Anda di halaman 1dari 9

BUKU JAWABAN TUGAS MATAKULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : B E B Y D W I A N GG I E

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 856041154

Kode/Nama Mata Kuliah : PKNI 4317 / HAK ASASI MANUSIA

Kode/Nama UPBJJ : 12/MEDAN

Masa Ujian : 2021/22.1 (2021.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS TERBUKA
1(A). Hak Asasi Manusia Bidang Ekonomi adalah

Hak asasi ekonomi merupakan hak asasi manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia dalam
perekonomian. Hak asasi ekonomi (property rights) antara lain hak memiliki sesuatu, hak menjual dan
membeli sesuatu, hak mengadakan suatu perjanjian atau kontrak, dan hak memiliki pekerjaan.

Di dalam Pasal 27 ayat (2) Perubahan UUD 1945 ditentukan : “Tiap- tiap warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam Pasal 28D ayat (2) Perubahan UUD
1945 ditentukan : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja.

Selanjutnya khusus mengenai perekonomian diatur dalam Pasal 33 Perubahan UUD 1945

yaitu :

(1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2). Cabang- cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh Negara. (3).

Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Penelusuran dalam

kepustakaan ditemukan bahwa hak asasi manusia bidang ekonomi adalah hak yang berkaitan dengan
akitivitas perekonomian, perburuhan, hak memperoleh pekerjaan, perolehan upah dan hak ikut serta
dalam serikat buruh.

- Hak memperoleh Pekerjaan.

Deklarasi Umum Persenkatan Bangsa- dangsa (PBB) tentang HAM, dalam pasal 23 ayat (1) menentukan
“setiap orang berhak atas pekerjaan berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat- syarat
perburuhan yang adil serta baik dan atas

perlindungan terhadap pengangguran. Dalam International Covenant on Economic, Social and Cultural
1966, pasal 6 ayat (1) menentukan

“negara- negara peserta perjanjian ini mengakui hak untuk bekerja yang meliputi setiap orang atas
kesempatan memperoleh nafkah dengan melakukan pekerjaan yang secara bebas dipilihnya atau
diterimanya dan akan mengambil tindakan- tindakan yang layak dalam melindungi hak ini”. Kecuali itu,
dalam pasal 38 Undang- undang Nomor 39 Tahun 1999 menentukan :“setiap warga negara sesuai dengan
bakat, kecakapan dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak (ayat 1). Selain itu ditentukan
“setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat- syarat
ketenagakerjaan yang adil (ayat 2).

Setiap orang baik. pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau
serupa berhak
atas upah serta syarat- syarat perjanjian kerja yang sama (ayat 3). Sedangkan ayat 4 menentukan “ setiap
orang baik pria maupun wanita dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat
kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan
kehidupan keluarga.

- Hak mendapat upah yang sama.

Untuk menciptakan keadilan, maka perolehan upah antara pria dan wanita diharapkan tidak berbeda
dalam hal jenis kelamin dan kualitas pekerjaan yang sama. The Universal Declaration of Human Rights
1948, dalam pasal 23 ayat (2) menentukan “setiap orang dengan tidak ada perbedaan, berhak atas
pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama”. Hal yang sama juga diatur secara rinci dalam pasal 7
International Covenant on Economic, Social and Cultural menetukan “negara- negara peserta perjanjian
mcngakui hak setiap orang akan kenikmatan kondisi kerja yang adil dan menyenangkan yang mejamin :

a. Pemberian upah bagi semua pekerja, sebagai minimum dengan :

1) Gaji yang adil dan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya tanpa perbedaan apapun,
terutama wanita yang dijamin kondisi kerjanya tidak kurang dan kondisi yang dinikmati oleh pria, dengan
gaji yang sama untuk pekerjaan yang sama.

2) a. Penghidupan yang layak untuk dirinya dan keluarganya sesuai dengan ketentuanketentuan
dalam perjanjian.

b. Kondisi keja yang aman dan sehat;

c. Persamaan kesempatan untuk setiap orang untuk dipromosikan pekerjaannya ke tingkat yang
lebih tinggi, tanpa pertimbangan lain kecuali senioritas dan kecakapan;

d. Istirahat, santai dan pembatasan dan jam kerja yang layak dan liburan berkala.dengan upah dan
juga upah pada hari libur umum. Hal yang sama dalam hukum positif Indonesia diatur dalam pasal 38
Undang- undang tentang Hak Asasi Manusia.

- Hak ikut serta dalam Serikat Buruh.

Piagam dalam Dekiarasi Umum Perserikatan Bangsa Bangsa 1948, pada pasal 23 ayat (4) menentukan
:”setiap orang herhak mendirikan dan memasuki serikat- serikat kerja untuk

melindungi kepentingannya. Pengaturan dala Perjanjian International Tahun 1966 tentang HAM ekonomi,
sosial dan budaya, pada pasal 8 antara lain menentukan :

1. Negara- negara Peserta Perjanjian berusaha menjamin :

a. hak setiap orang membuat serikat buruh dan menjamin anggota serikat buruh menurut pilihannya,
hanya tunduk pada peraturan organisasi yang bersangkutan, demi promosi dan perlindungan bagi
kepentingan ekonomi dan sosialnya. Tidak boleh dikenakan pembatasan- pembatasan terhadap

pelaksanaan hak ini kecuali yang diatur dengan undang- undang dan yang diperlukan dalam masyarakat
demokrasi bagi
kepentingan keamanan nasional atau ketertiban umum atau demi perlindungan terhadap hak dan
kebebasan orang lain :

b. hak serikat buruh untuk mendirikan federasi atau konfederasi nasional dan hak konfederasi
membentuk atau menjadi organisasi senikat buruh internasional.

c. hak serikat buruh untuk berperan secara bebas, tanpa pembatasan kecuali yang diatur oleh
undang- undang dan yang diperlukan dalam masyarakat demokrasi demi kepentingan keamanan nasional
atau ketertiban umum atau demi perlindungan terhadap hak dan kebebasan orang lain

d. hak mogok, asalkan sesuai dengan hukum dari negara- negara tertentu.

2. Pasal ini tidak mencegah pengenaan pembatasan hukum terhadap pelaksanaan hakhak ini oleh
anggota- anggota angkatan bersenjata atau kepolisian atau pementah negara yang bersangkutan.

1(B). Mungkin akan terjadi kemiskinan dan kesengsaraan. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi
pun ternyata tidak berhasil mendatangkan kesejahteraan bagi semua orang karena keberhasilan
pembangunan itu hanya dinikmati oleh segelintir orang dan menyengsarakan mayoritas rakyat.

Hak dan kewajiban warga negara merupakan aspek penting yang perlu dilindungi, baik oleh negara
maupun antara satu individu dengan individu lainnya. Apa yang terjadi jika warga negara tidak
mendapatkan haknya? Simak ulasan singkat mengenai hak dan kewajiban warga negara berikut ini. Hak
warga negara yang berlaku tersebut wajib dipenuhi, baik hak sebagai warga negara maupun hak sebagai
seorang manusia. Pemenuhan hak ini tentunya tak dapat berjalan begitu saja karena pada hakikatnya, hak
berlaku sejalan dengan kewajiban yang dimiliki seorang warga negara. Dan bahwa hak dan kewajiban
merupakan sesuatu yang tak dapat dipisahkan dan harus berjalan secara seimbang.

Pada dasarnya kita akan mendapatkan hak jika kita telah menjalankan kewajiban kita sebagai warga
negara. Namun jika warga negara telah menjalankan kewajiban tanpa diiringi dengan pemenuhan hak,
maka tentu tidak menutup kemungkinan akan timbul hal- hal yang tidak diinginkan.

Berikut ini adalah hal- hal yang dapat ditimbulkan: Adanya kondisi yang tidak harmonis dalam kehidupan
berbangsa dan bermasyarakat seperti munculnya berbagai tindak kriminal atau bahkan kerusuhan secara
massal demi menuntut pemenuhan hak Akan terjadi gejolak berisi tuntutan pemenuhan hak yang dahsyat
dalam kehidupan masyarakat dan menimbulkan kekacauan di mana- mana.

Ketidakseimbangan kehidupan bermasyarakat yang dijalankan. Kemungkinan- kemungkinan apa yang


terjadi jika warga negara tidak mendapatkan haknya tersebut tentu dapat menyebabkan kekacauan yang
cukup besar. Agar hak setiap warga negara terpenuhi, segala hal yang menyangkut pelaksanaan dan
pemenuhan hak diatur dalam pasal dan undang- undang yang berlaku agar tidak terjadi penyelewengan
atau bahkan pelanggaran hak. Jika pelanggaran tersebut tidak mau dipertanggung jawabkan oleh negara,
maka tanggung jawab itu akan diambil alih oleh masyarakat internasional. Di dalam personal rights di
bidang hukum ekonomi juga menyangkut masalah persaingan usaha tidak sehat, terutama menyangkut
masalah demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama nagi setiap warga
negara untuk Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan
yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam
menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak
mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki
pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini,
maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi
kesenjangan sosial yang berkepanjangan. berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang
dan jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi yang wajar. Setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang
sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha
tertentu.

Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa

“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Makna yang terkandung
dalam ayat tersebut sangat dalam yakni sistem ekonomi yang dikembangkan seharusnya tidak basis
persaingan serta atas asas yang sangat individualistik. Demikian pula dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)
UUD 1945 memberikan maklumat yang sangat terang- benderang bahwa pemerintah memiliki peran yang
sangat besar dalam kegiatan ekonomi. Ekonomi bukan hanya dilakukan oleh masyarakat, swasta, atau
individu, terutama untuk cabang- cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, kemudian
bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Itu juga harus dikuasai oleh negara untuk
sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.

2. (A). mereka dengan rendah hati berdoa Yang Mulia, agar tidak ada orang di akhirat yang dipaksa untuk
membuat atau memberikan hadiah, pinjaman, kebajikan, pajak, atau biaya semacam itu, tanpa persetujuan
bersama melalui tindakan parlemen; dan bahwa tidak seorang pun dipanggil untuk memberikan jawaban,
atau mengambil sumpah seperti itu, atau untuk hadir, atau dikurung, atau dengan cara lain dianiaya atau
gelisah tentang hal yang sama atau untuk penolakannya; dan bahwa tidak ada orang bebas, dengan cara
apapun seperti yang disebutkan sebelumnya, dipenjara atau ditahan; dan bahwa Yang Mulia akan senang
untuk memindahkan tentara dan pelaut tersebut, dan bahwa orang- orang Anda tidak akan begitu
terbebani di masa yang akan datang; dan bahwa komisi tersebut di atas, untuk diproses oleh darurat
militer, dapat dicabut dan dibatalkan; dan bahwa selanjutnya tidak ada komisi serupa yang dapat
diberikan kepada siapa pun atau beberapa orang untuk dieksekusi seperti yang disebutkan di atas, agar
tidak dengan warna dari mereka, salah satu rakyat Yang Mulia dihancurkan atau dihukum mati
bertentangan dengan hukum dan hak milik negara. Pada dasarnya Petition of Rights (Petisi Hak) berisi
pertanyaan- pertanyaan mengenai hak- hak rakyat beserta jaminannya.

Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara
garis besar menuntut hak- hak sebagai berikut:Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan
parlemen.Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.Tentara tidak boleh
menggunakan hukum perang dalam keadaan damai. Dan Inti dari Petition of Right adalah empat tuntutan:
tidak boleh ada pemungutan pajak tanpa persetujuan Parlemen tidak boleh ada penangkapan tanpa sebab
tidak boleh ada rakyat yang dipaksa menjadi tentara atau pelaut di luar keinginan mereka tidak boleh ada
aturan militer di masa damai Hak- hak ini juga dilindungi oleh hukum dan undang- undang Magna Carta
dan hukum Edward I, Edward III dan Richard III. Tuntutan ketiga dan keempat memperlihatkan dampak
kebijakan luar negeri Charles I yang suka berperang.
2(B). • Magna Charta

Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak- hak tertentu yang prinsip
telah diakui dan dijamin oleh pemerinta. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan
terhadap hak- hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang- undang derajatnya lebihtinggi
daripada kekuasaan raja

• Petition of Rights

Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan- pertanyaan mengenai hak- hak rakyat beserta
jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628.
Isinya secara garis besar menuntut hak- hak sebagai berikut :

1. Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.

2. Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.

3. Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai

• Hobeas Corpus Act

Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang penahanan seseorang dibuat pada
tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :

1. Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan.

2. Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.

3(A). Sebelum perjanjian internasional dibentuk, ada beberapa tahapan- tahapan yang harus dilalui secara
teknis. Pada intinya, perjanjian internasional mulai berlaku ketika semua subjek hukum, termasuk negara,
yang terlibat dalam proses penyusunannya sudah bersedia saling terikat melalui penandatanganan oleh
wakil masing- masing pihak. Tahap- tahap dalam proses penyusunan perjanjian internasional perlu diikuti
agar ada keteraturan dan kecermatan dalam pelaksanaan perjanjian antar- negara tersebut. Setidaknya ada
3 tahap yang mesti dijalankan.

Ada 6 tahapan perjanjian menurut UU no 24 tahun 2000,yaitu :

1. Tahap Penjajakan

Adalah tahap awal dari suatu perundingan yang ditandai dengan pengajuan perjanjian antara kedua atau
lebih negara.

2. Tahap Perundingan

Perundingan adalah pertemuan antara negara yang akan mengadakan suatu perjanjian internasional yang
membahas apa sajakah yang menjadi poin- poin dalam kesepakatan perjanjian internasional. Tahap ini
juga disebut tahap negosiasi. Perundingan yang diadakan dalam rangka peijanjian bilateral, disebut talk.
Sedangkan dalam rangka multilateral disebut Ratifikasi Perjanjian Internasional oleh badan- badan yang
berwenang menurut ketiga Undang- Undang Dasar Indonesia: UUD 1949 (Konstitusi R.I.S.), UUD 1950
dan UUD 1945. Masalah praktek ratifikasi menurut UUD Indonesia bukanlah masalah baru yang belum
diperbincangkan. Sudah ada tulisan- tulisan ilmiah maupun karya- karya tulisan para mahasiswa Fakultas
Hukum yang telah membahas persoalan tersebut, sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum. Namun demikian, menurut hemal penulis, masih ada tempat untuk memperbincangkan
masalah ini, dengan memperbandingkan masalah praktek ratifikasi perjanjian internasional dari tiga
Undang- Undang Dasar yang tetap berlaku. Dalam sistim pemerintahan yang demokratis, pengesahan
perjanjian Internasional oleh pemerintah, baru dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari
parlemen. Setelah perjanjian Internasional mendapat pengesahan, kemudian dimuat dalam dokumen
ratifikasi. Tahapan Hukum Internasional dari perjanjian bilateral adalah pertilkaran dokumen ratifikasi
antara negara peserdiplo- matic conference atau konferensi. Selain secara resmi ada juga perundingan
yang tidak resmi. Perundingan sedemikian disebut corridor talk.

3. Tahap Perumusan Naskah

Tahap ini adalah tahap yang penting dimana hasil perundingan dimasukkan ke dalam naskah yang berisi
rancangan perjanjian internasional.

4. Tahap Penerimaan

Tahap ini adalah tahap penerimaan naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak. Setelah itu, naskah diperiksa dan diberi persetujuan oleh beberapa pihak seperti parlemen dan
presiden.

5. Tahap Penandatanganan

Bila telah mendapatkan persetujuan dari berbagai pihak. Lantas dilakukan penandatanganan pada naskah
perjanjian internasional sebagai bentuk persetujuan terhadap perjanjian internasional tersebut.

6. Tahap Pengesahan

Tahap pengesahan adalah tahap pelaksanaan perjanjian internasional. Pengesahan ini harus sesuai dengan
undang- undang yang berlaku. Di Indonesia, setiap pengesahan akan dimasukan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia. Setelah disahkan, barulah negara yang terlibat akan terikat dalam perjanjian
internasional tersebut.

3(B). Ratifikasi Perjanjian Internasional oleh badan- badan yang berwenang menurut ketiga Undang-
Undang Dasar Indonesia: UUD 1949 (Konstitusi R.I.S.), UUD 1950 dan UUD 1945. Masalah praktek
ratifikasi menurut UUD Indonesia bukanlah masalah baru yang belum diperbincangkan. Sudah ada
tulisan- tulisan ilmiah maupun karya- karya tulisan para mahasiswa Fakultas Hukum yang telah
membahas persoalan tersebut, sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.
Namun demikian, menurut hemal penulis, masih ada tempat untuk memperbincangkan masalah ini,
dengan memperbandingkan masalah praktek ratifikasi perjanjian internasional dari tiga Undang- Undang
Dasar yang pernah berlaku pada~yang masih tetap berlaku. Perbincangan mengenai masalah tersebut,
sepanjang pengetahuan penulis belum ada yang membahas. Ratifikasi perjanjian Internasional
diwujudkan melalui dua tahapan, yaitu tahapan Hukum Nasional dan tahapan Hukum Internasional.
Dalam sistim pemerintahan yang demokratis, pengesahan perjanjian Internasional oleh pemerintah, baru
dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari parlemen. Setelah perjanjian Internasional
mendapat pengesahan, kemudian dimuat dalam dokumen ratifikasi. Sam a dengan ketentuan ratifikasi
perjanjian internasional UUD 1949, bahwa pengesahan perjanjian internasional memerlukan kerja sarna
antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (D. P.R.) dan dimuat dalam bentuk Undang- Undang
(Pasa1120 dan pasal UUD 1950) dan pemasukan Indonesia menjadi anggota organisasi internasional
dengan persetujuan D.P.R. Karena perjanjian dan persetujuan kedua- duanya memerlukan persetujuan
D.P .R., maka kata Logemann tidak ada gunanya untuk mencari perbedaan pengertian antara kedua istilah
tersebut. 4 Selama berlakunya UUD 1950 tidak semua perjanjian internasional dalam praktek mendapal
persetujuan dari D.P.R. Perjanjian internasional yang disetujui D.P.R. pada waktu itu ada dua puluh
empat perjanjian. Kebanyakan dari perjanjian tersebut adalah perjanjian bilateral, berupa perjanjian
persahabatan, kebudayaan dan ekonomi, beserta perjanjian multilateral dan keanggautaan Republik
Indonesia pada organisasi internasional.

Menurut kebiasaan internasional perjanjian- perjanjian yang bersifat politis seperti

perjanjian- perjanjian persahabatan, kebudayaan dan perjanjian ekonomi berupa bantuan keuangan atau
pinjaman yang melibatkan rakyat dalam pembayaran kembali adalah lazim bahwa perjanjian- perjanjian
internasional sedemikian mendapat persetujuan dari D.P.R. Pendapat pakar/sarjana merupakan pendapat
seorang ahli yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam pengetahuan ilmu hukum. Hal tersebut disebut
dengan Lex Ferenda atau juga disebut sebagai ajaran tentang hukum yang seharusnya. Beberapa ahli
sarjana atau pakar yang terkenal dalam hukum Internasional yaitu Grotius, Hans Kelsen, J.G Starke.

4. Subyek hukum Internasional adalah sebuah badan/lembaga atau entitas yang memiliki kemampuan
untuk menguasai hak dan melaksanakan kewajiban di dalam hukum Internasional. Individu merupakan
subjek Internasional yang utama berdasarkan pendapat dari Hans Kelsen karena memiliki kapasitas aktif
maupun pasif. Dalam kapasitas aktif tersebut, seorang individu dapat diminta pertanggungjawabannya
atas perbuatan atau tindakannya secara hukum. Kapasitas pasif berarti individu atau kelompok individu
merupakan sasaran atau target dari ketentuan keempat cabang ilmu hukum tersebut, dan juga posisi
individu sebagai korban dari pelanggaran ketentuan normative yang ada.

Pertumbuhan dan perkembangan kaidah- kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan
membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada individu semakin bertambah pesat,
terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa
konvensi- konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi
individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri. Pendapat pakar/sarjana merupakan pendapat
seorang ahli yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam pengetahuan ilmu hukum. Hal tersebut disebut
dengan Lex Ferenda atau juga disebut sebagai ajaran tentang hukum yang seharusnya. Beberapa ahli
sarjana atau pakar yang terkenal dalam hukum Internasional yaitu Grotius, Hans Kelsen, J.G Starke.

Pendapat pakar ini menjadi sebuah doktrin yang diikuti sebagai ajaran/ilmu untuk dipraktekkan oleh
negara- negara yang dikenal menjadi kebiasaan Internasional dan juga hakim yang dikenal menjadi
putusan hakim/pengadilan. Namun beberapa pendapat pakar tersebut merupakan pendapat pribadi yang
tidak memiliki kekuatan untuk mengikat hukum Internasional. Sedangkan yang hukumnya memiliki
kekuatan untuk mengikat ini lah yang disebut sebagai sumber hukum tersebut.
5. Pendapat pakar ini menjadi sebuah doktrin yang diikuti sebagai ajaran/ilmu untuk dipraktekkan
oleh negara- negara yang dikenal menjadi kebiasaan Internasional dan juga hakim yang dikenal menjadi
putusan hakim/pengadilan. Namun beberapa pendapat pakar tersebut merupakan pendapat pribadi yang
tidak memiliki kekuatan untuk mengikat hukum Internasional. Sedangkan yang hukumnya memiliki
kekuatan untuk mengikat ini lah yang disebut sebagai sumber hukum tersebut. Mahkamah internasional
dalam mengadili suatu perkara, berpedoman pada perjanjian internasional (traktat- traktat dan kebiasaan-
kebiasaan internasional) sebagai sumbersumber hukum. Keputusan Mahkamah Internasional, merupakan
keputusan terakhir walaupun dapat diminta banding. Selain pengadilan Mahkamah Internasional, terdapat
juga pengadilan Arbitrasi Internasional. Arbitrasi Internasional hanya untuk perselisihan hukum, dan
keputusan para arbitet tidak perlu berdasarkan peraturan- peraturan hukum. Mahkamah memiliki dua
peranan yaitu untuk menyelesaikan sengketa menurut hukum internasional atas perkara yang diajukan ke
mereka oleh negara- negara dan memberikan nasehat serta pendapat hukum terhadap pertanyaan yang
diberikan oleh organisasi- organisasi internasional dan agen- agen khususnya.

Anda mungkin juga menyukai