gangguan mental yang menyebabkan niatnya terjadi diluar
kesadaran, contoh: perilaku kejahatan terjadi pada saat tidur atau tidak sadar, maka faktor
mens rea-nya dianggap tidak utuh, atau tidak bisa secara gamblang dinyatakan sebagai
kejahatan, karena orang dengan gangguan mental tidak bisa dimintai pertanggungjawaban
atas perilakunya (Davies, Hollind, & Bull, 2008).
Tindak pidana penipuan merupakan suatu perbuatan yang sangat merugikan dan
membuat keresahan dalam masyarakat. Di dalam Bab XXV KUHP dimuat berbagai
bentuk penipuan yang dirumuskan dalam Pasal 378 sampai dengan 395.
Pasal 378 KUHP berbunyi “bahwa suatu perbuatan dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, mengggunakan nama
palsu atau sifat palsu atau tipu muslihat atau susunan kata -kata bohong menggerakkan
orang lain untuk menyerahkan suatu benda atau mengadakan perjanjian atau meniadakan
perjanjian dihukum pidana penjara selama-lamanya empat tahun.”
Adapun unsur-unsur dari tindak pidana penipuan terdiri dari unsur obyektif yaitu
barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain serta unsur subyektif penipuan ini
adalah dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan
hukum agar korban :
a. Memberikan suatu barang
b. Membuat utang atau menghapus piutang
c. Membujuk/menggerakkan orang lain dengan sarana
d. Nama palsu artinya bukan nama sendiri, termasuk nama yang tidak dimiliki orang lain
termasuk nama tambahan dan gelar
e. Keadaan palsu
f. Rangkaian kata-kata bohong
g. Tipu muslihat.
Sedangkan tindak pidana penggelapan diatur dalam ketentuan Pasal 372 KUHP yang
menyatakan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki
barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dan yang ada padanya bukan
karena kejahatan dihukum karena penggelapan dengan hukuman penjara selama -lamanya
4 tahun atau denda sebanyak-banyaknya enam puluh rupiah .”

Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana penipuan dan penggelapan :

1. Dari dalam diri pelaku

a. Faktor keimanan
Faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana penipuan salah
satunya yaitu terdapat dalam diri pelaku itu sendiri. Faktor dari segi keyakinan atau
kepercayaan pelaku menjadi salah satu faktor utama atau yang paling mendasar
penyebab terjadinya tindak pidana ini. Agama ikut berfungsi membentuk sikap hidup dan
budaya masyarakat. Keyakinan atas agama adalah kebudayaan terbesar dalam sejarah
hidup manusia. Agama tidak dapat keluar begitu saja dari jiwa manusia. Simbol-simbol
beragama yang dijadikan alat komunikasi dengan Tuhan merupakan kebudayaan yang
paling pertama lahir pada manusia.

b. Faktor keinginan

Factor keinginan mendorong seseorang melakukan tindak pidana. Faktor keinginan


adalah suatu kemauan yang sangat kuat yang mendorong seseorang untuk melakukan
suatu kejahatan. Keinginan para pelaku melakukan tindak pidana penipuan timbul dari
niat batin pelaku sendiri. Keinginan untuk memperbaiki hidup atau untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya mendorong para pelaku melakukan hal yang dinilai cepat dalam
mendapatkan uang yaitu dengan cara menipu.

2.Pengaruh dari luar diri pelaku

Faktor penyebab terjadinya tindak pidana penipuan juga terdapat dari pengaruh luar
diri pelaku. Faktor-faktor ini antara lain yaitu:

a. Faktor Keluarga

Keluarga adalah bagian paling berpengaruh untuk membentuk karakter dan


individualitas seseorang. Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam
menjaga atau mengatur tingkah laku seorang individu. Seseorang akan bertindak baik
ataupun tidak baik salah satunya pengaruh dari keluarga, mengingat bahwa pertama
kali seseorang belajar melakukan sesuatu hal yaitu dari keluarga. Dari hasil
penelitian, keluarga para pelaku tindak pidana penipuan , sebagian besar tidak
mengetahui bahwa salah satu keluarganya melakukan suatu kejahatan yaitu menipu
seseorang.
Kurangnya kontrol dari keluarga menjadi salah satu penyebab terjadinya tindak
pidana penipuan tersebut. Keluarga bersikap acuh terhadap perilaku atau aktivitas
pelaku, sehingga mengakibatkan pelaku melakukan kejahatannya. Keluarga yang
mengetahui bahwa salah satu anggotanya melakukan tindak pidana penipuan pun
tidak secara tegas melarang atau mencegah tindakan tersebut, mereka hanya berpikir
bahwa yang terpenting kebutuhan atau keperluan sehari-hari mereka dapat terpenuhi.

b. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan faktor yang utama dari penyebab terjadinya tindak
pidana tersebut. Tidak hanya tindak pidana penipuan saja, faktor ekonomi jika kita
lihat dan cermati menjadi faktor yang utama dalam penyebab seseorang melakukan
suatu tindak pidana ataupun kejahatan. Dorongan gaya hidup dan himpitan biaya
untuk hidup menjadikan seseorang dapat melakukan apa saja demi tercapainya apa
yang mereka inginkan. Kemiskinan menjadi faktor atau penyebab utama seseorang
melakukan kejahatan. Terjadinya tindak pidana penipuan dengan modus
penggandaan uang salah satu yang paling dominan dipicu oleh faktor ekonomi.
Kebutuhan yang harus dipenuhi dan semakin mahalnya harga-harga kebutuhan
mengakibatkan seseorang harus bekerja keras dalam mendapatkan penghasilan.
Susahnya mencari penghasilan yang lebih dan cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, menyebabkan pelaku mengambil jalan pintas dengan cara menipu
seseorang. Pelaku merasa bahwa dengan cara menipu penghasilan lebih banyak dan
cepat didapatkan.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga berpengaruh dalam penyebab seseorang melakukan


suatu tindak pidana. Lingkungan tempat tinggal, lingkungan seseorang bekerja, atau
dalam lingkungan pergaulan menjadi pengaruh yang besar seseorang melakukan
tindak pidana.

d. Faktor masyarakat
Masyarakat yang dimaksud disini adalah para korban atas tindak pidana
penipuan. Masyarakat yang menjadi korban dari penipuan ini tentu masih percaya
dengan hal-hal atau modus yang dijanjikan pelaku kepada korban seperti halnya
mendapat komisi. Bahkan beberapa orang yang berpendidikan tinggi pun menjadi
korban dalam tindak pidana penipuan ini karena tergiur dengan uang atau hal-hal
yang dijanjikan pelaku.

B. Upaya Aparatur Penegak Hukum dalam mengatasi Tindak Pidana Penipuan dan
Penggelapan

Penanganan perkara tindak pidana penipuan diartikan sebagai usaha untuk


mencegah dan mengurangi kasus penipuan serta peningkatan penyelesaian perkaranya.
Usaha peningkatan kegiatan lebih diarahkan pada represif untuk preventif, dengan
mengadakan operasi selektif disamping peningkatan kegiatan lainnya. Kejahatan
penipuan dipandang dari sudut manapun harus diberantas dan tidak boleh dibiarkan
merajalela, lebih-lebih kalau akibatnya sangat memprihatinkan atau sangat
membahayakan masyarakat. Untuk melenyapkan sama sekali kejahatan penipuan ini
hanya merupakan khayalan belaka, sebab selama masih ada manusia sebagai makhluk
sosial yang mempunyai kepentingan yang berbeda, maka sebelum itu pula masih ada
namanya kejahatan penipuan.

Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan sambil terus-menerus mencari cara
yang paling tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut.Yang dilakukan harus
bertumpu pada upaya merubah sikap manusia disamping terus merubah pula lingkungan
dimana manusia tersebut hidup dan bermasyarakat dengan manusia lainnya. Hal ini
disebabkan karena kultur dan respon dari masyarakat pada dasarnya adalah adaptasi dari
lingkungannya. Penanggulangan kejahatan empiris terdiri atas tiga bagian pokok, yaitu:
1. Pre-Emtif
Yang dimaksud dengan upaya Pre-Emtif di sini adalah upaya-upaya awal yang
dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha
yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif adalah menanamkan
nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam
diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran/kejahatan tapi
tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi
dalam usaha pre-emtif, faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan. Cara
pencegahan ini berasal dari teori NKK, yaitu : niat + kesempatan terjadilah kejahatan.
Contohnya, di tengah malam pada saat lampu merah lalu lintas menyala maka
pengemudi itu akan berhenti dan mematuhi aturan lalu lintas tersebut meskipun pada
waktu itu tidak ada polisi yang berjaga. Hal ini selalu terjadi di banyak negara seperti
Singapura, Sydney dan kota besar lainnya di dunia. Jadi dalam upaya pre-emtif faktor
niat tidak terjadi.
2. Preventif
Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang
masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif
yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan.
Contoh ada orang ingin penipuan tapi kesempatan itu dihilangkan dengan berbagai upaya
pencegahan yang dilakukan oleh kepolisian, misalnya dengan patroli rutin maupun
penempatan petugas keamanan di ATM. Sejak dahulu kala kejahatan yang termasuk
dalam lingkup Whte Collar Crime, memiliki karakteristik khusus, dan pencegahan
maupun penanggulangannyapun membutuhkan cara-cara khusus, seperti penelitian yang
tergolong lama oleh Politik kriminal yang menyangkut WCC mempunyai karakteristik
khusus. Untuk memahami karakteristik yang bersifat khusus ini perlu dikaji secara
mendalam hakekat WCC, maka karakteristik WCC dan dapat dilihat sebagai politik
kriminal untuk antisipasi yuridis dan non yuridis terhadap penanggulangan kejahatan ini.
3. Represif
Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/kejahatan yang tindakannya
berupa penegakan hukum (law enforcement) dengan menjatuhkan hukuman,
KESEMUANYA DILAKUKAN DENGAN TRANSPARAN
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tindak pidana penipuan merupakan suatu perbuatan yang sangat merugikan dan
membuat keresahan dalam masyarakat. Di dalam Bab XXV KUHP dimuat berbagai
bentuk penipuan yang dirumuskan dalam Pasal 378 sampai dengan 395.
Pasal 378 KUHP berbunyi “bahwa suatu perbuatan dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, mengggunakan nama
palsu atau sifat palsu atau tipu muslihat atau susunan kata -kata bohong menggerakkan
orang lain untuk menyerahkan suatu benda atau mengadakan perjanjian atau meniadakan
perjanjian dihukum pidana penjara selama-lamanya empat tahun.”
Sedangkan tindak pidana penggelapan diatur dalam ketentuan Pasal 372 KUHP yang
menyatakan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki
barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dan yang ada padanya bukan
karena kejahatan dihukum karena penggelapan dengan hukuman penjara selama -
lamanya 4 tahun atau denda sebanyak-banyaknya enam puluh rupiah .”

Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana penipuan dan penggelapan :

1. Dari dalam diri pelaku

a. Faktor keimanan

b. Faktor keinginan
2. Pengaruh dari luar diri pelaku

a. Keluarga

b. Ekonomi

c. Lingkungan

d. Masyarakat

Upaya Aparatur Penegak Hukum dalam mengatasi Tindak Pidana Penipuan dan
Penggelapan :

1. Pre-Emitif
2. Preventif
3. Refresif

B. SARAN

1. Untuk Lembaga Kepolisian

Dalam menanggulangi tindak pidana penipuan saya selaku penulis berharap agar
apparat penegak hukum khususnya polisi lebih aktif lagi dalam hal pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana penipuan dan penggelapan ini.

2. Untuk Masyarakat

Agar tidak menjadi korban maupun pelaku tindak pidana tindak pidana
penipuan, masyarakat perlu melakukan tindakan pencegahan dengan selalu berhati-
hati, waspada dan tidak mudah tergiur dengan modus-modus atau keuntungan yang
ditawarkan oleh siapapun. Masyarakat baik korban ini maupun masyarakat lain yang
terkait dengan tindak pidana penipuan ini juga harus lebih aktif dalam bekerjasama
dengan polisi dalam melakukan komunikasi yang baik dan memberikan informasi
yang benar untuk membantu mempermudah proses penyidikan kasus tindak pidana
penipuan dan penggelapan.

Anda mungkin juga menyukai