Anda di halaman 1dari 28

https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?

slug=akrolein

PENGERTIAN B3

Pengertian B3

 Menurut PP No. 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), yang
dimaksud dengan Bahan Berbahaya dan Beracun atau disingkat B3 adalah bahan karena
sifatnya dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lainnya.
 Sedangkan definisi menurut OSHA (Occupational Safety and Health of the United State
Government) B3 adalah bahan yang karena sifat kimia maupun kondisi fisiknya sangat
berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, kerusakan dan atau pencemaran
lingkungan.

Pengelolaan Limbah B3

Adalah kegiatan yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau
membuang B3.

Peraturan Terkait Pengelolaan B3 :


 Undang - Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
bahwa "Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia,
menghasilkan , mengangkut, mengedarkan, menyimpan, mamanfaatkan, membuang, mengolah,
dan.atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3"

 Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian
Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun.

 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2010 tentang Penggunaan Sistem
Elektronik Registrasi Bahan Berbahaya dan Beracun dalam kerangka Indonesia National Single
Window di Kementerian Lingkungan Hidup.

Identifikasi B3
(1) B3 dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. mudah meledak (explosive);
b. pengoksidasi (oxidizing);
c. sangat mudah sekali menyala (extremely flammable);
d. sangat mudah menyala (highly flammable);
e. mudah menyala (flammable);
f. amat sangat beracun (extremely toxic);
g. sangat beracun (highly toxic);
h. beracun (moderately toxic); i. berbahaya (harmful);
j. korosif (corrosive); k. bersifat iritasi (irritant);
l. berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment);
m. karsinogenik (carcinogenic); 255 n. teratogenik (teratogenic);
o. mutagenik (mutagenic).

(2) Klasifikasi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari :


a. B3 yang dapat dipergunakan;
b. B3 yang dilarang dipergunakan; dan
c. B3 yang terbatas dipergunakan.

(3) B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Simbol B3 sesuai dalam PermenLH No. 3 tahun 2008, adalah :

Label (Tanda/Simbol) Kemasan Bahan/Material) Berbahaya / B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) secara
umum merujuk pada Globally Harmonized System - United Nations (GHS) yang diterbitkan oleh PBB
(Perserikatan Bangsa - Bangsa). Label (plakat) dipasang per satuan kemasan bahan berbahaya ataupun
kemasan paket kumpulan bahan/material berbahaya. Terdapat 9 (sembilan) Klasifikasi Bahan (Material)
Berbahaya / B3 (Beracun dan Berbahaya), antara lain : Label (Tanda/Simbol) Kemasan Bahan/Material)
Berbahaya / B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya).

N KLASIFIKASI SIMBOL KETERANGAN


o

1. Pengoksidasi (Oxidizing) Simbol ini menunjukkan suatu bahan


yang dapat melepaskan banyak panas
atau menimbulkan api ketika bereaksi
dengan bahan kimia lainnya, terutama
bahan bahan yang sifatnya mudah
terbakar meskipun dalam keadaan
 Warna dasar putih dengan garis tepi
hampa udara
tebal berwarna merah.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

 Gambar simbol berupa bola api


berwarna hitam yang menyala

2. mudah Simbol ini menunjukkan suatu bahan


menyala (flammable) yang memiliki karakteristik sebagai
berikut :

 Terbakar karena kontak dengan


udara pada temperatur ambien;
 Warna dasar putih dengan garis tepi
 Padatan yang mudah terbakar
tebal berwarna merah.
karena kontak dengan sumber
 Gambar simbol berupa gambar nyala api;
nyala api berwarna putih dan hitam.
 Gas yang mudah terbakar pada
suhu dan tekanan normal;

 Mengeluarkan gas yang sangat


mudah terbakar dalam jumlah yang
berbahaya, jika bercampur atau
kontak dengan air atau udara
lembab;

 Padatan atau cairan yang memiliki


titik nyala di bawah 0oC dan titik
didih lebih rendah atau sama
dengan 35oC;
 Padatan atau cairan yang memiliki
titik nyala 0oC – 21oC;

3. beracun (toxic) Simbol ini menunjukkan suatu bahan


yang memiliki karakteristik sebagai
berikut:

 Sifat racun bagi manusia, yang


dapat menyebabkan keracunan
atau sakit yang cukup serius
 Warna dasar putih dengan garis tepi
apabila masuk ke dalam tubuh
tebal berwarna merah;
melalui pernafasan, kulit atau
 Simbol berupa gambar tengkorak mulut.Penentuan tingkat sifat racun
dan tulang bersilang; ini didasarkan atas uji LD 50 (amat
sangat beracun, sangat beracun
dan beracun); dan/atau

 Sifat bahaya toksisitas akut

4. Berbahaya (harmful) Simbol ini untuk menunjukkan suatu


bahan baik berupa padatan, cairan
ataupun gas yang jika terjadi kontak
atau melalui inhalasi ataupun oral
dapat menyebabkan bahaya terhadap

 Warna dasar putih dengan garis tepi


https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

tebal berwarna merah. kesehatan sampai tingkat tertentu

 Simbol berupa gambar silang


berwarna hitam.

5. Iritasi (irritant) Simbol ini menunjukkan suatu bahan


yang memiliki karakteristik sebagai
berikut:

 Padatan maupun cairan yang jika

 Warna dasar putih dengan garis tepi terjadi kontak secara langsung

tebal berwarna merah. dan/atau terus menerus dengan


kulit atau selaput lendir dapat
 Simbol berupa gambar tanda seru
menyebabkan iritasi atau
berwarna hitam.
peradangan;

 Toksisitas sistemik pada organ


target spesifik karena paparan
tunggal dapat menyebabkan iritasi
pernafasan, mengantuk atau
pusing;

 Sensitasi pada kulit yang dapat


menyebabkan reaksi alergi pada
kulit; dan/atau Iritasi/kerusakan
parah pada mata yang dapat
menyebabkan iritasi serius pada
mata

6. Korosif (corrosive) Simbol ini menunjukkan suatu bahan


yang memiliki karakteristik sebagai
berikut:

 Menyebabkan iritasi (terbakar) pada


kulit;
 Warna dasar putih dengan garis tepi
 Menyebabkan proses pengkaratan
tebal berwarna merah.
pada lempeng baja SAE 1020
 Simbol terdiri dari 2 gambar yang dengan laju korosi > 6,35 mm/tahun
tertetesi cairan korosif. dengan temperatur pengujian 55 oC;
dan/atau
 Mempunyai pH sama atau kurang
dari 2 untuk B3 bersifat asam dan
sama atau lebih besar dari 12,5
untuk B3 yang bersifat basa
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

7. Berbahaya bagi Simbol ini untuk menunjukkan suatu


lingkungan (dangerous bahan yang dapat menimbulkan
for environment) bahaya terhadap lingkungan Bahan
kimia ini dapat merusak atau
menyebabkan kematian pada ikan atau
organisme aquatic lainnya atau bahaya
 Warna dasar putih dengan garis tepi lain yang dapat ditimbulkan, seperti
tebal berwarna merah. merusak lapisan ozon (misalnya CFC =
Chlorofluorocarbon), persistent di
 Simbol berupa gambar pohon dan
lingkungan (misalnya PCBs =
media lingkungan berwarna hitam
Polychlorinated Biphenyls.
serta ikan berwarna putih.

8. karsinogenik, teratogenik Simbol ini menunjukkan paparan


dan jangka pendek, jangka panjang atau
mutagenik (carcinogenic berulang dengan bahan ini dapat
, tetragenic,mutagenic) menyebabkan efek kesehatan sebagai
berikut:

 Teratogenik yaitu sifat bahan yang


 Warna dasar putih dengan garis tepi dapat mempengaruhi pembentukan
tebal berwarna merah. dan pertumbuhan embrio;

 Simbol berupa gambar kepala dan  Mutagenic yaitu sifat bahan yang

dada manusia berwarna hitam menyebabkan perubahan


dengan gambar menyerupai bintang kromosom yang berarti dapat
segi enam berwarna putih pada merubah genética;
dada.  Toksisitas sistemik terhadap organ
sasaran spesifik.

9. Gas Simbol ini menunjukkan paparan


Bertekanan (pressure jangka pendek, jangka panjang atau
gas berulang dengan bahan ini dapat
menyebabkan efek kesehatan sebagai
berikut:

 Teratogenik yaitu sifat bahan yang


 Warna dasar putih dengan garis tepi dapat mempengaruhi pembentukan
tebal berwarna merah. dan pertumbuhan embrio;

 Simbol berupa gambar tabung gas  Mutagenic yaitu sifat bahan yang
silinder berwarna hitam. menyebabkan perubahan
kromosom yang berarti dapat
merubah genética;

 Toksisitas sistemik terhadap organ


sasaran spesifik
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Contoh Penerapan Label :


https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Contoh : Ukuran Simbol pada Kemasan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) :

Catatan :

1.Ukuran simbol pada alat angkut : 25 cm x 25 cm

2.Ukuran simbol pada wadah dan kemasan : 10 cm x 10 cm

3.Pemasangan simbol pada kendaraan pengangkut B3 harus dapat di lihat dengan jelas sampai dengan
jarak 20 cm.

4.Warna dasar putih, garis tepi tebal berwarna merah dengan piktogram berwarna hitam sedangkan
gambar simbol disesuaikan dengan jenis karateristik B3
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Contoh : Pemberian simbol dan label pada wadah/kemasan B3


https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Gambar : Contoh pemberian simbol pada armada angkut B3

Contoh Penerapan Simbol pada kemasan


https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

REGISTRASI B3
REGISTRASI BAHAN BERBAHAYA BERACUN

1. Dasar Hukum dan Peraturan Lain yang Relevan


 UU No. 19 Th. 2009 tentang Pengesahan Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik
yang Persisten
 UU No. 32 Th. 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
 PP No. 74 Th. 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
 Perpres No. 10 Th. 2008 Tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka Indonesia
National Single Window
 Peraturan MENLH No. 02 Th. 2010 tentang Penggunaan Sistim Elektronik Registrasi Bahan
Berbahaya Dan Beracun Dalam Kerangka Indonesia National Single Window Di Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup
 Permentan No. 37 Th. 2009 tentang Penggunaan Pestisida Berbahan Aktif metil bromida untuk
tindakan perlakuan karantina tumbuhan dan perlakuan pra-pengapalan
 Permentan No. 24 Th. 2011 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pendaftaran Pestisida
 Permendag No. 23 Th. 2011 tentang Pengawasan Bahan Berbahaya
 Permendag No. 3 Th. 2012 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Ozon

2. Definisi
Sesuai dengan PP No. 74 Tahun 2001, pasal (1) definisi registrasi B3 adalah pendaftaran dan pemberian
nomor terhadap B3 yang ada di wilayah Republik Indonesia.

3. Tata Cara Registrasi B3

PP No. 74 Tahun 2001, Pasal 6 ayat (1) Setiap B3 wajib di registrasi oleh penghasil dan atau pengimpor.
Pasal 6 ayat (2) Kewajiban registrasi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku satu (1) kali:

B3 yang dihasilkan dan atau

B3 yang di impor
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Untuk yang pertama kali


Ada 3 kategori B3 yang diatur dalam PP No. 74 Tahun 2001, yaitu dapat digunakan (Lampiran 1),
terbatas (lampiran 2 tabel 1) dan dilarang (lampiran 2 tabel 2).

Kategori B3 dalam PP No. 74 Tahun 2001

1. STATUS REGISTRASI BAHAN BERBAHAYA BERACUN


Pada periode Januari s/d Desember 2015, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah
menerima su rat permohonan registrasi bahan berbahaya beracun (B3) sebanyak 1.993 surat
permohonan, dari jumlah permohonan tersebut, sudah diterbitkan surat keterangan registrasi B3 baru
sejumlah 804 dan surat keterangan registrasi perpanjangan sejumlah 879, surat keterangan yang tidak
diregistrasi sejumlah 82 surat serta surat penjelasan seperti surat perubahan HS Code, perubahan nama
dagang, perubahan alamat sejumlah 84 surat. Terdapat 79 ditolak karena permohonan yang sudah
pernah diregistrasi dengan bahan kimia dan negara asal yang sama atau masih berlaku dan permohonan
yang tidak memenuhi persyaratan teknis seperti tidak adanya purchasing order dan MSDS serta salah
pada pelaporan realisasi impor, dan 65 permohonan yang draft suratnya digabung.

Gambar 1. Diagram Jumlah prosentase Pelaksanaan Registrasi Tahun 2015


https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Berdasarkan hasil evaluasi dan hasil perhitungan jumlah rencana impor dan pengkategorisasian yang
telah dilakukan maka terdapat 9 Jenis B3 yang mendominasi yang beredar dan digunakan melalui
registrasi dalam kurung waktu 1 tahun (Januari s/d Desember 2015), yaitu :

No Nama B3 Jumlah Rencana Impor Jumlah Importir


Setahun (Ton)

1 Heksana 8. 083.643 54

2 Etilena 6.592.654 47

3 Karbon Dioksida 4.808.646 30

4 Etilen Glikol 1.024.274 92

5 Metanol 928.910 102

6 Ksilena 746.101 87

7 Akrilamida 328.995 20

8 Asam Fosfat 240.931 93

9 Metilen Klorida 123.658 61


Tabel 1. Kategorisasi jenis B3 yang mendominasi dari total jenis data yang teregister

Gambar 2. Diagram Jumlah Rencana Impor berdasarkan kategorisasi jenis B3 yang mendominasi dari
total jenis data yang teregister.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Gambar 3. Diagram Jumlah Importir berdasarkan kategorisasi jenis B3 yang mendominasi dari total jenis
B3 teregister.

Berdasarkan data base perusahaan importir produsen dan distributor B3 yang melakukan registrasi B3
tahun 2015, maka terdapat rata-rata 10 negara asal impor B3 yang rencana akan melakukan impor B3 ke
Indonesia seperti terlihat pada table 2.

No Negara Asal Frekuensi

1 Jerman 618

2 China 555

3 Jepang 502

4 Singapura 496

5 Amerika Serikat 214

6 Korea 160

7 Malaysia 138

8 Taiwan 123

9 Thailand 119

10 India 52
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Tabel 2. Jumlah Frekuensi negara asal impor B3 (Januari s/d Desember 2015)

Gambar 4. Diagram Frekuensi Negara Asal Impor B3

Pelaksanaan layanan registrasi berdasarkan penggunaan waktu yang dibutuhkan dalam proses registrasi
B3 baik importir produsen maupun distributor, dapat dilihat pada tabel 3.

Jumlah SK Registrasi B3 Januari–Desember 2015 adalah : 1.993 Keterangan

Alokasi Waktu ≤ 5 hari Alokasi Waktu > 5 hari Waktu lebih dari 5 hari kerja karena
proses strukturisasi KLHK.
(Permen 02/2010)

1.706 287

85% 15%
Tabel 3. Jumlah SK Registrasi berdasarkan alokasi waktu proses registrasi

Bila dibandingkan dengan realisasi pencapaian kinerja pelayanan registrasi tidak mengalami perbedaan
yang signifikan dari tahun sebelumnya, namun perbedaan berdasarkan tolak ukur kinerja adalah dalam
perhitungan target layanan prosentase jumlah dalam ton sesuai dengan kategorisasi B3.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

NOTIFIKASI B3 TERBATAS
Sistem dan Mekanisme Notifikasi B3 Terbatas
1. Dasar Hukum dan Peraturan Lain yang Relevan

 UU No. 19 Th. 2009 tentang Pengesahan Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik
yang Persisten
 UU No. 32 Th. 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
 PP No. 74 Th. 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
 Perpres No. 10 Th. 2008 Tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka Indonesia
National Single Window
 Peraturan MENLH No. 02 Th. 2010 tentang Penggunaan Sistim Elektronik Registrasi Bahan
Berbahaya Dan Beracun Dalam Kerangka Indonesia National Single Window Di Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup
 Permentan No. 37 Th. 2009 tentang Penggunaan Pestisida Berbahan Aktif metil bromida untuk
tindakan perlakuan karantina tumbuhan dan perlakuan pra-pengapalan
 Permentan No. 24 Th. 2011 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pendaftaran Pestisida
 Permendag No. 23 Th. 2011 tentang Pengawasan Bahan Berbahaya
 Permendag No. 3 Th. 2012 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Ozon

2.Definisi

Sesuai dengan PP No. 74 Tahun 2001

Pasal 1:

1. Notifikasi untuk ekspor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara pengekspor ke
otoritas negara penerima dan negara transit apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas batas
B3 yang terbatas dipergunakan.

2. Notifikasi untuk impor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara pengekspor
apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas batas B3 yang terbatas dipergunakan.

3. Proses notifikasi B3 Terbatas Dipergunakan diperlukan dalam rangka pengawasan dan


pengendalian atas pengelolaannya, terutama untuk mencegah dampak buruk yang
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lainnya. Selain itu, proses notifikasi bertujuan untuk mempermudah penanganan dokumen
kepabeanan yang berkaitan dengan perizinan dan persyaratan impor maupun ekspor B3.

4. Di Indonesia proses notifikasi untuk B3 Terbatas Digunakan adalah wajib sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 pada pasal 7 dan 8, yaitu:

Pasal 7:
1. Setiap orang yang melakukan kegiatan ekspor B3 yang terbatas dipergunakan, wajib
menyampaikan notifikasi ke otoritas negara tujuan ekspor, otoritas negara transit dan instansi
yang bertanggungjawab
2. Ekspor B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilaksanakan setelah adanya
persetujuan dari otoritas negara tujuan ekspor, otoritas negara transit dan instansi yang
bertanggung jawab

3. Persetujuan dari instansi yan bertanggung jawab sebagaimana dimaksud da;am ayat (2)
merupakan dasar untuk penerbitan atau penolakan izin ekspor dari instansi yang berwenang di
bidang perdagangan
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Pasal 8:
 (1)Setiap orang yang melakukan kegiatan impor B3 yang terbatas dipergunakan dan atau yang
pertama kali diimpor, wajib mengikuti prosedur notifikasi
 (2)Notifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib disampaikan oleh otoritas negara
pengekspor kepada instansi yang bertanggung jawab

 (3)Instansi yang bertanggung jawab wajib memberikan jawaban atas notifikasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya
permohonan notifikasi

 5.Mengenai persepsi umum bahwa prosedur notifikasi yang berlaku di Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan adalah sama dengan/mengikuti Konvensi Rotterdam, bersama ini kami klarifikasikan
bahwa prosedur notifikasi baik untuk impor dan ekspor B3 terbatas dipergunakan adalah mengikuti
dan sesuai dengan PP No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 dan bukan mengikuti dan sesuai
Konvensi Rotterdam.
Hal ini diperkenankan oleh Konvensi Rotterdam sesuai pasal 15 ayat (4) yang menyatakan: Nothing
in this Convention shall be interpreted as restricting the right of the Parties to take action that is more
stringently protective of human health and the environment than that called for in this Convention,
provided that such action is consistent with the provisions of this Convention and is in accordance with
international law (“tidak ada sesuatu dalam Konvensi ini boleh ditafsirkan sebagai pembatasan hak
dari Para Pihak untuk mengambil tindakan yang kesehatan manusia dan lingkungan hidup jauh lebih
terlindungi daripada tindakan yang ditetapkan dalam Konvensi ini, dengan syarat bahwa tindakan
tersebut konsistenn dengan ketentuan Konvensi ini dan sesuai dengan hukum internasional”)

ALUR PROSES NOTIFIKASI IMPOR B3 TERBATAS

Catatan:
Proses Notifikasi Impor B3 Terbatas adalah 30 hari kerja sejak diterimanya notifikasi (sesuai PP 74 tahun
2001 pasal 8 ayat 3)

KELENGKAPAN DOKUMEN UNTUK NOTIFIKASI IMPOR B3 TERBATAS DIPERGUNAKAN


1. Untuk Otoritas Negara Eksport
Pemberitahuan Notifikasi Ekspor B3 Terbatas Dipergunakan (surat resmi atau email dari akun email
resmi instansi pemerintah negara eksportir), dengan menyampaikan informasi sebagai berikut:
 Nama Bahan Kimia dan Nama Dagang
 CAS Number Bahan Kimia
 Negara asal
 Nama, alamat dan kontak pihak eksportir
 Nama, alamat dan kontal pihak importir
 Tujuan penggunaan bahan kimia
 Jumlah yang akan diimpor
 Waktu Impor
 Melampirkan MSDS Bahan Kimia yang akan diekspor
2. Informasi sebagaimana poin 1 di atas agar dapat dikirimkan kepada:

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jl. D.I. Panjaitan Kav. 24, Kebon Nanas, Jakarta Timur 13410 – INDONESIA
dan
Direktur Pengelolaan B3
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jl. D.I. Panjaitan Kav. 24, Kebon Nanas, Jakarta Timur 13410 – INDONESIA
Email:
registrasi_b3@menlh.go.id
insiani.yun@gmail.com
notifikasi_b3@yahoo.com
 lies_dian@yahoo.com
 ruthyok@yahoo.com
 poetrydelonge@gmail.com
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Untuk Importir :

 Surat jawaban importir tentang konfirmasi kebenaran rencana impor (disampaikan sebelum
deadline yang diberikan oleh KLHK)
 Formulir konfirmasi rencana impor (diisi sesuai dengan kategori kegunaan B3 yang akan diimpor
apakah digunakan untuk industri atau untuk digunakan sebagai pestisida)
 Dokumen perijinan dari K/L terkait sesuai B3 yang akan diimpor
 üUntuk B3 Kategori Pestisida, agar melengkapi:SK Menteri Pertanian tentang Pendaftaran dan
Pemberian Izin Pestisida
 üUntuk B3 yang merupakan Bahan Perusak Ozon (BPO), agar melengkapiSurat Penunjukkan
IT/IP-BPO dari Kementerian Perdagangan
 Untuk B3 Merkuri Elemental (Hg) agar melengkapi Surat Penunjukkan IT/IP-B2 dari Kementerian
Perdagangan
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

INVENTARISASI PENGGUNAAN B3
 Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 58 ayat 1 menyatakan bahwa :
Setiap orang yang memasukkan kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang,
mengolah,da/atau menimbun Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) wajib melakukan
pengelolaan B3. Pasal tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah dan seluruh pemangku
kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
dan pasal 63 ayat 1 menyatakan bahwa : “ Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, pemerintah bertugas dan berwenang” butir n. “melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah; “dan
butir o. “melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan.
 Berdasarkan amanat diatas, maka Kementerian Lingkungan Hidup perlu melakukan kegiatan
inventarisasi penggunaan B3 yang memberikan pemahaman tentang inventarisasi penggunaan
dan peredaran serta pengelolaan B3 yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha (importir, eksportir,
produsen, distributor) serta pengguna baik dari sektor Manufaktur Prasarana,
Jasa, Kesehatan dan Pertanian (MJKP) maupun sektor Pertambangan, Energi,
Minyak dan Gas (PEM).
 Direktorat Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya memiliki sasaran
kegiatan yang harus dicapai seperti yang tertuang dalam Rencana Strategis
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Masing-masing dari
Indikator Kegiatan telah mencerminkan tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing sub-Direktorat Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya.
Lingkupan tugas Direktorat Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya sesuai
PermenLHK No. P.18 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tatakerja KLHK ini
meliputi penerapan konvensi, pengendalian B3, inventarisasi penggunaan B3,
dan penanganan B3.
 Inventarisasi B3 adalah kegiatan untuk mendapatkan informasi mengenai
pengelolaan B3 terhadap usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan, dan atau membuang
B3; Inventarisasi Penggunaan B3 sesuai ketentuan PermenLHK No. P.18
Tahun 2015 adalah kegiatan pendataan jumlah dan jenis B3 melalui
administrasi registrasi dan notifikasi pelaku usaha importir (produsen,
distributor) eksportir, maupun dari kegiatan usaha pengguna (user) beserta
peredaraannya baik dari sektor MJKP maupun sektor PEM. Data dan informasi
hasil kegiatan inventarisasi tersebut kemudian diinput, disimpan dan diolah
serta dimanfaatkan melalui Sistem Informasi Tata kelola B3 untuk mendukung
proses pengambilan keputusan serta dimanfaatkan untuk pertukaran
informasi dan edukasi sebagaimana UU No. 19 Tahun 2009 tentang
Pengesahan Konvensi Stockohlm tentang Bahan Pencemar Organik yang
Persisten, UU No. 10 Tahun 2013 tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam
tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan untuk
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Bahan Kimia dan Pestisida tertentu dalam Perdagangan Internasional dan PP


No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

Tahapan Inventarisasi Penggunaan B3 di sektor Pengguna


1. Persiapan Inventarisasi:
a. Persiapan Administrasi:

 Menyusun jadwal pelaksanaan pemantauan;


 Melakukan koordinasi dengan pihak yang akan dikunjungi;
 Surat penugasan inventarisasi kunjungan lapangan;
 Surat pemberitahuan kegiatan inventarisasi penggunaan B3 kepada
perusahaan yang akan dikunjungi;
 Tanda pengenal resmi;
 Surat Perjalanan Dinas;
 Formulir Berita Acara yang diperlukan.

b. Menyiapkan peralatan dan prasarana yang diperlukan:


 Sarana transportasi menuju ke lokasi kegiatan;
 Alat Pengaman Diri (APD) /peralatan safety;
 Peralatan penunjang lainnya: kamera, handycam, GPS, alat komunikasi, dll);

c. Mempersiapkan dan menelaah dokumen-dokumen lapangan yang diperlukan,


meliputi :
 Peraturan perundang-undangan dan pedoman-pedoman terkait pengelolaan
B3;
 Dokumen pengelolaan lingkungan dan B3 yang dimiliki perusahaan:

1. Perizinan pengelolaan lingkungan (Amdal, UKL/UPL, dll) ;

2. Dokumen permohonan perusahaan terkait perizinan B3 (Registrasi,


Notifikasi, rekomendasi pengangkutan;

3. Surat perizinan pengelolaan B3 KLH (Keterangan Registrasi produksi


dan impor B3, rekomendasi pengangkutan B3, dll);

4. Surat perizinan pengelolaan bahan kimia dari instansi lain (izin impor,
penyimpanan, penggunaan, distribusi, pengangkutan, ekspor, dll);

5. Dokumen pelaporan tentang penggunaan, penyimpanan dan


pendistribusian B3;

6. Lembaran Data Keselamatan/LDK jenis B3 yang dikelola;

7. SOP keselamatan kerja dan SOP tanggap darurat;

d. Menyiapkan Kuesioner Inventarisasi dengan format yang ditentukan.

2. Pelaksanaan Inventarisasi
a. Pertemuan Pembukaan dengan perusahaan
 Menyerahkan surat tugas kepada pihak usaha/kegiatan dan menjelaskan
sekilas mengenai maksud kedatangan;
 Memperkenalkan anggota tim mencakup kedudukan dan asal instansi serta
menjelaskan sekilas mengenai maksud kedatangan;
 Menyampaikan peraturan-peraturan yang menjadi dasar pelaksanaan
inventarisasi pengelolaan B3;
 Menyampaikan lingkup pelaksanaan inventarisasi;
 Meminta persetujuan untuk dilakukan pengambilan foto/ dokumentasi pada
beberapa titik kegiatan perusahaan;
b. Inventarisasi Data Pengelolaan B3
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

 Jumlah dan jenis-jenis B3 yang digunakan dan upaya-upaya yang telah


dilakukan dalam pengelolan B3;
 Data jenis B3 yang dipergunakan (bahan baku utama dan bahan baku
penolong)
 Alur proses produksi yang dilakukan
 Dokumen permohonan perusahaan terkait perizinan B3 (Registrasi, Notifikasi,
rekomendasi pengangkutan B3, dll)
 Memeriksa kebenaran data persyaratan permohonan dengan membandingkan
terhadap dokumen-dokumen asli yang dimiliki perusahaan
 Surat perizinan pengelolaan B3 KLHK (Keterangan Registrasi produksi dan
impor B3, Rekomendasi Pengangkutan B3, dll)
 Lembar Data Keselamatan / LDK jenis B3 yang dikelola, memuat 16 informasi
minimal 6 informasi penting, antara lain: Produsen B3, Kegunaan B3,
Karakteristik B3, Kandungan B3, Handling and storage B3, Simbol B3

 SOP keselamatan kerja dan SOP tanggap darurat


o Kesesuaian SOP dengan jenis B3 yang dikelola

o Peralatan dan prasarana yang diperlakukan dalam pelaksanaan SOP tersebut

 Hasil Analisa B3 / Certificate of Analisis (bila diperlukan)


https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

PENGANGKUTAN B3
REKOMENDASI PENGANGKUTAN B3
 Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3
merupakan bahan kimia yang diperlukan dalam proses produksi baik sebagai
bahan utama maupun bahan penolong. Sebagai bahan kimia B3 memiliki
potensi membahayakan lingkungan maupun keselamatan manusia apabila
didalam penggunaannya tidak dikelola secara tepat. Untuk mencegah atau
meminimalkan resiko terhadap kesehatan manusia maupun dampak terhadap
lingkungan,makakegiatan pemindahan B3 dimulai dari impor sampai ke
pengguna ataupun melaluikegiatan pengangkutan/ peredaran menggunakan
moda transportasi darat, udara, maupun laut, perlu mendapatkan perhatian
sehingga dampak yang mungkin terjadi dapat diantisipasi sejak awal.
 Peredaran B3 khususnya transportasi darat,kendali yang dilakukan oleh
pemerintah adalah melaluipengaturan lalu lintas dan angkutan B3 dengan Izin
yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan berdasarkan Rekomendasi
Pengangkutan B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Adapun
dasar hukum penerapan kendali B3 melalui perijinan adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup;

2. Undang-UndangNomor22 Tahun 2009TentangLalu Lintas dan Angkutan Jalan;

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang


Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun;

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2014 tentang


IzinAngkutan Jalan;

5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Simbol
dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun;
6. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.725/AJ.302/DRJD/2004
tentang Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Jalan.

 Berdasarkan data yang ada Izin Pengangkutan B3 yang diterbitkan belum


sebanding dengandata peredaran B3 yang sangat besar.Untuk itubrosur ini
dipersiapkan sebagai pedoman dalam mengajukan rekomendasi pengangkutan
B3 bagi para pemilik Jasa Pengangkutan B3 maupun para Importir dan
produsen yang memiliki armada sendiri guna menghindari adanya bahaya B3
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

Ruang Lingkup
Prosedur Rekomendasi Pengangkutan B3 ini digunakan sebagai pedoman dalam
mengajukan permohonan Rekomendasi Pengangkutan B3 ke Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan khusus pada moda angkutan darat, yang menjadi
dasar diterbitkannya/ditolaknya Izin Pengangkutan B3 oleh Kementerian
Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Proses Penerbitan Rekomendasi Pengangkutan B3 :


Tatacara penerbitan atau penolakan Surat Rekomendasi Pengangkutan B3 adalah
sebagai berikut:

1. Mengajukan permohonan rekomendasi pengangkutan B3 kepada Menteri


Lingkungan Hidup dan Kehutanan up. Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah,
Limbah dan BahanBeracun Berbahaya, melalui Unit Pelayanan Terpadu (UPT) -
KLHK;

2. Permohonan rekomendasi dilengkapi dengan dokumenadministrasi dan diurut


sesuai dengan persyaratan, dalam bentuk hard copy dan soft copy
3. Pemeriksaan kelengkapan dokumen permohonan dilakukan oleh petugas UPT -
KLHK

4. Bila dokumen permohonan sudah lengkap, UPTmenyerahkan ke unit teknis untuk


dilakukan verifikasi administrasi dan teknis. Jika dokumen belum lengkap berkas
akan dikembalikan kepada pemohon;

5. Setelah dilakukan verifikasi teknis, selanjutnya dilakukan verifikasi lapangan


untuk validasi dokumen dan pemeriksaan kesesuaian jenis B3 dengan alat angkut
yang digunakan serta kelengkapan persyaratannya;

6. Apabila telah memenuhi seluruh persyaratan maka dilanjutkan dengan penerbitan


surat Rekomendasi Pengangkutan B3. Apabila tidak memenuhi persyaratan sesuai
ketentuan makadiberikan surat Penolakan Penerbitan Pekomendasi
Pengangkutan B3

7. Untuk Permohonan BARU, Rekomendasi Pengangkutan B3 berlaku selama 5 (lima)


tahun. Sedangkan untuk Permohonan PERPANJANGAN dan PENAMBAHAN
Kendaraan, Rekomendasi Pengangkutan B3 berlaku mengikuti Izin dari
Kementerian Perhubungan yang sudah pernah diperoleh.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Gambar Ketentuan Teknis Identitas Perusahaan, Emergency Call dan Simbol B3


Pada Armada

Gambar Contoh Alat Pelindung Diri (APD) pada kegiatan pengangkutan B3


https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

PENGERTIAN POPS
PERSISTENT ORGANIC POLLUTANS / POLUTAN ORGANIK
PERSISTEN (POPs)

Pengertian POPs
POPs adalah singkatan dari Persistent Organics Pollutans. Menurut UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN
STOCKHOLM CONVENTION ON PERSISTENT ORGANIC POLLUTANTS (KONVENSI
STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN) ada bahan
yang dikategorikan sebagai bahan pencemar organik yang persisten (persistent
organic pollutants) atau lebih dikenal dengan POPs yang memiliki sifat beracun, sulit
terurai, bioakumulasi dan terangkut, melalui udara, air, dan spesies berpindah dan
melintasi batas internasional serta tersimpan jauh dari tempat pelepasan, tempat
bahan tersebut berakumulasi dalam ekosistem darat dan air.

Sifat-sifat tersebut harus diwaspadai mengingat dampaknya terhadap kesehatan


manusia dan lingkungan hidup. Sebagian besar masyarakat Indonesia belum
mengetahui dampak negatif bahan pencemar organik yang persisten terhadap
lingkungan hidup dan kesehatan manusia khususnya kelangsungan hidup generasi
yang akan datang.

Menurut Konvensi Stockholm, POPs terdiri atas tiga kategori yaitu :

1. Pestisida berupa: Dichloro-diphenyl-trichloroethane (DDT), Aldrin, Endrin, Dieldrin,


Chlordane, Heptachlor, Mirex, dan Toxaphene;

2. Bahan kimia industri berupa: Poly Chlorinated Biphenyl (PCB) dan Hexa Chloro
Benzene (HCB)

3. Produk yang tidak sengaja dihasilkan berupa Poly Chlorinated Dibenzop–Dioxins


(PCDD), Poly Chlorinated Dibenzo Furans (PCDF), Hexa Chloro Benzene (HCB) dan
Poly Chlorinated Biphenyl (PCB)

Zat-zat kimia baru yang terdaftar menurut Konvensi Stockholm adalah:

1. Alpha dan Beta hexachlorocyclohexane


Walaupun intensitas penggunaan HCH alpha dan beta sebagai insektisida telah
dihapus tahun lalu, zat kimia ini tetap diproduksi sebagai hasil sampingan lindane
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

yang tidak disengaja. Kira-kira 6-10 ton isomers lain termasuk HCH alpha dan
beta hasil dari tiap ton produk lindane
2. Hexa,hepta,tetra, dan penta bromodiphenyl eter dan heptabromodiphenyl eter
Bromodiphenyl Eter adalah suatu kelompok zat organik brominated yang
menghalangi pembakaran dalam material organik, yang digunakan sebagai flame
retardants tambahan. Diphenyl Brominated Eter sebagian besar sebagai
campuran komersil dimana beberapa isomer, congeners dan sejumlah kecil unsur
lain terjadi.

3. Chlordecone
Chlordecone adalah campuran organik chlorine buatan, yang sebagian besar
digunakan sebagai pestisida pertanian. Pertama diproduksi tahun 1951 dan
dikenalkan secara komersial pada 1958. Penggunaan atau produksinya sekarang
tidak ada laporan.
4. Hexabromobiphenyl
Hexabromobiphenyl (HBB) adalah zat kimia industri yang digunakan sebagai
flame retardant, sebagian besar di tahun 1970. Berdasar data, HBB tidak lagi
diproduksi dan tidak digunakan dalam produk sekarang.
5. Lindane
Lindane digunakan secara luas sebagai insektisida benih dan perawatan lahan,
aplikasi foliar, pohon dan perawatan kayu serta melawan ektoparasit dalam
perawatan hewan dan manusia. Produksi lindane telah berkurang dengan cepat
terakhir ini dan hanya sedikit negara yang masih menghasilkannya.
6. Pentachlorobenzene (PeCB)
Pentachlorobenzene (PeCB) telah digunakan dalam produk PCB, turunan dyestuff
(bahan pewarna tekstil), sebagai fungisida, flame retardant dan suatu perantara
bahan kimia seperti produksi quintozene dan mungkin masih digunakan untuk
tujuan ini. PeCB juga diproduksi tanpa sengaja selama pembakaran dalam proses
industri dan yang berkenaan dengan panas.
7. Perfluorooctane sulfonic acid, dan perfluorooctane sulfonyl
PFOS adalah yang diproduksi atau produk turunan yang tidak diharapkan terkait
bahan-kimia anthropogenic. Penggunaan PFOS yang disengaja sekarang tersebar
luas dan ditemukan dalam produk seperti elektris dan bagian elektronik, fire
fighting foam, photo digital, tekstil dan cairan hidrolik. PFOS masih diproduksi
beberapa negara-negara sekarang.

Sebanyak 12 inisial POPs yang tercover oleh konvensi meliputi 9 pestisida (Aldrin,
Chlordane, DDT, Dieldrin, Endrin, Heptachlor, hexachlorobenzene, Mirex and
Toxaphene), dua zat kimia industri (PCBs seperti hexachlorobenzene yang juga
digunakan sebagai pestisida dan hasil sampingan produk yang tidak disengaja,
dioksin dan furan.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

Dampak POPs Terhadap Kesehatan Manusia


Dari beberapa studi tentang residu dan dampak bahan kimia POPs bagi makhluk
hidup ditemukan indikasi bahaya yang dapat mengancam kesehatan manusia dan
lingkungan hidup. Ancaman bagi manusia antara lain, gangguan terhadap sistem
reproduksi (kemandulan), penurunan kekebalan tubuh pada bayi dan anak-anak,
kelainan fisik dan mental, memicu kanker, gangguan pada fungsi organ tubuh seperti
hati, paru-paru, ginjal, tiroid, sistem hormon endokrin, dan organ reproduksi.
Kontaminasi POPs pada Ingkungan menyebabkan punahnya species tertentu,
penurunan populasi burung-burung dan sebagainya (wwwnew.menlh.go.id).

Sayur dan Buah yang Banyak Mengadung POPs Berbahaya


Beberapa POPs yang digunakan sebagai bahan aktif dalam pengendalian seranga
dan hama pada tanaman buah dan sayur, sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Zat-zat tersebut banyak disekitar kita pada buah dan sayur yang biasa kita konsumsi
sehari-hari. Meskipun, pengendalian hama tersebut dengan penyemprotan hanya
pada bagian-bagian yang dapat dijangkau oleh alat penyemprot, tetapi tidak menutup
kemungkinan juga menyebar kesela-sela daun pada sayur maupun buah bahkan
mencemari tanah.

Diantara buah dan sayur yang sering dikonsumsi dan sebenarnya banyak terdapat
pestisida menurut Departemen Pertanian serta Badan Administrasi Obat dan Pang
(FDA) Amerika adalah sebagai berikut:

1. Strawbery
Buah ini banyak kemungkinan mengandung pestisida karena petani banyak
menggunakan pestisida untuk membasmi serangga pada daun dan bunga, disamping
itu juga serangga pada tanah tempat tumbuh strobery, dan dengan buah strobery
yang cenderung dekat permukaan tanah, maka kemungkinan pestisida yang
mencemarinya lebih banyak lagi. Ditambah lagi untuk menjaga agar buah tetap
segar, awet dan tahan lama, digunakan pula pestisida untuk membasmi bakteri dan
jamur yang mempercepat pembusukan.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

2. Seledri
Seledri perlu waktu berbulan-bulan utnuk tumbuh dan siap dipanen. Sehingga
memungkinkan lebih lama terpapar pestisida.

3. Apel
Karena kepopuleran buah ini, banyak perusahaan yang memproduksi pestisida
khusus untuk buah apel. Sehingga kemungkinan paparan pestisida ke apel lebih
besar.

4. Bayam
Bayam memiliki dauh yang cukup lebar dan terbuka ke atas sehingga memungkinkan
banyak pestisida yang terpapar ke daun bayam.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein

5. Kentang
Meskipun letaknya didalam tanah, namun kentang juga mendapat perlakuan dengan
bahan pestisida. Biasanya pada saat mau mulai mussim tanam, para petani
menyuntikkan bahan kimia ke tanah tempat kentang mau ditanam.

6. Anggur
Penggunaan pestisida karena permukaan kulit anggur yang lunak dan mudah
diserang ngengat. Sehingga penyemprotan pestisida harus sering-sering dilakukan
agar hasilnya bagus.
Untuk menyikapi hal ini, maka ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk dapat
mengkonsumsi macam-macam sayur dan buah diatas, diantaranya :

1. Mengupas kulit buah yang akan dikonsumsi

2. Mencuci sayur dengan air mengalir sebelum dimasak

3. Mengurangi konsumsi buah dan sayur yang dikonsumsi dari perkebunan skala
besar atau pilih yang organik

4. Jangan terlalu tergoda dengan penampilan, karena penampilan yang menarik dan
mengkilap bisa jadi karena seringnya diberi perlakuan pestisidan

5. Waspadai dengan kulit buah maupun sayur yang terdapat bintik-binti berwarna
putih, karena bisa jadi itu adalah sisa pestisida yang masih menempel di buah
dan sayur tersebut

Anda mungkin juga menyukai