Anda di halaman 1dari 133

ISLAM

DI AUSTRALIA

i
kupersembahkan buku ini
untuk istri tercinta
dan anak-anakku

ii
ISLAM
DI AUSTRALIA

Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I

iii
ISLAM DI AUSTRALIA @ 2019

Diterbitkan dalam Bahasa Indonesia


Oleh Penerbit Buku Pustaka Radja, Oktober 2019
Kantor :Jl.Tales II No. 1 Surabaya
Tlp. 031-72001887. 081249995403

ANGGOTA IKAPI
No. 137/JTI/2011

Penulis : Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I


Edtor : Zainal Anshari, M.Pd.I
Layout dan desain sampul :salsabila creative
Diterbitkan atas kerja sama
World Moslem Studies Center (Womester)
dan Penerbit buku Pustaka Radja Surabaya.

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip atau mempperbanyak sebagian
Atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

ISBN : 978-602-1262-79-5
x+ 120 ; 14,5 cm x 21 cm

iv
Kata Pengantar

A lhamdulillah, buku berjudul “Islam di Australia”


akhirnya dapat selesai. Setelah melalui riset yang tidak
lama, ini merupakan catatan, analisa dan diskusi dengan
beberapa pihak terkait keadaan Islam di Australia.
Setidaknya menurut pemahaman penulis.
Meskipun saya sadar bahwa data-data buku ini masih
perlu diperkaya dan harus terus dicek, namun penulisan
buku ini jauh lebih penting dari segalanya. Karena dengan
penulisan buku ini, akan tersingkap kelemahan dan
kekurangannya.
Dalam hemat saya, buku “Islam di Australia”, yang
ditulis oleh muslim masih belum banyak. Oleh karena itu,
buku ini dapat menjadi oase atas berbagai kekurangan
literasi Islam di Australia.
Saya sendiri mengumpulkan data-data baik dari
orang-orang Indonesia yang belajar (student), bekerja
(permanent resident) dan warga Negara Australia (citizen
Australia). Data-data ini diolah, cross-cek, analisa dan
akhirnya disimpulkan. Akhirnya jadilah buku “Islam di
Australia” ini.
Dan dari buku ini, kita belajar kata kunci sukses;
“Menggunakan Standard yang Tinggi” dengan upaya dan
kerja keras mencapainya. Itulah Australia. Lebih dari itu,
buku ini adalah batu-bata pertama untuk program

v
oksidentalisme, membaca Barat dari perspektif kita orang-
orang Timur. Jika orang Barat membaca kita orang Timur
dengan Orientalisme, maka meminjam bahasa Hasan
Hanafi, kita melawannya dengan “Oksidentalisme”.
Saya ucapkan terima kasih pada Bapak Rektor IAIN
Jember, Prof. Dr. Babun Suharto, SE, MM yang telah
memberi ijin ke Australia. Juga kawan-kawan pimpinan di
IAIN Jember: Prof. Miftah Arifin (Warek I), Dr. Moh.
Chotib, MM (Warek II), Dr. KH. Hefni Zein M.M (Warek
III),, Prof. KH. Abd. Halim Soebahar, MA (Direktur Pasca
Sarjana IAIN Jember).
Juga khususnya Keluarga Besar Fakultas Syariah IAIN
Jember. Dr. M. Faishal, MA (Wadek I), Dr. Sri Lum’atus
Sa’adah, MA (Wadek II), dan Martoyo, SH, MH (Wadek
III), dan yang lain: Dr. Junaidi, Abd. Jabar, Abd. Wahab, Bu
Anis, Bu Yanti, Bu Nuri, Mas Muyazin, Mas Aminullah
dan semuanya. Juga khususnya pada Bu Sofkhatin
Khumaidah, Ph.D yang telah membantu urusan visa
sehingga lancar ke Australia.
Terima kasih pada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
yang mendukung kegiatan safari dakwah: Prof. KH. Said
Agil Siradj, MA (Ketum PBNU) dan Prof. KH. Moh.
Maksum, MA (Waketum PBNU). KH Marzuki Mustamar
(Ketua PWNU Jawa Timur), KH. Sumarkan (Ketua PW
LDNU Jawa Timur), Gus Najib (Ketua PW LTN NU Jatim),
mas Hadidz (Wakil Ketua ASPIRASI), Mas Idung
(ASPIRASI), Mas Eka, dan keluarga besar NU.
Selanjutnya, Prof. Syeikh KH. Nadirsyah Hosen, Ph.D
dan Mas Tufel Musyadad yang mengundang saya. Juga

vi
pada semua teman-teman PCI NU Australia-New Zealand:
Mbak Nella, Kang Sabil, Mas Santo, Mbak Nurul, Muja al-
Makassari, Ust. Abdurrahman al-Makassari, Kang Beben
(Adelaide); Mbak Fenti (Brisbane); Ust. Yusdi, Ust. Rahmat,
Ust. Emil dan istri, Mas Hasan, Mbak Laili, Mas Latif, Mas
Hafidz, Mas Agung, Mas Akias, Mas Najib dan istri
(Sydney); Mas Badrun, Mas Wowok, Teh Lola, Bapak Zaki,
Mbak Uli, Mas Katiman dan istri, Mas Fuad Fanani dan
Istri, Mas Adi, Mbak Andin , Mas Wildan (Canberra); Mas
Nazil, Mbak Ima, Mas Rofi’i, Mbak Ami, Pak Ade, pak
Yazid dan Ibu, Pak Marzuki dan Ibu serta mas Yasni.
Pada teman-teman World Moslem Studies Center
(Womester) seperti Dr. Mas’ud Ali, M.Pd.I, Mas Basuki, ,
Ust. Baidlawi, Kang Hanif (Bekasi), Dr. Cecep Romli
(Bogor), Mbak Cholis, Mas Irwan, Mas Abdur Rauf, dan
sebagainya, disampaikan banyak terima kasih.
Terkhusus pada Nanda Zainal Anshari, M.Pd.I yang
telah menjadi Editor buku ini, saya ucapkan terima kasih
yang sebanyak-banyaknya.
Dan terakhir, terima kasih pada istri saya tercinta:
Robiatul Adawiyah yang telah mendorong untuk terus
berkarya. Juga anak-anakku tersayang: M. Syafiq
Abdurraziq, Iklil Naufal Umar, Ibris Abdul Karim, Sarah
Hida Abida, dan Ahmad Eidward Said. Tanpa dukungan
mereka, ke Australia tidak mungkin terwujud. Buku ini
saya persembahkan untuk kalian semua.
Selamat membaca !

vii
viii
Daftar Isi

Kata Pengantar Penulis ~v


Daftar Isi ~ix

 Selamat Datang di Aussie ~1


 Mbah Maimun Zubair
dan Sholat Ghaib di Kota Adelaide ~7
 Praktik Sholat ‘ala Muslim Australia ~11
 Mudahnya Haji di Australia ~21
 Ketika Anak Muslim Indonesia
Sekolah di Australia~ 25
 Dari Biaya Mahal Rumah Hingga Penguburan Mayat
~35
 Bedanya Islam Nusantara dan Islam Australia ~ 41
 Australia Terapkan Maqashidus Syari’ah Lebih Dulu ~
49
 Green Party dan Konservasi Lingkungan Hidup ~59
 Pelaku KDRT ‘Musuh Besar’ Australia ~65
 Australia, Perpustakaan dan Museum Peradaban ~ 71
 Halal Food dan Nuansa Islam Dunia
di Jalan Lakemba Sydney~75

ix
 Idul Adha dan
Tradisi Halal bi Halal di Adelaide~ 81
 Belajar pada Flinders University, ANU dan Monash
University ~ 87
 Musuh Utama Orang Australia: “Loneliness and
Homeless”~ 93`
 Toleransi ‘Tanpa Batas’ ~ 97
 Gus Nadirsyah dan
Fenomena Gerakan ‘Islam Radikal’ ~ 101
 Barbexiu, dan Selametan ‘ala NU ~105
 Penutup ~109

Daftar Pustaka ~111


Biografi Penulis ~113

x
Selamat Datang di Aussie

I tulah ucapan yang pertama kali keluar ketika kali


menginjakkan kaki di Negeri Kanguru tersebut. Aussie
adalah nama keren Australia. Saya mendarat di Adeleide,
ibu kota South Australia, jam 06.45 a.m penerbangan dari
Denpasar Bali jam 11.50 p.m pada tanggal 6 Agustus 2019.
Jam Australia dengan Indonesia terpaut empat jam lebih
dulu Australia.
Setelah sempat tertunda, karena visa yang tak kunjung
keluar, akhirnya saya langsung berangkat begitu visa turun
tanggal 5 Agustus. Alhamdulillah, berkat Bu Sofkhatin,
kolega yang juga dosen IAIN Jember dan pernah kuliah S2
dan S3 di Adeleide, untuk membantu mengurus visa.
Karena “salah kamar”, menjadi tertunda karena saya harus
mengisi ulang formulir permohonan visa tersebut.
Dari airport Adeleide, Kang Sabil –seorang aktivis NU
yang lagi menyelesaikan program Ph.D di Flinders
University di kota Adelaide --lalu menjemput dan
mengantarkan saya ke tempat bersejarah NU Australia.
Yaitu rumah Mbak Nella. Mbak Nella, begitu panggilan
akrab beliau. Mbak Nella, seorang perempuan tokoh NU
Australia, adalah istri Prof. Jimmi. Prof Jimmi seorang
tokoh Indonesianis yang sangat disegani di Australia.
Mbak Nella sendiri seorang yang telah mendapatkan
permanent resident di Australia. Kang Sabil, nama
1
lengkapnya adalah Sabilil Muttaqin. Beliau merupakan
Katib Syuriyah PCI NU Australia-New Zealand.
Kami disuguhi makanan khas Indonesia. Selain kopi
dan teh yang menghangatkan badan dan tubuh kami.
Rumahnya Mbak Nella adalah rumah model Australia
pada umumnya. Halaman rumah yang luas dan model
ruangan ruang tamu, kamar, dapur dan ruang-ruang lain
yang asri dan rapi. Karena datang di musim dingin,
makanan dan minuman penghangat menjadi senjata yang
menguatkan tubuh. Hujan rintik-rintik menjadikan suasana
obrolan ringan kami tentang Australia, Indonesia dan
Nahdlatul Ulama berjalan gayeng. Cuaca di Adeleide jika
siang hari 12 derajat celcius dan malam hari mencapai 3
derajat celcius.
Di Australia, terdapat empat musim dalam setahun,
yaitu: musim dingin, musim semi, musim panas dan
musim gugur. Musim dingin (Winter) terjadi bulan Juni-
Agustus. Musim Semi (Spring) bulan September-
Nopember. Musim panas (Summer) bulan Desember,
hingga Pebruari. Sementara, musim gugur (Autum) bulan
Maret-Mei. Diantara musim ini, yang paling disenangi
adalah musim semi dan gugur. Perjalanan di musim semi
dan gugur sungguh sangat menyenangkan. Sementara,
musim dingin, banyak orang ‘agak malas ‘ beraktifitas.
Apalagi, bagi seorang muslim, ‘sholat subuhan’ adalah hal
berat yang harus dilewati dimasa-masa musim dingin.
Apalagi musim panas. Di musim ini, orang Australia
banyak ke luar negeri karena panas yang menyengat.
Bahkan, dikabarkan ada yang meninggal dunia karena
panas sekali.

2
Namun demikian, di Australia, penduduknya sudah
menyiapkan solusi atas berbagai musim tersebut. Misalnya
pada musim dingin, mereka menyediakan mesin
penghangat di kamar yang mereka sebut Hiter. Demikian
juga, kasur diberi wol penghangat. Pada musim panas, di
rumah-rumah juga disediakan AC. Karena jika sudah
musim panas, cuaca bisa mencapai 42 derajat. Beberapa
orang tua yang tidak kuat cuaca dikabarkan juga pernah
meninggal dunia.
Satu hal yang saya amati adalah betapa cepatnya
adaptasi orang Indonesia terhadap lingkungan. Orang-
orang Indonesia umumnya dan Nahdlatul Ulama
khususnya, saya lihat, paling cepat beradaptasi dengan
lingkungan di Australia. Oleh karena itu, ketika diajak
bermain bulutangkis, saya pun mengiyakan di tengah
cuaca dingin di musim dingin. Alhamdulillah, bersama
Kang Sabil, saya malam hari berangkat ke pusat olah raga
orang Indonesia di Adelaide. “Lumayan, cukup
menghangatkan tubuh”, kata saya pada Kang Sabil. Saya
berjumpa dengan banyak orang Indonesia di sini.
Saya merasakan penyambutan yang begitu hangat dan
luar biasa dari segenap muslim Indonesia di Australia
mulai dari Adelaide, Sydney, Canberra dan Melbourne.
Banyak hal dan pengalaman yang saya dapatkan selama
mengunjungi Negara yang telah merdeka dari Inggris pada
tanggal 1 Januari 1901 tersebut.

3
Bersama Mas Tufel (Ketua PCI-NU Australia-New
Zealand) dan Mas Sabil (Katib Syuriyah PCI NU Australia-
New Zealand) di Adelaide Airport.

Australia yang luasnya 7 juta hektar lebih ini memiliki


7 state (Negara bagian) dengan ibu kota masing-masing,
yaitu South Australia (Adelaide), Victoria (Melbourne),
New South Wales (Sydney), Tasmania (Hobart), Western
Australia (Perth), Quesland (Brisbane) dan Teritorial Utara

4
(Darwin). Sementara, Canberra adalah ibu kota Australia
di masa sekarang dengan sebelumnya ibu kota Australia
adalah Melbourne (1901-1927).
Kota-kota yang indah, rapi, teratur dan menawan
adalah ciri-ciri kota besar di Australia. Kota-kota yang juga
anti-macet karena kepatuhan dan ketaatan pada peraturan
lalu lintas Australia menjadikan Australia menjadi Negara
yang “paling teratur” di dunia dengan berkiblat pada
negara-negara Barat. Australia bukan Negara Barat, tapi
kultur masyarakatnya adalah Barat karena negara ini
merupakan persemakmuran Inggris sebagaimana akan
dibahas pada bab-bab selanjutnya.

Wallahu’alam. @

5
6
Mbah Maimun Zubair
dan Sholat Ghaib di Kota Adelaide

M eninggalnya KH. Maimun Zubair di Mekah


Arab Saudi, 6 Agustus 2019 musim haji tahun ini
menjadikan saya, warga NU khususnya dan umat Islam
dunia pada umumnya sangat kehilangan. Tak terkecuali,
saya dan teman-teman Pengurus Cabang Istimewa NU
Australia-New Zealand di kota Adelaide. Kota yang indah
dan menjadi ibu kota South Australia ini menjadi saksi
bisu: ada duka yang mendalam atas meninggalnya maha
guru kami, Mbah Maimun—sebutan populer untuk beliau.
Saya bersyukur hadir ke Australia pada musim dingin
ini dalam rangka mengkampanyekan “Islam Nusantara”.
Prof. Kiai Nadirsyah Hosen (Rois Syuriyah PCI NU
Australia New Zealand) dan Mas Tufel (Ketua
Tanfidziyah) mengundang saya dalam rangka Dakwah
Musim Dingin 2019 dengan tema tersebut untuk dua pekan
lamanya (4-20 Agustus 2019). Setelah sempat terhambat
karena visa yang tak kunjung keluar sebab “salah kamar”,
akhirnya visa saya keluar Saya pun –bersama istri dan
anak-anak--langsung berangkat dari Jember ke Denpasar
Bali menuju Adelaide Australia. Istri saya dan anak-anak
mengantar keberangkatan saya hingga ke Bandara Ngurah
Rai Denpasar.

7
Selama perjalanan dari Denpasar Bali ke Adelaide,
memori bersama Mbah Maimun tak bisa hilang begitu saja.
Terakhir, setelah Idul Fitri, tepatnya Ahad, 9 Juni 2019,
saya bersama keluarga sowan kepada beliau. Secara
spesial, saya mendapat ijazah sanad kitab “Bughyatul
Mughtarin”, sementara tamu yang lain yang berjumlah
lebih dua puluh orang tidak mendapat sanad serupa. Ada
kebanggaan, apalagi beliau memegang erat tangan saya
sembari membisikkan akan pentingnya kitab ini sekitar
seperempat jam lamanya. Saya hanya menjawab ‘inggih’
atas semua yang beliau sampaikan,
Sebelumnya, di hadapan tamu-tamu beliau, Mbah
Maimun bercerita banyak tentang sejarah Islam dan peran
Habaib dalam penyebaran Islam di Indonesia. Beliau
menyampaikannya hampir 1 jam lamanya. Agar didengar
hadirin, beliau menggunakan speaker sehingga suara
terdengar keras. Kami yang berada di sebelah depan kanan
beliau, menjadi ikut menikmati uraian demi uraian bernas
dan mencerahkan dari beliau. Tak terasa, mulai jam empat
sore hingga hampir Maghrib waktu setempat. Kamipun
minta ijin pulang pada beliau.
Memori saya juga merekam tahun 1997 yang silam.
Saat itu, saya adalah santri Ma’had Aly Ponpes Salafiyah
Syafi’iyah Situbondo. Pada bulan Ramadlan tahun itu, saya
ikut mengaji “Posonan” (Mengaji di bulan Ramadlan) di PP
Al-Anwar Sarang Sarang Rembang. Kami mengaji
beberapa kitab ke Mbaih Maimun. Singkat cerita, setelah
selesai “Ngaji Posonan” setengah bulan lamanya, saya
mohon pamit pada beliau malam hari. Banyak tamu yang
kebetulan bersama saya. Seperti biasanya, malam itu,
semua diberi makan. Hanya saja, saya yang paling cepat
8
makannya. Beliau dengan nada guyon mengatakan” Kalau
cepat makannya, insyaallah dapat ilmunya juga cepat”. Bagi
orang lain, mungkin ini perkataan yang biasa. Namun bagi
saya yang saat itu menjadi mahasiswa semester tiga
Fakultas Syariah IAI Ibrahimy Situbondo, perkataan beliau
merupakan hal yang luar biasa.
Apa yang dikatakan Mbah Maimun, bagi saya,
menjadi inspirasi persis atas apa yang ditulis oleh Ibnu
Athailah al-Iskandari dalam kitab Hikam: “Kaifa takhruqu
laka al-‘awaidu wa anta lam tukhriq min nafsika al-‘awaida”.
Terjemah bebasnya: ‘bagaimana mungkin kau dapat
menjadi luar biasa, sementara yang kau lakukan adalah
hal-hal yang biasa saja’. Bagi santri seperti kami, inspirasi
Mbah Maimun itu menjadi semacam api yang terus
menyala untuk melakukan hal-hal luar biasa dalam
kehidupan. Untuk mencapai hasil yang besar harus ada
usaha besar. Untuk mencapai hasil yang luar biasa harus
melakukan perbuatan yang luar biasa.
Termasuk hal ‘luar biasa’ adalah sholat ghaib dan
tahlil di Kota Adelaide. Katib Syuriyah PCI NU Australia
New Zealand, Ustadz Sabilil Muttaqin ‘calon’ Ph.D,
mengundang pengurus dan jama’ah NU dengan ‘agak
pesimis’ karena sholat ghaib dan tahlil dilakukan pada hari
Rabu sore (7/8/2019) dimana umumnya anggota NU masih
kuliah atau bekerja. Meski demikian, Mbak Nella pemilik
rumah di Bellevue Height Adeleide South Australia yang
ditempati acara ini sangat senang dengan kehadiran kami
dan para anggota jam’iyyah NU tersebut. Dia menyiapkan
makanan malam khas Indonesia yang lezat untuk kami.
Mbak Nella dan juga suaminya, Prof. Jimmi (alm) adalah
jangkar NU di Australia karena komitmennya yang tinggi
9
pada eksistensi organisasi Nahdlatul Ulama Australia-New
Zealand.
Alhamdulillah, meski tidak sangat banyak seperti di
Indonesia, beberapa warga NU Australia di Adelaide yang
bergabung bersama kami. Waktu maghrib setempat (05.39
p.m), kami sholat maghrib berjama’ah dan dilanjutkan
dengan sholat ghaib. Setelah melakukan sholat ghaib untuk
almarhum Mbah Maimun, kamipun melakukan tahlil
bersama. Rasa khusyuk dan duka terlihat pada beberapa
dari kami. Pada akhirnya kami harus rela dan ikhlas
ditinggal oleh seorang maha guru kami, kiai yang sangat
alim. Mbah Maimun adalah panutan hidup kami; luasnya
ilmu, akhlak, kesederhanaan, keikhlasan dan ketawadluan,
adalah samudera keteladanan yang tak pernah lapuk
dimakan zaman dan tempat.
Selamat jalan Mbah Maimun, Maha Guru Kami !.
Wallahu’alam. **

10
Praktik Sholat ‘ala Muslim Australia

S eperti negara minoritas muslim yang lain,


Australia tergolong Negara yang menghormati orang
beragama. Karena Australia adalah negara Liberal, maka
pemerintahnya memberikan fasilitas pada siapapun
termasuk pada umat Islam.

Masjid Turkey di Kota Sydney, Australia

11
Tak heran, jika kita bisa melihat ‘banyak’nya masjid
yang dibuat oleh Umat Islam di Adelaide, Sidney,
Canberra, Brisbane, Melbourne, Perth dan lain sebagainya.
Kata ‘banyak’ adalah dibanding dengan negara minoritas
muslim yang lain seperti Taiwan. Di Adelaide, ada Masjid
Marion yang terkenal. Sementara, di Sydney, ada masjid
‘Darul Fatwa’. Di Canberra, ada masjid Canberra. Di
Melbourne, ada masjid Westall dan masih banyak lagi.
Australia tidak mempunyai agama negara yang resmi
dan masyarakat pun bebas menganut agamanya masing-
masing, selama mereka patuh dan taat pada hukum yang
berlaku di negara tersebut. Penduduk Australia juga bebas
tidak memeluk agama alias ateis.
Jika dilihat jumlah penduduk yang berjumlah 24,6
juta, 63,5 persen penduduk Australia mengaku beragama
Kristen dan Katolik. Sementara 29,6 persen mengaku tidak
beragama, Islam 2,6 persen, Budha 2,4 persen dan Hindu
1,9 persen. 1 Itu semua mencerminkan bahwa masyarakat
Australia multikultural dan sangat majemuk secara
budaya.
Aliran kepercayaan juga ada di Australia. Aliran ini
dimulai oleh penduduk Aborigin dan Kepaluan Selat
Torres yang telah mendiami Australia selama antara 40.000
hingga 60.000 tahun. Penduduk asli Australia ini memiliki
tradisi agama dan nilai rohani yang unik.
Dalam konteks itu, maka sesungguhnya Australia
adalah Darul Islam. Terma Darul Islam adalah nama untuk

1
Sensus tahun 2017.

12
wilayah dimana umat Islam dapat menjalankan agamanya
dengan baik. Tanpa harus menggunakan khilafah, maka
sesungguhnya Australia menurut saya, sangat tepat
disebut dengan Darul Islam. Tentu ini berbeda dengan
terma khilafah yang dikembangkan oleh kalangan ‘Islam
Garis Keras’ di Australia. Kalangan ini –meski jumlahnya
sangat sedikit—juga ingin agar hukuman hudud
diterapkan. Padahal, yang demikian ini adalah hal yang
tidak mungkin. (M. Noor Harisudin: Fikih Minoritas, 2019).
Dalam sistem pemerintahan, Australia menerapkan
sistem pemerintahan parlementer dalam bentuk Negara
federasi. Bentuk pemerintahannya adalah monarki
konstitusional dimana Australia dipimpin oleh seorang
perdana menteri dengan seorang ratu atau yang menjadi
kepala Negara. Sebagai kepala Negara, raja atau ratu di
Australia menjadi bagian dari lembaga legislatif,
sedangkan pengadilan tinggi disebut lembaga yudikatif.
(Beni Ahmad Saebani: 2016, 259).
Walaupun Australia adalah Negara yang merdeka,
Ratu Elizabeth II dari Inggris secara resmi juga merupakan
Ratu Australia. Demikian ini karena Australia adalah
negera persemakmuran Inggris. Ratu menunjuk Gubernur
Jenderal atas saran pemerintah Australia terpilih untuk
mewakilinya. Gubernur Jenderal memiliki kekuasaan yang
luas, namun berdasarkan konvensi hanya bertindak atas
saran menteri pada semua urusan.
(www.indonesia.embassy.go.au).
Lembaga-lembaga dan praktik politik di Australia
mengikuti tradisi demokrasi liberal Barat yang
mencerminkan pengalaman Inggris dan Amerika Utara.

13
Pada garis besarnya, federasi Australia memiliki sistem
pemerintahan tiga tingkat, yaitu: parlemen (legislatif) dan
pemerintah Australia yang bertanggung jawab urusan
nasional dan enam pemerintah negara bagian dan badan
legislatifnya di setiap state-nya.
Kembali pada urusan sholat, maka terlihat dipraktikan
dalam masjid-masjid. Masjid ini didirikan oleh banyak
komunitas muslim yang tersebar di seluruh kota Australia.
Komunitas muslim Libanon, Turki, Afganistan, Malaysia,
Mesir, dan sebagainya mendirikan masjid dan lalu
dikelolanya untuk komunitasnya dan kadangkala dibuka
untuk publik muslim di Australia
Di samping itu, di kampus-kampus, pemerintah
memberikan fasilitas prayer room seperti kita lihat di banyak
Universitas. Namun demikian, jumlahnya tidak sebanyak
di Indonesia. Bandingkan dengan Indonesia dimana,
seseorang dalam sehari bisa sholat 1000 rakaat karena
begitu mudahnya orang menjumpai masjid.
Karena itu, jangan dibayangkan melakukan sholat
begitu mudah di Australia. Saya merasa kesulitan sholat
dan wudlu ketika di Opera House Sydney. Opera house
adalah tempat pertunjukan para seniman Australia. Jika di
Indonesia, kita menyebutnya TMII Jakarta. Hanya tempat
Opera House sangat besar, indah, mewah dan yang luar
biasa: di pinggir Pantai Sydney.
Lalu, kamipun menyusuri dataran tinggi Opera House
dan lalu kami sholat dibawah pohon yang sudah berumur
puluhan atau bahkan ratusan tahun tersebut.
Pada hari lain, ketika berjalan-jalan ke Darling
Hourbur Sydney, hal yang sama terjadi. Karena itu, mas
14
Hafidz, seorang mahasiswa Ph.D di Sydney, ternyata
sudah menjamak sholatnya di rumah. Artinya, sholat jama’
qashar adalah hal yang biasa, karena sulitnya
mendapatkan fasilitas sholat dalam medan perjalanan yang
panjang. Maka solusinya adalah sholat jama’ dan qashar,
meskipun medan masih dalam jangkauan kota di bawah 80
km. Kecuali sudah ada di rumah, maka seorang muslim
Australia akan dengan mudah melakukan sholat kapan
saja.

Gedung Megah Opera House di Sydney.

15
Dalam konteks inilah, maka dalam pandangan saya,
perlunya menggunakan madzhab fikih yang elastis. Jangan
sampai seorang muslim kesulitan dalam menjalankan
ibadah sholat di tengah-tengah keterbatasan fasilitas
ibadah muslim yang ada pada Opera House yang terkenal
di Sydney.
Seperti yang kami lakukan ketika berada di Opera
House Sydney tadi. Tiba-tiba, mas Hasan, mahasiswa Ph.D
asal Madura ini, mengajak saya untuk mashul khuffain.
Dalam hal ini, saya setuju dengan Gus Nadir tentang
bolehnya mengusap kaus kaki atau yang dikenal dengan
massul khuffain. Ia menulis:

“Untuk konteks Australia, saya cenderung memilih


mengusap kaus kaki atau langsung mengusap kaki
daripada harus mengangkat kaki (ke westafel: red), Ini
untuk menghindari mudlarat akibat lantai toilet yang
basah sehingga bisa membuat orang lain tergelincir.
Dan juga, tidak semua orang mengangkat kakinya
tinggi-tinggi ke atas westafel. Kita pilih pendapat yang
lebih cocok dan sesuai dengan kondisi yang kita
hadapi. Toh, masing-masing pendapat ada
rujukannya”. (Nadirsyah Hosen: 2019, 105-106).

Penjelasan Gus Nadir harus dipahami juga bahwa


toilet di Australia, selain melihat kebersihannya, juga
mempertimbangkan unsur keselamatan dan kenyamanan
manusia. Oleh karena itu, petugas toilet selalu memastikan
bahwa lantai toilet kering. Kalau dipakai orang muslim,
lantai menjadi basah dan becek.

16
Pada sisi lain, Islam adalah agama yang mudah.
Dalam keadaan tertentu, kemudahan ini misalnya dalam
wudlu, dimana ada sesuatu yang menutupi bagian tubuh
kita yang sulit dilepas dan memang dibutuhkan untuk
perlindungan. “Seperti di kaki (khuff dan yang sejenis,
kepala (serban dan yang sejenis) dan juga anggota tubuh
yang lain (perban, gips dan yang sejenis). Kita diijinkan
untuk berwudlu dengan mengusap bagian luar penutup
tersebut tanpa melepasnya”, ujar Gus Nadir yang juga
Dosen Senior Monash University di Melbourne.
(Nadirsyah Hosen: 2019, 102-103).
Saya setuju dengan Gus Nadir. Dan itulah yang terjadi
ketika berada di Opera House Sydney dan kami tidak
menemukan tempat wudlu yang memadai. Pun, tidak ada
praying room bagi umat Islam di destinasi wisata paling top
di Australia tersebut. Akhirnya setelah wudlu di toilet
umum, kamipun mencari tempat taman yang bersih dan
suci di Sydney. Pak Yusdi, pak Rahmat dan Mas Hasan
yang bersama saya sholat jama’ah di bawah pohon
beringin besar tersebut.

Allahuakbar allahu akbar allahuakbar. Lantunan suara


kami terdengar lirih antara keramaian kota Sydney, kota
terbesar di Australia tersebut. Kami tepat di ibu kota New
South Wales ini pada tanggal 11 Dzulhijjah, yang jatuh
tepat Senin, Agustus 2019.
Selain soal wudlu, ada soal sholat Jum’at yang sulit
dilaksanakan karena pekerjaan yang tidak dapat
digantikan. Akhirnya, seorang muslim terpaksa tidak
sholat Jum’at karena jam kerja yang tidak dapat ditinggal.

17
Sebagian yang lain berusaha jum’at dengan cara jam
kerjanya diambil oleh orang lain, alias dia tidak bekerja.
Seorang ibu dalam pengajian di Westhal juga bertanya
tentang anaknya yang menjadi tentara Australia dan tidak
bisa sholat Jum’at ketika sedang tugas menjalankan
kewajiban sebagai militer. Saya jawab, ketika sulit karena
keadaan di lapangan, maka ia ganti dengan sholat Dluhur.
Tentu, ini karena keadaan yang berbeda dengan kita yang
ada di Indonesia sehingga berlaku hukum rukhsah pada
mereka.
Begitulah, kita yang datang ke Australia akan sadar
bahwa ada hal-hal yang berbeda dalam tataran praktek
berislam sebagai ekspresi berislamnya. Islamnya sama:
Indonesia, Arab Saudi, Mesir, Cina dan Australia. Yang
berbeda adalah makanan, adat-istiadat dan ekspresi
berislamnya.

Wallahu’alam. **

18
Bersama Prof. KH. Arskal Salim, Ph.D (Direktur Pendis
Kemenag RI) dan jama’ah Masjid Westall dalam sebuah
pengajian bersama Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M. Fil.I
di Melbourne Australia.

19
20
Mudahnya Haji di Australia

H aji adalah rukun Islam yang kelima yang wajib


dilakukan oleh semua orang Islam yang mampu
(isthitha’ah). Termasuk orang Islam yang berdomisili di
Australia karena umumnya mereka termasuk orang-orang
yang mampu dan sejahtera.
Meski di negara liberal seperti Australia, umat Islam di
Australia juga ingin melaksanakan ibadah haji. Sebagian
orang Indonesia di Australia bahkan ingin melakukan haji
berangkat dari Australia.
Bagaimana cara berhaji di Australia? Seperti yang
diceritakan oleh Mbak Nella, bahwa haji di Australia
sangat mudah. Biayapun murah. “Di sini kami tidak perlu
antri segala seperti di Indonesia. Biaya saat itu hanya 6800
dolar Australia atau sekitar 68 juta”, ungkap Mbak Nella
yang asal Jepara.
Syarat untuk berhaji di sini sangat mudah. Yaitu
harus stay di Australia minimal dua tahun. Sebagaimana
diketahui, orang Indonesia di Australia ada tiga model:
student (mahasiswa), Piar (Permanent Residence), dan
Citizen (warga negara).
Student adalah mahasiswa Indonesia di Australia
yang umumnya mendapat beasiswa Mora Kemenag RI,

21
LPDP Kemenristek Dikti, ataupun AAS dari Australia.
Umumnya juga mereka kuliah S2 ataupun S3 di beberapa
kota di Australia seperti Adelaide, Sydney, Canberra,
Melbourne, Perth dan Brisbane.
Jika ingin mendapat hak-hak sebagai orang Australia,
maka orang Indonesia dapat menjadi Piar (Permanent
Residence). Dengan menjadi permanent residence, maka dia
akan mendapat hak-hak orang Australia yang menganut
paham welfare state dengan tetap menjadi warga negara
Indonesia.
Hak penuh sebagai orang Australia juga kita dapati
dengan status citizen. Sebagai warga negara penuh, maka
dengan menjadi citizen Australia seseorang akan
mendapatkan haknya. Dia juga punya hak dan kewajiban
dalam pemilihan umum di Australia. Ini yang
membedakan antara Piar dengan Citizen. Yaitu pada aspek
punya hak suara ketika pemilihan umum di Australia.
Sebagian besar orang Indonesia di Australia lebih
memilih menjadi Permanent Residence karena suatu saat
nanti mereka ingin kembali ke Indonesia. Sebab, kalau
menjadi citizen, maka dia tidak bisa menjadi warga negara
Indonesia. Seperti di Indonesia, di Australia hanya
menganut sistem satu kewarganegaraan.
Mbak Nella sendiri sudah menjadi permanent resident
sejak lama. Tepatnya tahun 2003, ketika dia menjadi istri
Jimmi, seorang profesor Asia Studies di Universitas
Filnders Kota Adelaide. Dia menceritakan pada saya
bagaimana bahagianya dia dapat melaksanakan haji
berangkat dari Australia pada tahun 2014. Selain Jimm, dia
membawa adiknya, Uzair yang juga mahasisawa Ph.D di
22
Universitas Flinders Kota Adelaide. Uzair sekarang
menjadi Dosen di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Di Australia, membayar haji diberi pilihan: antara 15
hari atau 40 hari dengan biaya yang sama. “Kalau saya
memilih yang 15 hari. Kita berangkat pesawat sendiri.
Artinya tidak rombongan. Baru ketika sampai di Mekah,
jama’ah haji dari Australia baru berkumpul”, ujarnya
dalam diksusi dengan saya.
Ketika saya tanya biaya haji tahun 2019 ketika buku ini
ditulis, dia mengatakan bahwa biaya haji sudah naik.
“Insyaallah tahun 2019 ini sekitar 120 ribu dolar Australia
atau sekitar 120 juta rupiah”, kata mbak Nella sebelum
berangkat ke Jepara Indonesia.
Pengalaman haji Mbak Nella dengan keluarga adalah
pengalaman spritual yang luar biasa. Di sebuah negara
sekular seperti Australia, berangkat haji tetap menjadi
idaman (plus) kewajiban karena panggilan Tuhan untuk
menuju ke Baitullah merupakan limpahan anugerah-Nya.
Wallahu’alam.**

23
24
Ketika Anak Muslim Indonesia
Menimba Ilmu di Australia

S eperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, orang


Indonesia di Australia umumnya menjadi student, Piar,
ataupun citizen harus beradaptasi dengan lingkungan di
Australia. Terutama yang berkaitan dengan sekolah anak-
anak mereka.
Karena begitu dibawa ke Australia, anak-anak harus
segera beradaptasi dengan lingkungan baru mereka, baik
makanan, sekolah, adat-istiadat dan yang utama adalah
bahasa. Karena seluruh rakyat di Australia didorong untuk
belajar bahasa Inggris sebagai bahasa nasional dan
pemersatu.
Namun demikian, bahasa-bahasa lain selain Inggris
juga dihargai. Mereka menggunakan bahasa Itali, Yunani,
Kanton, Arab, Vietnam dan Mandarin. Menurut data, 15
persen penduduk Australia berbicara menggunakan selain
bahasa Inggris di rumah mereka.
Di Australia, masyarakat Indonesia juga diarahkan
untuk dapat menjadi bagian dari masyarakat Australia
yang mengedepankan nilai-nilai luhur mereka. Setiap
orang yang tinggal di Aussie diharapkan menjunjung
prinsip-prinsip dan nilai-nilai bersama yang menyokong
cara hidup di Australia.

25
Adapun nilai-nilai itu adalah: (1) menghormati
kesetaraan nilai, kehormatan dan kebebasan individu (2)
kebebasan berbicara dan berserikat (3) kebebasan
beragama dan pemerintah sekular (4) dukungan atas
demokrasi parlementer dan negara hukum (5) kesetaraan
di bawah hukum (6) kesetaraan pria dan wanita (7)
kesetaraan kesempatan (8) kedamaian (9) semangat
egalitarianisme yang mencakup toleransi, saling hormat
menghormati dan rasa kasih sayang pada mereka yang
kesulitan.
Australia juga memiliki keyakinan teguh bahwa tidak
seorangpun dirugikan karena perbedaan negeri kelahiran,
warisan, budaya, bahasa, gender atau agama mereka.
Seluruh warga setara di bawah hukum Australia dan
seluruh warga Australia memiliki hak untuk dihargai dan
diperlakukan secara wajar.
Oleh karena itu, tidak ada perbedaan kelas yang
formal dan mendarah daging pada masyarakat Australia
seperri di negara-negara lain. Penduduk Australia itu
informal, terbuka dan terus terang dengan apa yang
mereka inginkan. Orang di Australia juga dipandang
percaya pada prinsip memberi kesempatan pada orang lain
secara adil dan membela sahabat mereka yang kurang
beruntung dan lemah.
Demikian juga, seluruh penduduk Australia harus
mematuhi hukum atau berhadapan kemungkinan dengan
pidana atau aksi perdata. Penduduk secara umum juga
diharapkan mematuhi adat, kebiasaan, dan praktik sosial
di Australia walaupun tidak mengikat secara hukum.

26
Adalah merupakan pidana serius seperti
pembunuhan, penyerangan, penyimpangan seksual,
pedofilia, kekerasan terhadap orang dan harta,
perampokan, pencurian bersenjata, mengemudi kendaraan
berbahaya, penggunakan obat terlarang, penipuan,
hubungan seks di bawah umur kendati dengan umar yang
berbeda sesuai regulasi negara bagiannya.
Sementara itu, dalam tata hukum di Australia,
merokok dan meminum alkohol tidak melanggar hukum,
namun dibatasi penggunaannya di publik umum. Bahkan,
merupakan pelanggaran hukum bagi siapapun yang
menjual atau memasok produk alkohol atau tembakau
pada anak yang belum berusia 18 tahun, ukuran umur
dewasa di Australia.
Nilai-nilai ini ditanamkan terutama melalui lembaga-
lembaga pendidikan mulai dari tingkat paling bawah
hingga yang paling tinggi.
Di Aussie—sebutan untuk Australia, pendidikan
terbawah adalah pre-School. Pre-School itu hampir sama
dengan Paud atau pendidikan anak usia dini di Indonesia.
Kindy adalah jenjang selanjutnya setelah Pre-Scholl. Di
Australia, Kindy adalah sejenis pendidikan Taman Kanak-
Kanak di Indonesia.
Pendidikan selanjutnya adalah primary schooll.
Sebagian yang lain menyebutnya dengan Elementary
School dengan masa sekolah enam tahun.
Tahap selanjutnya adalah senior high school yang juga
enam tahun. Kalau di Indonesia kita menyebut SMP/MTs
dan SMA/MA. Sekolah ini gratis semua. Dua tahun

27
setelahnya mereka dapat masuk collage (setingkat D2) yang
merupakan sekolah kejuruan dan berpatokan pada vokasi.
Setelah lulus Senior High School, anak-anak kuliah di
perguruan tinggi. Mereka dapat kuliah di berbagai
universitas. Pada ghalibnya, pemerintah meminjami remaja
mereka untuk kuliah dan akan dikembalikan jika mereka
sudah bekerja. Karena kuliah di Aussie mahalnya minta
ampun. Kuliah S1 bisa 15.000 dolar atau 150 juta per tahun.
Kuliah S3 bisa 27.000 dolar per tahun.
Anak-anak Indonesia umumnya disekolahkan di public
school dengan biaya penuh dari pemerintah Australia.
Untuk pendidikan agama, biasanya orang tuanya sendiri
yang mendidik: mulai membaca al-Qur’an, dasar-dasar
Agama dan sebagainya.
Sebagian yang lain menyekolahkan anak-anaknya
untuk sekolah agama di Taman Pendidikan al-Qur’an,
seperti yang saya lihat di Kota Sydney. Ketua Tanfidziyah
NU Sydney, Ustadz Yusdi mendirikan Taman Pendidikan
Qur’an di rumahnya. TPQ di rumah Ustadz Yusdi bukan
hanya anak-anak kecil, melainkan juga orang tua. “Yang
belajar mengaji di TPQ juga orang-orang tua”, jelas Mas
Latif, salah satu guru TPQ Sydney yang juga mahasiswa
Ph.D di Western Sydney.
Sebagian anak-anak mereka, ada yang di sekolahkan
di Indonesia. Tufel Musyadad, anaknya disekolahkan di
Tazkia Malang. Demikian juga, Susanto dan Mbak Nurul,
sepasang suami istri ini menyekolahkan anaknya di Tazkia
Malang Jawa Timur. Menyekolahkan di sini berarti juga
memasukkan anaknya ke pondok karena sembari sekolah,
mereka juga tinggal di boarding school-nya.
28
“Kalau di pondok, anak saya jadi perhatian. Karena
santri yang lain pada heran, ada anak Aussie yang mondok
di Malang”, jelas Mbak Nurul tentang anaknya yang
berada di Tazkia Malang.

Mulai Taman Pendidikan Qur’an


Hingga Belajar Islam Rasional

Sore itu, saya dapat kiriman video seorang tokoh NU


di kota Sydney. Ternyata, TPQ di Kota Sydney, kota
terbesar yang menjadi ibu kota state (Propinsi) New South
Wales Australia. Ada sekitar belasan anak-anak kecil yang
sedang belajar al-Qur’an. Ust Rahmat, yang menjadi
pengajar di tempat tersebut. Selain anak-anak, tampak
orang tua santri TPQ mendampingi mereka.
Menurut Ust Rahmat, TPQ ini dilakukan setiap dua
Minggu sekali. Waktunya sore hari. Jangan bayangkan
TPQ di Sydney seperti di Indonesia yang ramai dengan
fasilitas yang macam-macam.
Di pinggir kota Sydney, Ust Yusdi mengadakan
taman al-Qur’an juga. Tidak terbatas pada anak-anak kecil,
namun juga orang-orang tua. Sebagian besar orang
Indonesia, menurut Ust Yusdi, sangat rindu dengan al-
Qur’an sehingga mereka belajar al-Qur’an mulai abata
tanpa malu-malu. Inilah bentuk pengabdian Pengurus
Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama di Sydney.
Di kota besar yang lain seperti Adelaide dan Canberra,
TPQ diselenggarakan di kampus. Misalnya di Flinders
University di Ibu Kota State South Australia. Demikian
juga di Musholla Australian National University yang
29
terletak di kota Canberra, ibu kota Australia. Ini beberapa
tempat dimana diselenggarakan pendidikan al-Qur’an
untuk anak-anak Indonesia.

Pembukaan TPQ di bawah LP Ma’arif NU di Sydney

Selain TPQ, ghalibnya hari Sabtu juga diadakan


pengajian untuk menambah ilmu agama dan silaturrahim
antar sesama warga Indonesia. Misalnya siang hari jam
30
13.00 sd jam 15.00 pengajian khataman, dan jam 15.00-16.00
digunakan untuk pengajian TPQ. Tentu ini
mempertimbangkan banyak hal: efisiensi dan efektifitas
jam mengajar.
TPQ ini adalah kegelisahan orang NU yang melihat
tidak adanya pendidikan agama di sekolah, baik Pre-
Schooll, Kindy, Primary Scholl, Senior High Scholl, Collage
hingga University.
Diakui bahwa pendidikan di Australia lebih
mengedepankan berpikir kritis. Pendidikan seperti ini
ditanamkan sejak kecil. Mereka menjadi berani dan
berpikir kritis. Ketika saya masuk ke Primary Scholl di
Canberra, saya melihat yang dibangun di sekolah ini
adalah kreatifitas, keberanian dan berpikir kritis.
Makanya, jangan heran jika mereka sejak kecil berpikir
kritis. Muja, seorang dosen di UIN Alaudin Makasar
bercerita pada saya: bagaimana menghadapi anak-anak
yang kritis. Anak perempuannya yang kelas 1 SMP
bertanya alasan diperintahkannya menggunakan jilbab.
Muja terus terang kewalahan alasan rasional kewajiban
menggunakan jilbab.
Mas Muja, menceritakan kegalauannya tentang
penjelasan agama pada anaknya. “Saya harus menjelaskan
agama yang logis pada anak perempuan saya; mengapa
harus pakai hijab. Karena lingkungan sekolah mereka
diajari berpikir kritis”, tukas Muja yang juga Dosen
Universitas Islam Negeri Alaudin Makasar tersebut.
Sesungguhnya kegalauan mas Muja sudah dijawab
oleh Islam. Misalnya hadits Nabi Muhammad Saw:

31
‫ﻟﻴﺲ اﻟﺪﻳﻦ ﳌﻦ ﻻ ﻋﻘﻞ ﻟﻪ‬
“Tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal”.
(Hadist)
Hadits ini dikuatkan dengan ayat-ayat yang
mendorong manusia menggunakan akalnya: afala
yatadabbarun, afala ya’qilun, afala yatafakkarun, dan ayat-ayat
lain yang bertujuda agar manusia memaksimalkan akalnya
untuk memahami agama Islam.
Kita diingatkan dengan buku yang ditulis oleh Prof
Harun Nasution “Islam Rasional” yang didalamnya
membahas tentang doktrin Islam dan rasionalisasinya.
Saya juga pernah menulis “Fiqh Rasional” yang secara
praktis melihat domain fikih yang fleksibel karena sifatnya
yang rasional.
Hanya saja, penjelasan yang memadai dan
komprehensip bagaimana Islam dan Fikih yang Rasional,
ini yang menurut hemat saya, masih belum banyak kita
temukan. Tak heran jika lalu Islam dan Fiqhnya dianggap
oleh kalangan masih dalam kubangan tradisional, jumud
bahkan anti-modernitas.
Saya kira, itulah tantangannya di Australia.
Bagaimana Islam dapat dijelaskan secara science dan
rasional selain tantangan lainnya melalui you tube.
Pergaulan global yang menggunakan media sosial
menjadikan Islam di you tube menjadi makanan empuk
bagi mereka.
Dengan kata lain, anak-anak milenial Australia banyak
belajar Islam melalui you tube. Lebih dari itu, anak-anak

32
milenial Australia juga lebih familiar belajar Islam melalui
bahasa Inggris. Sementara, kita melihat pengajian agama
kita masih berbahasa Indonesia atau bahasa daerah: Jawa
dan sebagainya.
Padahal sangat penting pengajian bahasa Inggris
untuk anak-anak Milenial dan orang-orang di Australia.
Inilah tantangan da’i atau mubaligh Islam Wasathiyah di
Indonesia. Jangan hanya menggunakan bahasa lokal, atau
nasional, namun juga sekaligus bahasa global. Berceramah
menggunakan bahasa Inggris.
Inilah tantangan dakwah di masa sekarang. Dakwah
yang tidak hanya bersifat lokal atau regional, namun juga
global. Oleh karena itu, pesantren, madrasah dan
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam harus menangkap ini
sebagai tantangan bersama untuk dicarikan solusinya di
masa sekarang dan masa yang akan datang. Caranya
dengan mempersiapkan Sumber Daya Manusianya sejak
dini.

Wallahu’alam**.

33
34
Dari Mahalnya Biaya Rumah Hingga
Penguburan Mayat

D i antara diskusi yang menarik dalam kunjungan


kami adalah mahalnya biaya penguburan mayat. Mbak
Nella, mengisahkan penguburan suaminya, Prof Jimmi:
“Biaya penguburannya saja mencapai 9000 dolar Australia
atau sekitar 90 juta. Ini sewa untuk 50 tahun. Kalau tambah
lain-lain, bisa mencapai 100 juta-an”, kata perempuan asal
Jepara tersebut.
Berbeda dengan Indonesia yang relatif murah dan
terjangkau masyarakat, biaya penguburan mayat di Aussie
lumayan besar. Jangankan bagi orang Indonesia, bagi
orang Australia pun sangat mahal. Karena itu, bagi yang
tidak mampu, biasanya memilih paket yang murah dengan
cara dibakar. Kini, harga paket bakar mayat mencapai 3000
dolar Australia (atau kurang lebih 30 juta rupiah).
“Kalau penguburan disini, bayak paketnya. Tinggal
pilih, paket yang murah atau yang mahal. Baru kalau
sudah tidak mampu, negara hadir. Mayat diserahkan pada
negara. Dan terserah negara, mayat mau diapakan ”, tukas
Kang Sabil yang juga Katib Syuriyah PCI NU Australia
New Zealand.
Menurut Mbak Nella, orang Australia termasuk
mudah stress. Terutama ketika menghadapi kematian
keluarganya. “Ini beda dengan orang Indonesia. Di

35
Indonesia, orang-orang sudah disiapkan dengan kematian.
Kita biasa aja dengan kematian. Apalagi ada tahlil yang
ikut menghibur keluarga yang ditinggal, dalam tempo
waktu 7 hari, 40 hari, 100 hari bahkan 3 tahun”, ujar Mbak
Nella yang juga menjadi sesepuh PCI NU Australia New
Zealand.
Kalau orang Australia, ditinggal mati keluarga bisa
menjadikan stres berat. Sama dengan stresnya mereka
menghadapi kemacetan, mogok di jalan dan seterusnya.
Karena itu, tahlilan ala NU sesunguhnya bisa menjadi
solusi. Di kalangan mereka sendiri, nyatanya juga ada
kegiatan serupa tahlil pada waktu hari H dan tujuh hari
setelah kematiannya.
Makanya, di balik keadaan yang kurang mendukung
di Indonesia, pada sisi lain hal yang demikian ini
menjadikan orang Indonesia “tahan banting”. Orang
Indonesia lebih sabar menerima keadaan terburuk
dibanding orang Australia misalnya. Apalagi dikuatkan
dengan iman seorang muslim yang ketika diberi
kenikmatan, mereka bersyukur dan ketika diberi
kemadlaratan, mereka bersabar sebagaimana sabda Nabi
Muhammad Saw. Idza ashabathu dlarra’ shabara wa idza
ashabathu sarra’ syakara.
Selain biaya penguburan, biaya yang mahal juga
adalah rumah. Umumnya, harga rumah di Australia
500.000 dolar atau sekitar 5 milyard rupiah. Itu harga
minimalnya. Bukan orang Indonesia saja yang merasa
mahal, orang Australia sendiri juga menganggap mahal.
“Oleh karena itu, orang Australia juga merasa mahal.
Solusinya dari pemerintah memberi cicilan beli rumah.

36
Rata-rata mereka lunas pada saat usia tua”, kata mas Nazil,
yang kuliah di Monas University Melbourne.

Halaman Rumah Mbak Nella di Kota Adelaide

Kita bisa menghitung kasar. Jika seorang mendapat


gaji 200 dolar per hari x 5 = 1.000 dolar AUD. Dalam
sebulan ia dapat 4000 dolar. Kalau dikalikan 12 bulan maka
sama dengan 48.000 AUD. Jika dikalikan 10 tahun, maka
dia punya uang 480.000 dolar. Dengan demikian, orang
bekerja selama 10 tahun baru dapat rumah seharga 480.000
AUD. Subhanallah, mahal banget.

37
Tak heran jika uang kontrak untuk keluarga di
Australia rata-rata mahal. Misalnya 300 sd 400 dolar
bergantung pada ukuran rumahnya. Dengan asumsi
minimal, kalau sebulan, bisa mencapai 1200 dolar atau 12
juta rupiah. Mahal banget. Ini belum menghitung wifi,
listrik, dan sebagainya. Jika ditotal bisa 1600 atau 1700
dolar. “Kalau ngirit, beasiswa kita cukup. Kalau tidak, ya
kita harus bekerja. Kebanyakan mahasiswa di sini sambil
bekerja”, ujar mas Hasan yang dari Western Sydney
University.
Di Australia, terbuka semua jenis pekerjaan. Dan
mereka mendapat gaji yang tinggi atas pekerjaan tersebut.
Mulai dari cleaning service, berkebun, dan sebagainya.
Pekerjaan yang tidak menuntut kompetensi khusus.
Minimal gaji perjamnya 25 dolar dengan maksimal kerja
empat jam. Sehingga, seseorang memperoleh gaji 100 dolar
setiap hari.
Ini pekerjaan biasa pada hari-hari biasa, yaitu Senin
hingga hari Jum’at. Jika weekend, gaji per jamnya bisa naik,
yaitu 30 dolar per jam. Atau liburan tahun baru, gaji per
jam dapat mencapai 40 dolar per jam sehingga satu hari
dapat mengantongi uang 160 dolar perhari dengan asumsi
kerja empat jam.
Kalau pekerjaan di sektor yang profesional seperti
bankir, dosen, lawyer, dokter, aparat negara dan
sebagainya, gaji bisa berkali-kali lipatnya. Apalagi menjadi
pengusaha di Australia, tentu akan lebih banyak
mendapatkan pundi-pundi dolar dengan memanfaatkan
peluang yang ada.

38
Kini, Australia membuka peluang kerja dengan
working temporary visa yang dapat tiga tahun maksimal di
Australia. Sejak beberapa tahun terakhir ini, Australia
menyiapkan 1000 fomulir visa ini dan bisa diserap oleh
baik lulusan SMA, MA, dan perguruan tinggi yang mau
bekerja di Australia. Tentu ini peluang yang bagus untuk
mencari peluang kerja di negeri Kanguru sembari
menyiapkan peluang untuk kuliah jika ia mau melanjutkan
ke jenjang yang lebih tinggi.

Wallahu’alam. @

39
40
Bedanya Islam Nusantara dan
Islam Australia

M odel keberagamaan Islam di Australia harus


melihat kondisi di Australia. Tidak serta merta sama persis
dengan Islam di Indonesia atau Arab Saudi. Demikian saya
sampaikan pada hari Sabtu, 10 Agustus 2019 dalam
Seminar “Membincang Islam Nusantara” di Auditorium
Oasis Flinders University Adelaide.
Filnders University merupakan tiga universitas
terbesar di State (Propinsi) South Australia selain UniSA
(University of South Australia) dan University of
Adelaide. Adelaide sendiri adalah Ibu Kota State (negara
bagian) South Australia.
Acara yang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang
Istemewa NU Australia-New Zealand bekerja sama dengan
Kajian Islam Adelaide (KIA) dan Perhimpunan Pelajar
Indonesia Australia (PPIA) dihadiri hampir seratus lebih
warga dan pelajar Indonesia. Tufel N. Musyadad (Ketua
Tanfidziyah PCI NU ANZ), Sabilil Muttaqin (Katib
Syuriyah PCI NU ANZ) dan Ustadz Rahman al-Makassari
(Ketua KIA) hadir pada acara yang berlangsung gayeng
tersebut.

41
Bersama peserta seminar Membincang Islam Nusantara di
Flinders University, Adelaide

Ketika saya ditanya bagaimana hukum fikihnya


‘kebiasaan berbexiu’ di kota Adelaide, maka saya akan
jawab setelah tahu keadaan dan adat istiadat tentang
berbexiu di Adelaide. Urf atau tradisi setempat ini penting,
sehingga dijadikan acuan dalam penetapan hukum. Kalau
tidak, maka seperti kata Ibnu Abidin yang bermadzhab

42
Hanafi, fatwa hukum akan tercerabut dari akar
kemaslahatan dan malah bisa membawa kemadlaratan.
Sebelumnya, saya sebagai Ketua Umum Asosiasi
Penulis dan Peneliti Islam Nusantara Seluruh Indonesia
(ASPIRASI) itu membeberkan pentingnya Islam Nusantara
dengan empat argumentasi sebagai berikut:
Pertama, irsalu Rasulillah rahmatan lil alamin. (QS. Al-
Anbiya: 107). Aspek rahmatan lil alamin menegaskan
bahwa Islam adalah agama paripurna yang disebar ke
seluruh dunia.
Kedua, shalahiyatus syari’ah li kulli zaman wa makan.
Syariah yang selalu compatable dengan waktu kapan pun
dan tempat manapun.Termasuk sesuai dengan Indonesia
dan Australia.
Untuk yang ketiga, adalah ijtihaad lihuduutsi al-waqaa’i.
Maksudnya, ijtihad untuk menghadapi berbagai
problematika kontemporer. Demikian ini karena seperti
kata Ibnu Rusyd: an-nushuus mutanaahiyatun wal waqaai’u
ghairu mutanaahiyatin. Setelah Nabi wafat, maka nash-nash
berhenti. Sementara problematika kehidupan tidak
berhenti. Dalam keadaan ini, ijtihad harus dilakukan,
meski orang yang berijitihad tidak boleh sembarang orang.
Keempat, ad-da’wah bil hikmah wal mauidlatil hasanah
wal mujaadalah bil husna. Yaitu dakwah Islam yang
mengajak dengan hikmah, pelajaran yang baik dan adu
argumentasi (QS. An-Nahl: 25). Beda dengan hukum yang
rigid dan kaku, kalau dakwah lebih mengutamakan ajak-
ajak untuk kebaikan dengan senantiasa memahami
keadaan objek dakwah.

43
Bagaimana dengan praktik Islam Australia? Secara
subtansi, Islam Australia yang dipraktikkan tidak berbeda
dengan Islam Nusantara. Untuk ibadah mahdhah seperti
sholat, puasa, haji, zakat dan ibadah mahdlah lainnya
sama. Hanya karena adanya kesulitan dalam praktik
ibadah di sini, maka kita bisa menggunakan pendapat-
pendapat madzhab. Sementara, dalam hal ihwal
mu’amalah, maka hukum Islam sangat fleksibel dan
berpotensi menerima perubahan.
“Saya setuju dengan Prof Haris. Di tempat ini (Kajian
Islam Adelaide), kita sajikan ada banyak pendapat.
Terserah, nanti pendapat yang mana yang akan dipilih.
Karena itu dialog sangat penting dalam kajian-kajian kita”,
tegas Tufel Musyadad, yang juga Ketua PCI NU Australia-
New Zealand dalam sambutannya.
Bagi Tufel, Kajian Islam Adelaide (KIAI) adalah media
berdialog antar komunitas dan pendapat Islam yang
berbeda-beda. Dialog pun berjalan cerdas dan menarik di
tempat ini sehingga umat Islam di Adelaide khususnya
akan dewasa dengan perbedaan yang ada. Karena itu,
tidak ada menang-menangan. Bahkan, lanjut Tufel, di
kajian ini juga terbuka untuk orang yang beragama non-
muslim.
Saya lihat, memang ada beberapa orang non-muslim
yang saya temui pasca pengajian. Ketua PPIA, adalah
mahasiswa di Adelaide dan beragama Hindu. Sementara,
beberapa yang lain, ada yang beragama Kristen dan
Katolik. Nuansa kemajemukan tetap muncul, kendati
forum ini mayoritas yang hadir beragama Islam

44
sebagaimana nomenklatur forum kajian ini, yaitu Kajian
Islam Adelaide.
Tidak seperti pemahaman radikal dalam Islam yang
hanya monoperspektif, dalam pandangan saya, Islam
Dialogis, adalah satu unsur dalam model Islam Nusantara.
(M. Noor Harisudin: 2019). Saya mencatat perbedaan
pendapat ulama tentang Bunga Bank: Ada pendapat yang
mengharamkan, membolehkan dan ada juga yang
mengatakan syubhat. (Lihat, Ahkamul Fuqaha: 243).
Ketiga pendapat ini, hingga sekarang masih dipakai
oleh kalangan NU. Meskipun untuk langkah hati-hati
(ihtiyath), mereka mengambil pendapat yang
mengharamkan untuk dirinya sendiri sembari toleran
terhadap pendapat yang mengatakan boleh karena alas an
bunga bank beda dengan riba.
Demikian dapat dimaklumi karena termasuk perkara
yang diperselisihkan ulama (mukhtalaf fihi), bukan mujma’
alaihi (yang disepakati). Dalam kaidah fikih dikatakan: la
yunkaru almukhatafu fihi wa innama yunkaru al-mujma’u
alaihi. Perkara yang diperselisihkan tidak dapat diingkari
(artinya harus ditoleransi). Yang bisa diingkari hanya
perkara yang telah disepakati para ulama.
Dalam konteks ini, kita bisa memahami bahwa ulama
membiarkan perbedaan pendapat diantara mereka sebagai
rahmat. Karena perbedaan tersebut dalam koridor yang
ditoleransi. Sementara, perbedaan pendapat tidak boleh
ditoleransi dalam hal yang berkaitan dengan haramnya
zina, haramnya mencuri, Tuhan itu Allah, Muhammad
Rasulullah, dan sebagainya.

45
Fenti, perempuan aktivis dan jangkar NU dari
Brisbane juga mengatakan hal yang sama. “Saya setuju jika
dalam konteks Australia, yang pertama ditanya adalah
ulama Australia, bukan dari tempat lainnya. “, ujar
perempuan yang bersuamikan orang Australia, Mr. Walls.
Mereka berdua tinggal di Brisbane, ibu kota negara bagian
Perth.
Lebih lanjut, Fenti juga usul agar model pengajian di
masa sekarang yang mendakwahkan Islam Nusantara
harus mengikuti trend sekarang. “Kita jangan sampai kalah
dengan Islam radikal yang disebar melalui medsos yang
jumlahnya kini merajai di dunia maya. Dakwah Islam
moderat harus lebih milenial”, ujarnya.
Perkataan Fenti jelas memberikan motivasi pada saya
khususnya dan para mubaligh yang lain untuk bergerak
lebih masif di media sosial. Selama ini, saya merasa sudah
nyaman dengan model dakwah yang biasa-biasa saja dan
abai dengan media social yang menjadi juru bicara utama
di era revolusi industri 4.0. Para mubaligh harus
menggunakan media yang juga milenial untuk
menyampaikan pesan-pesan keagaamaannya agar lebih
mudah diterima generasi Z.
Zaman terus berjalan. Semuanya berubah. Tidak ada
yang tidak berubah selain perubahan itu sendiri. Dalam
konteks itulah, maka dakwah harus digerakkan dengan
content milenial, cara milenial, dan tentunya gaya yang
milenial agar mereka terpikat dengan agama Islam. Bukan
malah menjauh dari agama Islam.
Walhasil, kembali pada soal utama: Catatan penting
antara Islam Nusantara dan Islam Australia adalah bahwa
46
tidak ada yang beda antara keduanya. Yang membedakan
hanya pada aspek penerapan dan fleksibilitas serta cara
berekspresi dalam agamanya.

Wallahu’alam. *

47
48
Australia Terapkan Maqashidus Syari’ah
Lebih Dulu

P emerintah Australia sesungguhnya telah


menerapkan Maqashidus Syari’ah lebih dulu. Demikian
pernyataan yang saya sampaikan dalam Kajian Islam
dengan tema “Mengaji Fikih Kontemporer” di Sydney
Australia. Pengajian dialogis yang digelar di rumah tokoh
NU Australia, Ustadz Emil Idad berjalan gayeng dan
menarik.
Pada kesempatan itu, hadir banyak warga dan pelajar
Indonesia di Sydney. Sebelumnya, Ustadz Yusdi dan
Ustadz Emil Idad memimpin tahlil dan doa dalam rangka
tujuh hari almarhum Mbah Maimun Zubair. Kajian dimulai
jam 08.00 p.m hingga 10.30 p.m. waktu malam hari
Australia. Pengajian ini sendiri diselenggarakan oleh PCI
NU Australia-New Zealand bekerja sama dengan KAIFA
(Kajian Islam Kaffah) Sydney, Selasa, 13 Agustus 2019.
Saya misalnya mencontohkan denda-denda untuk
orang yang melanggar lalu-lintas di Australia. Dalam
hemat saya, itu sudah sangat Islami Nah, denda yang 114
dolar, 334 dolar, bahkan 457 dolar. Satu dolar Australia
kurang lebih 10.000,-. Jadi, dendanya mulai 1,14 juta
hingga 4,57 juta. Tujuannya agar orang jera dan tidak
melanggar lalu lintas. Lalu, terbangun keteraturan. Ini kan
49
sesuai Syariah Islam. Demikian juga, penghapusan domestic
violence yang menjadi concern pemerintah Australia. Juga
transparansi keuangan publik Pemerintah Australia yang
semuanya dalam hemat saya, sangat sesuai dengan
maqasidus syari’ah .

Bersama Ust. Emil, Ust. Yusdi, Ust. Rahmat dan PCI NU


Australia –New Zealand di Sydney
Tentang maqasidus syari’ah ini, saya kutip pernyataan
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah (1973, 333):

50
‫ان اﻟﺸﺮﻳﻌﺔ ﻣﺒﻨﺎﻫﺎ و اﺳﺎﺳﻬﺎ ﻋﻠﻲ اﳊﻜﻢ و ﻣﺼﺎﱀ اﻟﻌﺒﺎد ﰲ‬
‫ و ﻫﻲ ﻋﺪل ﻛﻠﻬﺎ ورﲪﺔ ﻛﻠﻬﺎو ﺣﻜﻤﺔ ﻛﻠﻬﺎ و‬,‫اﳌﻌﺎش و اﳌﻌﺎد‬
‫ ﻓﻜﻞ ﻣﺴﺄﻟﺔ ﺧﺮﺟﺖ ﻋﻦ اﻟﻌﺪل اﱄ اﳉﻮر و‬. ‫ﻣﺼﻠﺤﺔ ﻛﻠﻬﺎ‬
‫ﻋﻦ اﻟﺮﲪﺔ اﱄ ﺿﺪﻫﺎ و ﻋﻦ اﳌﺼﻠﺤﺔ اﱄ اﳌﻔﺴﺪة و ﻋﻦ‬
‫اﳊﻜﻤﺔ اﱄ اﻟﻌﺒﺚ ﻓﻠﻴﺴﺖ ﻣﻦ اﻟﺸﺮﻳﻌﺔ و ان ادﺧﻠﺖ ﻓﻴﻬﺎ‬
‫ﺎﺑﻟﺘﺎوﻳﻞ‬
“Sesungguhnya syari’at itu bangunan dan fondasinya
didasarkan pada kebijaksanaan (hikmah) dan
kemaslahatan para hambanya di dunia dan akhirat.
Syariat secara keseluruhannya adalah keadilan,
rahmat, kebijaksanaan dan kemaslahatan. Maka dari
itu, segala perkara yang mengabaikan keadilan demi
tirani, kasih sayang pada sebaliknya, kemaslahatan
pada kemafsadatan, kebijaksanaan pada kesia-siaan,
maka itu bukan syari’at, meskipun semua itu
dimasukkan ke dalamnya melalui interpretasi”.

Saya juga perlu mendetailkan rincian maslahah


dengan komentar al-Ghazali (Abu Zahra: 1994, 442-445) :

‫اﳌﺼﻠﺤﺔ ﻓﻬﻲ ﻋﺒﺎرة ﰲ اﻻﺻﻞ ﻋﻦ ﺟﻠﺐ ﻣﻨﻔﻌﺔ او دﻓﻊ ﻣﻀﺮة‬


‫و ﻟﺴﻨﺎ ﻧﻌﲏ ﺑﻪ ذﻟﻚ ﻓﺎن ﺟﻠﺐ اﳌﻨﻔﻌﺔ و دﻓﻊ اﳌﻀﺮة ﻣﻘﺎﺻﺪ‬
51
‫اﳋﻠﻖ و ﺻﻼح اﳋﻠﻖ ﰲ ﲢﺼﻴﻞ ﻣﻘﺎﺻﺪﻫﻢ ﻟﻜﻨﺎ ﻧﻌﲏ‬
‫ﺎﺑﳌﺼﻠﺤﺔ اﶈﺎﻓﻈﺔ ﻋﻠﻲ ﻣﻘﺼﻮد اﻟﺸﺮع و ﻣﻘﺼﻮد اﻟﺸﺮع ﻣﻦ‬
‫اﳋﻠﻖ ﲬﺴﺔ وﻫﻮ ان ﳛﻔﻆ ﻋﻠﻴﻬﻢ دﻳﻨﻬﻢ و ﻧﻔﺴﻬﻢ و ﻋﻘﻠﻬﻢ و‬
‫ﻧﺴﻠﻬﻢ و ﻣﺎﳍﻢ ﻓﻜﻞ ﻣﺎ ﻳﺘﻀﻤﻦ ﺣﻔﺾ ﻫﺬﻩ اﻻﺻﻮل اﳋﻤﺴﺔ‬
‫ﻓﻬﻮ ﻣﺼﻠﺤﺔ و ﻛﻞ ﻣﺎ ﻳﻔﻮت ﻫﺬﻩ اﻻﺻﻮل ﻓﻬﻮ ﻣﻔﺴﺪة و‬
‫دﻓﻌﻬﺎ ﻣﺼﻠﺤﺔ‬

“Maslahah, pada asalnya, adalah ungkapan tentang


penarikan manfaat atau menolak madharat. Namun,
yang kami maksud bukanlah hal itu, karena menarik
manfaat dan menolak madharat adalah tujuan
makhluk (manusia) dan kelayakan yang dirasainya
dalam mencapai tujuan. Akan tetapi, yang kita
maksud dengan maslahah adalah maqshud as-syar’i.
Sementara tujuan syar’i dari makhluk adalah
memelihara agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan.
Setiap sesuatu yang mengandung lima hal ini adalah
maslahah. Sementara, yang tidak mengandung lima
ini adalah mafsadah dan menolaknya termasuk
maslahah”. Dalam pandangan saya, langkah maju
pemerintah Australia juga dapat dilihat dari
penerapan pajak tinggi terhadap orang-orang yang
berpenghasilan tinggi. Sebaliknya, pajak rendah bagi
yang penghasilan rendah atau bahkan tidak ada pajak.

52
Kalau pengusaha kaya raya ditarik 40 persen, ini kan
luar biasa. Kaila yakuuna duulatan bainal aghniyaii minkum.
Agar supaya perputaran harta tidak di kalangan mereka
saja. Pemerintah Australia sudah jauh menerapkan pajak
setinggi ini. Bandingkan dengan pemerintah Indonesia
yang belum menerapkan pajak setinggi itu.
Australia termasuk negara yang luar biasa. Negeri
persemakmuran Inggris itu tergolong tinggi untuk pajak-
pajaknya. Tentu, demikian ini merupakan hal yang biasa
dilakukan oleh Australia, demi untuk membangun negara
mereka sehingga dapat menjadi luar biasa seperti
sekarang.
Sebut misalnya harga mobil saja sangat murah. Harga
mobil second hanya 2000 dolar Australia. Sekitar 20 juta
rupiah. Para mahasiswa Indonesia di Australia rata-rata
memiliki mobil karena harga murah tersebut.
Yang mahal bagi mereka adalah pajaknya. Misalnya
pajak mobil 350 dolar Australia (sama dengan 3,5 juta) per
tahun. Hanya ketika bayar harus membayar Green Slip
sebesar 700 dolar (7 juta rupiah). Green slip adalah sejenis
asuransi jiwa. Karena itu, setiap tahun mereka harus bayar
1.050 Aud atau sekitar 10,5 juta rupiah.
Tak heran jika hampir semua orang punya mobil.
Mereka kadang kewalahan dengan mobil mereka. Ketika
balik ke Indonesia, mereka berikan mobil secara Cuma-
Cuma pada koleganya. Mengapa ? Karena berat pada biaya
pajak yang tingi.

53
Pajak lain yang dibebankan adalah pajak penghasilan.
Sebagian yang bekerja di Aussie, mereka bayar pajak 6 %.
Jika kerja 1 jamnya 25 Aud, maka langsung dipotong 1,5
Aud untuk pajaknya. Hanya pajaknya di akhir tahun dapat
return. Seorang Indonesia yang telah membayar pajak 5000
dolar, maka ia dapat meminta return sejumlah uang yang
dibayarkan tersebut.

Tidak demikian dengan pajak untuk warga negara


Aussie. Uang pajak penghasilan digunakan untuk
membayar pensiun mereka. Orang Aussie umumnya batas
umum bekerja umur 68 tahun, Mereka mendapat super
anuation atau dana pensiun.

Selain itu, pajak tertinggi mencapai 40 persen. Bagi


orang-orang kaya, maka pajaknya juga sesuai dengan
kekayaannya. Government meminta pajak hingga 40
persen. Tentu, ini kebijakan yang luar biasa untuk
menekan jarak yang menganga lebar antara orang miskin
(the poor) dan orang kaya (the have).

Hanya saja, orang merasa enjoy dengan pajak yang


mereka bayarkan karena alokasinya jelas. “Kalau di Aussie,
alokasi pajak tertera jelas: untuk infrastruktur, pendidikan,
dan sebagainya. Beda dengan Indonesia”, kata Mas Hafid
yang juga sedang kuliah Ph.D di Western University di
Sydney.

54
Denda Pelanggar Lalu Lintas yang Tinggi

Selain pajak yang tinggi, Negeri Kanguru ini terkenal


dengan denda yang tinggi. Denda parkir saja, seperti
penuturan Latif, mahasiswa di Sydney 114 dolar Aud
(1,140 juta rupiah). “Ini parkir di ticketing parkir tapi tidak
punta tiket. Kalau parkir kurang dari 10 meter intersection
bayarnya 334 (3,34 juta rupiah). Sementara, kalau parkir
melanggar lampu merah bayar 457 Aud (4,57 juta rupiah)’,
jelas mas Hafidz pada saya.

Orang sangat takut dengan denda yang tinggi


tersebut. Jika pelanggaran terjadi dengan diketahui CCTV,
maka surat tagihan akan muncul kemudian. Oleh karena
itu, maka tak heran jika lalu lintas berjalan tertib.

“Denda mengebut di atas 130 km per jam didenda 800


dolar (8 juta rupiah)”, kata mas Najib yang asal Madura
Jawa Timur. Mas Najib pernah berjalan naik mobil dari
Sydney ke Canberra dan memakan waktu 3 jam.

Denda-denda ini pada satu sisi menakutkan warga,


dan pada sisi lain juga memberi masukan pada negara.
Selain dari pajak yang tinggi dan tepat sasaran, juga
melalui denda-denda pemerintah.

Jalanan yang teratur dan rapi, tanpa kemacetan kecuali


di beberapa kota besar seperti Sydney dan Melbourne.
Demikian itu menunjukkan bahwa Pemerintah Australia
hadir di tengah-tengah masyarakatnya. Lalu lintas di jalan
itu adalah potret keteraturan dan kehebatan pemerintah
Australia.

55
Kita tentu malu jika dibandingkan dengan negara
Indonesia. Setiap pelanggaran lalu lintas, cukup dengan
membayar “uang receh” kepada polisi kendati aturan
utamanya mereka harus ke pengadilan. Langkah bandel
pelanggar lalu lintas di Indonesia anehnya dianggap
sebagai kewajaran dan kelumrahan, padahal demikian ini
melanggar hukum negara.

Jika ditarik pada Islam, maka Australia menerapkan


hadits Nabi Saw: La dlarara wala dliraara. Artinya, tidak
boleh memberi madlarat pada diri sendiri dan juga tidak
boleh pada orang lain. Dari hadist ini, ulama lalu
memberikan jangkar kaidah ushuliyah: al-ashlu fil madlarri
al-tahrimu wal alshlu fil manafi’ al-hillu. Pada dasarnya,
kemadlaratan hukumnya haram dan sebaliknya,
kemanfaatan hukumnya halal.

Australia sebagaimana saya gambarkan jelas


menunjukkan standard yang sangat tinggi dalam
menerapkan kaidah tersebut. Kemadlaratan begitu rupa
dihindari dengan memberikan rambu-rambu berupa sangsi
dan tilang yang melangit. Siapapun pasti akan takut dan
berusaha mentaati peraturan pemerintah dalam hal lalu
lintas tersebut.

Saya menduga, bahwa dalam konteks hal tersebut,


sesungguhnya bukan uang hasil dendanya yang sedang
dituju oleh pemerintah Australia, namun keteraturan itulah
sesungguhnya tujuan utamanya. Uang hanyalah wasilah
atau jalan menuju gerbong lalu lintas yang rapi, anti macet
dan nyaman bagi semua pengendara.

56
Wallahu’alam*

57
58
Green Party dan
Konservasi Lingkungan Hidup

S ore itu, saya diajak mas Katiman dan istri ke


tempat Kanguru di Canberra, ibu Kota Australia. Mas
Katiman yang alumni Universitas Gajah Mada tersebut
mengajak saya untuk menyusuri tempat cangkruknya
Kanguru di Canberra. Sayang, hari itu bukan hari baik
saya. Kanguru yang biasanya ‘cangkrukan’ sore itu pergi
entah kemana. Mas Katiman yang juga mahasiswa Ph.D di
Aussie itu bercerita, bagaimana pemerintah Australia
melindungi kelestarian lingkungan.
Menurut mas Katiman, salah satu yang menarik
adalah pembangunan sistem yang peduli pada konservasi
lingkungan. Sungguh saya sangat terkesan dengan apa
yang ada di Aussie. Kota-kota besar masih tampak hijau
royo-royo. Demikian ini karena pemerintah sangat peduli
terhadap lingkungan hidup.
Sebelumnya, saya sudah banyak berdiskusi dengan
Mbak Nella dan teman-teman di Adelaide tentang concern
pemerintah Aussie dalam lingkungan. Di rumah Mbak
Nella, yang menjadi pusat kegiatan PCI NU Australia New
Zealand, tampak hijau dan indah. Rumput dan tumbuh-
tumbuhan sangat asri.

59
“Di Australia, binatang dan tumbuhan sangat di
lindungi. Karena itu, di rumah ini, Prof Haris masih bisa
mendengar kicau burung. Lihat, burung Elang pun juga
masih ada di sini”, kata istri almarhum Prof Jim, Mbak
Nella pada saya.
Memang, kita menjumpai suasana kicauan burung
desa bahkan hutan di kota-kota Aussie. Meski kota besar
seperti Sydney, tentu tidak sebanyak jumlahnya di kota-
kota yang lain Australia. Di Sydney, kita masih biasa
bertemu dengan burung merpati di beberapa taman kota.
Pemerintah Australia sangat peduli menjaga
kelestarian binatang. Karena itu, penembakan burung,
kanguru, atau hewan yang lain dilarang dan disangsi
keras. Hewan-hewan ini dlindungi oleh negara. Tak heran
di bulan Oktober 2019, saya mengutip berita ini:
“Seorang pemuda Australia ditangkap dan didakwa
atas kematian massal 20 ekor kanguru. Pemuda
berusia 19 tahun ini dengan sengaja lelindas kanguru-
kanguru itu dengan truknya dalam aksi keji yang
berlangsung selama satu jam.
Seperti dilansir AFP (2/10/2019) sedikitya 20 ekor
kanguru termasuk dua anak kanguru ditemukan
tergeletak secara tersebar di halaman rumah warga
dan di jalanan di area Pantai Tura yang berjarak 450
kolometer sebelah selatan Sydney, pada Minggu (29/9)
waktu setempat”. (www.m.detik.com).

60
Bagaimana kerasnya pemerintah Australia
memberikan sangsi pada pelaku yang membunuh kanguru
tersebut. Ini menunjukkan komitmen Negara ini dalam
melindungi habitat hewan-hewan di Australia.
Kecuali ada binatang yang justru pemerintah Australia
memerintahkan untuk membunuhnya seperti kelinci
karena dianggap terlalu banyak jumlahnya dan merusak
habitat tumbuh-tumbuhan di sana. “Kalau kelinci, malah
negara memusnahkannya karena dipandang merusak
tanaman”, kata Ustadz Katiman yang juga ketua Pengajian
Khataman di Canberra.
Tidak hanya itu. Negara juga melindungi tumbuh-
tumbuhan dan tanaman. Ada larangan keras mematikan
tanaman dengan sangsi yang sangat keras. “Kalaupun
terpaksa harus dimatikan, maka Pemerintah yang
mematikan tumbuhan tersebut, bukan orang atau
pemiliknya”, kata mas Latif yang di Sydney.
Dan masih banyak lagi kebijakan yang membuat
terbentuknya konservasi lingkungan hidup di Australia.
Apalagi, ada satu partai yang mengawal kelestarian
lingkungan hidup di negeri kanguru tersebut, yaitu Green
Party. Visi utama Green Party adalah bagaimana agar
kebijakan partai fokus pada pelestarian lingkungan hidup
di Australia. Pemerintah Federal Australia didesak terus
bagaimana agar terus melindungi lingkungan hidup.
Bahkan, Green Party ini menang di beberapa state
(Negara bagian) di Australia, memungkinkan kerja-kerja
konservasi lingkungan agar terjaga kesinambungannya di
masa-masa yang akan datang. Tentu, untuk orang
Australia di masa sekarang dan masa-masa kemudian.
61
Green Party adalah satu dari beberapa partai di
Australia. Partai besar lainnya adalah Liberal National
Party (Partai Nasional Liberal) dan Labour Party (Partai
Buruh).
Sesungguhnya, apa yang dilakukan di Australia
terutama dalam kebijakan kelestarian lingkungan sesuai
dengan maqsud syari dalam perlindungan Alam. Mustofa
Abu Sway dalam Toward an Islamuc Jurispundence of the
environmental mengatakan:
“…Looking at the original five, we would recognize
that the protect the environment is the major aim. For
if the situation of the environment keep deteriorating
there will ultimately be no life, no property and no
religion. The environment encompasses the other aims
of the syariah. The destruction of the environment
prevent the human being from fulfilling the concept of
vicegerency on earth. Indeed, the very existence of
humanity is at take here”.
Maksudnya, melihat pada lima dasar, kita akan
menyadari bahwa melindungi lingkungan adalah
tujuan utama. Karena jika situasi lingkungan yang
terus memburuk, pada puncaknya kehidupan akan
berakhir, properti akan hancur dan agamapun akan
sirna. Memelihara lingkungan merupakan tujuan
tertinggi syariah. Kerusakan lingkungan akan
mencegah manusia untuk memenuhi konsep wakil
Tuhan di muka bumi. Sungguh, eksistensi manusia
yang paling penting dipertaruhkan.” (Mustofa Abu
Sway: 34 )

62
Abu Sway yang mengatakan bahwa memelihara
lingkungan merupakan tujuan tertinggi Syari’ah menjadi
bukti bahwa bahwa ia menjadi prioritas utama. Ia berada
di atas ketentuan wajibnya memelihara lingkungan bagi
umat Islam.

Wallahu’alam.*

63
64
Pelaku Kekerasan dalam Rumah Tangga
‘Musuh Besar’ Australia

A ustralia termasuk negara yang bersikap keras


terhadap para pelaku kekerasan dalam rumah tangga
(domestic violence). Demikian ini karena penghormatan
pemerintah yang tinggi terhadap kemanusiaan, terutama
pada perempuan yang seringkali menjadi korban
kekerasan dalam rumah tangga. Seperti yang dituturkan
Pak Yusdi, Ketua NU di Sydney. Pak Yusdi adalah orang
Jepara yang menikah dengan orang Australia. Dia bersama
istrinya telah menjadi citizen yang punya hak penuh
sebagai warga Australia.
“Yang saya tahu, pemerintah Australia sangat
mengecam keras domestic violence”, kata Pak Yusdi, Ketua
NU Sydney yang memulai diskusi. Sejak, kecil, anak-anak
sudah dididik untuk anti domestic violence.
“Jika orang melakukan kekerasan terhadap istrinya,
maka sangsinya keras. Salah satunya dia tidak boleh
mendekat istrinya, kecuali dalam jarak beberapa meter”,
kata Yusdi dalam diskusi di rumah Hasan, di kota Sydney.
Mas Hasan adalah salah satu mahasiswa Western Sydney
University. Dia sendiri dosen di Unusia Jakarta.

65
In Australia, domestic violence is defined by The
Family Law Act 1975 as “violent, threatening or other
behaviour by a person that coerces or controls a
member of the person’s family or causes the family
member to be fearful”. (en.m.wikipedia.org).

Dalam kamus Australia, terma domestic violence


menggunakan istilah beda-beda. Sebagian state
menggunakan istilah “family violence”, atau juga
“domestic and family violence “ dan sebagian yang lain
menggunakan istilah “domestic abuse”. Semua istilah ini
merujuk pada kekerasan atau intimidasi yang terjadi di
ruang domestic, baik antar sejenis maupun tidak sejenis
mengingat Australia Negara liberal yang membolehkan
hak-hak LGBT.
Menurut Yusdi, ada banyak kekerasan yang
dilakukan suami terhadap istri. Tidak mengherankan jika
pemerintah Australia menerapkan sangsi yang keras
terhadap mereka. Siapapaun yang melakukan Kekerasan
dalam Rumah Tangga, sangsinya sangat tegas dan juga
keras.
Sesuai dengan data statistik, sebagaimana ditulis
dalam Website White Ribbon Australia bertajuk “Rata-rata 1
orang wanita dibunuh oleh suami atau pacarnya atau
mantan pacarnya setiap minggu”. Pada tahun 2012-2014,
pembunuhan domestic violence mencapai 52 korban jiwa.
Data yang lain menyebutkan bahwa 1 diantara 4
wanita mengalami pelecehan emosi (emotional abuse)
termasuk pelecehan seksual oleh pasangannya sejak usia 15
66
tahun. “Jumlah korban emotional abuse diperkirakan 3,4
juta berdasarkan Biro Statistik Survey pada tahun 2016 “,
lanjut pak Yusdi memberikan informasi pada saya.
Bukan hanya pada perempuan, kekerasan domestik
juga terjadi pada laki-laki. Tepatnya 1 dari 5 laki-laki telah
mengalami kekerasan domestik sejak umur 15 tahun.
“Kebetulan, saya juga koordinator suami atau istri
Australia. Jadi saya sering mendengar curhat mereka”, kata
alumnus Universitas Sebelas Maret Solo tersebut sambil
tertawa.
Di tengah-tengah sulitnya perceraian karena harus
menunggu masa dua tahun, jika memang terjadi KDRT
pada salah satu pihak, maka negara sangat keras bersikap
dan memberi hukuman pada pelakunya.
Dengan melihat tingginya angka korban domestic
violence dan sebagai upaya perlindungan terhadap korban,
maka pemerintah Australia mengeluarkan legislation yang
menjamin perlindungan terhadap warganya ”Bahkan,
setiap warga negara mendapat jaminan kesejahteraan dan
kompensasi jika terbukti dia menjadi korban KDRT.
Bahkan, karyawan diberikan ijin cuti yang dibayar
pemerintah dalam proses pemisahan tempat tinggal
dengan pasangannya demi menjaga keselamatan korban”,
kata p Yusdi mengakhiri penjelasannya.
Lebih dari itu, Australia juga melakukan langkah-
langkah antisipatif. Dalam Undang-undang terbaru
mereka, calon pemohon visa yang terbukti secara hukum
menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga, tidak akan
diizinkan untuk masuk ke Australia. Peraturan ini telah

67
ditanda-tangani Menteri Imigrasi, David Coleman, dan
berlaku sejak 28 Pebruari tahun 2019.
“Jika kamu pernah divonis atas tindak kekerasan
terhadap wanita atau anak-anak, kamu tidak akan
diterima. Dimanapun terjadinya aksi kekerasan
tersebut, apapun sangsi yang dijatuhkan, Australia
tidak akan memberikan toleransi untuk pelaku
kekerasan dalam rumah tangga”, ujar Coleman
sebagaimana dikutip dalam SBS.

Langkah lain pemerintah Australia adalah dengan


memasangi gelang GPS Real Time pada pelaku Kekerasan
dalam Rumah Tangga. Ini seperti yang dilakukan di negara
bagian Tasmania. Sistem ini akan memonitor pergerakan
pelaku KDRT secara seketika atau real time. Alat pelacak
ini merupakan bagian dari uji coba selama 18 bulan yang
dimulai di kota Hobart. Diperkirakan ada 100 alat pelacak
yang akan dioperasikan pada akhir masa persidangan.
Dengan alat ini, pelaku kekerasan rumah tangga pada
akhirnya akan bertanggung jawab atas kerusakan yang
disebabkannya. Polisi Tasmania terus akan menahan
pelaku dan itu yang menjadi focus apa yang dilakukan
oleh pemerintah negara bagian Tasmania.
Tidak cukup dengan itu. Untuk meminimalkan
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, Perdana
Menteri Australia terpilih, Malcolm Tumbull,
mengumumkan akan mengalokasikan dana 100 juta dollar
AUD (kurang lebih 1,03 triliyun rupiah). Dana ini
digunakan untuk menanggulangi KDRT yang bertolak dari
tidak dihormatinya perempuan.
68
Demikianlah, Pemerintah Australia menunjukkan
kepedulian yang tinggi terhadap penghapusan kekerasan
dalam rumah tangga.

Wallahu’alam. *

69
70
Australia, Perpustakaan dan Museum
Peradaban

J ika anda jalan-jalan ke Australia, anda juga akan


disuguhi berbagai museum. Hampir di semua state
(propinsi) dan kota-kota, ada museum yang indah-indah
dibangun. Sejak berada di Adelaide ibu kota State South
Australia, saya diajak berkeliling ke Museum yang cantik-
cantik. Tidak seperti di negara kita, museum dibayangkan
kuno, klasik dan tidak menarik. Demikian ini berbeda
dengan museum Australia yang klasik, milenial dan
tentunya sangat menarik.
“Kalau museum ini, isinya bukan hanya dari
Australia. Namun juga dari berbagai negara dunia”, kata
Kang Sabil pada saya ketika menemani Museum di
Adelaide. Di sana, bukan hanya tentang Aborigin yang asli
Australia, namun juga gambar-gambar yang unik yang
berhubungan dengan Australia. Sebagian lukisan dibeli
dari pelukis kelas dunia.
Hampir dua jam saya berkeliling di museum South
Australia tersebut. Hemmm, luar biasa. Meski dalam hati
saya, ada banyak yang saya tidak ngeh langsung dengan
maksud museum tersebut. Coret-coret lukisan dan genteng
yang rusak salah satunya. Tentu, hanya para seniman yang

71
ahli yang tahu maksud dan pesan coretan dan genteng
rusak tersebut.

Museum yang eksotik di kota Adelaide

72
Pemandangan yang sama saya rasakan di Sydney
maupun Canberrra. Di Sydney, museum dibangun dengan
amat cantik. Isinya barang-barang klasik Australia.
Namun, ada juga Museum di Canberra yang menarik.
Yaitu museum militer. Di museum ini, kita bias melihat
peralatan tempur Australia mulai dulu hingga sekarang.
Para korban yang berguguran juga dicatat di Museum
tersebut. Suasana dalam mesuem juga dibuat seperti
suasana perang yang mencekam.
Australia tidak hanya terkenal dengan museumnya,
namun juga terkenal dengan perpustakaan. Di negara
Kanguru ini, kita serasa dimanjakan dengan perpustakaan
yang mewah, mulai tingkat subborb hingga ibu kota
Canberra.
“Benar Prof. Hampir di- subborb ada perpustakaan
untuk anak-anak. Negara memang hadir dengan fasilitas
perpustakaan yang lumayan memadai”, terang Sabil dalam
perjalanan keliling kota Adelaide bersama saya.
Perpustakaan di Adelaide sangat besar. Ruangan-
ruangan di desain ‘klasik’ dengan temaram lampu yang
tenang. Buku-buku kuno saya lihat juga masih banyak,
selain tentu saja buku-buku baru yang bersifat
kontemporer.
Perpustakaan di Sydney terlihat lebih milenial.
Bangunannya mewah. Lampunya bersinar. Seperti terlihat
di sana, ada banyak anak-anak muda yang bercengkerama
dengan buku-bukunya. Asyik dan menyenangkan. Di
bangunan lain perpustakaan, ada library yang mewah
dengan design kafe yang ramai pengunjung.

73
Saya sempat selfi berkali-kali dengan Hafidz,
mahasiswa Ph.D Sydney. Pemandangan yang menarik
untuk orang seperti saya. Baik di luar maupun dalam
library milik state New South Wales tersebut.
Wallahu’alam. ***

74
Halal Food dan Nuansa Islam Dunia
di Jalan Lakemba Sydney

S alah satu yang menarik di Australia adalah


kuliner. Kuliner ini harus benar-benar memperhatikan
unsur kehalalan karena jumlah minoritas muslim di
Australia. Meski kuliner di Aussie harus juga melihat-lihat
‘kotanya’ terlebih dulu.
Jika di Kota Adelaide, kita sangat sulit mendapati
makanan khas Indonesia. Demikian juga di Melbourne dan
ibu kota Canberra. Umumnya, orang Indonesia mengajak
makan di rumah sesama Indonesia. Seperti waktu malam
hari di Canberrra, saya diajak Mas Katiman, Mbak Lola,
Mas Wowok, dan sebagainya untuk makan di rumah Pak
Zaki, atase Kedutaan Indonesia di Australia.
Kalaupun ada, maka makanan yang disajikan bukan
hanya Indonesia, tapi Afghanistan, Turki, Malaysia, dan
sebagainya. Afganistan menyajikan makan nasi Briani yang
belum terbiasa dengan kita. Turki dengan Kebab Turkinya
juga sama. Yang mirip-mirip adalah menu makanan
Malaysia.
Demikian ini beda dengan Kuliner Halal di Sydney.
Jumlah kuliner muslim lebih banyak dan lebih beraneka
ragam, terutama di Jalan Lakemba. Saya dan mas Latif
diajak ke restoran Padang di Jalan Lakemba. Restoran ini

75
milik Ustadz Wawan yang juga memiliki usaha travel haji
di Australia.
Lakemba sendiri berjarak 15 kilometer dari barat daya
pusat kota Sydney. Bersama mas Latif, saya pesan
makanan ‘ala Indonesia. Wah, ini menu yang menarik. Kata
saya dalam hati. 1000 persen pasti Indonesia.
Lakemba adalah tempat unik. Di jalan ini, berbagai
makanan Indonesia dipajang. Bahkan, menurut penuturan
banyak orang, Lakemba hidup setiap bulan Ramadlan.
Kegiatan ekonomi berjalan full hingga malam hari.
“Kalau Ramadlan, pasarnya luar biasa. Sampai malam
hari, Benar-benar hidup selama satu bulan penuh”, ujar
Mas Akias pada saya.
Informasi yang saya dapatkan, bila Ramdlan tiba,
berbagai makanan disajikan: makanan asia, dumpling,
jagung bakar, kebab dan masih banyak lagi. Makanan khas
negeri muslim juga: Harira, Lahm, Harira, Roti Pide,
Gozleme, Fesenjen, Samosa hingga kolak pisang dan
berbagai gorengan ala Indonesia. Setiap ramadlan, jajanan
di Lakemba dibuka jam 15.00 Wib sampai malam hari.
Tentu, tidak hanya muslim Indonesia, namun Muslim
seluruh dunia: Turki, Afghanistan, Mesir, Tunisia, dan
sebagainya. Sayang, saya datang pada bulan Agustus 2019
yang bertepatan dengan winter sehingga hanya melihat
jejak Lakemba yang luar biasa.
Di jalan-jalan, kita sering melihat muslimah yang
berjilbab. Pemandangan yang sulit diperoleh jika di kota
lain. Karena Sydney adalah tempat pertukaran berbagai

76
suku bangsa dunia. Karena itu, jika ingin melihat dunia,
maka datanglah ke Sydney Australia.

Halal Food dan ‘Tempe’ yang Mahal


Sesungguhnya, tidak sulit bagi seorang muslim
mendapatkan makanan halal di Australia. Bagi para
pecinta kuliner, memburu kuliner di Australia utamanya
bagi muslim tidak sulit karena banyak restoran yang buka
dari Turki, Malaysia, Afghanistan, dan sebagainya. Hanya
saja, restoran orang Indonesia, saya tidak pernah
melihatnya.
Di Flinders University misalnya, kita bisa
mendapatkan nasi briani. “Kalau saya, masih belum
terbiasa Prof”, kata mas Sabil.
Mr. Budi yang asal Indonesia dan pengajar di Flinders
University begitu lahap memakan briani yang disajikan di
restor kampus tersebut. Sementara, saya dan mas Sabil
hanya memakan sedikit briani tersebut. Setelah diskusi
dengan beberapa dosen di Flinders, kami memang diajak
makan oleh Mr. Budi.
Makanan lainnya di Canberra, kita bisa dapatkan
kebab turki. Bagi orang Indonesia, Kebab Turki berasa
jumbo sekali. Dua hari makan kebab, saya merasa kenyang
sekali. Tentu, beda dengan kebab Turki di Indonesia yang
ukurannya kecil.

77
Bersama Mr. Budi dan sejumlah koleganya di Flindeers
University, Adelaide

Sementara itu, bagi umumnya orang Indonesia di


Australia, mereka belanja mentahan di Bucher Halal.
Bucher Halal adalah makanan sejenis minimarket –jika di
Indonesia seperti Indomaret atau Alfamaret yang ada di
Australia.
Jumlahnya Bucher Halal banyak sekali. Sayuran,
daging sapi, daging ayam, ikan segar, buah-buahan dan

78
sebagainya disediakan di Bucher Halal. Hargapun sangat
terjangkau di kalangan muslim.
Justru yang mahal adalah makanan-makanan khas
Indonesia seperti tempe. “Kalau di Adelaide, tempe sangat
mahal, sama dengan harga daging. Sementara, daging sapi
terbaik harganya 90 dolar AUD”, jelas Kang Sabil pada
saya.
Untuk mengobati rasa kangen dengan tempe, maka
beberapa orang Indonesia membuat sendiri tempe dengan
kedelai Australia. Ternyata, rasanya sama dengan
Indonesia bahkan lebih nikmat lagi.
Hmmm, makanan Australia tapi berasa Indonesia
banget membuat saya betah di Australia.
Wallahu’alam. **

79
80
Idul Adha dan
Tradisi Halal bi Halal di Adelaide

A llahu akbar Allahu akbar Allahu akbar. Lantunan


takbir ini hanya ada dalam mimpim-mimpi saya karena
ternyata saya berada di kota Adelaide. Tegasnya, suara
takbir hanya ada dalam hati saya. Keadaan yang berbeda
dengan hiruk pikuk takbir di Indonesia sejak Maghrib pada
tanggal 10 Dzulhijah. Demikian juga suara mercon yang
bersahutan karena kegembiraan datangnya Idul Kurban.
Namun, subuh pagi itu, saya berada dalam keheningan
dan kesepian yang sangat. Karena saya ada di kota
Adelaide, ibu kota South Australia.
Ahad pagi Idul Adha hari jam 8 Adelaide, saya
menuju Sport Auditorium di Flinders University Kota
Adelaide. Sport yang memanjang ini berukuran kurang
lebih 30 x 50 meter.
Saya ditemani Ust. Rahman al-Makassari. Mobil yang
membawa kami diparkir di halaman parkir sebelah tempat
sholat Idul Adha. Kebetulan, saya datang ke Australia,
pada saat Hari Raya Idul Adha yang jatuh hari Ahad, 11
Agustus 2019.
Sehari sebelumnya, saya sudah mengisi Seminar Islam
Nusantara di Flinders University Kota Adelaide. Tepatnya

81
di OASIS, tempat bertemu banyak orang di Universitas
ternama di South Australia tersebut. Yaitu tentang
Wawasan Islam Nusantara. OASIS ini tidak jauh posisinya
dengan Sport Auditorium tersebut.
Pagi Idul Adha ini, saya masuk menjadi bagian dari
kurang lebih lima ratus muslim Indonesia masuk di
gedung sport Flinders University di kota Adelaide. Satu
persatu orang masuk Sport Flinders University. Suara
takbir terdengar sayup-sayup di telinga saya. Allahu akbar
allahu akbar allahu akbar.
Suara takbir menggema di Gedung Sport Flinders
University. Khutbah pun dimulai. Khutbah menggunakan
bahasa Inggris dan kadang kala diselingi bahasa Indonesia.
Khatib menekankan pentingnya kepedulian pada sesama,
terutama di Idul Kurban ini.
Usai sholat Id, jama’ah berkerumun. Mereka berjejer
sambil bersalam-salaman. Laki-laki tua muda, anak-anak
berjejer rapi sesuai dengan urutan jama’ahnya. Benar-benar
nuansa Indonesia. “Wah, ini Indonesia banget Kang Sabil”,
kata saya pada Kang Sabil yang ada di sebelah saya.
“Benar, Prof”, jawabnya pada saya.

82
Bersama Mr Walace Darryl Forsyth dan Kang Sabil di
Gedung Spot Flinders University, Adelaide

83
Kamipun berkeliling menyalami satu persatu jama’ah yang
hadir di tempat ini. Kadang kami saling sapa satu dengan
lainnya dan kadang diiringi dengan canda tawa. Suasana
yang cair, akrab dan damai.
“Maaf prof, kita baru tahu kedatangan jenengan.
Kalau tahu lebih awal, saya minta untuk mengisi acara di
MIAS”, kata Bapak Guntur pada saya.
Bapak Guntur adalah Ketua MIAS yang menjadi
wadah persatuan Umat Islam di Adelaide. Selain Kajian
Islam Adelaide, di Adelaide juga ada MIAS yang telah
lebih dulu dan didirikan di ibu kota South Australia
tersebut.
Ternyata lama juga berkeliling menyalami jama’ah,
piker saya. Padahal, jam 11.30 setempat, saya harus
berangkat ke Sydney. Saya sampaikan ke Kang Sabil,
“Kang Sabil, kita segera siap-siap ya untuk menuju
Sydney.”, kata saya pada Kang Sabil.
“Siap prof. Kita makan dulu. Ini ada ketupat, lontong
dan sebagainya. Makanan khas Indonesia. Eman kalau
tidak disantap lho,”, katanya pada saya. Hemmm. Menu
yang membuat hemmm. Tentu, menu yang menggoda kita
semua.
Benar juga. Saya merasakan makanan khas Indonesia
di Adelaide. Bukan hanya makanannya, tapi juga
suasananya. Benar-benar Indonesia banget. Inilah yang
membuat kangen masyarakat Indonesia di Adelaide. Ada
silaturahmi, ada hiburan, ada makanan khas yang 1000
persen Indonesia. Meski di Australia, namun suasana Idul
Adha benar-benar sangat Indonesia.

84
Hari itu, saya merasakan suasana Indonesia banget
meski saya berada di negara Australia. Pengalaman yang
benar-benar sungguh menyenangkan.

Wallahu’alam. **

85
Seminar Islam Nusantara di Flinders University di Adelaid, Ibu
Kota South Australia, Sabtu, 10 Agustus 2019

86
Belajar pada Flinders University, ANU dan
Monash University

H ari Jum’at, saya dibawa Kang Sabil, Katib


Syuriyah PCI NU Australia New Zealand, ke Universitas
Filnders. Saya dipertontonkan bukan hanya keindahan
Flinders University yang memikat, namun juga suasana
akademik yang memukau. Belum lagi dengan layanan
akademik yang wow, jauh sekali dengan kampus-kampus
kita di Indonesia.
Di Australia, Universitas merupakan institusi
pendidikan tertinggi di Australia. Negara kanguru ini
secara khsusus memiliki 39 universitas; 37 Universitas
negeri didanai pemerintah dan 2 universitas swasta. Di
kampus-kampus, mahasiswa dapat memperoleh gelar
sarjana (bachelor) dan juga bisa mengambil jurusan
pascasarjana (postgraduate) jurusan pasca sarjana yang
menyediakan gelar sertifikat, diploma pasca sarjana serta
program magister dan doktoral.
Beberapa universitas di Australia masuk dalam
kategori universitas kelas dunia seperti University of
Sydney, Melbourne University, Monash University,
University of Quesland, Australian National University
dan University of New South Wales.

87
Mari kita masuk pada beberapa universitas di
Australia. Misalnya kita lihat bagaimana‘keindahan’
Filnders University. Hamparan kampus yang puluhan
hektar itu menunjukkan keseriusan pengelolanya. Saya
takjub dengan tatanan kampus Flinders University. Jalan-
jalan yang rapi dan indah serta kebersihan yang terjaga.
Ada taman-taman yang sengaja dibuat untuk
pemandangan mata. Beberapa school (fakultas) dibangun
dengan jarak berjauhan.
Tak terkecuali dengan parkir berbayar yang
nampaknya sengaja dibuat untuk mengurangi keramaian
mobil dan motor. Jika agak siang, pasti parker gratis habis
dan kita mencari parker mobil yang berbayar 10 dolar.
Sekitar 100 ribu. Padahal, jika pakai logika, kita bisa
menggugat: tanah Flinders University yang masih kosong
berjumlah hektaran.Tapi pihak kampus ternyata ingin agar
tidak banyak kendaraan yang membuat mobil macet di
sini.

88
Keindahan Flinders University di Kota Adelaide

Keindahan yang sama bisa kita dapatkan di Australian


National University di Canberra. Dengan tanah yang luas,
ANU juga menampilkan panorama yang indah di kampus.
Meski tidak berbukit seperti Filnders, namun ANU punya
karakter sendiri yang berbeda dengan Flinders. Di kampus
ANU ini, banyak Indonesianis kenamaan seperti Greg
Barton, dan sebagainya.
Jika dua kampus menonjolkan keindahan kampusnya,
maka Monash University dengan tanah terbatas banyak

89
membangun gedung-gedung yang bercorak modern,
milenial dan kenyamanan mahasiswa-dosen. Nilai artistic
gedung ini, wow mantab sekali. Yusni, mahasiswa Ph.D
dari Lombok bercerita, bagaimana gedung Monash
dibangun dengan rencana yang sangat matang. “Investasi
mereka di sarana prasarana sungguh sangat luar biasa”,
ujar Yusni.
Di Monash, para aktivis juga menyediakan tempat
sampah “Borrow Cup”. Gelas dari kertas yang biasa
dimakan dan dibuang di sampah, oleh mereka, dibersihkan
hingga seperti baru. “Gelas ini lalu mereka pinjamkan
secara gratis pada mahasiswa yang membutuhkan”, jelas
Yasni.
Selanjutnya, mari kita lihat layanan mahasiswa.
Umumnya mereka pakai online. Semua layanan mahasiswa
di Filnders University misalnya berkaitan dengan apa yang
mereka sebut dengan “Flinders Connect “. Di layanan ini,
semua urusan mahasiswa diselesaikan: mulai kartu
mahasiswa, pembayaran SPP, skripsi, tesis, hingga wisuda.
Hal yang luar biasa tentunya.
Di Filnders, layanan mahasiswa dilakukan dengan
konsep self-service. Artinya mahasiswa mengurus diri
urusannya. Ketika mereka butuh foto copi, mereka tinggal
foto copi. Ketika mereka mau nge-print, mereka tinggal
print. Demikian seterusnya dengan kartu mahasiswa yang
juga berfungsi sebagai kartu pembayaran. Kartu
mahasiswa dengan demikian menjadi kartu sakti mereka
untuk melakukan aktivitas perkuliahan hingga selesai.
Di Monash, hal yang sama juga ada: Monash Connect.
Selain Monash Connect, mereka juga membuat Monash
90
Career untuk menjadi media informasi bagi mahasiswa
dan alumni dalam mencari kerja. Dua layanan itu menjadi
sangat penting bagi mahasiswa maupun alumni yang
membutuhkan pekerjaan.
Apa yang membedakan Universitas di Australia
dengan Indonesia? Kang Sabil menjawab setidaknya ada
dua hal.
Pertama, intelectuall integrity. Maksudnya adalah
integritas moral dimana dosen maupun mahasiswa
melakukannya. Mereka sangat anti plagiarism. Jika
ketahuan, maka ada hukuman sangat keras hingga
dikeluarkan dari kampus tersebut.
Kedua, objektivitas dalam penilaian. Secara umum,
dosen memilki standard nilai yang diketahui bersama oleh
mahasiswa. Sehingga, seorang mahasiswa akan tahu
berapa nilai yang akan diperoleh saat ini dengan melihat
hasil ujian pada saat di test.
Dan masih banyak lagi yang kita bisa belajar pada
Flinders University, ANU dan Monash University. Ini
adalah bagian kecil dari apa yang saya lihat sekilas dari
Universitas hebat tersebut,
Wallahu’alam. **

91
Seminar Fikih untuk Kaum Milenial, 17 Agsutus 2019 di
Musholla Anuma Australian National University, Ibu Kota
Australia, Canberra.

92
Musuh Utama Orang Australia:
“Loneliness” and “Homelesness”

S elain membangun kemajuan luar biasa, Australia


bukan Negara yang tanpa masalah. Masalah utama mereka
adalah aloneless. “Kesepian” adalah musuh, terutama bagi
orang-orang tua yang telah lanjut usia di negeri Kanguru
tersebut. Dalam bahasa mereka, “Loneliness”:
Loneliness is feeling of distreas people experinces
when their social relations are not the way they would
like. It is a personal feeling of social isolation. It is
different to feeling alone: we can be surounded by
others but still lonely or we can be alone but not feel
lonely.
Kesepian adalah perasaan hampa pengalaman orang
ketika relasi social mereka tidak menyukai mereka.
Dengan kata lain, itu adalah perasaan adanya isolasi
sosial. Ini berbeda dengan perasaan sendiri. Kita bisa
bersama orang lain tapi merasa kesepian, atau kita
sedang sendirian tapi tidak merasa kesepian.

Memang, usia produktif mereka seperti saya


sampaikan sebelumnya dipatok hingga 68 tahun. Artinya

93
mereka baru pensiun di umur tersebut. Suatu momok yang
‘menakutkan’ bagi sebagian besar orang usia lanjut di
Australia setelah mereka pensiun.
Ketika anak mereka yang telah berumur 18 tahun
keluar rumah, alias hidup mandiri, maka orang tua
menjadi kesepian. Pada saat mereka masih bekerja, tentu
tidak terasa karena mereka masih sibuk bekerja. Namun,
tidak demikian dengan umur usia lanjut. Mereka sangat
kesepian karena tidak ada anak cucu selain juga tidak ada
aktivitas keseharian mereka.
“Akhirnya, mereka lebih memilih ke panti Jompo”,
kata Mas Sabil dalam sebuah perjalanan ke Filnders
University di Adelaide.
Di Panti Jompo, meski bukan pilihan ideal, mereka
dapat banyak teman sesama usia lanjutnya. Mereka
habiskan waktu mereka di panti Jompo. Ini tentu beda
dengan Indonesia dimana anak-anak masih kumpul
berbagi kebahagiaan dengan orang tua mereka yang telah
lanjut usia.
Umat Islam di Indonesia apalagi mengenal birrul
walidain atau berbakti pada orang tua sampai kapanpun.
Tak heran jika orang Indonesia berlomba mendapatkan
doa-doa dari orang tua untuk kesuksesan mereka.
Selain kesepian, masalah lain adalah kegelandangan
(homelessness). Meski secara umum penghasilan orang
Australia sejahtera, namun ada saja yang menjadi
gelandangan.
“Itu prof, gelandangan yang ternyata ada di
Australia”, ujar Mas Hasan pada saya dalam perjalanan di
kota Sydney.

94
Data yang ditunjukkan di Australia menunjukkan
bahwa homelessness di Australia terjadi terutama di kota-
kota besar seperti Sydney, Melbourne, Brisbane dan Perth
yang diperkirakan mencapai 105.000 orang. Australia
mempunyai kriteria tentang homeless yaitu:

“(1) do not have acces to safe, secure adequate


housing, or if likely to damage their health. (2) are in
circumtances which threaten or adversely affect the
adequacy, safety, security or affordability of their
home (3) have no security of tenure – that is, they have
no legal right to continued occupation of ther living
area”.

(1) tidak memiliki akses ke tempat yang aman,


perumahan yang layak, atau jika mungkin merusak
kesehatan mereka. (2) berada dalam keadaan yang
mengancam atau berdampak buruk terhadap
keselamatan, keamanan atau keterjangkauan rumah
mereka (3) tidak memiliki jaminan kepemilikan - yaitu,
mereka tidak memiliki hak hukum untuk melanjutkan
pekerjaan di wilayah tempat tinggal mereka ”.

Pada tahun 2011, dalam sensus yang dilakukan, ada


105.237 orang yang masuk dalam kategori Homeless.
Dalam klasifikasinya, mereka menyebut ada enam
homeless, yaitu: (1) Improvised dwellings, tents, sleepers
out (2) supported accommodation (3) people staying with
other households (4) boarding house (5) other temporary
lodgings (6) severaly overcrowded dwellings.
95
Sebagai sebuah Negara persemakmuran di bawah
Inggis, tentu Australia memiliki kebijakan yang lebih
berpihak pada orang-orang yang tidak punya (the haven’t),
meski tidak semuanya dapat di atasi.
Kendati tidak sangat banyak di Indonesia, kita masih
menjumpai ‘gelandangan’ di sudut-sudut terutama kota
besar Australia seperti Sydney dan Melbourne.
Wallahu’alam. **

96
Toleransi ‘Tanpa Batas’

S atu hal yang menarik di Australia adalah sikap


toleran antar sesama. Sebagaimana telah saya sampaikan di
depan, bahwa orang Australia didik untuk bersikap toleran
dengan orang lain.
Dalam konteks beragama, toleransi ditunjukkan baik
pada mereka yang beragama atauapun yang tidak
beragama. Bagi yang beragama, toleransi terlihat pada
hubungan orang beragama. Orang Australia begitu
mudahnya mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri pada
umat Islam. Demikian sebaliknya, umat Islam mengatakan
selamat Natal pada orang Australia yang umumnya
beragama Kristen.
Ketika terjadi pembunuhan massal di New Zealand,
orang-orang Australia tidak tinggal diam. Di Adelaide,
mereka ikut berempati pada orang muslim yang menjadi
korban. Bahkan, sebagian diantara mereka mengumpulkan
dana untuk membantu keluarga korban. Di Canberrra,
orang non-muslim juga bergabung pada saat sholat Jum’at,
hamper mirip dengan apa yang terjadi di New Zealand.
Mereka membawakan bunga tanda ikut bela sungkawa.
Sebagaimana di ketahui, pada Jum’at, seorang brutal
teroris melakukan penembakan pada sejumlah orang yang

97
sedang melakukan sholat Jum’at di Kota Christchurch New
Zealand.
Penembakan biadab ini dilakukan pada saat umat
Islam melakukan ibadah sholat Jum’at. Jatuh korban cukup
banyak, sebagian bahkan 49 orang meninggal dunia.
Pembunuhan biadab ini dikecam oleh seluruh dunia.
Toleransi juga dilakukan pada orang yang tidak
beragama. Australia yang liberal jelas memberi tempat
yang sama antara orang beragama dan tidak beragama.
Bagi orang yang tidak beragama, Australia menjamin
keberadaan mereka, termasuk ketika mereka berterus
terang mendeklarasikan dirinya di depan publik.
Bagi seorang muslim Australia, itulah tantangannya.
Pada satu sisi dia harus bersikap toleran, dan pada saat
yang sama, dia harus berdakwah pada non-muslim.
Toleran dilakukan karena sebagai bentuk penghormatan
pada yang lain. Lau la mukhalafata lama musafahata.
Seandainaya tidak ada perbedaan, maka tak perlu ada
toleransi. Justru karena adanya perbedaan itulah, maka kita
perlu bersikap toleransi.
Allah Swt dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 berfirman:
“Hai manusia, sesungguhnya aku ciptakan kalian dari laki
dan perempuan dan aku jadikan kalian berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar agar kalian saling mengenal satu
dengan lainnya”.
Perintah mengenal bangsa lain adalah sama dengan
perintah untuk bersikap toleran pada yang lain yang
berbeda dengan kita. Toleransi tak akan terwujud tanpa
mengenal satu dengan lainnya: bahasa, adat istiadat,
makanan, pakaian dan sebagainya.
98
Sementara, sebagai seorang muslim, dia punya
kewajiban untuk apa yang disabdakan Nabi Muhammad
Saw. “Ballighu ‘anni wallau ayatan.” Sampaikanlah darikui
sekalipun hanya satu ayat. Kewajiban dakwah tetap dapat
ditunaikan di negeri Kanguru, pada utamanya yang ateis
dan non-muslim dengan cara mempraktikan keindahan
Islam dalam kehidupan keseharian.
Wallahu’alam. **

99
100
Gus Nadirsyah dan
Fenomena Gerakan ‘Islam Radikal’

D alam sebuah pertemuan Forum Masyarakat


Indonesia Australia (FMIA) di Melbourne, beberapa orang
menyesalkan ustadz-ustadz radikal yang sering
berceramah di Australia. Nampaknya mereka resah
dengan keadaan tersebut.
“Kami terus terang khawatir dengan adanya ustadz-
ustadz tersebut yang berlalu lalang datang ke tempat kami.
Khawatir yang terjadi di Indonesia akan juga terjadi di
Australia”, tukas perwakilan FMIA dengan saya dalam
sebuah diskusi terbatas.
Saya diajak berdiskusi dengan mereka di tengah-
tengah restoran yang terdapat di kota Melbourne Australia.
Meja yang memanjang itu diisi oleh 10 orang termasuk
dengan Konjen Melbourne. Diskusi kamipun berjalan
dengan gayeng dan juga seru.
Apa yang mereka resahkan sesungguhnya
merefleksikan gerakan Islam Radikal di Australia
setidaknya dalam lima tahun terakhir. Gerakan mereka
cukup massif dan mengkawatirkan. Lalu lalang dan
intensitas kedatangannya di Australia juga termasuk
sangat tinggi.

101
Bahkan, yang lebih ‘mengerikan’, gerakan mereka ini
yang menguasai di masjid-masjid Australia. Tak heran jika
Gus Nadirsyah Hosen akhirnya dilarang untuk berceramah
di tiga masjid di Melbourne.
“Dalam dua tahun terakhir ini, Gus Nadir dilarang
berceramah di masjid Melbourne. Padahal kita tahu
bagaimana kapasitas dan keilmuan Gus Nadir yang diakui
oleh banyak kalangan”, kata Nazil, mahasiswa Ph.D di
Monash University.
Dalam pandangan Nazil, penolakan terhadap sosok
Gus Nadir yang moderat merupakan klimaks dari
penguasaan kelompok Islam radikal. Sejauh yang saya
pantau, gerakan Hizbut Tahrir dan Wahabi sudah sejak
lama ada di negara Kanguru tersebut.
Meski kelompok radikal Islam ini kuat, namun mereka
tidak serta bisa menguasai Australia. Buktinya, ketika
pemilihan presiden yang silam, Jokowi-KH Ma’ruf Amin
yang menang. Sementara, Prabowo kalah telak. Ini
menunjukkan bahwa kelompok radikal Islam tidak bisa
sesumbar bahwa mereka yang paling besar.
Saya mencatat bahwa gerakan radikal Islam bisa
massif karena cara-cara ekspansi yang mereka lakukan di
dalam masjid. Sementara, kelompok moderat selalu –
kelihatannya—mengalah dengan kelompok Islam radikal
tersebut. Tak heran jika masjid-masjid dan forum
keagamaan mainstream mereka kuasai.
Dalam konteks tersebut, cara kelompok Islam moderat
adalah dengan membuat pengajian Islam tandingan.
Pengajian ini nyatanya cukup ampuh memberikan
perlawanan terhadap kelompok Islam moderat. Sebagai
102
misal, Kelompok Islam Adelaide adalah lawan tanding
kelompok MIAS yang telah lebih dulu ada di Adelaide.
Kajian Islam Kaffah adalah perlawanan terhadap pengajian
yang serupa di Sydney dan sebagainya. Demikian juga di
Canberra dan Melbourne.
Kedatangan sejumlah mahasiswa di Australia
membawa berkah tersendiri bagi penguatan Islam moderat
di Australia.
“Alhamdulillah, doa kami sepertinya terkabulkan.
Ada banyak mahasiswa yang dapat membantu kami untuk
penguatan Islam moderat di Australia”, ujar Ustadz Emil
Idad yang sudah lebih dulu bermukim di Australia.

Wallahu’alam. ***

103
104
Barbexiu, dan Selametan ‘ala NU

T ernyata di Australia ada model selametan ala NU.


Orang Australia menyebutnya dengan Berbexiu. Berbexiu
adalah tradisi yang telah turun temurun sejak dulu di
negeri Kanguru ini.
Berbexiu adalah masak bersama alias ramai-ramai.
Biasanya dilakukan pada hari libur. Seperti kita tahu,
mereka libur bekerja pada hari Sabtu dan Minggu.
Tempat berbexiu ada di taman-taman kota.
Pemerintah Australia sengaja memfasilitasi dengan
membuat tempat bakaran ikan dan daging. Modelnya
seperti tempat bakaran penjual sate di Indonesia, tempat
berbexiu didesign hampir mirip dengan bakaran sate. Yang
membedakan, hanya ada di tempat lapang.
“Ramai Prof, kalau kita berbexiu. Biasanya Sabtu atau
Minggu”, ujar Mas Hafidz, mahasiswa Ph.D di Sydney.
Sayang, saya tidak di masa dimana enak dan nyaman
melakukan berbexiu. Saya hanya mendengar betapa
serunya mereka melakukan berbexiu.
Jika ditarik pada Ushul Fiqh, ini yang dinamakan
dengan ‘urf atau tradisi. ‘Urf adalah kebiasaan baik berupa

105
perkataan maupun perbuatan yang dilakukan oleh
masyarakat tertentu dengan maksud dan tujuan tertentu.

Suasana Barbexiu di Kota Sydney

Dalam konteks ‘Urf, ulama membaginya menjadi dua:


Urf yang baik (shahih) dan urf yang rusak (fasid). Urf yang
shasih adalah ‘urf yang mengandung kemaslahatan dan
tidak bertentangan dengan syari’at. Seperti halal bi halal
yang telah saya sebutkan pada bab sebelumnya, adalah ‘urf
yang shahih. Karena disana mengandung kemaslahatan:
silaturrahmi, minta maaf dan memafkan, bersedekah, dan
sebagainya.
106
Sedangkan, ‘urf fasid adalah ‘urf yang tidak
mengandung maslahah dan bahkan bertentangan dengan
syariat. Sebagai misal, tradisi yang didalamnya
mengandung syirik, adanya ikhtilath laki dan perempuan,
meminum khamar, dan larangan yang lain adalah tradisi
yang fasid. Tradisi ini haram hukumnya.
Saya melihat, tradisi Barbaxiu tidak masuk dalam
kategori tradisi yang fasid. Karena barbexiu mengandung
unsur silaturrahmi, dan bersedekah serta sekedar take rest
setelah berhari-hari dan berbulan-bulan lamanya mereka
bekerja.
Kecuali jika dalam Barbexiu ini ada orang pesta
minuman keras dan seks misalnya, maka hukumnya
menjadi haram.

Wallahu’alam. **

107
108
Penutup

T ak terasa, buku ini sudah selesai. Meski terasa


berat, toh akhirnya dengan segala keterbatasan buku ini
sudah selesai setelah melalui proses penulisan yang
lumayan lama.
Meskipun demikian, saya merasa masih banyak
keterbatasan-keterbatasan dalam penulisan buku. Dalam
pandangan saya, buku ini hanyalah potret kecil yang saya
tangkap setelah melakukan safari dakwah selama 15 hari di
Australia. Saya mesti mengecek beberapa informasi sebagai
cara untuk validasi data untuk kemudian penulis susun
menjadi buku sederhana ini.
Kekurangan dalam buku ini adalah karena sumber
informasi umumnya masih mengambil data-data dari
orang Indonesia di Australia. Orang non-Indonesia,
misalnya Turki, Afghanistan, Iran, Egypt, dan sebagainya
masih belum dapat saya lakukan, Demikian juga, data
belum juga mengambah pada warga negara asli Australia,
juga belum sempat kami cek.
Oleh karena itu, buku-buku yang terkait dengan hal
tersebut, dengan meng update data dari warga asli
Australia dan non-Indonesia menjadi sangat penting dalam
penulisan buku ini di masa-masa yang akan datang.
Sehingga buku menjadi komprehensip dan utuh melihat
bagaimana Islam di Australia.

109
Selain itu, besar harapan ada kritikan dan saran.
Terima kasih pada beberapa orang yang membantu
berdiskusi untuk buku sederhana ini, meskipun tidak
sangat maksimal: Prof Syeikh Nadirsyah Hosen, Mas Tufel,
Kang Sabil, Mbak Nella, Mas Katiman dan sebagainya.
Wallahu’alam. **

110
Daftar Pustaka

Davis, Mark, The Land of Plenty Australia in 2000s, 2019.


Harisudin, M. Noor, Membumikan Islam Nusantara, Pena
Salsabila, Surabaya: 2018.
______________, Fikih Minoritas: Teori dan Praktik, 2019.
______________, Fiqih Nusantara, Pancasila dan Sistem
Hukum Nasional di Indonesia, Jakarta: Pustaka Compass,
2019.
______________, Ushul Fiqh, Surabaya: Pena Salsabila, 2019.

Hosen, Nadirsyah, Kiai Ujang dari Negeri Kanguru,


Bandung: Mizan, 2019.
Ibnu al-Qayyim, I’lam al-Muwaqqiin an Rabb al-Alamin, Vol.
I (Beirut: Darul Jil, 1973), 333.
Khalaf, Abd Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, al-Haramain, 2004
M/1425 H.
Lamato, Lamadi De, Menapak Jalan Dakwah di Bumi Barat:
Biografi Pemikiran Imam Syamsi Ali, Kompas Gramedia,
2019.
Miri, Jamaludin (Penerjemah), Ahkamul Fuqaha, Solusi
Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan Muktamar,
Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-2004 M,
Surabaya, Khalista.2007.

111
(Jurnal Internasional terindeks scopus), Jurnal Studia
Islamika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (jurnal
internasional terindeks scopus), dan lain sebagainya, juga
bergiat dakwah Islamiyah yakni sebagai penceramah
agama di majlis taklim dan radio RRI, KIS FM, Ratu FM
Jember, dan K-Radio. Menjadi penceramah kultum secara
rutin di Jember 1 TV dan TV9 sejak 2016. Selain itu juga
aktif sebagi koordinator khatib Jum’at/Idul Fitri/Idul Adha
se-kabupaten Jember. Sebagai kegiatan tambahan, juga
aktif sebagai Deputi Salsabila Group yang bergerak di
dunia penerbitan dan percetakan.
Beberapa buku yang telah ditulisnya antara lain: Fiqh
Rakyat, Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan yang diterbitkan
LKiS Yogyakarta 2000 (Anggota penulis), Agama Sesat,
Agama Resmi terbitan Pena Salsabila Jember tahun 2008
(Penulis Tunggal), Edward Said Di Mata Seorang Santri
terbitan Pena Salsabila, 2009 (Penulis Tunggal), NU,
Dinamika Ideologi Politik dan Politik Kenegaraan diterbitkan
Penerbit Kompas, 2010 (Kontributor Penulis), Dr. A.
Habibullah, M.Si, Selamat Jalan Pegiat Madzhab Tegalboto
terbitan Pena Salsabila, 2011 (Ketua Tim Penulis,) dan Prof.
Dr. KH. Sahilun A. Nasir, Akademisi Pengawal Sunni terbitan
Pena Salsabila, 2011 (Ketua Tim Penulis), Bersedekahlah,
Engkau Akan Kaya dan Hidup Berkah, (diterbitkan Pena
Salsabila, 2012), Pengantar Ilmu Fiqh (Pena Salsabila,
Surabaya, 2013), Kiai Nyentrik Menggugat Feminisme,
Pemikiran Peran Domestik Perempuan Menurut KH. Abd.
Muchith Muzadi (STAIN Jember Press, 2013), Ilmu Ushul
Fiqh I (STAIN Jember Press, Jember, 2014), Fiqh Mu’amalah I
(IAIN Jember Press, Jember, 2015) dan Munajat Cinta: 1001
Cara Meraih Cinta Sang Pencipta (Pena Salsabila: Surabaya,
118
Latif

Hafidz

Haula Noor

Katiman

M Nazil Iqdam

Zainul Yasni

113
114
BIOGRAFI PENULIS

Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M. Fil. I,


dilahirkan di Demak, 25
September 1978 dari keluarga yang
taat beragama: alm. KH. M. Asrori
dan Almh. Hj. Sudarni.
Pendidikannya ditempuh mulai MI
Sultan Fatah Demak (lulus 1990),
MTs NU Demak (Lulus 1993) dan
MA Salafiyah Kajen Margoyoso
Pati Jawa Tengah (Lulus 1996).
Sejak tahun 1996 menempuh kuliah S1 di IAI Ibrahimy
Situbondo Jurusan Muamalah Syari’ah (Lulus 2000). Kuliah
S2 dimulai tahun 2002 sampai dengan 2004 di Pasca Sarjana
IAIN Sunan Ampel Surabaya. Sementara, kuliah S3 di
selesaikan di kampus yang sama Tahun 2012 yang silam.
Belajar di beberapa pesantren seperti Pesantren Al-
Fatah Demak di bawah asuhan KH. Umar, Pesantren al-
Amanah oleh KH. Hamdan Rifai Weding Demak,
Pesantren Salafiyah Kajen Margoyoso Pati di bawah
asuhan KH. Muhibbin, KH. Faqihudin, KH. Asmui dan
KH. Najib Baidlawie, Ma’had Aly Pondok Pesantren
Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo di bawah asuhan
alm. KH. Fawaid As’ad, KH. Afifudin Muhajir, MA dan
KH. Hariri Abd. Adzim dan belajar di Ponpes Darul
Hikmah Surabaya di bawah asuhan Prof. Dr. KH. Sjeichul
Hadi Permono SH, MA. Belajar agama dan

115
kemasyarakatan pada ke beberapa kiai seperti K.H. Abd.
Muchith Muzadi (Jember), KH. Maimun Zubeir
(Rembang), KH. Yusuf Muhammad (Jember) dan juga KH.
Muhyidin Abdusshomad (Jember).
Memulai karir di perguruan tinggi sejak tahun 2005,
yakni ketika diangkat menjadi CPNS sebagai dosen di
STAIN Jember (kini IAIN Jember) pada tahun tersebut.
Sejak itu aktif mengajar di STAIN Jember, Fakultas Agama
Islam Universitas Islam Jember dan Sekolah Tinggi Al-
Falah As-Sunniyah Kencong Jember. Mulai tahun 2012,
mengajar di Pasca Sarjana IAIN Jember, Pasca Sarjana IAI
Ibrahimy Situbondo serta Pasca Sarjana di sejumlah
Perguruan Tinggi di Jawa Timur. Sejak 1 September 2018,
diangkat sebagai Guru Besar IAIN Jember bidang Ilmu
Ushul Fiqh. (Guru Besar termuda di Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam Negeri Tahun 2018), Ketua Timsel KPU
Jawa Timur Wilayah VII Periode 2019-2023, Dekan Fakultas
Syariah IAIN Jember Periode 2019-2023 dan Sekretaris
Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKI Seluruh
Indonesia (2019-2023).
Di masyarakat, aktif sebagai Pengasuh Ponpes Darul
Hikam Mangli Kaliwates Jember, Staf Pengajar PPI Nyai
Hj. Zaenab Shiddiq Jember, konsultan AZKA al-Baitul
Amien Jember, Pengurus Yayasan Masjid Jami’ al-Baitul
Amien Jember, Wakil Sekretaris PCNU Jember (2009-2014),
Sekretaris Yayasan Pendidikan Nahdlatul Ulama Jember
(2014-2019), Wakil Ketua PW Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr
NU Jawa Timur (2013-2018), Katib Syuriyah PCNU Jember
(2014-2019), pengurus Majlis Ulama Indonesia Kabupaten
Jember (2015-2020), Ketua Bidang Intelektual dan Publikasi
Ilmiah IKA-PMII Jember (2015-2020), Dewan Pakar Dewan
116
Masjid Indonesia Kabupaten Jember (2015-2020), Wakil
Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur (2018-2023),
Ketua Umum Asosiasi Penulis dan Peneliti Islam
Nusantara Seluruh Indonesia (2018-2023), Wasekjen Pusat
Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia
(ABPTSI) Pusat (2017-2021) dan Dewan Pakar ABP PTSI
Jawa Timur (2018-2022), Director of World Moslem Studies
Center (2019-sekarang). Sebagai bentuk dedikasi terhadap
anak negeri, bersama istrinya, Robiatul Adawiyah
mendirikan Fatonah Foundation (FF) yang bergerak di
bidang pendampingan dan bantuan untuk pendidikan
anak-anak yang tidak mampu dan miskin.
Beberapa kali mengikuti Seminar Internasional
diantaranya “Konsolidasi Jaringan Ulama’ Internasional
Meneguhkan Kembali Nilai-Nilai Islam Moderat‛” yang
diselenggarakan oleh ICIS di Ponpes Salafiyah Syafi’iyah
Sukorejo Situbondo, 29-30 Maret 2014 dan “Memperkokoh
Karakter Islam Rahmatan Lil Alamin untuk Perdamaian
dan Kesejahteraan” yang diadakan Pasca Sarjana STAIN
Pekalongan, 7 Nopember 2015.
Selain aktif menulis di beberapa media massa nasional
dan jurnal terakreditasi nasional, yaitu Media Indonesia,
Jawa Pos, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Harian
Republika, Harian Surya, Harian Kompas, Suara Karya,
Duta Masyarakat, Jurnal Islamica Pasca IAIN Sunan Ampel
Surabaya, Jurnal Al-Fikr UIN Alaudin Makasar, Jurnal
ASPIRASI Fisip Universitas Jember, Jurnal Gerbang eLSAD
Surabaya, Jurnal POSTRA Jakarta, Jurnal Tahrir STAIN
Kediri, Jurnal al-Ihkam STAIN Pamekasan, Jurnal as-
Syir’ah UIN Sunan Kalijaga, Jurnal al-Manahij Purwokerto,
Journal of Indonesian Islam UIN Sunan Ampel Surabaya
117
(Jurnal Internasional terindeks scopus), Jurnal Studia
Islamika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (jurnal
internasional terindeks scopus), dan lain sebagainya, juga
bergiat dakwah Islamiyah yakni sebagai penceramah
agama di majlis taklim dan radio RRI, KIS FM, Ratu FM
Jember, dan K-Radio. Menjadi penceramah kultum secara
rutin di Jember 1 TV dan TV9 sejak 2016. Selain itu juga
aktif sebagi koordinator khatib Jum’at/Idul Fitri/Idul Adha
se-kabupaten Jember. Sebagai kegiatan tambahan, juga
aktif sebagai Deputi Salsabila Group yang bergerak di
dunia penerbitan dan percetakan.
Beberapa buku yang telah ditulisnya antara lain: Fiqh
Rakyat, Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan yang diterbitkan
LKiS Yogyakarta 2000 (Anggota penulis), Agama Sesat,
Agama Resmi terbitan Pena Salsabila Jember tahun 2008
(Penulis Tunggal), Edward Said Di Mata Seorang Santri
terbitan Pena Salsabila, 2009 (Penulis Tunggal), NU,
Dinamika Ideologi Politik dan Politik Kenegaraan diterbitkan
Penerbit Kompas, 2010 (Kontributor Penulis), Dr. A.
Habibullah, M.Si, Selamat Jalan Pegiat Madzhab Tegalboto
terbitan Pena Salsabila, 2011 (Ketua Tim Penulis,) dan Prof.
Dr. KH. Sahilun A. Nasir, Akademisi Pengawal Sunni terbitan
Pena Salsabila, 2011 (Ketua Tim Penulis), Bersedekahlah,
Engkau Akan Kaya dan Hidup Berkah, (diterbitkan Pena
Salsabila, 2012), Pengantar Ilmu Fiqh (Pena Salsabila,
Surabaya, 2013), Kiai Nyentrik Menggugat Feminisme,
Pemikiran Peran Domestik Perempuan Menurut KH. Abd.
Muchith Muzadi (STAIN Jember Press, 2013), Ilmu Ushul
Fiqh I (STAIN Jember Press, Jember, 2014), Fiqh Mu’amalah I
(IAIN Jember Press, Jember, 2015) dan Munajat Cinta: 1001
Cara Meraih Cinta Sang Pencipta (Pena Salsabila: Surabaya,
118
2014), Tafsir Ahkam I (Pustaka Radja, Surabaya, 2015),
Masail Fiqhiyyah (Pena Salsabila, Surabaya, 2015),
Reaktualisasi Pancasila (Penerbit Ombak, 2015), Fiqh az-Zakat
Li Taqwiyat Iqtishad al-Ummah, (Darul Hikam Press: 2015),
Menggagas Fikih Rasional (Pena Salsabila, 2014),
Membumikan Islam Nusantara (Pustaka Pelajar, 2016), Fiqh
Nusantara: Metodologi dan Konstribusinya Pada Penguatan
NKRI dan Pancasila (2018), Tantangan Dakwah NU di Taiwan
(2019), dan Fikih Minoritas: Teori dan Praktik (2019), Islam di
Australia (Pena Salsabila: 2019). Buku yang kini
dipersiapkan adalah Fiqh Munakahah, Fiqh Ibadah, Fiqh
Ath’imah dan Qawaidul Fiqh.
Aktif menjadi editor beberapa buku diantaranya: Studi
Al-Hadits karya Dr. Abu Azam al-Hadi (2010), Pendidikan
Islam dan Trend Masa Depan karya Prof. Dr. H. Abdul Halim
Soebahar, MA (2011), Socio-Political Background of the
Enactment of Kompilasi Hukum Islam di Indonesia karya Dr.
KH. Ahmad Imam Mawardi (2012), dan Fiqh Khilafiyah
karya Prof. Dr. Burhan Jamaludin, MA (2013).
Penelitian yang pernah dilakukan adalah “Wacana
Pluralisme Beragama dalam Pandangan Kiai di Jember”
(Kemenag RI Tahun 2010), “Pesantren Ramah Lingkungan:
Studi Kasus Rekonstruksi Pesantren Al-Falah Karangharjo
Silo Kabupaten Jember Sebagai Pusat Konservasi
Lingkungan (DIPA STAIN Jember 2012), “Feminis Santri:
Tokoh, Pemikiran dan Gerakan Feminis Berlatar Belakang
Pesantren di Daerah Tapal Kuda 1990-2012 (DIPA Tahun
2013)” dan ”Rasionalitas Hukum Islam” (Mandiri 2015)
serta “Fiqh Anti-Radikalisme” (Mandiri 2016),
“Merongrong Ortodoksi Keagamaan: Perlawanan Salafi-

119
Wahabi terhadap Wacana “Fiqh Nusantara” di Jember”
(2018).
Kini, guru besar IAIN Jember yang aktif mengisi
seminar, workshop, pelatihan dan ceramah agama di
Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Mataram, Ternate, Cirebon,
Aceh, Kalimantan, Makasar, Palembang, Pekanbaru,
Papua, Mataram, Pasuruan, Jember, Banyuwangi,
Bondowoso, Situbondo, Lumajang, Malang, Madura,
Semarang, Taiwan, Australia, Mesir, Belanda, Jerman,
Amerika Serikat, Rusia, dan lain-lain itu telah dikarunia
empat orang putra dan satu orang putri, yaitu M. Syafiq
Abdurraziq, Iklil Naufal Umar, Ibris Abdul Karim, Sarah
Hida Abidah dan Ahmad Eidward Said, dari
pernikahannya dengan Robiatul Adawiyah, S.H.I. Kritik
dan saran bisa dialamatkan ke email penulis:
mnharisudinstainjember @gmail.com atau
mnharisudinuinjember @gmail.com. Telp atau WA:
081249995403.

120

Anda mungkin juga menyukai