Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH MODAL INSANI DAN MODAL SOSIAL

SERTA PERAN PEMERINTAH TERHADAP


PENINGKATAN KINERJA USAHA KOPI BUBUK DI
PEDESAAN

Muhammad Farrel Syabena1, Yonariza2, Nofialdi3

1,2,3
Program Magister Ilmu Ekonomi Pertanian, Universitas Andalas, Padang, Indonesia

Abstract.
Kinerja usaha kopi bubuk berdampak positif pada ekonomi dengan menciptakan lapangan pekerjaan
dan memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal khususnya di Pedesaan. Kabupaten
Tanah Datar adalah daerah di Sumatera Barat yang paling banyak memiliki usaha yang bergerak di
bidang pengolahan kopi, dengan sekitar 213 usaha. Hal ini menciptakan peluang besar untuk
mengembangkan bisnis pertanian kopi di wilayah tersebut, di mana pertanian kopi yang menghasilkan
biji berkualitas tinggi akan menjadi sumber bahan baku unggulan bagi industri pengolahan kopi.
Pengaruh modal insani dan modal sosial serta peran pemerintah terhadap kinerja usaha kopi bubuk di
Pedesaan adalah upaya untuk meningkatkan keterampilan sumber daya manusia agar bisa
peningkatkan produktifitas dan pendapatan usaha agroindustri kopi bubuk di pedesaan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh modal insani dan modal sosial serta peran
pemerintah terhadap kinerja usaha kopi bubuk. Analisis data dilakukan dengan menggunakan SEM-
PLS. Hasil penelitian menemukan bahwa modal insani usaha pengolah kopi bubuk berhubungan
positif dan signifikan dalam mempengaruhi kinerja. Untuk modal sosial usaha pengolah kopi bubuk
berhubungan positif dan signifikan dalam mempengaruhi kinerja. Modal sosial usaha pengolah kopi
bubuk tidak mempengaruhi modal insani. Peran pemerintah memiliki hubungan positif dan signifikan
dengan modal insani serta memiliki hubungan positif dan signifikan dengan modal sosial .

Keyword : Kinerja, Kopi Bubuk, Pedesaan, Sentra Produksi

PENDAHULUAN

Kinerja usaha adalah faktor kunci dalam kesuksesan dan kelangsungan suatu entitas bisnis
atau organisasi. Faktor penentu pada suatu keberhasilan usaha bisnis ditentukan akan kualitas
sumber daya manusia serta modal menyertainya (Rapih 2015). Faktor yang mempengaruhi
kinerja usaha mampu diturunkan beberapa variabel antara lain modal insani, modal sosial dan
peran pemerintah (Felício, Couto, and Caiado 2014). Modal manusia adalah kekuatan penting
dalam pertumbuhan ekonomi. Dari teori pertumbuhan endogen, terjadi penyebaran pengetahuan
yang dapat menghasilkann inovasi dan pada gilirannya mengarah pada pembangunan ekonomi
berkelanjutan (Arrow 1962)(Lucas 1988). Keterampilan dan kapabilitas modal manusia dapat
membantu meningkatkan kinerja organisasi. Lebih khusus lagi, mengaitkan pengetahuan,
keterampilan dan kapasitas modal manusia dengan kinerja organisasi telah menarik perhatian
para ilmuwan selama dua dekade terakhir (Harris, C. M., & Brown 2021)(West, G. P., & Noel
2009). Bukti empiris juga mendukung hubungan antara atribut modal manusia seperti
pengetahuan, keterampilan dan kapasitas dengan kinerja organisasi (Al Khajeh 2018)(Irawan, D.,
Bastian, E., & Hanifah 2019)(Turulja, L., & Bajgoric 2018). Literature sebelumnya juga
menunjukkan hubungan signifikan antara keterampilan manusia dan kinerja organisasi (Al
Kurdi, Alshurideh, and Al afaishat 2020) di industri perbankan, pengetahuan manusia dan
kinerja organisasi (Singh et al. 2021) di industri UMKM, kapasitas manusia dan kinerja
organisasi (Martinez-Martinez et al. 2019).
Modal sosial menggambarkan interaksi antara perusahaan dan pemangku kepetingan.
Pendirian, pemeliharaan atau putusnya interaksi ini dapat memengaruhi pertukaran informasi dan
sumber daya perusahaan (Yang, H., Cozzarin, B. P., Peng, C., & Xu 2021). Modal sosial dapat
dianggap sebagai "sumber tak tertulis yang ada dalam hubungan" (Whipple, J.M., Wiedmer, R.,
K. Boyer 2015) yang secara potensial mendukung berbagai aktivitas hubungan, seperti
manajemen kinerja. Modal sosial juga dapat memberikan manfaat kinerja strategis, misalnya,
melalui pengembangan produk dan teknologi dalam hubungan bisnis (Gelderman, Semeijn, and
Mertschuweit 2016). Masih terdapat jumlah penelitian yang terbatas yang mempertimbangkan
semua tiga dimensi modal sosial (Matthews, R.L., Marzec 2012). Banyak kertas yang ada telah
menyelidiki keterkaitan antara berbagai dimensi modal sosial (Carey, S., Lawson, B., Krause
2011)(Horn, P., Scheffler, P., Schiele 2014) dan menyelidiki hubungan antara modal sosial dan
kinerja operasional (Lawson, Tyler, and Cousins 2008)(Horn, P., Scheffler, P., Schiele 2014)
(Matthews, R.L., Marzec 2012) atau kinerja strategis (Carey, S., Lawson, B., Krause 2011)
(Villena, V.H., Revilla, E., Choi 2011).
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
dalam jangka panjang bertujuan untuk meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UMKM.
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2008 menyatakan pemerintah daerah memfasilitasi
pengembangan usaha dengan cara memberikan insentif bagi usaha mikro, kecil dan menengah
dalam mengembangkan teknologi dan kelestarian lingkungan hidup. Selain itu juga pemerintah
melakukan upaya pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga
keuangan bukan bank.
Permasalahan pengusaha kopi berupa antara lain kompetensi tenaga kerja yang relatif
rendah karena tingkat pendidikan yang rendah dan kurang pengetahuan manajemen keuangan.
Hal lain yang menjadi kendala untuk pengembangan usaha bisnis adalah akses informasi yang
terbatas dan teknologi. Kesulitan-kesulitan ini menyebabkan keterbatasan usaha kecil untuk
berkembang dan melemahkan peran dan kemampuan bersaing usaha bisnis dibandingkan pelaku
usaha lainnya. Untuk menghadapi masalah-masalah tersebut modal insani dan modal sosial perlu
dikembangkan agar menghasilkan kinerja usaha yang lebih baik dan berkembang. Dan pada
penelitian ini menambahkan peran pemerintah dalam mempengaruhi kinerja usaha bisnis.

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini jumlah populasi sebanyak 213 UMKM pengolah kopi di Kabupaten
Tanah Datar. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin (Sugiyono 2015). Rumus
Sovin untuk menentukan sebagai berikut :

N
n=
1+ N ¿ ¿
Keterangan :
n : Ukuran sampel
N : Ukuran populasi
e : Batas toleransi kesalahan atau error yang diajukan dalam bentuk persentase, untuk
penelitian ini digunakan 7%.
Jumlah populasi penelitian adalah sejumlah 213, maka menggunakan rumus dapat
diperoleh sampel sebesar :
213
n=
1+ 213 ¿ ¿
213
n=
1+ 213 ( 0.0049 )
213
n=
1+ ( 1.0437 )
213
n=
2.0437
n = 104
Setelah itu dipilih 104 sampel yang diambil secara simple random sampling. Jenis Metode
simple random sampling yang digunakan metode lotere atau undian. Metode pengumpulan data
di dalam penelitian ini dibutuhkan data yang dikumpulkan dalam metode yaitu kuesioner dan
wawancara (Mardalis 2008)(Moleong 2010). Analisis data yang digunakan untuk penelitian ini
menggunakan metode analisis Structural Equation Model (SEM) dengan pendekatan Variance
Based SEM atau biasa disebut Partial Least Square (PLS) (Hair, J. F., Hult, G., Ringle, C.,
Sarstedt, M., & Thiele 2017)(Ghozali 2021).

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Pengujian Outer Model atau Model Pengukuran

Evaluasi model pengukuran pada penelitian ini menggunakan model reflektif. Alasan
penggunaan model tersebut yakni untuk mengukur konstruk atau variabel laten yang tidak dapat
diukur secara langsung. Arah indikatornya yaitu dari variabel laten ke indikator.
Validitas Convergent berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur-pengukur (manifest
variabel) dari suatu variabel laten seharusnya berkorelasi tinggi. Uji validitas convergent
indikator reflektif dengan program SmartPLS 3.0 dapat dilihat dari nilai loading factor untuk tiap
indikator variabel laten. Ketentuan yang biasanya dipakai untuk menilai validitas convergent
yaitu nilai loading factor harus lebih dari 0,7 untuk penelitian yang bersifat confirmatory dan
nilai loading factor antara 0,6-0,7 untuk penelitian yang bersifat exploratory masih dapat
diterima, namun untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran, nilai loading
factor 0,5-0,6 masih dianggap cukup (Ghozali 2021). Penelitian ini menggunakan batas nilai
loading factor 0,5. Berikut Gambar Model SEM-PLS penelitian dibawah ini.
Gambar 1. Hasil Pengujian Convergent Validity
Pada Gambar 1 dapat dilihat outer loading atau diagram jalur yang dibentuk melalui data
yang diinput dari microsoft excel dengan format csv (comma delimeted). Uji validitas terhadap
masing-masing indikator dapat dilakukan dengan melihat nilai loading factor dengan cara
menggunakan fitur kalkulasi pada aplikasi PLS, tepatnya kalkulasi dengan PLS Algoryhm. Hal
ini menunjukkan nilai dan bentuk korelasi data yang diolah dengan mencari nilai loading factor
pada aplikasi SmartPLS. Dapat dilihat bahwa terdapat indikator yang nilainya diantara 0,5-0,7
artinya indikator tersebut mampu untuk mengukur konstruk yang dibentuknya. Sedangkan
indikator yang nilainya kurang dari 0,5 yanga artinya indikator tersebut tidak mampu untuk
mengukur konstruk yang dibentuknya.
Pada variabel laten modal insani (X1) bahwa indikator pelatihan dan pendidikan formal
(PF), memiliki nilai loading factor > 0,5 sehingga memenuhi kriteria validitas convergent
dimana nilai loading factor pada indikator pelatihan (P 1) sebesar 0,646, (P 2) sebesar 0,733, (P
3) sebesar 0,693. Untuk indikator pendidikan formal (X1.2) memiliki nilai loading factor (PF 1)
sebesar 0,688 dan (PF 2) sebesar 0,675. Sedangkan pada indikator pengetahuan lainnya (X1.3)
memiliki nilai loading factor <0,5 sehingga tidak termasuk memenuhi kriteria validitas
convergent. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa indikator pengetahuan lainnya merupakan
indikator yang tidak valid sebagai pengukur variabel laten modal insani sehingga indikator
pengetahuan lainnya dihapus dari model dan dilakukan repsifikasi terhadap model.
Pada variabel laten modal sosial (X2) dapat dibentuk oleh 1 indikator yaitu indikator
Jaringan yang terdiri dari pernyataan (J1, J2, J4, dan J5). Indikator jaringan (J1) memiliki nilai
loading factor < 0,5 yaitu sebesar 0,876 sehingga memenuhi kriteria validitas convergent. Selain
itu pada pernyataan (J2) nilai loading factor sebesar 0,708, (J4) sebesar 0,820 dan (J5) sebesar
0,665. Untuk Indikator kepercayaan (K1, K2, K3, K4) dan indikator norma (N1, N2, N3))
memiliki nilai loading factor < 0,5 sehingga kedua indikator tersebut tidak memenuhi kriteria
validitas convergent dan indikator tersebut dihapus dari model dan dilakukan repsifikasi terhadap
model. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel laten modal sosial (X2) dapat
dibentuk oleh 1 indikator yaitu indikator jaringan.
Indikator regulator (R1 dan R3) memiliki nilai loading factor sebesar 0,746 dan 0,667 sehingga
kedua pernyaataan pada indikator regulator memenuhi kriteria validitas convergent. Untuk
indikator regulator pada penyataan (R2) memiliki nilai loading factor < 0,5 sehingga tidak
memenuhi kriteria validitas convergent. Indikator fasilitator pada penyataan (F1 dan F2)
memiliki nilai loading factor > 0,5, sehingga kedua pernyataan tersebut memenuhi kriteria
validitas convergent. Namun pada pernyataan F3 memiliki nilai < 0,5 sehingga tidak termasuk
memenuhi kriteria validitas convergent. Pada indikator katalisator (KT 1 dan KT2) memiliki
nilai loading factor > 0,5 sehingga kedua pernyataan indikator tersebut memenuhi kriteria
validitas convergent.
Indikator produktivitas (Y1.1) dengan penyataan (L, M, dan P) memiliki nilai loading
factor < 0,5 sehingga indikator tersebut tidak memenuhi kriteria validitas convergent dan dihapus
dari model. Pada indikator daya inovasi (Y1.2) dengan pernyataan (DI 2, DI 3, DI 4, DI 5)
memiliki nilai loading factor > 0,5 sehingga pernyataan indikator tersebut memenuhi kriteria
validitas convergent, Untuk pernyataan pada (DI 1) memiliki nilai loading factor < 0,5 sehingga
tidak memenuhi kriteria validitas convergent dan dihapus dari model.Berikut gambar outer
loading yang sudah dipisahkan dari data yang tidak valid dibawah ini.

Gambar 2. Outer loading setelah dipisahkan dari data yang tidak valid
Gambar 2 menunjukkan outer loading yang masing-masing indikatornya adalah indikator
yang valid, karena indikator yang tidak valid sudah dikeluarkan dari model yang dibentuk.
Setelah terbentuk diagram jalur yang sudah terdiri dari indikator-indikator yang valid, maka
langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengkalkulasikan nilai masing-masing indikator
dengan cara menggunakan fitur calculation setelah itu pilih PLS Agoryhm pada aplikasi
SmartPLS
Validitas diskriminant dilakukan untuk menegaskan bahwa setiap konsep dari masing-
masing variabel laten berbeda dengan variabel lainnya. Validitas discriminant berkaitan dengan
prinsip bahwa pengukur-pengukur (variabel manifest) variabel laten yang berbeda seharusnya
tidak mempunyai korelasi yang tinggi (Ghozali 2021). Terdapat 2 cara untuk melakukan uji
validitas discriminant yaitu membandingkan nilai cross loading variabel dan membandingkan
nilai akar kuadrat AVE (Fornell Larcker). Penelitian ini menggunakan uji Fornell Larcker
dimana dilakukan perbandingan akar kuadrat dari AVE setiap variabel manifest dengan nilai
korelasi maksimal antar variabel manifest dalam model dimana uji yang baik ditunjukkan dari
nilai akar kuadrat AVE untuk setiap variabel manifest lebih tinggi dibandingkan nilai korelasi
maksimal antar variabel manifest didalam model (Ghozali 2021). Berikut uji validitas
discriminant pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengujiian Discriminant Validity.
Akar Kuadrat AVE Nilai Maksimum Korelasi
(Kriteria Fornell-
Larcker)
Kinerja 0,692 0,505
Modal Insani 0,687 0,582
Modal Sosial 0,772 0,505
Peran Pemerintah 0,664 0,582
Bedasarkan Tabel diatas, indikator kinerja memiliki nilai akar kuadrat AVE yang lebih
besar dari nilai maksimum korelasi (0,692 > 0,505). Indikator modal insani memiliki nilai akar
kuadrat AVE yang lebih besar dari nilai maksimum korelasi (0,687 > 0,582). Indikator modal
sosial mempunyai nilai akar kuadrat AVE yang lebih besar dari nilai maksimum korelasi yaitu
(0,772 > 0,505) dan indikator peran pemerintah memiliki nilai akar kuadrat AVE yang lebih
besar dari nilai maksimum korelasi (0,664 > 0,582). Dari keempat indikator ini memiliki nilai
akar kuadrat AVE yang lebih besar dari nilai maksimum korelasi dimana telah sesuai dengan
kriteria uji validitas diskriminan sehingga bisa disimpulkan bahwa uji validitas diksriminan telah
dipenuhi.
Uji reliabilitas dilakukan untuk membuktikan akurasi, konsistensi dan ketepatan instrumen
dalam mengukur variabel. Dalam Sem-PLS dengan menggunakan program SmartPLS 3.0, untuk
mengukur reliabilitas suatu variabel bisa dilakukan dengan 2 metode yaitu Cronbach’s Alpha
dan Composite Reliability. Namun penggunaan Cronbach’s Alpha pada pengujian reliabilitas
akan memberikan nilai yang lebih rendah (under estimate) sehingga lebih disarankan untuk
menggunakan Composite Reliability dalam melakukan uji reliabilitas variabel. Ketentuan yang
biasanya digunakan untuk menilai reliabilitas variabel yaitu nilai Composite Reliability harus
lebih besar dari 0,7 untuk confirmatory research dan nilai 0,6 – 0,7 masih dapat diterima untuk
penelitian exploratory research (Ghozali 2021). Hasil Pengujian Composite Reliability dapat
dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Hasil Pengujian Composite Reability.
Composite Reliability
Kinerja 0,783
Modal Insani 0,817
Modal Sosial 0,854
Peran Pemerintah 0,823

b. Pengujian Inner Model atau Model Struktural (Structural Model)

Pengujian model struktrural atau inner model memiliki tujuan untuk melihat kaitan antar
variabel laten. Pengujian model struktural dimulai dengan melihat nilai R-Squares untuk setiap
variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi dari model struktural. Perubahan nilai R-
Squares dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel laten eksogen tertentu terhadap
variabel laten endogen apakah mempunyai pengaruh yang substantif (Ghozali 2021). Nilai R-
Squares 0,75, 0,50, 0,25 dapat disimpulkan bahwa model kuat, moderat, dan lemah. Hasil dari
PLS R-Squares merepresentasikan jumlah variance dari variabel yang dijelaskan oleh model.
Hasil uji R-Squares dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.
Tabel 5. Pengujian Nilai R-Squares.
R Square Adjusted R Square
Kinerja 0,296 0,282
Modal Insani 0,341 0,328
Modal Sosial 0,175 0,167
Nilai R-Squares variabel kinerja sebesar 0,296, variabel modal insani sebesar 0,341 dan
variabel modal sosial memiliki nilai sebesar 0,175. Nilai R-Square yang semakin besar maka
semakin besar juga variabel endogen dapat dijelaskan oleh variabel eksogen. Dari hasil
pengujian nilai R-Squares diatas maka dapat disimpulkan bahwa variabel kinerja dapat
dijelaskan oleh variabel modal insani dan modal sosial sebesar 0,282 (28%), sedangkan sisanya
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Variabel modal insani
dapat dijelaskan oleh modal sosial dan peran pemerintah sebesar 0,328 (33%), sedangkan sisanya
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Variabel modal sosial
dapat dijelaskan oleh peran pemerintah memiliki nilai sebesar 0,175 (17%), sedangkan sisanya
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.
Untuk menghitung nilai Q-Squares predictive relevance maka nilai R-Squares yang diperoleh
dihitung menggunakan rumus berikut :
2 2 2 2
Q =1−(1−R 1)(1−R2)(1−R3 )
2
Q =1−(1−0.296)(1−0.341)(1−0.175)
2
Q =1−(1−0.0876)(1−0.1162)(1−0.0306)
2
Q =1−( 0.9124 )( 0.8838 )( 0.9694 )
2
Q =1−0.7817
2
Q =0.218
Dimana :
2
R1: Nilai R-Squares dari variabel kinerja
2
R2: Nilai R-Squares dari variabel modal insani
2
R3 : Nilai R-Squares dari variabel modal sosial
Berdasarkan perhitungan tersebut maka diperoleh nilai Q-Squares predictive relevance
sebesar 0.118. Besaran nilai Q-Squares memiliki nilai dengan rentang 0 < Q2< 1, maka nilai Q-
Squares yang diperoleh yaitu 0 < 0.218 < 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa model memiliki
predictive relevance.

c. Pengujian Siginifikasi Model

Selanjutnya evaluasi model dilakukan dengan melihat nilai signifikansi untuk mengetahui
pengaruh antar variabel melalui prosedur Bootstrapping. Prosedur Bootstrapping menggunakan
seluruh sampel asli untuk melakukan resampling kembali.

d. Pengujian Efek Langsung (Direct Effects)


Apabila nilai koefisien jalur bertanda positif maka menunjukkan jika nilai suatu variabel
meningkat juga akan meningkatkan nilai variabel lainnya, begitupun sebaliknya jika bernilai
negatif. Jika p values < 0,05 (alpha) maka hipotesis diterima. Berikut hasil pengujian pengaruh
langsung dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengujian Efek Langsung (Direct Effect).
Original Sample p-value
Modal Insani -> Kinerja 0,211 0.035
Modal Sosial -> Kinerja 0,445 0,000
Modal Sosial -> Modal Insani 0,053 0,621
Peran Pemerintah -> Modal Insani 0,560 0,000
Peran Pemerintah -> Modal Sosial 0,418 0,000
Berdasarkan Tabel diatas, efek langsung modal insani (X1) terhadap kinerja (Y1) adalah
sebesar 0,211 (positif), dengan nilai p-value 0,035< 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa modal insani memiliki hubungan positif dan signifikan
terhadap kinerja. Artinya semakin baik modal insani yang dimiliki maka akan meningkatkan
kinerja dimana modal insani berkontribusi sebesar 21% dalam mempengaruhi kinerja. Hasil
penelitian modal insani berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja sejalan dengan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan (Fanani and Fitrayati 2021)yang menyatakan bahwa
modal insani berpengaruh signifikan terhadap kinerja UMKM makanan dan minuman di
Surabaya dengan menunjukkan pelaku usaha mengandalkan pendidikan dan pengalaman dalam
meningkatkan kinerja. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitia yang dilakukan
(Santoso, Indarto, and Sadewisasi 2019) menyatakan bahwa dengan meningkatkan peran
pendidikan para pengusaha meningkatkan keterampilan, pengalaman, pelatihan serta
meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk menciptakan keunggulan maka akan semakin
meningaktkan kinerja bisnisnya. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa modal insani para
pengolah kopi bubuk Kabupaten Tanah Datar tergolong baik. Namun walaupun digolongkan
baik, ditemukan bahwa para pengolah kopi bubuk pendidikannya didominasi rata-rata lulusan
tingkat SMA. akan tetapi, tidak menjadi hambatan oleh para pengolah kopi bubuk dalam
meningkatkan kinerja dalam mengolah kopi bubuk dengan cara mengikuti pelatihan atau
bimbingan teknis yang diadakan oleh pemerintah setempat. Selain itu juga, para pengolah kopi
bubuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan lainnya dari keluarga terdekat dan orang tuanya yang
sudah terlebih dahulu merintis usaha pengolahan kopi bubuk dan pengalaman usaha yang cukup
lama sehingga dengan adanya pengalaman ini menjadi tambahan pengetahuan oleh para
pengolah kopi bubuk.
Efek langsung modal sosial (X2) terhadap kinerja (Y1) adalah sebesar 0,445 (positif)
dengan nilai p-value 0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak Ha diterima. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa modal sosial memilki hubungan positif dan signifikan terhadap kinerja. Artinya semakin
baik modal sosial yang dimiliki maka akan meningkatkan kinerja dimana modal sosial
berkontribusi sebesar 45% dalam mempengaruhi kinerja. Hasil penelitian modal sosial
mempengaruhi kinerja sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Santoso, Indarto, and
Sadewisasi 2019) tentang pola peningkatan kinerja bisnis UKM melalui modal sosial dan modal
manusia dengan kebijakan pemerintah sebagai moderating yang hasil penelitiannya menyatakan
bahwa modal sosial menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinjera bisnis.
Selain itu juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan (Fanani and Fitrayati 2021) yang
menyatakan bahwa modal sosial berpengaruh signifikan terhadap kinerja UMKM makanan dan
minuman di Surabaya. Modal sosial para pengolah kopi bubuk Kabupaten Tanah Datar
mempengaruhi kinerja disebabkan kemampuan jaringan yang berjalan dengan baik. Hal ini
dikarenakan masing-masing para pengolah kopi bubuk Kabupaten Tanah Datar masih
mengandalkan keluarga dalam menjalankan usaha baik untuk memperluas relasi atau jaringan
agar bisa memperluas wilayah pemasaran serta meningkatkan kemitraan dalam melakukan
pemasaran produk usaha kopi bubuk.
Efek langsung modal sosial (X2) terhadap modal insani (X1) adalah sebesar 0,053
(positif) dengan nilai p-value 0,621 > 0,05 sehinga Ho diterima Ha ditolak. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa modal sosial memiliki hubungan positif dan tidak signifikan terhadap modal
insani. Artinya bahwa semakin baik modal sosial dimiliki maka tidak mempengaruhi modal
insani dengan konribusi 5% dalam mempengaruhi modal insani. Hasil penelitian modal sosial
tidak mempengaruhi modal insani bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan
(Khoirrini and Kartika 2016) yang menyatakan bahwa modal sosial berpengaruh signifikan
terhadap modal insani. Para pengolah kopi bubuk Kabupaten Tanah Datar memiliki modal sosial
yang baik, namun para pengolah kopi bubuk Kabupaten Tanah Datar perlu meningkatkan modal
sosial melalui jaringan yang lebih luas dengan mengikuti pelatihan sehingga dengan adanya
pelatihan tentu menjadi peluang dalam berbagi informasi terkait pengelolaan usaha pengolahan
kopi bubuk dengan lain.
Efek langsung peran pemerintah (X3) terhadap modal insani (X1) adalah sebesar 0,560
(positif) dengan nilai p-value 0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa peran pemerintah memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap modal
insani. Artinya bahwa semakin tinggi peran pemerintah maka akan semakin meningkat modal
insani dimiliki dengan kontribusi 59% dalam mempengaruhi modal insani. Hasil penelitian ini
menunjukkan peran pemerintah mempengaruhi modal insani sejalan dengan penelitian dilakukan
(Santoso, Indarto, and Sadewisasi 2019) tentang pola peningkatan kinerja bisnis UKM melalui
modal sosial dan modal manusia dengan kebijakan pemerintah sebagai moderating yang
menyatakan bahwa kebijakan pemerintah memoderasi modal manusia, artinya kebijakan
pemerintah berinteraksi terhadap modal manusia maka variabel kebijakan pemerintah moderator.
Hal tersebut kebijakan pemerintah justru memperkuat pengaruh modal manusia terhadap kinerja
bisnis. Dalam penelitian ini, para pengolah kopi bubuk Kabupaten Tanah Datar sudah
mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui peran sebagai regulator dalam permudahan
perizinan usaha, peran sebagai fasilitator dalam pelatihan serta katalisator dalam pendampingan
mengolah usaha kopi bubuk masih rendah namun pemerintah tetap menjalankan perannya untuk
meningkatkan kinerja bisnis.
Efek langsung peran pemerintah (X3) terhadap modal sosial (X2) adalah sebesar 0,418
(positif) dengan nilai p-value 0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa peran pemerintah memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap modal
sosial. Artinya bahwa semakin tinggi peran pemerintah maka akan semakin akan berkurang
modal sosial dimiliki dengan kontribusi 38% dalam mempengaruhi modal sosial. Hasil penelitian
ini menunjukkan peran pemerintah mempengaruhi modal sosial sejalan dengan penelitian yang
dilakukan (Santoso, Indarto, and Sadewisasi 2019) tentang pola peningkatan kinerja bisnis UKM
melalui modal sosial dan modal manusia dengan kebijakan pemerintah sebagai moderating yang
menyimpulkan bahwa kebijakan pemerintah memoderasi modal sosial terhadap kinerja artinya
para pengusaha UKM yang telah memiliki modal sosial yang baik seperti kepercayaan para
pengusaha, mengembangkan hubungan yang baik antara para pengusaha dan konsumen,
meningkatkan kerja sama antara pengusaha dengan semua pihak, serta mengutamakan
kepetingan usaha dengan dimoderasi kebijakan kinerja bisnisnya. Hasil penelitian ini juga sesuai
dengan penelitian yang dilakukan (Gandhiadi, Dharmawan, and Kencana 2018) menyatakan
bahwa peran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha pelaku usaha industri
tenun di Kabupaten Jembrana.
e. Pengujian Efek Tidak Langsung (Inderect Effect)
Apabila nilai p-values < 0,05 (alpha) pada koefisien pengaruh tidak langsung, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung antara suatu variabel terhadap variabel lain
melalui variabel perantara (hipotesis diterima). Berikut hasil pengujian pengaruh tidak langsung
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengujian Efek Tidak Langsung (Indirect Effect).
Original Sample p-value
Modal Sosial -> Kinerja 0,011 0,644
Peran Pemerintah -> Kinerja 0,309 0,000
Peran Pemerintah -> Modal Insani 0,022 0,665
Berdasarkan Tabel diatas, nilai koefisien pengaruh tidak langsung modal sosial (X2)
terhadap kinerja (Y1) adalah sebesar 0,011 (positif) dengan nilai p-value sebesar 0,644 > 0.05
sehingga Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh
tidak langsung antara modal sosial terhadap kinerja. Nilai koefisien pengaruh tidak langsung
peran pemerintah (X3) terhadap kinerja (Y1) adalah 0,309 (positif) dengan nilai p-value sebesar
0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh tidak langsung antara peran pemerintah terhadap kinerja. Nilai koefisien pengaruh
tidak langsung peran pemerintah (X3) terhadap modal insani (X1) adalah sebesar 0,022 (positif)
dengan nilai p-value sebesar 0,665 > 0,05 sehingga Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh tidak langsung antara modal peran pemerintah
terhadap modal insani.
f. Pengujian Pengaruh Total (Total Effect)
Pengaruh total merupakan jumlah dari pengaruh langsung (direct effect) dan pengaruh tidak
langsung (indirect effect).

Tabel 8. Pengujian Pengaruh Total (Total Effect.)


Original Sample p-value
Modal Insani -> Kinerja 0,211 0,035
Modal Sosial -> Kinerja 0,456 0,000
Modal Sosial -> Modal Insani 0,053 0,621
Peran Pemerintah -> Kinerja 0,309 0,000
Peran Pemerintah -> Modal Insani 0,582 0,000
Peran Pemerintah -> Modal Sosial 0,418 0,000
Pengaruh total modal insani (X1) terhadap kinerja (Y1) adalah sebesar 0,211 (positif)
dengan nilai p-value sebesar 0,035 < 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha
diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh total antara modal insani terhadap
kinerja. Pengaruh total modal sosial (X2) terhadap kinerja (Y1) adalah sebesar 0,456 (positif)
dengan nilai p-value sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha
diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh total antara modal sosial terhadap
kinerja. Pengaruh total modal sosial (X2) terhadap modal insani (X1) adalah sebesar 0,053
(positif) dengan nilai p-value sebesar 0,621 > 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Ho diterima
dan Ha ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak adanya pengaruh total antara modal sosial
terhadap kinerja. Pengaruh total peran pemerintah (X3) terhadap kinerja (Y1) adalah sebesar
0,309 (positif) dengan nilai p-value sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Ho
ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh total antara peran
pemerintah terhadap kinerja. Pengaruh total peran pemerintah (X3) terhadap modal insani (X1)
adalah sebesar 0,582 (positif) dengan nilai p-value sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa adanya
pengaruh total antara peran pemerintah terhadap modal insani. Pengaruh total peran pemerintah
(X3) terhadap kinerja (Y1) adalah sebesar 0,418 (positif) dengan nilai p-value sebesar 0,000 <
0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa adanya pengaruh total antara peran pemerintah terhadap sosial.

KESIMPULAN

Modal insani usaha pengolah kopi bubuk berhubungan positif dan signifikan dalam
mempengaruhi kinerja. Untuk modal sosial usaha pengolah kopi bubuk berhubungan positif dan
signifikan dalam mempengaruhi kinerja. Modal sosial usaha pengolah kopi bubuk tidak
mempengaruhi modal insani. Peran pemerintah memiliki hubungan positif dan signifikan dengan
modal insani serta memiliki hubungan positif dan signifikan dengan modal sosial.

UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada LPPM Universitas Andalas yang sudah memfasilitasi dana penelitian.
Penelitian ini dibiayai oleh Universitas Andalas, sesuai dengan kontrak Penelitian Riset Publikasi
Terindeks (RPT) Nomor : T/62/UN.16.19/PT.01.03/Pangan-RPT/2023 Tahun Anggaran 2023.

REFERENSI

Arrow. 1962. “The Economic Implications of Learning by Doing.” Rev Econ Stud 29(3): 155.
Carey, S., Lawson, B., Krause, D.R. 2011. “Social Capital Configuration, Legal Bonds and
Performance in Buyer-Supplier Relationships.” J. Oper. Manag 29: 277–88.
Fanani, Yazied Kamal, and Dhiah Fitrayati. 2021. “Pengaruh Modal Insani Dan Modal Sosial
Terhadap Kinerja UMKM Makanan Dan Minuman Di Surabaya.” Jurnal Pendidikan
Ekonomi (JUPE) 9(3): 84–89.
Felício, J. Augusto, Eduardo Couto, and Jorge Caiado. 2014. “Human Capital, Social Capital and
Organizational Performance.” Management Decision 52(2): 350–64.
Firdausa, Rosetyadi Artistyan, and Fitrie Arianti. 2013. “Pengaruh Modal Awal, Lama Usaha,
Dan Jam Kerja Terhadap Pendapatan Kios Di Pasar Bintaro Demak.” Jurnal Ekonomi 2: 1–
6.
Gandhiadi, G.K., Komang Dharmawan, and I Putu Eka Nila Kencana. 2018. “Peran Pemerintah,
Modal Sosial, Dan Kinerja Usaha Terhadap Kesejahteraan Subjektif Pelaku Industri Tenun
Di Kabupaten Jembrana, Bali.” Jurnal Matematika 8(1): 26.
Gelderman, Cees J., Janjaap Semeijn, and Patrique P. Mertschuweit. 2016. “The Impact of Social
Capital and Technological Uncertainty on Strategic Performance: The Supplier
Perspective.” Journal of Purchasing and Supply Management 22(3): 225–34.
http://dx.doi.org/10.1016/j.pursup.2016.05.004.
Ghozali, Imam. 2021. Partial Least Squares: Konsep, Teknik, Dan Aplikasi Menggunakan
Program SmartPLS 3.2.9 Untuk Penelitian Empiris. Semarang. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponogero.
Hair, J. F., Hult, G., Ringle, C., Sarstedt, M., & Thiele, K. 2017. “Mirror, Mirror on the Wall: A
Comparative Evaluation of Composite-Based Structural Equation Modeling Methods.”
Hair, J. F., Hult, G., Ringle, C., Sarstedt, M., & Thiele, K 45(5): 616–32.
Harris, C. M., & Brown, L. W. 2021. “Everyone Must Help: Performance Implications of CEO
and Top Management Team Human Capital and Corporate Political Activity.”
Organizational Effectiveness 8(2): 190–207.
Horn, P., Scheffler, P., Schiele, H. 2014. “Internal Integration as a Pre-Condition for External
Integration in Global Sourcing: A Social Capital Perspective.” J. Prod. Econ 153: 54–65.
Irawan, D., Bastian, E., & Hanifah, I. A. 2019. “Knowledge Sharing, Organizational Culture,
Intellectual Capital, and Organizational Performance.” Journal of Accounting and
Investment 20(3): 267–82.
Al Khajeh, E. H. 2018. “Impact of Leadership Styles on Organizational Performance.” Journal
of Human Resources Management Research: 1–10.
Khoirrini, Layla, and Lindawati Kartika. 2016. “Pengaruh Modal Insani Dan Modal Sosial
Terhadap Kinerja (Studi Kasus Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Makanan Dan
Minuman Kota Bogor).” Jurnal Manajemen dan Organisasi 5(3): 244.
Al Kurdi, Barween, Muhammad Alshurideh, and Tayseer Al afaishat. 2020. “Employee
Retention and Organizational Performance: Evidence from Banking Industry.” Management
Science Letters 10(16): 3981–90.
Lawson, Benn, Beverly B. Tyler, and Paul D. Cousins. 2008. “Antecedents and Consequences of
Social Capital on Buyer Performance Improvement.” Journal of Operations Management
26(3): 446–60.
Lucas, RE Jr. 1988. “On the Mechanics of Economic Development.” Monetary Econ 22(1): 3–
42.
Mardalis. 2008. Metodologi Peneitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.
Martinez-Martinez, Aurora, Juan Gabriel Cegarra-Navarro, Alexeis Garcia-Perez, and Anthony
Wensley. 2019. “Knowledge Agents as Drivers of Environmental Sustainability and
Business Performance in the Hospitality Sector.” Tourism Management 70: 381–89.
Matthews, R.L., Marzec, P.E. 2012. “Social Capital, a Theory for Operations Management: A
Systematic Review of the Evidence.” J. Prod. Res 50(24): 7081–99.
Moleong, L. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rapih. 2015. “Analisis Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia (Sdm), Modal Sosial Dan
Modal Finansial Terhadap Kinerja Umkm Bidang Garmen Di Kabupaten Klaten.” Jurnal
Akuntansi Dan Pendidikan 4(2): 168.
Santoso, Djoko, Indarto Indarto, and Wyati Sadewisasi. 2019. “Pola Peningkatan Kinerja Bisnis
Ukm Melalui Modal Sosial Dan Modal Manusia Dengan Kebijakan Pemerintah Sebagai
Moderating.” Jurnal Dinamika Sosial Budaya 21(2): 152.
Singh, Sanjay Kumar, Shivam Gupta, Donatella Busso, and Shampy Kamboj. 2021. “Top
Management Knowledge Value, Knowledge Sharing Practices, Open Innovation and
Organizational Performance.” Journal of Business Research 128(March): 788–98.
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2019.04.040.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Turulja, L., & Bajgoric, N. 2018. “Information Technology, Knowledge Management and
Human Resource Management: Investigating Mutual Interactions towards Better
Organizational Performance.” VINE Journal of Information and Knowledge Management
Systems 48(2): 255–76.
Villena, V.H., Revilla, E., Choi, T.Y. 2011. “The Dark Side of Buyer–Supplier Relationships: A
Social Capital Perspective.” J. Oper. Manag 29: 561–76.
West, G. P., & Noel, T. W. 2009. “The Impact of Knowledge Resources on New Venture
Performance.” Small Business Management 47(1): 1–22.
Whipple, J.M., Wiedmer, R., K. Boyer, K. 2015. “A Dyadic Investigation of Collaborative
Competence, Social Capital, and Performance in Buyer–Supplier Relationships.” J. Supply
Chain Manag 51(2): 3–21.
Yang, H., Cozzarin, B. P., Peng, C., & Xu, C. 2021. “Start-Ups and Entrepreneurial Teams.”
Managerial and Decision Economics: 1–18.

Anda mungkin juga menyukai