Anda di halaman 1dari 7

LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR

NOMOR : 075/KSH/SK/I/2015
TENTANG : KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI RSIA BUNDA

KEBIJAKAN PELAYANAN UNIT FARMASI


RSIA BUNDA

KEBIJAKAN UMUM :
1. Pelayanan unit Farmasi dilaksanakan dalam 24 jam.
2. Pelayanan di unit Farmasi harus selalu berorentasi kepada mutu dan
keselamatan pasien.
3. Peralatan di unit Farmasi harus selalu dilakukan pemeliharaan secara
teratur dan kalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
prosedur operasional yang berlaku, etika profesi dan menghormati hak
pasien.serta peraturan perusahaan yang berlaku.
5. Semua petugas unit Farmasi wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dan diberikan pelatihan prosedur baru, praktek keselamatan
dan bahan berbahaya.
6. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3RS dalam penggunaan APD (Alat Pelindung Diri).
7. Penyediaan tenaga di unit Farmasi harus mengacu kepada pola
ketenagaan.
8. Dalam melaksanakan fungsi koordinasi dan evaluasi, Unit Farmasi wajib
melaksanakan rapat rutin bulanan minimal satu bulan sekali.
9. Unit Farmasi wajib membuat laporan kinerja baik bulanan maupun
tahunan.

KEBIJAKAN KHUSUS :
1. Pelayanan Farmasi diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan pasien
dan memenuhi standar nasional, perundang-undangan dan peraturan
yang berlaku.
2. Pelayanan Farmasi dilakukan sesuai standar mutu dan standar profesi
yang berlaku, untuk mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien.
3. Pelayanan Farmasi meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.
4. Unit Farmasi mengorganisir, mengelola dan mengatur manajemen
penggunaan obat di seluruh rumah sakit.
5. Pelayanan Farmasi diselenggarakan dengan pengorganisasian yang
terstruktur untuk menjamin kesinambungan pelayanan yang bermutu,
efektif dan efisien.
6. Sistem manajemen obat di Unit Farmasi dilakukan review (monitoring dan
evaluasi) satu tahun sekali oleh Asisten Manager Farmasi.
7. Sumber informasi obat (lisan dan tertulis) tersedia di setiap tempat
penggunaan obat.
8. Pelaksanaan pelayanan farmasi dipimpin dan disupervisi oleh
Koordinator Farmasi meliputi seleksi dan pengadaan, penyimpanan,
pemesanan dan pencatatan obat, persiapan dan penyaluran, pemberian
dan monitoring.
9. Unit Farmasi bekerja sama dengan apotik/IFRS lain dalam hal
ketidaktersediaan perbekalan farmasi.
10. Farmasi berkoordinasi dengan Komite Farmasi dan Terapi melakukan
pengawasan penggunaan obat dalam rumah sakit.
11. Data pelayanan farmasi tercatat secara komputerisasi dalam system
informasi rumah sakit.
12. Sistem pengamanan persediaan farmasi dengan melakukan stock
opname rutin, batasan akses masuk petugas di ruang penyimpanan obat
dan serah terima kunci almari penyimpanan obat.
13. Pelaksanaan pelayanan obat di rumah sakit berdasarkan Formularium
Rumah Sakit, Formularium Obat Nasional dan Formularium Obat
Inhealth.
14. Pelayanan farmasi rawat jalan serta rawat inap 24 jam, sedangkan
gudang farmasi jam 07.00 s.d jam 21.00.
15. Apabila terjadi stok kosong perbekalan farmasi, proses pengadaan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
16. Pelaporan obat dari unit dilaporkan setiap bulan yang meliputi pelaporan
Bahan Medis Habis Pakai, stok opname perbekalan farmasi dan
penggunaan obat Narkotika dan Psikotropika.
17. Pelaporan penggunaan obat Narkotika dan Psikotropika dikirim ke Dinas
Kesehatan Kota maksimal tanggal 10 setiap bulan.
18. Semua obat dan bahan kimia yang digunakan untuk menyiapkan obat
diberi label secara akurat yang menyebutkan isi, tanggal kadaluarsa dan
peringatan.
19. Penyimpanan perbekalan farmasi disusun berdasarkan bentuk sediaan,
jenis obat, suhu dan kestabilan obat, prinsip FIFO (First In First Out) dan
FEFO (First Expired First Out).
20. Inspeksi penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan setiap bulan untuk
menjamin keamanan penyimpanan.
21. Obat yang dibawa pasien dari rumah diidentifikasi dengan melakukan
telaah rekonsiliasi obat dan disimpan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan.
22. Penyimpanan obat, produk nutrisi , radioaktif dan obat sample dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta dilaksanakan inspeksi
periodik (monitoring dan evaluasi) untuk memastikan obat disimpan
secara benar.
23. Unit Farmasi belum melakukan pengelolaan obat nutrisi parenteral, obat
radioaktif dan obat sampel.
24. Penyediaan, penyimpanan, penggantian dan keamanan obat emergensi
yang berada di luar farmasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku , dan dilaksanakan supervisi berkala.
25. Sistem penarikan perbekalan farmasi dilakukan apabila ada
pemberitahuan resmi dari distributor obat.
26. Pengelolaan obat kadaluwarsa dan pemusnahan dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
27. Peresepan dan pemesanan obat harus berdasarkan permintaan dokter
yang ditulis secara jelas dan lengkap yang ditulis dalam resep untuk
pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
28. Peresepan, pemesanan dan pencatatan obat harus bisa terbaca dan
apabila ditemukan peresepan yang tidak terbaca dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, menggunakan metode TBAK (Tulis,
Baca, Konfirmasi).
29. Farmasi bersama dengan Komite Farmasi dan Terapi bekerjasama
dalam mengembangkan kebijakan dan prosedur terkait dengan
peresepan, pemesanan dan pencatatan obat.
30. Staf medis yang terkait dilatih untuk praktek - praktek peresepan,
pemesanan dan pencatatan obat yang benar.
31. Daftar obat yang sedang dipakai pasien sebelum di rawat inap dicatat di
form rekonsiliasi dan dimasukkan dalam rekam medis pasien.
32. Apoteker dibantu Tenaga Teknis Kefarmasian melakukan telaah
rekonsiliasi obat untuk membandingkan order pertama obat dengan
daftar obat sebelum masuk rawat inap sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
33. Penulisan resep yang lengkap memuat 9 elemen, meliputi:
a. Data yang penting untuk mengidentifikasi pasien secara akurat.
b. Elemen-elemen dari pemesanan atau penulisan resep terstandar.
c. Bilamana nama generic atau nama dagang adalah akseptabel/
diperlukan.
d. Bilamana indikasi untuk penggunaan diperlukan pada suatu PRN
(pro re nata, atau “bila perlu” atau pesanan obat yang lain.
e. Sikap hati-hati atau prosedur yang khusus untuk pemesanan obat
dengan nama obat NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip)/
LASA (Look-Alike, Sound-Alike).
f. Tindakan yang harus diambil bila pemesanan obat tidak lengkap,
tidak terbaca atau tidak jelas.
g. Jenis pemesanan tambahan yang diijinkan seperti pada pesanan
dan setiap elemen yang dibutuhkan dalam pesanan yang
emergensi, dalam daftar tunggu (standing), automatic stop order.
h. Pesanan obat secara verbal atau melalui telepon dan proses untuk
verifikasi pesanan sesuai dengan tata cara dalam komunikasi
yang efektif, yaitu melakukan Write Back, Read Back, Repeat
Back atau Tulbakon (Tulis, Baca dan Konfirmasi). Untuk Obat
yang termasuk Norum dilakukan ejaan sesuai dengan
alphaphonetic.
i. Jenis pesanan yang berdasarkan berat, seperti untuk kelompok
pasien anak.
34. Staf medis yang berkompeten dan mendapatkan ijin dari Direktur dapat
menuliskan resep atau memesan obat.
35. Penulisan resep khusus hanya dapat dilakukan oleh staf medis yang
memiliki kompetensi khusus.
36. Semua obat-obatan yang diresepkan dicatat didalam rekam medis pasien
dan pemberian obat dicatat untuk setiap dosis yang diberikan.
37. Informasi obat disimpan dan diselipkan dalam rekam medis pasien saat
pasien dipulangkan dan dipindahkan.
38. Persiapan dan penyaluran obat dilakukan dalam area yang bersih dan
aman sesuai dengan undang-undang, peraturan dan standar praktek
professional.
39. Sebelum penyaluran dan pemberian obat, semua resep atau pesanan
obat ditelaah ketepatannya. Telaah ketepatan resep , meliputi:
a. Obat, dosis, frekuensi dan route pemberian.
b. Duplikasi terapi.
c. Alergi atau reaksi sensitivitas yang sesungguhnya maupun yang
potensial.
d. Interaksi yang sesungguhnya maupun potensial antara obat
dengan obat-obatan lain atau makanan.
e. Variasi dan kriteria penggunaan yang ditentukan rumah sakit.
f. Berat badan pasien dan informasi fisiologis lain dari pasien, dan
g. Kontra indikasi yang lain.
40. Proses penelaahan ketepatan resep khususnya interaksi obat,
menggunakan software komputer (Drug Interaction Medscape) yang di up
dating secara berkala sesuai kebutuhan.
41. Penelaahan ketepatan resep atau pesanan obat dilakukan oleh petugas
farmasi yang berkompeten dan dievaluasi secara berkala.
42. Penyaluran dan pendistribusian obat seragam, meliputi:
a.Penyaluran obat untuk pasien rawat jalan, petugas farmasi rawat jalan
memberikan obat ke pasien berdasarkan resep atau pesanan obat dari
staf medis.
b.Unit Farmasi menyiapkan dan menyalurkan obat dalam kemasan One
Day Dose Dispensing satu hari sebelum penggunaan.
c. Penyaluran obat ke pasien rawat inap menggunakan sistim One Unit
Dose Dispensing oleh perawat yang sudah mendapatkan pelatihan.
d.Untuk obat terapi baru dan tambahan perawat segera melakukan
permintaan obat dan diberikan ke pasien sesuai jam pemberian obat.
43. Pelaksanaan pelayanan penyaluran obat dilakukan dengan dosis yang
tepat dan diterimakan kepada pasien yang tepat di saat yang tepat.
43. Pelabelan obat secara tepat, tercantum nama obat, dosis/ konsentrasi,
tanggal penyiapan, tanggal kadaluwarsa dan nama pasien serta tanggal
lahir.
44. Pemberian obat dilakukan oleh petugas farmasi yang berkompeten dan
dibantu oleh perawat yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan.
45. Batasan petugas yang tidak diijinkan memberikan obat adalah petugas
yang baru masuk dan sedang dalam masa percobaan (3 bulan pertama).
46. Pemberian obat harus dilakukan verifikasi terhadap:
a. Obat dengan resep atau pesanan.
b. Waktu dan frekuensi pemberian dengan resep atau pesanan.
c. Jumlah dosis dengan resep dan pesanan.
d. Route pemberian dengan resep atau pesanan.
e. Identitas pasien.
47. Waktu Pemberian obat untuk pasien rawat inap sesuai dengan waktu
pemberian obat yang telah ditetapkan.
48. Penggunaan obat sendiri oleh pasien tidak diijinkan, apabila pasien
menghendaki penggunaan obat tersebut harus diketahui oleh DPJP.
49. Farmasi mengelola obat yang dibawa pasien ke dalam rumah sakit, obat
tersebut diketahui oleh DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan),
tercatat di Form Rekonsiliasi Obat dan dimasukkan dalam rekam medis
pasien.
50. Proses monitoring secara kolaboratif (dokter, perawat, farmasis)
terhadap efek pengobatan pasien, termasuk efek yang tidak diharapkan
dan didokumentasikan serta pelaporan sesuai ketentuan yang berlaku.
51. Kesalahan obat (medication error) dilaporkan melalui proses dan dalam
kerangka waktu yang ditetapkan rumah sakit.
52. Petugas farmasi, meliputi Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian
baru harus di krendensial dan minimal 3 tahun dilakukan rekredensial.
53. Untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi, setiap petugas
farmasi wajib mengikuti pelatihan yang diselenggarakan.
54. Unit Farmasi wajib melapor ke K3RS sekali dalam setahun atau bila ada
kejadian.
55. Kinerja unit dan pelaksanaan program di Farmasi wajib dilaporkan
termasuk kontrol mutu sesuai standar yang telah ditetapkan.

Ditetapkan di Makassar
Pada tanggal 1 November 2018
RSIA BUNDA
Direktur

Dr. Darmin Tangsa

Anda mungkin juga menyukai