Jurnal PendarPena Vol 2 Nomor 07 Maret 2
Jurnal PendarPena Vol 2 Nomor 07 Maret 2
Penerbit PendarPena
Penanggung Jawab Dewan Redaksi
Pemimpin Umum Sulaiman Harahap
redaksional
Pemimpin Redaksi Berto Tukan
Redaksi Oscar Ferry, Hendra Kaprisma, Mufti-Ali-Sholih
Reporter Hedwi Prihatmoko, Rachman C. Muchlas
Sekretaris Redaksi Tia Septian
Editor David Laurens
10 Hendak Jadi Apa Kau Mahasiswa
Laporan Utama hasil penelitian lapangan dan kepus-
takaan tim Reporter PendarPena.
kreatif
Penata Grais & Letak Tri Haptiko Sukarso ANOM ASTIKA
Ilustrator Rizqi M. Apriliana, Yovantra Arief
6 Tulisan Utama berjudul Mahasiswa “Yang
Berlawan”Demi Perlawanan
COMI AZIZ
18 Artikel berjudul “Pop Melayu: Hegemoni Media Massa
PendarPena dalam Ranah Musik Populer di Indonesia”.
PendarPena
negeri ini. Maka, sumbangan tulisan, pemikiran, ilustrasi, puisi dan foto
berusaha memajukan kehidupan budaya dan intelektual di
PendarPena
lisan yang masuk, tanpa merubah esensi isinya.
Redaksi berhak merubah judul dan menyunting setiap tu-
Kulit Muka oleh:
Yovantra Arief
PendarPena 3
pembuka kalam
MEMBICARAKAN
KITA
PendarPena akhirnya bisa diterbitkan lagi. Bukan sebuah pekerjaan
yang gampang, melawan kemalasan diri itu. Kami tak pernah mau
mengklaim bahwa di sana pembaca menanti kami dengan penuh
rindu, tetapi mungkin kami hidup dalam bayang-bayang sendiri bahwa
pembaca butuh kami untuk sebuah alternatif dari begitu banyak ta-
waran di luar sana; dan kami menambah pusing kepala anda dengan
sebuah tawaran baru ini.
Edisi ini kami coba mengangkat tema Apa dan Siapa Maha-
siswa. Tema ini merupakan sisi sedikit akademis dari curhatan-curha-
tan lepas sedikit serius dari kami. Membicarakan mahasiswa adalah
membicarakan diri kami sendiri, diri anda, dan diri generasi yang akan
serta menyinggung generasi lalu.
Selain tema “releksi diri”, kali ini PendarPena pun tampil de-
gan sedikit perbedaan dari kali lalu. Kini kami menghadirkan beberapa
rubrik baru seperti laporan utama, apa kata mereka, komunitas, dan
sepintas. Selain sebagai uji coba, rubrik-rubrik baru ini terasa penting
dihadirkan karena memang derap langkah di luar sana berlari begitu
cepat dan untuk bisa melihatnya dengan lebih baik, dengan rubrik-ru-
brik yang lalu dirasa belum mencukupi.
Apa dan Siapa Mahasiswa jelas adalah sebuah upaya men-
gupas identitas diri mahasiswa. Pada laporan utama, tim reportase
berusaha meramu data pustaka serta data lapangan dan teori-teori
serta releksi mereka sebagai mahasiswa dalam tajuk Hendak Jadi
Apa Kau Mahasiswa? Rubrik tulisan utama muncul dengan dua tulisan
dari tema. Pertama, tulisan Anom Astika; Mahasiswa ‘yang Berlawan’
Demi Perlawanan. Dalam tulisan yang bergaya surat-menyurat ini,
penulis memaparkan seperti apa gerakan berlawan di kalangan ma-
hasiswa Indonesia, dan bagaimana mahasiswa Indonesia memuncul-
kan pengetahuannya untuk melawan. Christian Rhaditya Kusumabrata
mengangkat sejarah hubungan mahasiswa dengan institusi militer da-
lam ‘Kawin Cerai’ Mahasiswa dan Institusi Militer. Dalam tulisan sing-
katnya, Rhadit menunjukkan data-data sejarah tentang perjalanan
hubungan militer dan mahasiswa.
Tentu masih banyak yang diajukan PendarPena di sini untuk
pembaca. Tentu pula terlalu ambisius untuk mengutarakannya satu
persatu di sini; selain karena seperti menggurui pembaca, tetapi juga
karena kekurangan space. Bahasa klise terbitan baru dengan tanda
kurung (mahasiswa) pun rasanya patut diucapkan di sini; kami belum-
lah sempurna, kritikan dan masukan anda dibutuhkan untuk menyem-
purnakannya. Baiklah. Selamat membaca, semoga tergelitik untuk ber-
lawan. Sebuah kalimat dari François-Nöel Babeuf kami parafrasekan
dan sedikit kami reparasi di sini. “Mahasiswa harus ‘dibuat’ sedemikian
rupa sehingga nafsu manusia untuk menjadi lebih kaya, lebih bijak,
dan lebih berkuasa dari pada orang lain akan lenyap selamanya.”
Berto Tukan
4 PendarPena
kata pembaca
buah apel, durian, manggis, dan lain-lain di kampus Sastra tercinta ini.
mesin pencetak produk massal. Saya sempat merasa tidak akan ada lagi
PendarPena 5
tulisan utama
MAHASISWA
“YANG BERLAWAN”
DEMI PERLAWANAN Teks: Anom Astika
(Mahasiswa STF Driyarkara)
Yang Terhormat Kawan-kawan Mahasiswa dipengaruhi ideologi Komunis. Pihak birokrasi pemahaman bahwa “berkembangnya
Indonesia, pun mengancam akan memberhentikan perlawanan disebabkan karena kemampuan
mereka dengan tidak hormat dari perkuliahan. mahasiswa dalam membaca realitas sosial
Dua puluh tahun silam, sekumpulan mahasiswa Orang tua mahasiswa pun turut dipanggil dan menurut perspektif Marxisme.” Dengan kata
FISIP Universitas Airlangga, Surabaya, masing-masing dari mereka diberikan ceramah lain, mahasiswa bangkit melawan pada
melangsungkan demonstrasi dalam menanggapi Pancasila oleh pihak Universitas dan dibantu masa Orde Baru karena belajar teori Marxis.
pemberlakuan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) seorang perwira militer dari Badan Koordinasi Seandainya tidak mempelajarinya, maka tak
di kampus mereka. Program wajib bagi Perguruan Stabilitas Nasional-Daerah (Bakorstanasda). mungkin terdapat rangkaian aksi massa dan
Tinggi Negeri di Indonesia ini, dianggap mereka Akibatnya, kehidupan kritis akademik yang propaganda yang berarak menuju perlawanan
belum jelas arah dan tujuannya. Apabila ditujukan sudah tumbuh subur di FISIP UNAIR sejak besar pada 1998.
bagi penyelerasan hubungan antara kampus 1979 tiba-tiba seperti lenyap tanpa bekas dan
dan masyarakat, khususnya pedesaan—sebagai relasi sosial di antara mahasiswa sarat dengan Terus terang saja, jawaban seperti
praksis dari perguruan tinggi dalam menjawab kecurigaan penyusupan agen-agen komunis di ini seolah-olah menempatkan mahasiswa
problema sosial, ekonomi, politik, dan budaya kalangan mahasiswa. sebagai ‘pasukan pembasmi rayap’ yang
masyarakat—sudah berkali-kali berbagai aktivitas baru turun dari negeri antah-berantah, setelah
Kawan-kawan Mahasiswa yang terhormat, meminum ‘jamu’ ramuan Mbah Jenggot
(plesetan untuk igur Karl Marx) dan yang
formal maupun informal diselenggarakan FISIP
UNAIR. Baik diselenggarakan Senat Mahasiswa Cerita di muka hanyalah sekelumit dari banyak
FISIP melalui kegiatan Bakti Sosial selama cerita tentang derap perlawanan mahasiswa di dengan demikian mampu menyelesaikan
seminggu setiap tahunnya di berbagai desa di Surabaya masa Orde Baru. Bila dibandingkan problema di masyarakat. Menariknya,
Jawa Timur, ataupun Praktek Kuliah Lapangan dengan perlawanan mahasiswa 1998 atau ketika terjadi pergantian generasi, ketika
(PKL) yang merupakan syarat setiap perkuliahan kisah perlawanan mahasiswa di berbagai banyak dari aktivis mahasiswa masa Orde
wajib. Semuanya berupaya menjawab problem kota besar lainnya, cerita di muka tak lebih Baru tidak lagi terlibat dalam diskursus
masyarakat melalui disiplin ilmu yang dipelajari. dari onggokan sampah tak berparas. Namun Marxisme, lalu mereka memberikan penilaian
Lebih-lebih, mahasiswa kemudian dipungut biaya problem yang hendak diajukan dalam tulisan ini tentang mundurnya perkembangan aktivitas
seratusribu rupiah per kepala untuk turut dalam bukanlah sebatas banding-membandingkan, perlawanan mahasiswa pada masa kini.
program itu, di luar biaya SPP tiap semester. Akan melainkan mengajukan pertanyaan sederhana: Pada masa kini, menyusun pemikiran tentang
tetapi, argumentasi yang diajukan mahasiswa “Bagaimana Merumuskan Pemikiran tentang ‘yang berlawan’ lebih sulit karena banyak
dianggap sepi oleh birokrasi kampus. Alhasil, ‘Yang Berlawan’, dan Bagaimana Pemikiran musuh yang dihadapi. Berbeda pada masa
KKN tetap dilaksanakan dan mimbar bebas pun ‘Yang Berlawan’ itu Dapat Dikembangkan Orde Baru, yang lebih mudah karena musuh
sebagai Prasyarat untuk Membangun yang dihadapi hanya Presiden Soeharto.
Perlawanan?”
tak terelakkan digelar mahasiswa sebagai bentuk
protes dan kritik terhadap kebijakan universitas. Loh?! Lalu bagaimana dengan kemampuan
membaca realitas melalui perspektif
Reaksi pihak birokrasi kampus sungguh Problematika ini menjadi penting, Marxisme? Yang jelas Marx tidak pernah
luar biasa. Mereka memanggil para mahasiswa mengingat jawaban para aktivis mahasiswa memulai pemikirannya dengan berhitung
penggerak demonstrasi dan menuduh mereka masa Orde Baru selalu berpegang pada siapa dan berapa banyak musuh yang
6 PendarPena
tulisan utama
dihadapi. Tetapi ia memulai dengan posisi kritik historis logika sistemik selalu digenggam kelas Kalau pun ada yang masih menyetujui deinisi
terhadap gagasan dominan yang berpengaruh berkuasa dan dijalankan dari generasi ke seperti di muka, maka pantaslah ia atau mereka
terhadap pembentukan struktur sosial, ekonomi, generasi sampai ke bentuknya paling mutakhir, masuk dalam jajaran aparat penghancur
politik dan budaya, dan yang melindas kehidupan yaitu kapitalisme. epistemologi Marxis. Mengapa demikian,
dan penghidupan masyarakat, yaitu kapitalisme. karena ketika Marx berbicara tentang kelas
Artinya, problem kapitalisme belum berhasil Problematikanya, logika sistemik itu buruh sebagai soko guru revolusi bukan
sepenuhnya ditaklukkan para aktivis mahasiswa tidak pernah tampak nyata cemerlang. Maka berarti sama dengan kaum buruh yang diajari
Orde Baru—dan di dalam beberapa kasus siasat perlu diselidiki terus-menerus. Ketika seseorang membaca selebaran mahasiswa dan kemudian
politik kapitalisme untuk berkuasa dijadikan bagian sudah mulai bertanya, mendiskusikan dengan melakukan pemogokan di pabrik. Melainkan
dari ideologi perjuangan dengan tidak membuat teman-temannya, meneliti berbagai hal yang kelas buruh yang mampu melahirkan gagasan
posisi kritik secara konsisten terhadap politik tampak seragam dan sedap dipandang mata perlawanan. Di sini kelas buruh sebagai basis
elektoral—tapi persoalan lalu dipindahkan ke di alam kapitalisme, disitulah ia sudah mulai
ranah konsultasi kejiwaan dan pelatihan isik agar
produksi pengetahuan sosialisme dibantu
melakukan perlawanan; mengambil posisi kelas terpelajar; mahasiswa. Kelas borjuis
dapat mengobati kegamangan personal di tengah kritik. Aksi massa, pembangunan organisasi, dalam kacamata pemikiran Marx bukan
perubahan situasi masa Reformasi. Tak terlalu penyebarluasan selebaran, pembuatan hanya tidak mampu mendeinisikan dirinya
jelas juga bagian mana dari pemikiran Marx yang statement, pemogokan, dan sebagainya, sebagai pengubah gagasan perlawanan
dibaca sungguh-sungguh, atau mungkin sekedar semuanya adalah konsekuensi logis dari terhadap feodalisme, tetapi juga tidak
‘denger-denger’ ucapan senior lalu disuarakan proses epistemologi perlawanan. mampu menjadi basis produksi pengetahuan.
ulang, jadilah Marxis sejati. Segala macam bentuk pengetahuan yang
Perlawanan pada dasarnya berpijak dihasilkan kapitalisme selalu berfungsi
Jawaban selanjutnya lebih serupa pada kesadaran kolektif merumuskan dan sebagai penghancur pengetahuan lain. Ilusif
konsekuensi logis dari jawaban pertama memperjuangkan gagasan yang telah dan tidak memiliki keberlanjutan maupun
sehubungan dengan topik prasyarat membangun dirumuskan sebagai posisi kritik terhadap yang kebertahanan. Persis sebagaimana hancurnya
perlawanan sebagaimana termaktub dalam dilawan. Banyak dari aktivitas aksi massa yang tradisi membaca, menulis, berbicara,
pertanyaan di muka. Bunyinya: “Apa yang berlangsung baik masa Orde Baru maupun dan mendengarkan di kalangan anak-
diperlukan bagi perlawanan terhadap kapitalisme Reformasi belum berhasil meletakkan posisi anak seiring pesatnya laju perkembangan
di dalam banyak hal adalah propaganda meluas kritik tersebut. Oleh karenanya, belum dapat komputer, perangkat komunikasi elektronik,
hingga ke basis-basis masyarakat, dan karenanya diselidiki lebih jauh apakah terdapat saling dan permainan elektronik. Puisi pun kian
dapat dianggap sebagai pencapaian kualitatif keterkaitan di antara rangkaian perlawanan lenyap dicerai-beraikan kacamata biner para
apabila aktivitas perlawanan yang dilancarkan yang dilakukan mahasiswa masa Orde Baru ‘pendusta dunia’.
mahasiswa berkemampuan menggalang partisipasi sampai dengan rangkaian perlawanan 1998
kaum buruh dan tani.” Jawaban ini sungguh dan Reformasi. Terlebih krusial lagi, apakah Berbicara tentang basis produksi
menyimpang dari epistemologi Marxis. Mengapa terdapat keberlanjutan dari semua perlawanan pengetahuan ‘yang berlawan’ adalah berbicara
karena di dalam berbagai tulisannya, Marx belum tersebut. Posisi kritik di sini lebih serupa tentang keberlanjutan perlawanan. Berbicara
sekali pun menulis tentang kemampuan individu, gagasan dasar yang melandasi praktek- dengan ibu-ibu di kampung tentang bagaimana
atau pun kelas sosial sebagai pokok-pokok dari praktek perlawanan yang kerap kurang dapat
diidentiikasi jelas. Bahwa terdapat gagasan
menjaga kebersihan dan kesehatan adalah
penyebarluasan gagasan tentang perlawanan langkah awal perlawanan. Berlatih membaca-
(cf. Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte). humanisme, marxisme, perlawanan terhadap menulis bersama anak-anak di perkampungan
Lenin sekali pun, di dalam perspektif Marxis ketidakadilan sudah pasti jelas ada. Tetapi buruh adalah contoh praktek perlawanan.
Rusia, tidak meletakkan rumus-rumus tentang bagaimana beragam gagasan itu dirumuskan Berdemonstrasi bersama warga kampung
apa yang diperlukan bagi perlawanan terhadap sebagai posisi kritik dan menuangkannya dalam demi penurunan harga bahan pangan pokok
kapitalisme, melainkan lebih pada persoalan peringkat praktik belum ketahuan rimbanya. adalah diskursus perlawanan. Karenanya,
bagaimana berpikir tentang perlawanan terhadap ‘perlawanan’ dan ‘yang berlawan’ adalah
kapitalisme (cf. What Is To Be Done, Where to Kawan-kawan mahasiswa yang terhormat, dua hal sentral demi tumbuh-kembangnya
Begin). Alat-alat propaganda seperti selebaran, Hal ‘yang berlawan’ bukanlah persoalan
pamlet, suratkabar, maupun organisasi bukanlah
kesadaran politik yang massif.
menjadi. Ia bukanlah tujuan dari perlawanan.
soal apa yang diperlukan bagi perlawanan tetapi Bukan pula gelar bagi pelaku aksi massa
itu merupakan sarana paling mungkin diciptakan dan mempelajari teori-teori Marxis. Ia bukan
juga deinisi sektoral tentang siapa dan atau
Demikianlah kawan-kawan sekalian, semoga
pada periode menuju Revolusi Rusia. Boleh esok hari tiada lagi harap akan hadirnya
jadi yang diperlukan pada saat ini adalah SMS, kelas sosial mana, yang pantas masuk surga sesuatu yang harus dilawan. Karena yang
Blackberry, Facebook, dan Email sebagai sarana sosialisme dengan syarat-syarat jihad tertentu. berlawan tak henti.
propaganda, tetapi bagaimana kemudian rumusan
tentang perlawanan?
PendarPena 7
tulisan utama
MAHASISWA
DAN
INSTITUSI
MILITER
Teks: Christian Rhaditya Kusumabrata
Mahasiswa S1 Ilmu Sejarah FIB UI 2005
8 PendarPena
Peran perdana Menwa di kampus tulisan utama
berdasarkan Skep Menteri Keamanan
Nasional No. Mi/0307/1961, 30 Desember
1961 tentang latihan kemiliteran di perguruan
tinggi. Lalu, Pada 1963 dikeluarkanlah SKB
Menteri Perguruan Tinggi Ilmu Pengetahuan
(PTIP) dan Wanpa Hankam No. M/A/20/1963
tentang Wajib Latih Mahasiswa (WALAWA) peninjauan kembali dan menghasilkan SKB
dan pembentukan Resimen Mahasiswa. yang diperbarui. Inti dari revisi tersebut
Dua tahun kemudian, keluar pula SKB menyangkut tiga hal, yakni Pertama, Menwa
antara Menko Hankam dan Menteri PTIP secara tegas dinyatakan sebagai rakyat
No. M/A/165/1965 dan No. 2/PTP/1965 terlatih yang tanggungjawab pembinaan
tentang Organisasi dan prosedur Resimen dan pendidikannya di pegang Menhankam.
Mahasiswa. Kedua, Pembinaan Menwa di setiap
perguruan tinggi dalam hubungan dengan
Di awal Orde Baru, WALAWA kegiatan perguruan tinggi, menjadi tanggung
ditingkatkan menjadi pendidikan perwira jawab Mendikbud. Sedangkan pembinaan
cadangan berdasarkan SKB Menteri Menwa dalam hubungan dengan UKM (Unit
Pendidikan dan Kebudayaan bersama Kegiatan Mahasiswa) di perguruan tinggi
Menhankam/Pangab No. 0228/U/1973 dan menjadi tanggungjawab rektor. Dan Ketiga,
PEP/B/21/73 8 Desember 1973 tentang mengenai pembinaan teknis-administratif,
penyelenggaraan Pendidikan Kewiraan dan menjadi tanggungjawab Mendagri dalam
Pendidikan Perwira Cadangan Perguruan rangka pelaksanaan perlindungan massa
Tinggi. Lalu, pada 11 November 1975, dan pelaksanaan fungsi ketertiban umum
dikeluarkanlah SKB tiga menteri tentang serta perlindungan rakyat.
pembinaan organisasi Resimen Mahasiswa
dalam rangka mengikutsertakan rakyat dalam Ternyata setelah revisi SKB
pembelaan negara yang termuat dalam SKB 1994 berlaku masih banyak pula terjadi
Menhankam, Pangab, Mendikbud, Mendagri kekerasan yang melibatkan anggota
No.Kep/39/XI/1975, 0246a/U/1975, Menwa dan hubungan yang tidak harmonis
247/A/1975,11 November 1975. antara Menwa dan mahasiswa umum.
Tuntutan pembubaran Menwa bergulir.
‘Perceraian’ Resimen Mahasiswa dan Tututan tersebut semakin marak tatkala
Militer Reformasi tiba di mana para demonstran
Sejurus waktu, karena ‘kemesraan’nya mahasiswa dalam satu tuntutannya,
dengan Militer Angkatan Darat, Menwa dinilai yakni Bubarkan Dwifungsi ABRI. Tuntutan
sebagai organisasi kemahasiswaan yang tersebut berdampak domino terhadap
militeristik dan disangkutpautkan dengan semakin maraknya pembubaran Menwa.
hal-hal berbau kekerasan. Pandangan ini Karena dinilai Menwa adalah ‘anak didik’
menimbulkan sikap tidak bersahabat dari ABRI. Maka mulai saat itulah Menwa
mahasiswa umum. Berikut adalah beberapa dikritisi kembali keberadaannya bahkan
peristiwa yang menggambarkan kekerasan semangat membubarkan Menwa terjadi
di lingkaran anggota Menwa dan bentuk bukan hanya di kalangan mahasiswa tetapi
ketidakharmonisan antara Menwa dan juga di masyarakat. Lalu, pada April 2000,
mahasiswa umum di berbagai perguruan terjadi penganiayaan terhadap seorang
tinggi, seperti pengeroyokan terhadap tiga mahasiswa Fakultas Dakwah Institut
anggota Menwa di Padang oleh sekelompok Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo,
mahasiswa (September 1992), peledakan Semarang, oleh anggota Menwa. Kejadian
bom Molotov di Markas Menwa ITB, tersebut langsung mendapat protes keras
Bandung dan Universitas Nasional, Jakarta dari ratusan mahasiswa IAIN dan menuntut
(Juni 1993), kerusuhan antara Menwa rektor IAIN membubarkan Menwa. Tuntutan
Universitas Riau dengan wartawan lokal ini juga mendapat dukungan dari anggota
(Juli 1993) dan di Universitas Pattimura, DPRD Jawa Tengah. Mahasiswa IAIN
Ambon (1991), pemukulan oleh anggota Walisongo Semarang memutuskan menolak
Menwa di depan kampus universitas Katolik keberadaan Menwa di kampusnya. Mereka
Soegipranata, Semarang, dan di Universitas kemudian meminta pemerintah segera
Diponegoro (Undip), Semarang terhadap mencabut SKB 1994.
aktivis koran kampus setempat (Agustus
1993), hingga soal pengeroyokan oleh Kemudian, pada 26 Juli 2000,
Menwa Universitas 17 Agustus, Surabaya Dirjen Sumdaman dari Departemen
dan Universitas Brawijaya, Malang terhadap Pertahanan mengeluarkan Surat Telegram
Panitia Organisasi Pengenalan Kampus. No: ST/06/2000 berisi pemberitahuan
kepada seluruh Panglima Kodam tentang
Berdasarkan serangkaian ‘tinta pembinaan dan pemberdayaan Menwa.
merah’ sejarah Menwa tersebut, maka pada Lalu, pada 11 Oktober 2000 keluarlah Surat
awal Oktober 1994, Mendikbud Wardiman Keputusan Bersama Menteri Pertahanan,
Djoyonegoro di depan rapat kerja dengan Menteri Penelidikan Nasional, dan Menteri
Komisi IX DPR mengakui bahwa banyak Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
anggota Menwa over-acting. Beberapa Republik Indonesia No: KB/14/M/X/2000,
anggota DPR kemudian ada yang meminta 6/U/KB/2000, dan 39A 2000, tentang
peninjauan kembali keberadaan Menwa. Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen
Lalu pada 28 Desember 1994 diadakan Mahasiswa. Dirjen Dikti menjelaskan
bahwa Menwa tidak bubar melainkan diatur
kembali statusnya sebagai UKM yang
pembinaannya diserahkan kepada masing-
masing perguruan tinggi***
PendarPena 9
laporan utama
HENDAK
JADI
APA
KAU
MAHASISWA
Pandangan Terhadap Pemuda.
“....Masa yang akan datang kewajibanmu-lah… “
10 PendarPena
laporan utama
PendarPena 11
soal terdapatnya semacam aristokrasi yang untuk
sebagian kalangan merupakan aristokrasi dari mereka
pada waktu yang sama untuk mencapai suatu sukses;
tapi untuk bagian kecil aristokrasi itu juga didukung
suatu jaringan khas antara macam-macam lembaga.
sosial masyarakat ke arah sistem lebih kompleks. Bila seseorang lulus dari suatu lembaga yang
Kondisi ini membutuhkan pemenuhan kebutuhan terkenal karena prestasinya, maka fakta ini sudah
intelektual yang tidak hanya bersifat ‘hakiki’ tetapi juga cukup untuk membuka semua pintu dan memberinya
bersifat sementara di dalam pengisian tugas-tugas suatu tingkat prioritas. Banyak alasan mahasiswa
yang berperan fungsional. Sejalan dengan pemikiran memilih memasuki perguruan tinggi tertentu karena
Dick Hartoko, di sini institusi pendidikan berperan mempertimbangkan faktor aristokrasi Edward Shils
signiikan sebagai salah satu wadah pembentukan ini. Menurut mereka, lembaga pendidikan tinggi yang
pribadi pemuda menjadi kaum intelektual. Institusi mereka masuki telah memiliki nama, gengsi yang
pendidikan menciptakan iklim kondusif bagi kaum tinggi dan ketika mereka mampu menyelesaikan studi
muda ‘terpilih’ untuk mengembangkan bakat dan minat di lembaga pendidikan tinggi tersebut, mereka akan
intelektualnya. Kalau pun di dalam diri generasi muda menganggap dirinya lebih mendapatkan prioritas
tersebut tidak terdapat minat intelektual, seyogianya dibandingkan lulusan tempat lain.
kaum pendidik dapat menumbuhkannya dengan tetap
Bagi individu yang meminati ilmu tertentu
secara spesiik berdasarkan minat dan bakatnya
mempertahankan perannya sebagai fasilitator.
Di sini kita tidak serta-merta melakukan ataupun tidak, pada perguruan tinggi tertentu akan
dikotomisasi antara kaum intelektual yang berperan diaplikasikan ke mana kegiatan intelektualnya.
fungsional dengan kaum intelektual yang berperan Sebagian besar mahasiswa mengorientasikan
cendekiawan. Ketika masih dalam fase generasi muda tujuannya lebih ke profesi-profesi yang menjalankan
dan ruang kesebayaan, dengan kata lain generasi peran-peran fungsional di dalam struktur sosial
muda belum memasukkan perannya ke dalam suatu masyarakat. Walau pun begitu, masih terdapat
bentuk struktur sosial tertentu. Mereka masih memiliki kepercayaan di kalangan mahasiswa bahwa tidak
kebebasan dalam memerankan peran intelektualnya di tertutup kemungkinan akan munculnya kaum-kaum
dalam institusi pendidikan. Ketika mereka telah keluar cendekiawan di antara mereka, meskipun hanya
dari institusi pendidikan tersebut dan terjun ke dalam segelintir individu. Kita tidak dapat membenarkan
struktur sosial masyarakat, semua kembali kepada
pilihan masing-masing. Setiap peran yang dijalankan
memiliki fungsinya masing-masing, dan masing-
masing peran dapat saja saling mendukung atau saling
menentang, atau malah saling melepaskan diri dari
struktur yang nantinya berlaku.
12 PendarPena
“Berdasarkan penelusuran lapangan
yang dilakukan PendarPena di tiga
perguruan tinggi (UI, UNAS, IISIP),
peminatan ilmu karena beberapa
faktor, ada yang karena minat prib-
adi, ada karena dorongan dari pihak
orang tua atau keluarga, terlepas dari
apakah mahasiswa tersebut memang
berminat atau tidak, dan ada juga
karena mengikuti jejak orang tua.”
PendarPena 13
artikel
NONGKRONG
SEBUAH PERJUANGAN & KONTEMPLASI
Teks: Muchamad Sidik
Apa itu “nongkrong”? Penulis Henri Lefebvre, dalam The Production of oleh karenanya, nongkrong bersifat arbitrarily
menemukan kata ’nongkrong’ sebagai kata Space (1991) mengemukakan bahwa ruang networked. Sebuah tempat menjelma
unik karena dalam telusur pustakanya, penulis sosial adalah produk sosial sehingga dapat menjadi tongkrongan karena kesepakatan
kesulitan menemukan deinisinya. Konsep mencerminkan keadaan sosial, ekonomi dan sosial (arbitrer) yang ditentukan jaringannya.
mentalnya jelas, akan tetapi sulit disuratkan politik masyarakatnya. Sebagai produk sosial, Terdapat dilema dalam kesepakatan sosial
ke dalam deinisi utuh. Di kampung tempat ruang kerap dijadikan sebagai alat kontrol, tersebut. Di satu sisi, tongkrongan adalah
penulis tinggal, “nongkrong” adalah duduk dominasi dan kekuasaan (Lefebvre, 1991: ruang publik yang menitikberatkan aspek legal
jongkok, yang sangat ditabukan bagi anak 26). Sedangkan di sisi lain, ruang juga dapat access to all persons. Di sisi lain, kesepakatan
perempuan karena dianggap mengumbar digunakan sebagai media penentangan, sosial yang membentuk tongkrongan adalah
aurat. Sekarang (entah sejak kapan), kata subversi dan perlawanan politik. Perjuangan common sense dari sebuah jaringan,
“nongkrong” mengalami pergeseran makna. ruang adalah perjuangan memperebutkan
teritorial; isik dan simbolik (Piliang dalam
sehingga terbentuklah jaringan-jaringan
“Nongkrong” merupakan model dari cara sosial yang tersegmentasi dan terprivatisasi,
bersosialisasi. Padanannya antara lain Ibrahim, 2004: 326). populernya disebutan komunitas. Pada
“kongkow”, “hang-out”, “ngumpul”, dan konteks ini, muncullah wacana ruang privat.
mungkin masih banyak lagi. Aktivitas masyarakat modern Amster (2004) menyatakan bahwa ruang
penuh kompetisi dan pencarian status sosial privat, “…creates a sense of ownership
Namun di sini penulis akan yang membawa kita ke dalam segmentasi which thereby creates an environment
dan dimensi ruang yang membuat kita lelah;
lelah dari dominasi wacana politis spesiik.
menggarisbawahi beberapa hal, (i) where the appearance of strangers and
“nongkrong” adalah aktivitas isik dan intruders stands out” (hlm 69). Dengan
kognitif, (ii) “nongkrong” adalah sebuah Tongkrongan tidak lain merupakan simbol kata lain, ruang privat merepresentasikan
aktivitas sosial dan (iii) membutuhkan ruang resistensi terhadap dominasi yang terjadi ‘ownership’ serta mengeliminasi ’strangers’
di ruang-ruang sosial. Di tongkrongan, “all
persons” dapat menyuarakan eksistensinya
dan waktu (luang). Dalam konteks-konteks dan ’intruders’. Meskipun demikian, tidak
tersebut, penulis tidak akan mengkaji semua tempat tongkrongan bersifat tertutup
dikotomi baik-buruk atau benar-salah dari secara adil tanpa ada wacana segmentasi dan eksklusif. Akan tetapi, masing-masing
kegiatan “nongkrong”. Tulisan ini bersifat sosial (status sosial, ras, gender, agama, dan tempat tongkrongan memiliki ciri khas yang
memaparkan (deskriptif) “nongkrong” sebagainya). Sederhananya, tongkrongan merepresentasikan komunitas-komunitas
sebagai fenomena budaya populer yang digunakan sebagai ruang membentuk yang menempatinya
membantu lahirnya industri baru, komunitas organisasi sosial baru tanpa dominasi atau .
produktif (dan konsumtif) serta transformasi otoritas tertentu. Siklus perjuangan ruang pun
sosial. Tulisan yang bersifat pemaparan kembali bergulir akibat munculnya kembali
Akan tetapi, layaknya kata
“nongkrong” yang mengalami pergeseran
ini didasari pengamatan umum terhadap dimensi privatisasi ruang yang mengeliminasi
budaya “nongkrong” dan tidak memiliki
makna, “tongkrongan” juga mengalami hal
strangers atau intruders. Komunitas-
korpus penelitian spesiik. komunitas yang terbentuk memiliki
Nongkrong Adalah Perjuangan Ruang. serupa. Nongkrong adalah aktivitas sosial, tongkrongannya masing-masing dengan
14 PendarPena
artikel
PendarPena 15
omongomong
Ketika
Mahasiswa
Berhumor
Teks & Wawancara : Oscar Ferry, Hedwi Prihatmoko.
PP (PendarPena): Dalam buku yang bernuansa SARA. Apakah punya fungsi sebagai alat protes, alat
Humor Asli Mahasiswa yang dihimpun humor atau anekdot yang bernuansa proyeksi sosial atau alat pelampiasan
James Danandjaja terekam bahwa demikian mampu mengurangi bahkan angan-angan terpendam. Pada abad
mahasiswa itu memiliki jenis humor menghilangkan batas-batas kedaerahan 18, di China sudah berbuat banyak
tersendiri dengan berciri cerdas, usil, dan berujung tawa belaka tanpa mengenai naskah folklor nasional.
bahkan porno. Bagaimana menurut menyisakan sensitiitas tertentu? Semua itu digunakan untuk bercermin,
bapak mengenai humor mahasiswa? HT: Ya, karena mahasiswa adalah kaum bagaimana penilaian rakyat terhadap
HT (Hilarius Taryanto): Pertama, buku intelektual, maka lebih bisa meredam pemerintah. Bahkan gaya pemerintahan
itu awalnya hanyalah himpunan tugas emosi dan bisa lebih menerima. pun dapat berubah hanya gara-gara
mahasiswa pada matakuliah folklor. Biasanya, humor jenis itu sudah folklor. Nah, di Indonesia sejak dekade
Lalu dengan dalih eisiensi, humor itu stereotipe bahkan sudah label yang 70-an sampai saat ini belum berhasil
dikumpulkan di antara teman-teman. Di menempel. Humor jenis ini memang menilai pentingnya folklor. Andaikan
sini mahasiswa berperan sebagai folk-nya, bisa muncul untuk mengeluarkan unek- sejak masa Soeharto itu sadar benar
sebagai komunitas, sebagai kelompok unek, tapi mahasiswa itu bersifat isoterik, dan mengumpulkan folklor, maka akan
orang yang memiliki, memproduksi, bukan eksoterik. Isoteriknya ada dua, sudah terkumpul banyak sekali dan
menyiarkan, dan menyebarluaskan lore- di kalangan akademik, sehingga kecil dapat jadi cermin bagi pemerintah.
nya, yakni tradisi, lelucon, atau anekdot. kemungkinannya untuk marah, dan Humor yang seperti ini bersifat kritik.
Apa yang menjadi pikiran, unek-unek isoterik kedua, biasanya lelucon atau Dan kebanyakan memang dari
hati mahasiswa itulah yang dimunculkan. anekdot yang SARA itu dibicarakan mahasiswa, tapi adapula sedikit dari luar.
Kemunculan humor tersebut dapat ketika orang yang berkenaan itu tidak Humor mahasiswa yang bersifat kritik
bernuansa politik, SARA bahkan porno. ada. Kecuali eksoterik, eksoterik terhadap Orde Baru biasanya bertopik
Sebenarnya yang dikatakan humor memang boleh siapa saja mendengar. seputar Soeharto, walau agak implisit
mahasiswa hanya karena kecenderungan Mahasiswa itu komunitas khusus, jadi pengutaraannya. Berbeda dengan masa
perhatian mereka, dan sementara kalau anda mengatakan mengurangi, kini, Reformasi, yang lebih terbuka.
persoalan-persoalan seperti itu juga ada menghilangkan sekat-sekat kedaerahan,
di luar lingkungan mahasiswa. Artinya ya...mungkin, mahasiswa menganggap PP: Dalam anekdot atau lelucon
humor di kalangan mahasiswa juga bisa ini lelucon belaka. Namun di luar sana terdapat beberapa sifat, misalnya
ada di pedagang, orang-orang terminal, dapat begitu berbeda tanggapannya. bersifat protes (politik) dan bernuansa
dsb. Jadi jikalau kita mengatakan humor SARA yang telah diutarakan di atas.
mahasiswa, bukan berarti murni berasal PP: Lalu bagaimana menurut Nah adapula jenis humor yang nyrempet
dari mahasiswa. Humor itu lore-nya, bapak mengenai lelucon soal seksualitas. Bagaimana pandangan
mahasiswa folk-nya, jadi hanya sekedar berbentuk protes dari mahasiswa? bapak terhadap jenis humor ini?
lore yang beredar di kalangan mahasiswa. HT: Si pencerita itu mewakili HT: Yang satu ini adalah humor segala
masyarakatnya. Nah, folklor yang abad, sepanjang manusia masih ada.
PP: Nah, berkaitan dengan humor berupa humor, lelucon atau anekdot itu Dalam konsep Freudian, yaitu Id. Id
16 PendarPena
omongomong
PendarPena 17
artikel
POP MELAYU
HEGEMONI MEDIA MASSA
DALAM RANAH MUSIK POPULER
DI INDONESIA
Teks: Comi Aziz
Berkisar tahun 2008 lalu, mulai bermunculan grup-grup musik pop Melayu terus dilahirkan perusahaan rekaman besar di
baru dengan warna seragam, yaitu pop Melayu. Mula-mula Indonesia.
Kangen Band, yang diambil Warner Music Indonesia. Setelah
itu, menyusul ST 12, Republik, Matta, Wali, Salju, Langit, Menurut Denny Sakrie, pengamat musik Indonesia, fenom-
Pudja, Vagetoz, Merpati, dan Hijau Daun. Grup-grup musik ena kecenderungan Melayu tersebut menciptakan kesan
yang kian mengandalkan satu lagu tenar dan seragam ini seolah-olah pop Melayu adalah potret musik Indonesia, pa-
kerap tampil di beberapa stasiun televisi swasta. Sejak dahal selain pop Melayu masih banyak genre musik lainnya
2008 hingga kini, program musik yang bertebaran di layar yang juga berkembang. Ketika genre pop Melayu mendapat
kaca ternyata sukses melesatkan genre musik ini, seperti respon positif dari masyarakat, industri dan media massa
Inbox (SCTV), Dahsyat (RCTI), Klik (ANTV), KissVaganza terdorong memenuhi tuntutan pasar. Pemutaran musik pop
(Indosiar), dan Derings (TransTV). Belum lagi penampilan Melayu dari televisi dan radio yang berulang-ulang mengaki-
mereka pada acara musik siaran langsung atau konser yang batkan masyarakat menjadi pendengar pasif karena didikte
ditayangkan. industri dan media massa. Sakrie menambahkan, fenom-
ena pop Melayu disebabkan adanya mental pengekor atau
Disinyalir, sejak 2008 dan sejalan fenomena di atas, terjadilah epigonistik yang kental dalam kultur masyarakat Indonesia.
penurunan kualitas musik pop pada industri musik populer Ketika ada sesuatu yang mencapai kesuksesan, tidak lama
Indonesia. Perusahaan rekaman musik besar seperti Warner akan muncul pengekornya. Demikian halnya dengan tema
dan Sony yang dikenal selektif memilih artisnya pun akhirnya lagu. Banyaknya penggunaan tema perselingkuhan dalam
memajukan grup-grup musik seperti Kangen Band (Warner penciptaan karya musik juga merupakan indikasi bagaimana
Musik Indonesia) dan Vagetoz (Sony BMG Indonesia). Hal masyarakat kita tidak bisa lepas dari kebiasaan mengekor,
ini disebabkan adanya pembajakan lagu secara digital yang
mengakibatkan penjualan album isik menurun sehingga
sehingga hal ini membuktikan adanya bentuk kreativitas
terhambat dan tidak sehat. Sehingga keseragaman dengan
perusahaan industri rekaman tersebut mengalami kesulitan penurunan kualitas bermusik sangat kuat mencengkeram
ekonomi. Warner mengincar kontrak dengan Kangen Band musik pop sejak 2008 hingga kini.
yang populer justru melalui lapak-lapak pembajakan di Su-
matera. Para perusahaan besar industri musik pun mengam- Arus utama yang dominan, pada suatu ketika akan men-
bil jalan pintas dengan mencari grup musik yang diminati capai titik jenuh di ‘telinga’ masyarakat. Hal ini mengaki-
masyarakat lalu membawanya ke dapur rekaman kemudian batkan munculnya perlawanan yang bertolak belakang
menjadikannya model untuk memproduksi grup-grup musik dengan kecenderungan utama industri musik. Contohnya
lain secara industri massal pada 1977, saat musik pop dianggap seragam, muncullah
lagu-lagu dari Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors, yang
Tanpa memandang kualitas, selera pasar dijadikan acuan kehadirannya seolah memberi nuansa musik baru dan
agar perusahaan rekaman besar terhindar dari kebangkrutan. segar. Menurut Wendi Putranto, editor majalah musik Roll-
Konsep musik pop Melayu modern yang ringan dan mudah ing Stone Indonesia, pada masa kini perlawanan terhadap
dicerna membuatnya dinilai sebagai musik yang kurang pop Melayu berasal dari jajaran perusahaan rekaman kecil,
berkelas. Meski pun sempat dicerca sebagian publik, tidak seperti yang dilakukan grup musik Efek Rumah Kaca dan
dapat dipungkiri bahwa lagu-lagu pop Melayu tersebut disu- karya musiknya. Denny Sakrie mengatakan bahwa salah
kai masyarakat luas. Reproduksi grup musik secara massal satu bentuk perlawanan muncul dari gerakan perusahaan
yang mengusung aliran tersebut menjadi terkenal, seperti rekaman kecil, seperti Aksara Records, Fastforward Re-
Vagetoz, Kangen Band, Wali, Matta, Repvblik, Angkasa, cords, Sinjitos, dan Nubuzz serta grup-grup musik Mocca,
Pudja, dan ST 12 yang sedang mengalami masa jaya di White Shoes & The Couples Company, Sore, The S.I.G.I.T,
industri musik Indonesia. Sampai saat ini, grup-grup musik dan Zeke & The Popo, dan lain sebagainya.
18 PendarPena
artikel
PendarPena 19
bukubuku
BERPIKIR
KRITIS
CARA
PERS
MAHASISWA
Teks: Mufti-Ali-Sholih
Kelemahan mendasar negara otoritarian dan tiranik Mengulas kondisi ini, Didik Supriyanto melalui
bukunya “Perlawanan Pers Mahasiswa: Protes
Sepanjang NKK/BKK” mencoba mengulas tentang
adalah ketidakmampuannya menjelaskan perlawa-
nan yang terjadi dalam tubuhnya. Negara tiranik,
seperti telah banyak kita ketahui, terlihat “bodoh” kondisi serta keberadaan Pers Mahasiswa yang
ketika menghadapi protes dan demonstrasi wargan- menjadi bagian dari gerakan civil society. Didik
ya. Berbeda dengan negara demokratis, cenderung menyatakan bahwa, gerakan civil society yang
mampu menjelaskan sebab-sebab dari perlawanan biasanya dikomandoi, dimotori dan digalang oleh
yang terjadi dalam masyarakatnya. Hal ini dimung- gerakan mahasiswa, cenderung menyebarkan
kinkan karena adanya reason yang mampu dijelas- ide serta gagasan yang mampu mempengaruhi
kan dalam setiap pengambilan keputusan. ruang-ruang sosial. Satu di antara gerakan civil
society yang melakukan tindakan seperti ini ada-
Negara tiranik nan otoriter pun cenderung menggu- lah Pers Mahasiswa. Pers Mahasiswa, dianggap
nakan kekuatan koersif dalam menanggulangi protes sebagai pemberi landasan konseptual terhadap
serta demonstrasi. Kenyataan ini mengindikasikan gerakan mahasiswa secara keseluruhan. Hal ini
karena Pers Mahasiswa mampu memberikan
“pemikiran alternatif” sebagai tandingan terhadap
adanya sesuatu yang keliru, yang sejatinya menjadi
borok yang makin membesar ketika terus dilakukan.
Di sisi lain, ketidakmampuan Negara dalam men- isu-isu ideologis yang diberikan oleh rezim dalam
Negara tiran sebagai alat untuk “me-ninabobo-
kan” masyarakat.
jelaskan reason dari setiap tindakannya ini, mengan-
tarkan tubuh suburnya gerakan civil society dalam
proses pemantauan terhadap kinerja Negara yang
dianggap salah. Pers mahasiswa, di sisi lain juga dianggap seba-
gai pembangkit dari kesadaran subjektif setiap
Gerakan civil society yang lahir dan berkembang mahasiswa dalam memahami dan menganalisa
dalam Negara tiran, biasanya merupakan sebuah kehidupan sosial politiknya dalam Negara, seh-
lembaga kontrol dan tandingan, yang bertugas ingga Pers Mahasiswa dianggap mampu mendor-
dalam memantau aktivitas serta kebijakan yang dit- ong mahasiswa untuk melakukan protes di dalam
erapkan oleh Negara. Namun, kondisi ini dianggap kampusnya maupun di jalanan. Akan tetapi, di
tidak benar oleh rezim dalam Negara tiran, karena samping sebagai pemberi landasan konseptual
posisi kontrol yang diambil oleh gerakan civil society, dan penumbuh kesadaran subjektif mahasiswa,
cenderung menuntut untuk menuju perubahan iklim Pers Mahasiswa juga berposisi sebagai lembaga
politik. Pada titik inilah gerakan civil society dianggap pengembangan kemampuan akademis. Ini dikar-
akan menjungkirbalikan kekuasaan yang dipegang enakan, isu yang disebarluaskannya merupakan
rezim otoriter. hasil dari penelitian-penelitian yang bersandar
20 PendarPena
bukubuku
INFORMASI BUKU
PendarPena 21
warta
‘TERJUN KE MASYARAKAT’
Sabtu, 30 Januari 2010, Universitas Indonesia mengadakan ke masyarakat nantinya.
upacara pelepasan mahasiswa lulusan semester gasal Di lini lain, wisuda berarti menambah jumlah ”angka-
tahun ajar 2009/2010. Seharian penuh, terhitung di mulai tan” kerja baru. Dalam hal ini, secara seremonial, UI telah me-
pagi hingga menjelang sore, acara wisuda ini menjadi nyumbang sebanyak 3.541 orang di dalamnya pada Januari
ajang haru, bahagia, dan bangga bagi sahabat, kerabat 2010 lalu. Bukan rahasia lagi bahwa para wisudawan (walau
dan sanak keluarga para wisudawan. Beraneka ungkapan tidak semuanya) akan menghadapi bayang-bayang pengang-
kebahagiaan mereka tunjukkan, mulai dari arak-arakan guran, meski angka pengangguran di Indonesia mengalami
oleh teman-teman di kampus, adegan melempar topi toga penurunan pada Agustus 2009 (7,87%) dibandingkan dengan
bersama-sama, atau sekedar mengabadikan momentum ini Februari 2009 (8,14%). Dengan lain kata, bisa dikatakan
bersama keluarga ke dalam gambar. diwisudakan adalah pasport untuk mencari kerja, bukan
Secara sekilas, acara wisuda tampak sebagai untuk mengabdikan ilmu yang didapatkannya. Jangan heran,
kesempatan ekslusif bagi para pewisuda untuk merayakan banyak yang bekerja bukan di bidang ilmunya. Dalam hal ini,
kelulusan. Mungkin kalau kita hanya memfokuskan mata ke kita bisa melihat bahwa para wisudawan akan terjun ke dalam
arah Balairung, tempat acara wisuda berlangsung, realita masyarakat, mengalami problem real di tengah masyarakat.
itulah yang akan termaktub di pikiran kita. Kenyataannya Kalimat ”terjun ke masyarakat” mempunyai makna
malah tidak. Acara yang dipimpin langsung oleh rektor luas, di antaranya adalah apakah para wisudawan nantinya
Universitas Indonesia ini ternyata juga menjadi kesempatan mampu mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakat, itu
besar bagi mahasiswa angkatan baru, ketika sebagian dari soal lain lagi. Tak mampu mengaktualisasikan dirinya dalam
mereka ada yang bersusah sungguh mencari dana untuk masyarakat maka dapat diartikan juga dengan istilah pen-
kegiatan jurusan, organisasi kemahasiswaan, atau acara gangguran. Ya, bayang-bayang pengangguran akibat ketidak-
kampus tertentu. Hari wisuda juga menjadi kesempatan mampuan dalam mengaktualisasikan diri dalam masyarakat
bagi para petinggi kampus untuk mempromosikan UI, entah yang dapat menyebabkan seseorang menjadi teralienasi dari
dengan tujuan membuat para wisudawan bangga terhadap lingkungannya. Mungkin hal ini mirip dengan pemikiran Karl
universitasnya atau hanya ajang ”narsis” pihak UI semata. Marx yang mengatakan bahwa kerja sebagai mediasi ses-
Namun ada sepotong kenyataan lain yang kasat eorang dengan masyarakat sebagai bentuk aktualisasi dirinya,
mata, ketika hari wisuda juga menjadi kesempatan besar sehingga di dalamnya akan tercipta suatu dialektika. Dialektika
bagi masyarakat umum. Banyak penjajah makanan/minu- itulah yang nantinya akan menghasilkan suatu karya yang
man, tukang foto keliling, penjaja bunga, hingga pemulung terungkap di dalam masyarakatnya.
berseliweran seakan-akan berlomba mengais rezeki. Lantas, akankah wisudawan akan termasuk ke da-
Merekalah yang juga sejatinya terlihat di Balairung UI pada lam golongan yang beruntung -seperti para perengkuh rezeki
sabtu itu. yang sedang mengerjakan karyanya - setelah acara wisuda
Pada akhirnya, para sarjana tersebut pun akan 30 Januari 2010 itu? Ataukah mereka malah terasing dalam
kembali ke masyarakat umum, muara perjalanan ma- masyarakat ketika telah melangkah keluar? Tugas mereka
hasiswa dengan pintu keluar adalah wisuda. Acara di (tentunya juga kita) belum selesai. Setelah acara wisuda, arti-
balairung UI itu dapat menjadi kacamata paling konkrit bagi nya kita akan bertugas di dunia yang lebih realistis, berbeda
wisudawan, karena seolah-olah mereka sedang membuka dengan sewaktu kita berkelana di dunia yang lebih ideal, yakni
pintu keluar, dan melihat proyeksi riil keadaan masyarakat dunia kampus. Semoga acara wisuda jangan sampai mem-
yang nantinya akan diselami. Adapun wisudawan (seharus- buat kita berkata, ”Wis udah, yang penting udah lulus.”(HP).
nya) menyadari bahwa segala idealismenya sebagai maha-
siswa akan diuji dan teruji, bahkan mungkin akan menemui
antitesisnya sendiri, ketika mereka benar-benar telah terjun
22 PendarPena
komunitas
SHIVANATARAJA
Shivanataraja merupakan komunitas tari yang bermukim di Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Di bawah payung UKSB (Unit
Kegiatan dan Seni Budaya) FIB-UI, Shivanataraja berdiri pada pertenga-
han 2008 silam. Kata Shivanataraja diambil dari bahasa Sansekerta. Shiva
dan Raja berarti ‘Dewa’, sedangkan Nata/Natha memiliki arti ‘Tari, Penari’.
Secara etimologi Shivanataraja memiliki arti ‘Dewa Tari’.
Komunitas yang telah beberapa kali mengadakan pentas di dalam dan luar
kampus mengklasiikasikan jenis tari yang digiatkan menjadi dua, yakni
tradisional dan modern. Terkadang, terjadi pula eksperimentasi penggabun-
gan tari tradisional dan modern dalam satu pertunjukan. Soal eksperimen-
tasi ini, Shivanataraja mempunyai visi bahwa tari yang berasal dari budaya
Barat dan Timur dapat dikolaborasikan. Komunitas tari ini berharap pada
masa datang, Shivanataraja dapat melahirkan dan mengembangkan karya-
karya kontemporer yang berlandaskan kolaborasi modern dan tradisional.
PendarPena 23
cerpen
ENAM JAM
KABAR KEMATIAN
ORANG BODOH
DAN
SIPIR PENJARA
Teks: Suryo Sukendro
(Alumni Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada)
24 PendarPena
cerpen
balik jeruji besi. “Aneh sekali. Baru kali ini aku mendapatkanmu tertawa.”
mau membuka mulutmu dan berbicara padaku, tepat enam jam “Syukurlah.. Apa yang Anda lakukan barusan sudah
sebelum pasukan algojo menembakmu mati.” cukup menandakan jika Anda sama sekali tak masuk hitungan
“Dan baru kali ini pula saya bisa mendapati Anda dari orang mati rasa, seperti yang kebanyakan orang kira.”
dengan ekspresi simpatik seperti ini, dan memperlakukan Sipir itu lantas merogoh saku celananya. Rupanya
seorang terpidana mati selayaknya manusia, tepat enam jam mengambil sebungkus rokok dan sebuah korek api yang
sebelum pasukan algojo itu menembak mati saya.” kemudian disodorkannya padaku.
Sipir penjara itu terhenyak, kelihatan sekali dari “Aku sadar dan tahu jikapun kamu telah mau meneri-
ekspresi wajahnya yang memucat tiba-tiba. Ia kehilangan maku sebagai teman berbagi cerita, itu sama sekali tak akan
muka sangar dan menyeramkan yang sering diperlihatkan- merubah apapun, tak terkecuali apa yang akan terjadi hari ini.”
nya padaku, seperti yang sudah-sudah. Aku tak tahu, apakah “Hem...” hanya itu kalimat yang keluar dari bibirku.
ini sebuah pengecualian darinya buatku—hadiah kecil di hari Lalu kuambil sebatang rokok yang ia tawarkan, meraih korek
penghabisan—ataukah hanya sekedar sebagian kecil dari api dan membakar rokok itu dalam sekejapan mata. Sesaat
skenario yang tengah ia rencanakan selama ini? Lantas apa kemudian asap tebal kebiru-biruan telah memenuhi ruang
perlunya? pengap dalam jeruji besi ini.
“Bisakah kita berdua menjadi teman, setidaknya te- “Lihatlah asap rokok itu!” kata sipir penjara yang
man bicara, maksudnya?” dan sipir penjara itu makin mendeka- rupanya juga sudah mulai mengepulkan asap yang sama dari
tkan wajahnya ke jeruji selku. Tampaklah kini guratan keras di belahan bibirnya. “Ia ada dan kemudian pergi terbang entah
wajahnya yang selama ini seolah lepas dari perhatianku. ke mana, dan tak pernah sekalipun kembali lagi. Seingatku,
“Anda berpikir kita bisa menjadi teman bicara?” tak pernah ada seorang pun penikmat tembakau di dunia ini
tanyaku penuh keheranan, dan ia mengangguk. “Tapi itu untuk yang bisa menjawab ke mana perginya asap kebiru-biruan dari
apa? Apa Anda merasa bersalah dengan pekerjaan Anda ini?” rokok yang barusan ia hisap.”
Ia menggeleng lagi. “Aku sadar, barangkali saja aku Aku menyeringai. “Apakah Anda akan mengatakan
selama ini tak begitu memperhatikanmu. Tapi begitulah peker- begitulah akhir hidup manusia di dunia ini?”
jaanku, mesti pasang tampang sangar pada setiap terpidana di Sipir itu menghisap rokoknya dalam tarikan kuat,
sel tahanan ini. Dan tak terkecuali kamu!” dan asap tebal makin memenuhi ruang tahanan yang pengap
dan remang dengan penerangan seadanya. Aku yakin tak ada
Oh.. benarkah apa yang dikatakannya itu? Jika seorang manusia pun di dunia ini yang mau dan memilih ting-
memang itulah kebenarannya, itu artinya manusia di dunia ini gal di tempat lembab dan berjamur seperti ini. Udara yang ber-
memang tak lebihnya badut di atas pentas. Semakin lucu dan henti bergerak dan barisan kecoa yang makin akrab dengan
bertingkah penuh palsu, maka akan semakin terbuka kesempa- lantai dingin dan dinding berair, tak ubahnya air mata. Lengkap
tan buat mempertahankan hidupnya lebih lama. Dan seba- sudah penderitaan dan kemunaikan di dalamnya; jeruji besi
liknya, barangsiapa yang lengah dan terlupa memakai topeng yang terdiam bisu dan manusia yang berlama-lama menunggu
di wajahnya, barangkali saja akan bernasib sama sepertiku; kabar kematiannya sendiri.
menjalani hidup dalam hitungan detik yang membosankan dan “Sekalipun hidup manusia mesti berujung pada
hanya sekedar untuk menunggu sebutir peluru disarangkan ke hilang yang tanpa jejak, hidup ini takkan sia-sia bukan?”
dalam tubuhnya. Aku menggelengkan kepala. “Entahlah. Saya sendiri
“Bolehkah saya tahu, apakah Anda cukup menikmati tak bisa mencari tahu di bagian manakah dari hidup saya ini
pekerjaan Anda ini?” dan sipir penjara itu masih menyimak per- yang bisa dikatakan cukup berarti ataupun berguna bagi ke-
katanku sambil menatapku tajam. “Tengah malam hingga pagi hidupan itu sendiri.” Lantas kuselipkan senyum kecil padanya.
menjemput, selalu berteman sepi penjara dan orang pesakitan “Anda tahu bukan, saya ini cuma seorang penjahat yang mesti
semacam saya. Hem.. Pastinya Anda selalu meninggalkan istri diberangus dari muka bumi ini. Bahkan dalam hati kecil saya
kedinginan di tepi ranjangnya.” pun sering berontak kenapa manusia terkutuk seperti saya
Ia ketawa kecil. Sama sekali tak kuduga, rupanya ia ini masih juga diberi kesempatan untuk ikut menarik nafas di
masih belum lupa apa itu tertawa. dunia. Bukankah udara ini akan lebih baik jika hanya diperun-
“Aku yakin pastilah kamu menganggap orang seper- tukkan bagi orang-orang bijak yang berada di luar kurungan
tiku sudah benar-benar mati rasa. Selera humor yang rendah sana? Pastilah manusia kotor seperti saya ini tak bakalan
dan lupa cara menggerakkan bibir lebar-lebar buat sedikit masuk hitungan dari orang-orang bijak itu.”
PendarPena 25
cerpen
26 PendarPena
cerpen
nya?
“Bukannya sedari tadi saya sudah sangat menghormati Anda? Saya
selalu memakai kata “saya”, bukannya “aku” dan saya selalu mengucapkan kata
“Anda”, bukan “Kamu”. Sekiranya itu masih kurang, saya tak tahu mesti dengan
cara yang bagaimana lagi. Toh tak seberapa lama lagi saya pasti sudah mati!”
Aku tertegun sendiri dengan apa yang barusan keluar dari mulutku.
Apa ini keluar dengan sendirinya ataukah ada kekuatan gaib yang memaksa
lidahku berucap sesuatu kalimat yang tidak semestinya aku ucapkan.
Lantas sipir itu berkata, “Kita berdua, kamu dan aku dan juga semua
manusia yang di luar sana, berada dalam lingkaran kehidupan yang terpola oleh
sistem yang begitu kuat namun tak kasat mata. Mau tak mau, suka tidak suka
kita mesti berjalan pada rel sistem yang telah diperuntukkan buat masing-mas-
ing.”
“Saya tak bisa mencerna perkataan Anda. Jika saja saya bukanlah
orang bodoh, sudah pastilah saya tak akan pernah sampai terdampar kemari.
Bicaralah yang lebih sederhana!”
“Pendek kata, Aku ini sipir penjara dan kamulah tahanannya.”
“Barangkali mirip tuan dan hewan piaraannya. Andalah tuannya, dan
saya ini anjing piaraannya!”
“Aku tak pernah sekalipun berpikir sampai serendah itu!” Ia lantas
membuang mukanya sebentar. “Sudahlah.. kenapa kita ributkan soal itu lagi. Bu-
kankah sudah kukatakan sedari tadi jika sekali ini aku ingin kita berdua sebagai
teman bicara dan..”
Aku memotong bicara. “Sekalipun buat pertama sekaligus terakhir
kalinya?”
***
Dingin dini hari mulai berjingkat pergi. Sepertinya pagi mulai menyelinap dan
suara serangga mulai sepi. Perlahan kedengaran kicau burung bersahut-sahutan
di luar sana. Tapi.. Ah, barangkali itu cuma khayalanku saja. Di tempat seperti
ini mana pernah aku dengar suara burung berkicau. Pagi, siang, sore ataupun
malam—bagiku sama saja—adalah detik yang berjalan dalam sebuah keterasin-
gan yang begitu menggila.
“Apakah kamu punya permintaan terakhir sebelum eksekusi?”
“Barangkali ada.”
“Boleh kutahu?”
“Selekasnya kematian itu datang! Itu saja.”
“Kau tak ingin mencicipi lezatnya secawan anggur ataupun sepotong
kue cokelat buat yang terakhir kali.”
“Itu malah akan membuat saya mati penasaran. Tahukah Anda jika
selama di balik jeruji besi saya hanya minum air dari keran dan makan dengan
piring yang barusan dipakai buat gayung air sehabis buang air besar?”
Sipir itu cuma terdiam. Entah apa yang ada di dalam kepalanya saat
ini. Rasa bersalahkah? Rasa kasihankah? Ataukah sama sekali tak kepikiran
apa-apa. Barangkali saja memang benar apa yang dikatakannya tadi; setiap
manusia berada dalam lingkaran kehidupan yang terpola oleh sistem yang begitu
kuat namun tak kasat mata. Mau tak mau, suka tidak suka kita mesti berjalan
pada rel sistem yang telah diperuntukkan buat masing-masing.
PendarPena 27
sepintas
IVAN ILLICH :
SANG PEMBERONTAK
PENGGUGAT PERSEKOLAHAN
Teks: Hendra Kaprisma
“Paradoxically, the belief that universal schooling
is absolutely necessary is most irmly held in those
countries where the fewest people have been-and
will be-served by schools.” (1971: 5).
Ivan Illich (4 September 1926—2 Desember 2002)
memaklumatkan bahwa penggulingan kemapanan sekolah
harus dilakukan. Namun, dia juga menyatakan bahwa
penghapusan “era persekolahan” bisa saja memunculkan
zaman “sekolah global” yang tidak bisa dibedakan dari
“rumah gila global” atau “penjara global”. Profokatif,
begitulah penggambaran Illich yang didapat ketika membaca
Deschooling Society (1971). Dia menantang pembacanya
dengan memberikan pertanyaan: Apakah pendidikan sama
dengan sekolah? Apakah sekolah sama dengan pendidikan?
Melalui hal itu, Illich membongkar mekanisme institusi
sekolah dan mempertanyakan kembali asumsi-asumsi yang
membangun sistem sekolah.
28 PendarPena
apa kata mereka
1. Avid Wicaksono, Koordinator Bidang Kemahasiswaan BEM UI, jurusan Geograi FMIPA UI
Mengenai makna jaket kuning, menurut saya merupakan suatu beban “kutukan” akan nasib bangsa begitu
orang berkuliah di UI. Padanya terdapat tanggung jawab mengayomi dan mengantarkan bangsa Indonesia
kepada perubahan yang lebih baik. UI merupakan miniatur suatu peradaban. Artinya, beragam orang di
dalamnya, juga beragam motif serta ambisinya. Meski demikian, tak ada satu golongan yang dominan. Saya
yakin semuanya memiliki caranya sendiri-sendiri untuk memperlihatkan pengabdiannya kepada masyarakat.
3. Ni Made Yuliati, Jurusan HI Universitas Nasional, 2006, dan Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru
Warna jaket almamater UNAS adalah hijau. Hijau itu identik dengan sejuk, bersih, alami, dan kalau mau
dilihat relevansinya dengan kondisi saat ini, itu dapat diartikan dengan jauh dari KKN. Selain itu jaket alma-
mater merupakan pembawa nama kampus, jadi dia atau siapa pun yang mengenakannya harus memban-
gun persepsi yang baik sebagai wakil dari almamaternya.
5. Mega Puspita, Jurusan Arsitektur Lanskap angkatan 44, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor
Ya, Jaket almamater adalah sebuah simbol identitas kita sebagai mahasiswa. Namun bukan sekedar
formalitas tetapi mempunyai makna tersendiri, yaitu bagian dari diri kita sebagai civitas akademika. Jaket
almamater memberikan beban untuk menjaga nama baik almamater tetapi juga menjadi sebuah kebanggan
ketika saya memakainya misalnya pada event- event tertentu.
PendarPena 29
coratcoret
ANTARA DEMONSTRASI
DAN DANGDUTAN
Teks: Sulaiman Harahap
30 PendarPena
dinding karya
PendarPena 31