OLEH :
Kelas E
Dosen Pengampu
FAKULTAS HUKUM
1. Nama UU
2. Jenis Perbuatan
3. Pasal
4. Mekanisme Penyelesaian
5. Analisis
Jenis Perbuatan : Kasus pencurian bernilai ringan di Mini Market UD. Surya
Abadi yang berada di daerah Jl. Dumpil, Buduk, Mengwi, ada dua kasus yang pertama
seorang perempuan berusia 61 tahun melakukan pencurian minyak dan gula serta yang kedua
seorang anak berusia 11 tahun melakukan pencurian beberapa roti karena tidak mempunyai
uang untuk membelinya. Pencurian ringan ialah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari
pencurian di dalam bentuk yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang
meringankan).
Mekanisme Penyelesaian : Dalam penyelesaian kasus pencurian bernilai ringan ini ada
alternatif yang dapat dilakukan yaitu peran restorative justice dimana sangat menjunjung
tinggi keadilan bagi masyarakat. Salah satunya yang bisa diterapkan yaitu adanya
penyelesaian secara mediasi yang dilakukan diluar pengadilan, yang merupakan cara
penyelesaian yang dianggap akan memberikan win win solution kepada kedua belah pihak.
Dalam hal penyelesaian permasalahan tindak pidana ringan, terdapat satu penyelesaian yang
dianggap dapat memanusiakan manusia yaitu Restorative Justice, yang dimana dalam hal ini
lebih memfokuskan kepada alasan terjadinya kejahatan, dan juga memperjuangkan hak dari
pelaku tersebut. Mengapa demikian, karena pada dasarnya Restorative Justice akan
menjadikan pelaku dan korban mendapatkan hak yang sama, dan merekomendasikan
permasalahan kedua belah pihak. Dalam hal ini pemilihan penyelesaian hukum dengan
konsep Restorative Justice sangat direkomendasikan dimana ini merupakan proses yang
yang berisikan larangan – larangan serta apa saja pelanggaran yang tidak boleh dilakukan
oleh masyarakat, yang jika bertentangan dengan undang-undang yang mengatur akan
dijatuhkannya sanksi berupa ancaman hukuman yang sudah ditentukan dalam hukum pidana
tersebut. Tindak pidana ringan, khususnya tindak pidana pencurian bernilai ringan adalah
tindak pidana yang dianggap tidak terlalu serius karena unsur-unsurnya tidak mencakup
dalam tindak pidana berat, maka marak terjadi di dalam lingkungan masyarakat karena
masyarakat merasa pencurian ringan ini tidak akan berdampak buruk bagi mereka, dan hanya
masalah sepele.
Tindak pidana pencurian bernilai ringan dalam hukum positif di Indonesia diatur dalam Pasal
364 KUHP. Faktor ekonomi adalah faktor utama yang menjadikan masyarakat kerap
melakukan dan perbuatan tersebut sangat jauh dari adanya manfaat yang didapatkan, karena
alih – alih mendapatkan keuntungan pelaku justru akan mengalami kerugian yang besar yaitu,
akan mendekam di dalam penjara dan dijatuhi hukuman sesuai sanksi yang diberikan. Pelaku
pencurian akan melakukan cara apapun untuk melakukan atau untuk mendapatkan apa yang
adalah kebutuhan mendesak, alasan personal, kondisi sosial, pengaruh lingkungan, kurangnya
Faktor penyebab terjadinya pencurian secara umum biasanya karena kebutuhan yang
mendesak namun, pergaulan juga sangat mempengaruhi jika memiliki teman yang pencuri
akan besar peluang menjadi pencuri juga. Jika dikaitkan terhadap faktor penyebab terjadinya
pencurian ringan ini sebenarnya tidak jauh dari faktor yang terdapat di dalam penyebab
a. FaktorInternal
Faktor Pendidikan, faktor ini juga tidak kalah besar dengan faktor lainnya,
mempengaruhi cara dari berpikir orang tersebut, dalam hal bertingkah laku.
Faktor kurang kasih sayang, dalam hal ini kasus yang terjadi lebih terhadap
anak, karena kurangnya kasih sayang akan memicu anak tersebut melakukan
pencurian.
b. Faktor Eksternal
Faktor Lingkungan yang buruk, jika ada seseorang yang lahir dengan kondisi
lingkungan yang kurang baik untuk tumbuh kembangnya, akan memicu orang
; faktor ini juga marak terjadi di kalangan remaja hingga orang dewasa, tidak
Adapun hambatan yang dialami oleh penyidik dalam hal ini, yaitu kurang kooperatifnya
tersangka dalam mengakui perbuatannya, sering kali tidak mengakui kesalahannya. Dan juga
belum adanya aturan yang secara jelas menjelaskan mengenai mediasi nonpenal yang
membuat terhambatnya diterapkannya hal ini membuat penyidik menjadi ragu. Terdapat dua
faktor yaitu, Faktor Internal, yakni faktor-faktor dari penegak hukum (penyidik) yang
menghambat dalam penerapan mediasi non penal serta Faktor Eksternal, yakni faktor – faktor
dari luar penegak hukum yang mempengaruhi penerapan mediasi non penal. Faktor eskternal
ini dapat berasal dari korban dan tersangka maupun keluarganya serta pihak-pihak lain yang
2. Mafia Tanah
pengertiannya adalah individu atau kelompok dan atau badan hukum yang kemudian
melakukan tindakan dengan sengaja berbuat kejahatan yang kemudian dapat menimbulkan
serta menyebabkan terjadinya terhambat pelaksanaan penanganan sebuah kasus pertanahan.
masyarakat.2 Hingga kini ada banyak laporan permasalahan pembangunan dan juga
kemasyarakatan yang dipicu ulah mafia tanah yang membuat perkara tanah menjadi tidak
berujung pangkal. Mafia Tanah melakukan kejahatan dengan cara pemufakatan jahat
Pasal : Pasal 6 ayat (1) UU No. 51 thn 1960, 266 KUHP dan 378
KUHP
yang dilakukan oleh “Mafia Tanah”, Kepolisian Negara Republik Indonesia menandatangani
Nota Kesepahaman dengan ATR/ BPN selaku lembaga yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agraria pertanahan dan tata ruang untuk membantu Presiden dalam
tersebut, dibentuklah suatu Satuan Tugas Pencegahan dan Pemberantasan Kasus Terindikasi
Keterlibatan Mafia Tanah di tiap-tiap provinsi yang terdiri dari jajaran Direskrimum
Tim Satuan Tugas memiliki tugas yang telah diatur didalam Petunjuk Teknis Tanggal 25
Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah. Kemudian juga di atur dalam Petunjuk Teknis
dilakukan oleh “Mafia Tanah” disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor
internal bahwa oknum “Mafia Tanah” ini memiliki kecenderungan melakukan tindak pidana
dikarenakan faktor nafsu ingin memiliki, faktor ini menjadi faktor yang paling dominan
sebagai penyebab terjadinya mafia tanah. Kemudian rendahnya budi pekerti seorang pegawai
yang telah mengenyampingkan norma-norma hukum dan etika sebagai seorang pegawai atau
pejabat demi melancarkan perbuatan tindak pidana oleh “Mafia Tanah” tersebut. Adapun
faktor eksternal adalah faktor kesengsaraan dalam suatu kelompok masyarakat, faktor ini juga
dapat dikaitkan dengan faktor ekonomi yang juga merupakan faktor eksternal penyebab
timbulnya tindak pidana yang dilakukan oleh “Mafia Tanah”. Selain itu, faktor lingkungan
masyarakat juga mendukung sebagai penyebab timbulnya tindak pidana yang dilakukan oleh
“Mafia Tanah” apabila kurangnya kesadaran masyarakat akan hukum dalam lingkungan
tertentu, yang kemudian akan memudahkan oknum yang memiliki niat jahat untuk
melancarkan aksinya.
Selain itu, Upaya non penal terhadap “Mafia Tanah” belum dilaksanakan oleh Aparat
Kepolisian maupun Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional selaku
pihak yang menjadi mitra aparat penegak hukum. Hal ini terlihat dari belum adanya aturan
dalam peraturan yang menjadi pedoman dalam pemberantasan tindak pidana tersebut yang
mengatur tentang upaya pencegahan yang memiliki sasaran terhadap faktor-faktor kondusif
yang menimbulkan tindak pidana tersebut. Adapun Upaya penanggulangan yang berlaku saat
ini adalah pihak kepolisian melaksanakan upaya penal yang dilakukan seperti halnya
menanggulangi tindak pidana namun terdapat peran dari Kementerian ATR/BPN sebagai
mitra yang bekerjasama dengan kepolisian dalam menyediakan data-data pertanahan terkait
untuk kemudian dijadikan bahan dilakukannya penyelidikan maupun penyidikan lebih lanjut
hidup dan pemikiran manusia dalam beragama, hampir bisa dipastikan terdapat sekelompok
orang maupun perorangan yang memiliki ritual-ritual menyimpang atau nyeleneh dari agama
yang dianutnya. Akibatnya, selalu ada pihak yang dinyatakan salah, sesat menyimpang dan
keluar dari rel keagamaan umum. Puncaknya, sebagian masyarakat yang tidak puas,
melakukan tindakan main hakim sendiri berupa serangkaian tindakan anarkis seperti eksekusi
paksa massa, pengrusakan, pembakaran sarana fasilitas ibadah dan tindakan kekerasan
lainnya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) selaku lembaga pemegang otoritas atas tafsir agama
di Indonesia, mengeluarkan fatwa dan daftar aliran kepercayaan yang dianggap sesat dan
menyesatkan, diantara aliran yang dianggap menyesatkan itu antara lain Islam Jamaah,
Ahmadiyah, Ikrar Sunah, Qur'an Suci, Sholat Dua Bahasa, dan Lia Eden.
sarana non penal. Atau dengan kata lain, pendekatan agama merupakan salah satu upaya non
kultural dengan cara membangun komitmen bersama, dakwah, dialog, dan lain sebagainya.
Selain itu, konsepsi kebijakan penanggulangan aliran sesat, sepatutnya dilakukan secara
integral. Pendekatan demikian mengandung konsekuensi bahwa segala usaha yang rasional
untuk menanggulangi aliran sesat harus merupakan satu kesatuan yang terpadu. Ini berarti
mengharmonisasikan kegiatan atau kebijakan non penal dan penal itu ke arah penekanan atau
pengurangan faktor-faktor potensial untuk tumbuh dan suburnya aliran sesat di Indonesia.
Dengan pendekatan integral inilah diharapkan penanggulangan aliran sesat benar-benar dapat
berhasil, sehingga ummat dapat hidup berampingan secara damai dalam menjalankan agama,
Dasar 1945.
dengan kata lain, pendekatan agama merupakan salah satu upaya non penal dalam
tentang Kosmetik
Jenis Perbuatan : Produk kosmetik ini disusun dalam kemasan yang menarik,
dan di perjualbelikan oleh pelaku usaha dengan harga yang murah dan mudah didapat. Hal ini
kali produk lokal maupun impor yang tidak dilengkapi dengan perizinan, standar produk
yang memadai, aman untuk dipergunakan dapat masuk pasaran dan diperjualbelikan dengan
mudah. Akibat menggunakan kosmetik tersebut masyarakat mengeluh karena terjadi iritasi
dan rasa terbakar pada kulit seperti dalam kasus di atas telah mengalami peristiwa yang
menyebabkan mereka tidak aman dan tidak selamat. Hal ini merupakan bentuk
penyalahgunaan yang umum terjadi dalam suatu produk kosmetik dengan mengunakanbahan
kimia berbahya atau zat adiktif sebagai komposisi campuran di dalam kosmetik yang
diperjual belikan.
Pasal : 1, 2, dan 10
Mekanisme Penyelesaian : Pengawasan terdiri dari pengawasan BPOM dan operasi razia
gabungan dan Melakukan himbauan atau penyuluhan kepada masyarakat, agar masyarakat
tidak menggunakan kosmetik tersebut karena dapat membahayakan kesehatan. Hal ini dapat
dilakukan melalui iklan media massa dan penyebaran informasi melalui edukasi masyarakat
maupun dilintas sektor dengan membagikan brosur atau stiker. Penyuluhan dan himbauan
adalah salah satu usaha untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Penyuluhan ini
dapat berupa pemberian informasi dan arahan atau masukan kepada masyarakat, khususnya
kejahatan secara non penal atau pencegahan ini adalah bagaimana pihak BPOM, baik
Kepolisan dan masyarakat itu sendiri melakukan suatu usaha yang positif, serta bagaimana
kita menciptakan suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan, juga kultur masyarakat
yang menjadi suatu daya dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya seperti
bahwa kemanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab bersama dalam rangka
kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang
dibahas, yaitu bagaimana kebijakan non penal dalam pencegahan kejahatan narkotika, apa
saja kendala dan upaya pada penerapan kebijakan non penal dalam pencegahan kejahatan
narkotika. Meskipun dalam kedokteran, sebagian besar golongan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan
atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila
disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun
Mekanisme Penyelesaian : Dalam hal upaya non penal dalam tindak pidana narkotika
yang berkaitan dengan tanaman tradisional, BNN melakukan sosialisasi pada masyarakat
mengenai apa sajakah tanaman tradisional yang mengandung kandungan narkotika, salah
satunya adalah tanaman khat ini. Sosialisasi disini dimaksukan bahwa BNN menyampaikan
pesan, informasi, keterangan yang belum diketahui oleh masyarakat khususnya pada tanaman
tradisional yang mengandung efek narkotika seperti tanaman khat. Selain peranan aktif dari
lebih meningkatkan keberhasilan upaya non penal penanggulangan tindak pidana narkotika
yang berkaitan dengan tanaman tradisional ini antara lain, penggarapan masalah kesehatan
jiwa masyarakat (social hygiene) baik secara individual sebagai anggota masyarakat maupun
berorientasi pada pendekatan religious dan juga pendekatan identitas budaya nasional, dan
peningkatan keasadaran hukum pada masyarakat untuk lebih menegenal hukum di negaranya.
Karena dengan meningkatnya kesadaran atas hukum maka makin berkurang pula potensi dan
penyaluran, dan penggunaan psikotropika, diperlukan aturan hukum yang berfungsi sebagai
perhatian sebagai bentuk general prevention. Upaya pencegahan ini amat diperlukan sehingga
dapat diketahui berapa jauh maksimal kebutuhan maksimal kebuthan tahunan akan narkotika
dan psikotropika, memang diperlukan. Sebab kalau tidak dikontrol pengadaannya akan
yang melebihi kebuthan. Oleh sebab itu program demand reduction and supply reduction
diperlukan analisis secara cermat dan diperlukan kebijakan secara nasional dan
komprehensif. Program demand reduction and supply reduction, kemungkinan tidak dapat
narkotika dan psikotropika. Untuk mengantisipasi terhadap peredaran gelap narkotika dan
(criminal policy). Kebijakan kriminal ini dapat dilakukan dengan dua cara, yakni: melalui
sarana penal atau penegakan hukum pidana, dan dengan sarana non penal, antara lain melalui
kegiatan penyuluhan hukum kepada masyarakat. Program criminal policy ini menjadi
tanggung jawab aparat oenegak hukum dengan menegakkan hukum sebagai upaya
keseluruhan, bukan hanya berada pada pundak kepolisian, BNN atau pun pemerintah saja.