DAN PUTUSAN
KELOMPOK VII :
1. FEBRILIA WULAN (220111100276)
2. DEVITA ANTIKASARI (220111100277)
3. ALFIA RAHMA (220111100278)
4. AZZAHRA AMALIA (220111100279)
5. ADINDA DIVA (220111100280)
BAB VIII
Istilah Perbuatan Pidana
“Perbuatan pidana” perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai
ancaman (sanksi) pidana. Aturan hukum tersebut diatur dalam KUHP lama pada buku kedua
dan ketiga yaitu tentang kejahatan dan pelanggaran. Sedangkan dalam KUHP baru diatur
dalam buku kedua yaitu tindak pidana.
Larangan ditujukan pada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang
ditimbulkan oleh kelakuan orang). Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang
yang menimbulkan kejadian itu.
Hubungan antara larangan dan ancaman tidak dapat dipisahkan, kejadian tidak dapat
dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat dipidana, jika tidak
menimbulkan kejadian pidana.
Untuk menyatakan hubungan yang erat itu dipakailah Perkataan perbuatan yaitu suatu
pengertian abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan konkret; pertama adanya kejadian
yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.
“Peristiwa pidana” pada pasal 14 ayat (1) UUD Sementara, kurang tepat karena
peristiwa itu pengertian yang konkret, yang hanya menunjuk kepada suatu kejadian tertentu.
Contohnya matinya orang. Peristiwa ini tidak dilarang. Hukum pidana tidak melarang
kematian orang, tetapi melarang adanya orang mati karena orang lain.
Ada istilah yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana” tumbuh dari
kementerian kehakiman karena sering dipakai dalam perundang-undangan. Tindak adalah
kelakuan, tingkah laku, gerak-gerik, atau sikap jasmani seseorang. Tindak menyatakan
keadaan konkrit.
Strafbaar feit menurut Simons adalah kelakuan orang (handeling) yang diancam
dengan pidana, bersifat melawan hukum, yaang berhubungan dengan kesalahan dan yang
dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.
Van Hamel merumuskan straafbar feit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam
wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.
Dua pokok pengertian Strafbaar Feit :
1. Feit dalam strafbaar feit berarti handeling, kelakuan atau tingkah laku.
2. Strafbaar feit dihubungkan dengan kesalahan orang yang mengadakan kelakuan
tadi.
Mengenai yang pertama, berbeda dengan pengertian “perbuatan” dalam perbuatan
pidana. Perbuatan adalah kelakuan + kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan atau dengan
pendek = kelakuan + akibat dan bukan kelakuan saja.
Menurut Simons, “strafbaar feit itu atas handeling dan gevolg (kelakuan dan akibat).
Adapun mengenai yang kedua, hal itu berbeda dengan “perbuatan pidana” sebab tidak
dihubungkan dengan kesalahan yang merupakan pertanggungjawaban pidana” bagi orang
yang melakukan kejahatann. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada sifatnya perbuatan
saja, yaitu sifat dilarang dengan ancaman dengan pidana kalua dilanggar.
Menurut Mulyatno perbuatan pidana dapat disamakan dengan criminal act, berarti
kelakuan dan akibat. Criminal act dipisahkan dari pertanggungjawaban pidana (criminal
responsibility). Untuk adanya pertanggungjawaban pidana, selain melakukan perbuatan
pidana, seseorang juga harus melakukan kesalahan (guilt).
Pertanggungjawaban pidana tidak cukup hanya dengan dilakukannya perbuatan
pidana saja, akan tetapi di samping itu harusada kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela,
ternyata pula dalam asas hukum yang tidak tertulis: tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.
PERBUATAN PIDANA
1. Perbuatan pidana : Penadahan
Putusan : Nomor 583/Pid.B/2023/PN Sby
Dakwaan Jaksa : Terdakwa didakwa dengan dakwaan tunggal di atur dalam pasal
480 ke-1 KUHP
KUHP lama : Pasal 480 ayat (1)
Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak
enam puluh rupiah karena penadahan:
ke-1. barangsiapa membeli, menawarkan, menukar, menerima gadai, menerima
hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan,
menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang
diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan.
Posisi Kasus: Pada tanggal 19 Nopember 2022 bertempat di Perlintasan Kereta Api
Jagir Surabaya,Terdakwa Bunar telah membeli 1 (satu) unit sepeda motor Honda NF
125 TR No. Pol. L 6420 NN warna hitam kuning yang sudah dimodifikasi menjadi
Bentor dari Saksi Rojai alias Sam Bin Damo tanpa dilengkapi surat surat resmi berupa
STNK maupun BPKB sebagai bukti kepemilikan. Terdakwa membeli sepeda motor
tersebut yang dibayar tunai sejumlah Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) ditambah
sepeda motor merk China, kemudian sepeda motor yang telah dibeli oleh Terdakwa
tersebut telah dirobah ciri-cirinya dengan cara merobah warna bodi dengan cat warna
hitam, memasang plat nomor palsu (L 6345 BF) serta ditambah dengan rangkaian
becak warna kuning sehingga menjadi Bentor. Sepeda yang telah dibeli terdakwa
merupakan sepeda milik Imam Kadir yang di curi Rojai alias Sam bin Damo.
Mengadili :
Posisi Kasus: Pada hari Selasa tanggal 07 Juni 2022 sekitar jam 11.30 Wita
bertempat di rumah saksi korban di Kelurahan Bitung Barat Satu Lingkungan I
Kecamatan Maesa Kota Bitung terdakwa syiane agnes makitulung melakukan tindak
pidana dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum.
Mengadili:
1. Menyatakan Terdakwa LAO HIEN TAMBUWUN tersebut di atas, terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penipuan”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut di atas, oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan barang bukti berupa:
- 1 (satu) lembar surat pernyataan pengosongan rumah dan lahan
bermaterai, yang dibuat di Bitung pada hari Selasa Tanggal 07 Juni
2022, yang ditanda tangani oleh SYIANE AGNES MAKITULUNG (yang
membuat pernyataan), dan lelaki ISKANDAR TAJUDIN (pemilik rumah),
ALAMSYAH DJOHAN (saksi);
- 1 (satu) buah Keping CD yang berisikan video lelaki ISKANDAR
TAJUDDIN mengambil uang dari dalam laci meja sebanyak tiga bendel
uang pecahan Rp. 50.000,- berjumlah Rp. 15.000.000 dan diserahkan
kepada perempuan SYIANE AGNES MAKITULUNG dengan disaksikan
oleh lelaki ALAMSYAH DJOHAN, serta 6 buah foto antara lelaki
ISKANDAR TAJUDIN dan perempuan SYIANE AGNES MAKITULUNG
dan perempuan SYANE sedang menghitung uang pecahan Rp 50.000;
Tetap terlampir dalam berkas perkara;
5. Membebankan Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp3.000.00,-
(tiga ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Bitung, pada hari Jumat, tanggal 12 Mei 2023, oleh kami,
Rio Lery Putra Mamonto, S.H., sebagai Hakim Ketua, Paula Magdalena
Roringpandey, S.H., Yosefina Nelci Sinanu, S.H. masing-masing sebagai Hakim
Anggota, yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari dan
tanggal itu juga oleh Hakim Ketua dengan didampingi oleh Hakim-Hakim
Anggota tersebut diatas berdasarkan Penetapan Majelis Hakim oleh Ketua
Pengadilan Negeri Bitung Nomor 16/Pid.B/2023/PN Bit tanggal 12 Mei 2023
dibantu oleh David Johanes Makabimbang S.H., Panitera Pengganti pada
Pengadilan Negeri Bitung, serta dihadiri oleh Merry Christin Rondonuwu, S.H.,
Penuntut Umum dan Terdakwa menghadap sendiri;
Diatur dalam :
Posisi Kasus :
HARNO Bin RAKIMIN , pada hari Rabu tanggal 23 Maret 2022 sekitar jam pukul
21.30 Wib bertempat di warung Kopi Brak Kembar milik saksi Mubarokah Alias Jon
Barok Bin Fadloli (alm) turut Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati
dengan sengaja turut serta dalam perusahaa untuk itu, dengan tidak peduli apakah
untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata
cara.
Mengadili :
1. Bahwa berawal tim Resmob Sat Reskrim Polres Pati mendapat informasi dari
masyarakat bahwa di wilayah Desa kembang Kecamatan Dukuhseti Kabupaten
Pati, terdapat penjual togel yang meresahkan masyarakat.
2. Terdakwa melayani penebak judi togel Hongkong setiap hari mulai pukul 20.00
WIB sampai pukul 22.00 WIB malam, yang saat itu terdakwa diberi rekapan judi
togel Hongkong. untukmelayani para penebak judi togel Hongkong yang datang
langsung menemui terdakwa untuk membeli nomor judi togel, dengan rekapan
judi togel.
3. Selanjutnya untuk penombok yang datang langsung terdakwa rekap untuk disetor
kepada pengurus judi togel yang bernama HASAN (DPO) yang datang warung
terdakwa yang bertempat di Dukuh Slempung Desa Kembangan Kecamatan
Dukuhseti Kabupaten Pati.
4. Cara terdakwa permainan judi togel yang terdakwa lakukan yaitu menebak angka
mulai 2 (dua) angka sampai dengan 4 (empat) angka dimana angka yang dipasang
akan dicocokkan dengan angka yang keluar (diputar) di Hongkong kemudian
catatan angka – angka yang dibeli pemasang akan dicocokan dengan angka yang
keluar untuk menentukan pemenang.
5. Bahwa dari penangkapan terhadap terdakwa tersebut didapati barang bukti berupa
• Uang tunai sebesar Rp 310.000,- (tiga ratus sepuluh ribu
rupiah)
• 2 (dua) Bonggol kertas ramalan;
• 2 (dua) bendel rekap warna hijau berisi angka taruhan;
• 2 (dua) lembar plastik karbon;
• 2 (dua) bulpoin warna kuning dan merah;
• 1 (satu) buah Handphone Merk Redmi 5 Plus warna hitam,
imei 1 : 868812035900421, imei 2 : 868812035900439,
simcard smartfrend No : 0882007459090.
6. Bahwa kegiatan judi togel Hongkong yang dilakukan oleh terdakwa tersebut
bersifat untung – untungan saja yang dilakukan terdakwa tanpa ada ijin dari pihak
yang berwenang.
BAB IX
Unsur-Unsur atau Elemen-Elemen Perbuatan Pidana
Perbuatan pidana terdiri atas unsur lahiriah oleh karena perbuatan, yang mengandung
kelakuan dan akibat yang ditimbulkan.
Di samping kelakuan dan akibat, untuk adanya perbuatan pidana biasanya diperlukan
pula adanya hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan. Oleh van Hamel
dibagi dalam dua golongan yaitu yang mengenai diri orang yang melakukan perbuatan dan
yang mengenai di luar diri si pembuat.
Unsur atau elemen perbuatan pidana adalah :
a. Kelakuan dan akibat (perbuatan)
b. Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan,
c. Keadaan tambahan (unsur-unsur yang memberatkan pidana)
d. Unsur melawan hukum yang obyektif, (Melanggar hukum)
e. Unsur melawan hukum yang subyektif. (Kesalahan)
Contoh dari yang pertama mengenai unsur kelakuan dan akibat yaitu :
1. Hal menjadi pejabat negara (pegawai negeri) dalam delik jabatan pada Pasal 413
KUHP lama tentang kejahatan jabatan dan pada Pasal 347 KUHP baru tentang tindak
pidana terhadap pejabat.
2. hal menjadi pegusaha (Koopman) pada pasal 396 KUHP lama dan pada pasal 511
KUHP baru.
Contoh dari yang kedua mengenai unsur hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyerti
perbuatan yitu :
1. Pada pasal 160 KUHP lama dan 246 KUHP baru, mengeni penghasutan harus
dilakukan di tempat umum.
2. Pada pasal 332 KUHP lama dan pada pasal 454 KUHP baru mengenai melarikan
wanita. disebut bahwa perbuatan itu harus disetujui oleh wanita yang dilarikan
sedangkan pihak orang tuanya tidak menyetujuinya.
3. Pada pasal 164 dan 165 KUHP lama dan pada pasal 253 KUHP baru mengenai
kewajiban untuk melapor kepada yang berwajib jika mengetahui akan terjadinya suatu
kejahatan. lalu apabila orang yang tidak melapor baru meakukan perbuatan pidana,
kalua kejahatan tadi kemudian betul-betul terjadi. Hal kemudian terjadinya kejahatan
yaitu merupkan unsur tambahan.
4. Pasal 531 KUHP lama dan pada pasal 432 KUHP baru mengenai keharusan memberi
pertolongan pada orang yang sedang menghadapi bahaya maut. Jika tidak memberi
prtolongan, orang tadi baru melakukan perbuatan pidana kalau orang yang dalam
bahaya tadi kemudian meninggal.
Keadaan yang terjadinya kemudian daripada perbuatan yang bersangkutan dinamakan : unsur
tambahan, karena rasionya atau alasannya untuk mengadakan syarat tersebut ialah bahwa
tanpa adanya keadaan itu, perbuatan yang dilakukan itu tidak cukup merupakan
penggangguan ketertiban masyarakat, sehingga perlu dikenakan sangsi pidana.
Penulis Belanda berpendapat bahwa ikhwal tambahan merupakan elemen strafbaar feit,
sekalipun tambahan. Sedangkan menurut Van Hemel, syarat tambahan tadi tidak mengenai
strafbaarheid, sebab tidak mungkin bahwa suatu keadaan yang timbulnya kemudian daripada
perbuatan, memberinya sifat dilarangnya perbuatan tersebut. Juga tidak mungkin keadaan
yang demikian tadi menghilangkan sifat tersebut. Lalu keadaan yang mungkin ialah bagi
pembuat undang-undang untuk menentukan bahwa perbuatan yang dilarang tadi menjadi
“strafwaardig” yaitu patut dipidana.
Menurut Mulyatno, hal ikhwal itu sebagai syarat penuntutan, artinya meskipun perbuatan
tanpa syarat tambahan tadi sudah merupakan perbuatan yang tidak baik, namun untuk
mendatangkan sangsi pidana, jadi untuk menuntut supaya pembuatnya dijatuhi pidana,
diperlukan syarat yang berupa keadaan tambahan tadi.
Ada keaadan tambahan lain yang timbul sesudah dilakukan perbuatan tertentu, tapi tidak
merupakan ”bijkomende vorwaarde van strafbaarheid”. Yang dimaksud yaitu tanpa adanya
keadaan tambahan tersebut terdakwa telah melakukan perbuatan pidana, yang dapat dituntut
untuk unsur dijatuhi pidana sebagaimana diancamkan. Tapi dengan adanya keadaan
tambahan tadi, ancaman pidana lalu diberatkan.
Contoh dari yang ketiga yaitu karena keadaan tambahan tersebut dinamakan unsur-unsur
yang memberatkan pidana,
1. Dalam pasal 351ayat (1) KUHP lama dan pasal 466 ayat (1) KUHP baru
mengenai penganiayaan. Jika terdapat keadaan tambahan yang meberatkan unsur
pidana yaitu mnimbulkan luka berat dan mati maka sanksi pidana akan
ditambah. Hal itu sesuai dengan pasal 351 ayat (2) dan (3) pada KUHP lama dan
pada pasal 466 ayat (2) dan (3) pada KUHP baru.
Contoh dari yang keempat yaitu adanya perbuatan yang tertentu, maka sifat pantang
dilakukan perbuatan itu tampak dengan wajar. Sifat ini dinamakan sifat melawan
hukumnya perbuatan. Contoh kasus pidana ini yaitu :
1. pasal 108 antara lain adalah melawan pemerintah dengan senjata, tanpa ada kata yang
menunjukkan bahwa perbuatannya adalah bertentangan dengan hukum, perbuatan
tersebut sudah wajar pantang dilakukan.
Akan tetapi, adakalanya kepantangan perbuatan hukum belum cukup jelas dinyatakan dengan
adanya unsur-unsur diata. Perlu ditambah dengan kata-kata tersendiri untuk menyatakan sifat
melawan hukumnya perbuatan. Contohnya pada pasal 167 KUHP melarang untuk memaksa
masuk ke dalam rumah dengan melawan hukum. Rumusan memaksa masuk kedalam rumah
yang dipakai orang lain itu dipandang belum cukup untuk menyatakan kepantangannya
perbuatan. Harus disertai dengan unsur : secara melawan hukum.
Contoh dari golongan kelima. Unsur melawan hukum dalam rumusan delik yang
ternyata pada contoh-contoh diatas menunjuk pada keadaan lahir atau obyektif yang
menyertai perbuatan. Missal pada pasal 167 bahwa terdakwa tidak mempunyai wewenang
memaksa masuk, karena bukan pejabat kepolisian atau kejaksaan.
Sifat melawan hukum perbuatan tidak terletak pada keadaan obyektif, tetapi pada keadaan
subyektif, yaitu terletak pada hati sanubari terdakwa sendiri. Missal pada pasal 362 KUHP.
Dirumuskan sebagai pencurian, pengambilan barang orang lain, dengan maksud untuk
memiliki barang tersebut secara melawan hukum. Sifat melawan hukumnya digantungkan
dengan niat orang yang mengambil barang. Kalua niatnya baik, maka perbuatan tersebut
tidak dilarang, sedangkan kalua niatnya jelek, maka hal tersebut dilarang dan masuk rumusan
pencurian.
Sifat melawan hukumnya perbuatan tergantung dengan bagaimana sikap batinnya terdakwa.
Jadi merupakan unsur yang subyektif. Dalam teori unsur melawan hukum yang donamakan
“subyektief Onrechtselement” yaitu unsur melawan hukum yang subyektif.
Pada buku ke-II dan ke-III KUHP terdapat rumusan perbuatan serta sangsinya untuk
menunjukkan perbuatan yang dilarang dan pantang dilakukan. Hal tersebut dapat dicapai
dengan menentukan beberapa elemen, unsur atau syarat yang menjadi ciri atau sifat khas dari
larangan, sehungga dapat dibedakan dari perbuatan lain yang tidak dilarang.
Contohnya adalah pencurian, unsurnya sebagai mengambil barang orang lain. Tetapi
tidak semua mengambil barang orang lain adalah pencurian, sebab ada orang yang
mengambil barang orang lain lalu disimpan dan dikembalikan ke pemiliknya. Untuk
membedakan yang dilarang bukan tiap pengambilan barang orang lain, maka dalam pasal 362
KUHP di samping unsur tadi, ditambah dengan elemen yaitu : dengan maksud untuk
dimilikinya secara melawan hukum.
Maka dalam pasal 362 KUHP terdiri atas unsur :
1. Mengambil barang orang lain
2. Dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum
Contoh rumusan perbuatan pidana yaitu penadahan (heling) pada pasal 480 ke-1 KUHP
lama terdiri atas unsur :
1. Membeli, menyewa, menukar, menggadaikan, menerima sebagai hadiah, menjual untuk
dapat untung, mengganti menerima sebagai gadai, mengangkut, menyimpan atau
menyembunyikan barang.
2. Yang diketahui atau sepatutnya harus didugaa berasal dari kejahatan.
Akan tetapi cara untuk mengupas perbuatan yang dilarang menjadi beberapa elemen
atau unsur diatas, tidak selalu dapat dilakukan. Ada kalanya hal tersebut ada karena
pengupasan semacam itu belum mungkin, atau dianggap kurang baik pada saat membikin
aturan, sehingga pengertian yang umum dari perbuatan yang dilarang saja yang dirumuskan
dalam rumusan delik, sedangkan batas-batasnya pengertian tadi diserahkan pada ilmu
pengetahuan dan praktek pengadilan.
Contoh dari cara ini adalah pasal 351 yaitu penganiayaan dan pasal 297 yaitu
perdagangan wanita. Mengenai penganiayaan telah dikupas menjadi : menimbulkan nestapa
atau rasa sakit pada orang lain. Tetapi, mengenai perdagangan wanita batas pengertian hingga
sekarang belum diketemukan. Karena hanya merumuskan perbuatan pidana semacam ini,
dinamakan kualifikasinya perbuatan saja.
Ada dua Batasan untuk perbuatan yang dilarang, yaitu batasan menurut unsur-
unsurnya dan menurut pengertian yang umum (kualifikasi).
Menurut Van Hattum dalam Memorie van Tpelichting (MvT) tidak ada keragu-
raguan, bahwa maskud pembuat undang-undang dengan mengadakan kualifikasi di samping
penentuan unsur-unsur adalah sekedar untuk menggampangkan penyebutan perbuatan yang
dilarang saja. Akan tetapi, demikian van Hattum selanjjutnya, dalam praktek peradilan ada
tendens atau gelagat untuk memberi arti tersendiri pada kualifikasi. Selanjutnya pada putusan
Hooge Raad tahun 1927 mengenai penadahan, di mana diptuskan bahwa pencuri yang
menjual barang yang dicuri tidak dikenakan pasal penadahan, sekalipun dengan pasal yang
diperbuatnya, semua pasal yang ada pada pasal 480 telah terpenuhi. Sebab pasal ini
maksudnya adalah untuk mempermudah dilakukannya kejahatan lain, dimana diambil
sebagai dasar, bahwa perbuatan itu dilakukan oleh orang lain dari orang yang melakukan
kejahatan dan darimana barang tadi didapatnya.
Van Hattum mengatakan, jika pemberian arti tersendiri pada kualifikasi itu didasarkan
atas alas an yang rasionil (masuk akal) dapat memberi manfaat dalam penggunaan hukum
pidana. Sebab pada hakekatnya penentuan unsur dalam rumusan delik hanya berlaku pada
umumnya saja.
Menurut seorang penulis Belanda, pertentangan itu dapat diatasi, jika berpendapat
bahwa sifat melawan hukum itu adalah unsur mutlak dari tiap delik, dan sifat melawan
hukum dipandang secaraa material. Artinya, akan diterangkan nanti kalau mengahdapi
masalah tersebut. Perumusan delik dapat dilakukan secara formal dan materiil, dapat pula
disebut pula delik formal dan material.
Pada delik formal dan materiil memliki perbedaan mengenai sifat dalam
perumusannya di masing-masing pasal saja. Jadi dalam kenyataan tidak ada perbedaan sifat
antara delik formal dan delik materiil. Perbedaan hanya dalam tulisan yaitu bisa dilihat kalua
membaca perumusan masing-masing delik.
Pada perumusan delik formal yang disebut atau yang menjadi pokok dalam
formuleering adalah kelakuannya. Sebab kelakuan macam itu yang yang dianggap pokok
untuk dilarang. Akibat dari kelakuan itu tidak dianggap penting untuk masuk perumusan.
Jika pada perumusan delik material jika yang disebut atau menjadi pokok dalam
formuleering adalah akibatnya.. oleh karena itu akibatnya yang dianggap pokok untuk
dilarang.
Menurut Mulyatno ada rumusan yang formal-materiil. Artinya disitu yang menjadi
pokok bukan saja caranya berbuat tapi juga akibatnya. Contohnya pada pasal 378 KUHP
yaitu penipuan.
Perbedaan perumusan itu di satu pihak mempunyai konsekuensi lain dalam
pembuktian, di lain pihak dan bertalian dengan yang pertama berlainan juga dengan
pengaruhnya kepada masyarakat apakah suatu perbuatan yang perlu dilarang dengan sangsi
pidana dirimuskan secara formil dan materiil.
1. Barang siapa menunjuk pada siapa saja yang menjadi subyek hukum yang dapat
dimintai pertanggungjawaban terhadap sesuatu yang dilakukan.
Pelaku : Bunar
2. Membeli, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah atau
hendak mendapat untung menjual, menukarkan, menggadaikan, menyimpan
atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahui atau patut disangkanya
diperoleh dari kejahatan;
a. Membeli : memperoleh sesuatu melalui penukaran (pembayaran) dengan
uang.
Pelaku (bunar) membeli 1 unit sepeda motor Honda NF 125 TR No.
Pol. L 6420 NN warna hitam kuning yang sudah dimodifikasi menjadi
bentor dari Rojai tanpa dilengkapi surat resmi berupa STNK maupun
BPKB sebagai bukti kepemilikan.
b. Menukarkan : memberikan sesuatu barang supaya diganti dengan barang
yang lain.
Pelaku (Bunar) membeli sepeda motor hasil curian rojai yang ditukar
dengan sepeda motor merk China milik pelaku (Bunar) dan ditambah
dengan uang Rp.100.000,00 .
c. Yang diketahui atau patut disangkanya diperoleh dari kejahatan: Barang
diketahui merupakan hasil dari kejahatan pencurian
Sepeda motor yang telah dibeli pelaku (Bunar) adalah milik Imam
Kadir yang dicuri oleh Rojai pada tanggal 12 Nopember 2022 di depan
SMPN 9 Surabaya dalam keadaan kunci sepeda motor masih
menempel di sepeda motor.
1. Barang siapa menunjuk pada subyek hukum atau pelaku yang melakukan
tindak perbuatan pidana.
Pelaku: syiane agnes makitulung
2. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum.
a. Dengan maksud hendak menguntungkan diri : niat atau motif pelaku dari
suatu perbuatan yang dilakukan adalah untuk memperoleh keuntungan
bagi pelaku.
Pelaku ( syiane agnes ) melakukan penipuan terhadap korban. Awalnya
membeli rumah di Perum Leony yang terletak di Girian namun Ketika
korban ingin menggunakan rumah itu masih ada orang didalamnya
malahan pelaku mendapatkan uang tambahan dari korban.
b. Secara melawan hukum : perbuatan yang bertentangan atau tidak sesuai
peraturan perundang undangan yang berlaku atau melanggar hak orang.
Berupa memakai nama palsu atau martabat palsu, tipu muslihat
ataupun rangkaian kebohongan.
3. Dengan memakai nama palsu, atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
ataupun rangkaian kebohongan. : unsur ini merupakan unsur atau elemen yang
bersifat alternatif . bersifat alternatif yaitu jika salah satu unsur sudah terbukti
atas perbuatan terdakwa maka dipandang hukum telah terbukti
terpenuhi.pembuktian unsur tersebut yaitu sebuah Upaya untuk menyakinkan
saksi bahwa terdakwa telah mengeluarkan orang orang dari rumah tersebut.
Jadi digunakan untuk membohongi korban.
Pelaku tidak mengeluarkan orang yang menmpati rumah yang sudah
dibeli oleh korban, pelaku meminta uang tambahan dan akan segera
mengeluarkan orang yang menempati rumah yang sudah dibeli korban
padahal waktu yang telah diberikan oleh korban sudah terlampaui.
4. Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang kepadanya atau
supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang. : Daya upaya untuk
membuat korban tergerak memberi utang ( pinjaman uang ) kepada pelaku
atau dapat pula membuat korban menghapuskan piutangnya ( utang pelaku
kepada korban ).sedangkan dalam kondisi normal tanpa ada manipulasi atau
kebohongan korban tidak akan tergerak dengan sendirinya.
Uang milik korban diserahkan kepada pelaku karena tergerak hatinya
saat perlaku datang kerumah korban dengan rasa kemanusiaan hendak
mengurus biaya kontrak rumah dari orang-orang yang akan
dikeluarkan dari rumah yang sudah dibeli korban.
3. Rumusan perbuatan pidana pencurian tersebut sesuai Pasal 363 Ayat (1) ke-5 :
Putusan : Nomor/3/Pid.B/2023/PN Rtg
4. Rumusan perbuatan pidana judi sesuai dengan Pasal 303 Ayat (1) ke-2
Putusan : Nomor :83/Pid.B/2022/PN.Pti
1. Barang siapa
Menimbang, bahwa undang-undang tidak secara tegas memberikan pengertian
apa yang dimaksud dengan unsur “Barang Siapa”, namun menurut doktrin
“barang siapa” selalu diartikan sebagai subyek hukum sebagai pendukung hak
dan kewajiban, baik itu berupa orang maupun badan hukum sebagai pendukung
hak dan kewajiban tanpa kecuali yang dapat dipertanggungjawabkan segala
tindakan-tindakannya;
Menimbang, bahwa “barang siapa” yang dimaksud disini adalah orang pribadi
atau orang tersebut dilahirkan ke dunia ini sebagai subyek hukum, diajukan ke
persidangan Terdakwa yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidananya
karena dianggap telah melakukan suatu perbuatan pidana.