ATURAN UMUM
II. PEMILIHAN
VI. Penyimpanan
1. Area penyimpanan perbekalan farmasi tidak boleh dimasuki oleh petugas selain
petugas farmasi.
2. Penyimpanan obat, alat kesehatan, reagensia dan gas medis harus dilakukan
sesuai persyaratan dan standar kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan
keamanannya serta memudahkan dalam pencariannya untuk mempercepat
pelayanan.
3. Khusus bahan berbahaya seperti bersifat mudah menyala atau terbakar, eksplosif,
radioaktif, oksidator/reduktor, racun, korosif, karsinogenik, teratogenik, mutagenik,
iritasi dan berbahaya lainnya harus disimpan terpisah dan disertai tanda bahan
berbahaya.
4. Obat narkotika disimpan dalam lemari terpisah dengan pintu berkunci. Untuk
penyimpanan narkotika di gudang dan satelit farmasi, pintu berkunci ganda.
5. Obat jadi dan bahan baku harus diberi label yang mencantumkan: kandungan,
tanggal kadaluarsa dan peringatan penting.
6. Obat High Alert (Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi) harus disimpan di
tempat terpisah dan diberi label khusus mengikuti Standar Prosedur Operasional
Penyimpanan Obat High Alert.
7. Elektrolit pekat yang termasuk dalam daftar Obat High Alert, contoh: kalium klorida
7,46%, tidak boleh berada di ruang rawat, kecuali di kamar operasi jantung dan
unit perawatan intensif (ICU). Penyimpanan di tempat terpisah dengan akses
terbatas dan harus diberi label yang jelas untuk menghindari penggunaan yang
tidak disengaja.
8. Obat dengan tampilan mirip atau bunyi mirip (Look Alike Sound Alike/LASA)
disimpan tidak berdekatan dan diberi label “LASA”.
9. Perbekalan farmasi dan tempat penyimpanannya harus diperiksa secara berkala.
10. Pasien tidak diperbolehkan membawa perbekalan farmasi dari luar Rumah Sakit
BaliMéd Karangasem untuk digunakan selama perawatan di Rumah Sakit BaliMéd
Karangasem. Jika melanggar ketentuan tersebut, maka pasien/keluarga pasien
menandatangani surat pernyataan bahwa pasien/keluarga pasien bertanggung
jawab atas akibat penggunaan perbekalan farmasi yang dibawa. Perbekalan
farmasi yang dibawa masuk oleh pasien harus diperiksa mutunya secara visual
dan dicatat dalam Formulir Serah Terima Perbekalan Farmasi dari Pasien. Obat
disimpan di satelit farmasi dalam wadah terpisah dan diberi label yang jelas.
11. Produk nutrisi disimpan secara terpisah dalam kelompok nutrisi sesuai dengan
aturan penyimpanan yang ditetapkan produsen.
12. Obat yang bersifat radioaktif disimpan sesuai persyaratan penyimpanannya.
13. Perbekalan farmasi emergensi disimpan dalam troli/kit/lemari emergensi terkunci,
diperiksa, dipastikan selalu tersedia dan harus diganti segera jika jenis dan
jumlahnya sudah tidak sesuai lagi dengan daftar.
14. Perbekalan farmasi yang tidak digunakan, rusak dan kadaluarsa harus
dikembalikan ke Instalasi Farmasi sesuai Standar Prosedur Operasional
Pengembalian Perbekalan Farmasi.
15. Obat yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah atau pabrik pembuatnya harus
segera dikembalikan ke Instalasi Farmasi sesuai Standar Prosedur Operasional
Penarikan Kembali Perbekalan Farmasi.
16. Obat yang sudah kadaluarsa, rusak atau terkontaminasi harus disimpan terpisah
sambil menunggu pemusnahan. Pemusnahan dilakukan sesuai Standar Prosedur
Operasional Pemusnahan Perbekalan Farmasi
17. Pemusnahan perbekalan farmasi mengikuti Standar Prosedur Operasional
Pemusnahan Perbekalan Farmasi.
VII. Peresepan
1. Yang berhak menulis resep adalah dokter yang memiliki nomer SIP (Surat Izin
Praktik) di Rumah Sakit BaliMéd Karangasem.
2. Penulis resep harus melakukan penyelarasan obat (medication reconciliation)
sebelum menulis resep. Penyelarasan obat adalah membandingkan antara daftar
obat yang sedang digunakan pasien dan obat yang akan diresepkan agar tidak
terjadi duplikasi atau terhentinya terapi suatu obat (omission)
3. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi
obat, dan reaksi alergi.
4. Terapi obat dituliskan dalam rekam medik hanya ketika obat pertama kali
diresepkan, rejimen berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan
pada rekam medik dituliskan “terapi lanjut” .
5. Resep ditulis secara manual pada blanko lembar resep dengan kop Rumah Sakit
BaliMéd Karangasem
6. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang
lazim sehingga tidak disalahartikan.
7. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Look Alike Sound
Alike (LASA) yang diterbitkan oleh Instalasi Farmasi, untuk menghindari
kesalahan pembacaan oleh tenaga kesehatan lain.
8. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium Rumah Sakit BaliMéd
Karangasem.
10. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam
Daftar Alat Kesehatan Rumah Sakit BaliMéd Karangasem.
11. Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut:
- Nama pasien
- Tanggal lahir atau umur pasien (jika tidak dapat mengingat tanggal lahir)
- Berat badan pasien (untuk pasien anak)
- Nomor rekam medik
- Nama dan SIP dokter
- paraf dokter
- Tanggal penulisan resep
- Nama ruang pelayanan
- Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom
riwayat alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep manual atau
secara elektronik dalam sistem informasi farmasi
- Tanda R/ pada setiap sediaan
- Untuk nama obat tunggal ditulis dengan nama generik. Untuk obat
kombinasi ditulis sesuai nama dalam Formularium, dilengkapi dengan
bentuk sediaan obat (contoh: injeksi, tablet, kapsul, salep), serta
kekuatannya (contoh: 500 mg, 1 gram)
- Jumlah sediaan
- Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan
jumlah bahan obat (untuk bahan padat : mikrogram, miligram, gram)
dan untuk cairan: tetes, milliliter, liter.
- Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan,
kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut telah terbukti aman
dan efektif.
- Penggunaan obat off-label (penggunaan obat yang indikasinya di luar
indikasi yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI)
harus berdasarkan panduan pelayanan medik yang ditetapkan oleh
SMF.
- Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika
perlu atau prn atau “pro re nata”, harus dituliskan dosis maksimal dalam
sehari.
13. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat
penggunaan obat.
14. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh
apoteker/asisten apoteker harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru.
15. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan,
tidak akan dilayani oleh farmasi
16. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka
perawat/apoteker/asisten Apoteker yang menerima resep/instruksi pengobatan
tersebut harus menghubungi dokter penulis resep.
17. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat high
alert tidak dibolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan tidak
dibolehkan saat dokter berada di ruang rawat.
18. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam
medik.
19. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain
harus dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru.
VIII. Penyiapan
1. Yang dimaksud dengan penyiapan obat adalah proses mulai dari resep/instruksi
pengobatan diterima oleh apoteker/asisten apoteker sampai dengan obat diterima
oleh perawat di ruang rawat untuk diberikan kepada pasien rawat inap, atau
sampai dengan obat diterima oleh pasien/ keluarga pasien rawat jalan dengan
jaminan bahwa obat yang diberikan tepat dan bermutu baik. Yang termasuk juga
dalam penyiapan obat adalah pencampuran obat suntik tertentu, penyiapan obat
sitostatika dan nutrisi parenteral.
2. Sebelum obat disiapkan, apoteker/asisten apoteker harus melakukan kajian
(review) terhadap resep/instruksi pengobatan yang meliputi:
a. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian
b. Duplikasi terapeutik
c. Alergi
d. Interaksi obat
e. Kontraindikasi
f. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan yang berlaku, dan
menghubungi dokter penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau
ketidaksesuaian.
Kajian tidak perlu dilakukan pada keadaan emergensi, di ruang operasi
dan tindakan intervensi diagnostik.
3. Apoteker/asisten apoteker diberi akses ke data pasien yang diperlukan untuk
melakukan kajian resep.
4. Dalam proses penyiapan obat oleh petugas farmasi diberlakukan substitusi
generik, artinya farmasi diperbolehkan memberikan salah satu dari sediaan yang
zat aktifnya sama dan tersedia di Rumah Sakit BaliMéd Karangasem.
5. Substitusi terapeutik adalah penggantian obat yang sama kelas terapinya tetapi
berbeda zat kimianya, dalam dosis yang ekuivalen, dapat dilakukan oleh petugas
farmasi dengan terlebih dahulu minta persetujuan dokter penulis resep/konsulen.
Persetujuan dokter atas substitusi terapeutik dapat dilakukan secara lisan/melalui
telepon. Petugas farmasi menuliskan obat pengganti, tanggal, jam komunikasi,
dan nama dokter yang memberikan persetujuan, dicatat pada lembar resep atau
dalam sistem informasi farmasi.
7. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh petugas lain selain petugas
farmasi.
8. Petugas yang menyiapkan obat steril harus mendapatkan pelatihan Teknik Aseptik.
9. Petugas yang menyiapkan radiofarmasi harus di bawah supervisi Apoteker atau
tenaga terlatih.
10. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inap diberlakukan sistem
dosis unit dan untuk pasien rawat jalan diberlakukan sistem resep individual.
Sistem dosis unit adalah penyiapan obat yang dikemas untuk satu kali pemakaian.
Sistem resep individual adalah penyiapan obat yang dikemas sesuai permintaan
jumlah yang tercantum di resep.
11. Setiap obat yang telah disiapkan harus diberi label sesuai Instruksi Kerja
Pembuatan Etiket.
IX. Pemberian
1. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah dokter atau perawat yang
sudah memiliki kompetensi dan mempunyai surat izin praktik atau surat izin kerja
di Rumah Sakit BaliMéd Karangasem.
2. Pemberian obat ke pasien harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional
Pemberian Obat.
3. Pada pemberian obat secara infus, label nama obat ditempelkan pada botol infus
atau syringe pump. Apabila obat yang diberikan lebih dari satu, maka label nama
obat ditempelkan pada setiap syringe pump dan di setiap ujung jalur selang.
4. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi oleh perawat/dokter
mengenai kesesuaiannya dengan resep/instruksi pengobatan meliputi: nama obat,
waktu dan frekuensi pemberian, dosis, rute pemberian dan identitas pasien.
5. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harus dipastikan mutunya baik
dengan diperiksa secara visual.
6. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan kontraindikasi dengan obat
yang akan diberikan.
7. Obat yang tergolong obat High Alert harus diperiksa kembali oleh perawat kedua
sebelum diberikan kepada pasien.
8. Pemberian obat harus dicatat di Lembar Pemberian Obat sesuai Standar
Prosedur Operasional Pemberian Obat.
9. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harus mendapatkan edukasi terlebih
dahulu dan dipantau oleh perawat.
10. Jika terjadi kesalahan dalam penggunaan perbekalan farmasi, termasuk
kehilangan, maka konsekuensi finansial menjadi tanggung jawab pihak yang
bersalah.
X. Pemantauan
1. Pemantauan efek terapi dan efek yang tidak diharapkan dari obat harus dilakukan
pada setiap pasien.
2. Panitia Farmasi dan Terapi di tingkat SMF bertugas memantau efek samping obat.
3. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru yang
masuk Formularium Rumah Sakit BaliMéd Karangasem dan obat yang terbukti
dalam literatur menimbulkan efek samping serius.
4. Pemantauan efek samping obat perlu didokumentasikan dalam Formulir
Pelaporan Efek Samping Obat dan dicatat dalam rekam medik.
5. Efek samping yang harus dilaporkan ke Panitia Farmasi Terapi adalah yang berat,
fatal, meninggalkan gejala sisa sesuai Standar Prosedur Operasional
Pemantauan Efek Samping Obat.
6. Pemantauan dan Pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Panitia
Farmasi dan Terapi Rumah Sakit BaliMéd Karangasem.
7. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah dokter,
perawat, apoteker di ruang rawat / Poliklinik
8. Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit BaliMéd Karangasem melaporkan hasil
evaluasi pemantauan ESO kepada Kepala Divisi Medik dan menyebarluaskannya
ke seluruh Unit Pelayanan di Rumah Sakit BaliMéd Karangasem sebagai umpan
balik/edukasi.