slug=akrolein
PENGERTIAN B3
Pengertian B3
Menurut PP No. 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), yang
dimaksud dengan Bahan Berbahaya dan Beracun atau disingkat B3 adalah bahan karena
sifatnya dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lainnya.
Sedangkan definisi menurut OSHA (Occupational Safety and Health of the United State
Government) B3 adalah bahan yang karena sifat kimia maupun kondisi fisiknya sangat
berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, kerusakan dan atau pencemaran
lingkungan.
Pengelolaan Limbah B3
Adalah kegiatan yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan atau
membuang B3.
Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian
Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2010 tentang Penggunaan Sistem
Elektronik Registrasi Bahan Berbahaya dan Beracun dalam kerangka Indonesia National Single
Window di Kementerian Lingkungan Hidup.
Identifikasi B3
(1) B3 dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. mudah meledak (explosive);
b. pengoksidasi (oxidizing);
c. sangat mudah sekali menyala (extremely flammable);
d. sangat mudah menyala (highly flammable);
e. mudah menyala (flammable);
f. amat sangat beracun (extremely toxic);
g. sangat beracun (highly toxic);
h. beracun (moderately toxic); i. berbahaya (harmful);
j. korosif (corrosive); k. bersifat iritasi (irritant);
l. berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment);
m. karsinogenik (carcinogenic); 255 n. teratogenik (teratogenic);
o. mutagenik (mutagenic).
(3) B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
Label (Tanda/Simbol) Kemasan Bahan/Material) Berbahaya / B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) secara
umum merujuk pada Globally Harmonized System - United Nations (GHS) yang diterbitkan oleh PBB
(Perserikatan Bangsa - Bangsa). Label (plakat) dipasang per satuan kemasan bahan berbahaya ataupun
kemasan paket kumpulan bahan/material berbahaya. Terdapat 9 (sembilan) Klasifikasi Bahan (Material)
Berbahaya / B3 (Beracun dan Berbahaya), antara lain : Label (Tanda/Simbol) Kemasan Bahan/Material)
Berbahaya / B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya).
Warna dasar putih dengan garis tepi terjadi kontak secara langsung
Simbol berupa gambar kepala dan Mutagenic yaitu sifat bahan yang
Simbol berupa gambar tabung gas Mutagenic yaitu sifat bahan yang
silinder berwarna hitam. menyebabkan perubahan
kromosom yang berarti dapat
merubah genética;
Contoh : Ukuran Simbol pada Kemasan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) :
Catatan :
3.Pemasangan simbol pada kendaraan pengangkut B3 harus dapat di lihat dengan jelas sampai dengan
jarak 20 cm.
4.Warna dasar putih, garis tepi tebal berwarna merah dengan piktogram berwarna hitam sedangkan
gambar simbol disesuaikan dengan jenis karateristik B3
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
REGISTRASI B3
REGISTRASI BAHAN BERBAHAYA BERACUN
2. Definisi
Sesuai dengan PP No. 74 Tahun 2001, pasal (1) definisi registrasi B3 adalah pendaftaran dan pemberian
nomor terhadap B3 yang ada di wilayah Republik Indonesia.
PP No. 74 Tahun 2001, Pasal 6 ayat (1) Setiap B3 wajib di registrasi oleh penghasil dan atau pengimpor.
Pasal 6 ayat (2) Kewajiban registrasi B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku satu (1) kali:
B3 yang di impor
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
Berdasarkan hasil evaluasi dan hasil perhitungan jumlah rencana impor dan pengkategorisasian yang
telah dilakukan maka terdapat 9 Jenis B3 yang mendominasi yang beredar dan digunakan melalui
registrasi dalam kurung waktu 1 tahun (Januari s/d Desember 2015), yaitu :
1 Heksana 8. 083.643 54
2 Etilena 6.592.654 47
6 Ksilena 746.101 87
7 Akrilamida 328.995 20
Gambar 2. Diagram Jumlah Rencana Impor berdasarkan kategorisasi jenis B3 yang mendominasi dari
total jenis data yang teregister.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
Gambar 3. Diagram Jumlah Importir berdasarkan kategorisasi jenis B3 yang mendominasi dari total jenis
B3 teregister.
Berdasarkan data base perusahaan importir produsen dan distributor B3 yang melakukan registrasi B3
tahun 2015, maka terdapat rata-rata 10 negara asal impor B3 yang rencana akan melakukan impor B3 ke
Indonesia seperti terlihat pada table 2.
1 Jerman 618
2 China 555
3 Jepang 502
4 Singapura 496
6 Korea 160
7 Malaysia 138
8 Taiwan 123
9 Thailand 119
10 India 52
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
Tabel 2. Jumlah Frekuensi negara asal impor B3 (Januari s/d Desember 2015)
Pelaksanaan layanan registrasi berdasarkan penggunaan waktu yang dibutuhkan dalam proses registrasi
B3 baik importir produsen maupun distributor, dapat dilihat pada tabel 3.
Alokasi Waktu ≤ 5 hari Alokasi Waktu > 5 hari Waktu lebih dari 5 hari kerja karena
proses strukturisasi KLHK.
(Permen 02/2010)
1.706 287
85% 15%
Tabel 3. Jumlah SK Registrasi berdasarkan alokasi waktu proses registrasi
Bila dibandingkan dengan realisasi pencapaian kinerja pelayanan registrasi tidak mengalami perbedaan
yang signifikan dari tahun sebelumnya, namun perbedaan berdasarkan tolak ukur kinerja adalah dalam
perhitungan target layanan prosentase jumlah dalam ton sesuai dengan kategorisasi B3.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
NOTIFIKASI B3 TERBATAS
Sistem dan Mekanisme Notifikasi B3 Terbatas
1. Dasar Hukum dan Peraturan Lain yang Relevan
UU No. 19 Th. 2009 tentang Pengesahan Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik
yang Persisten
UU No. 32 Th. 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
PP No. 74 Th. 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Perpres No. 10 Th. 2008 Tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka Indonesia
National Single Window
Peraturan MENLH No. 02 Th. 2010 tentang Penggunaan Sistim Elektronik Registrasi Bahan
Berbahaya Dan Beracun Dalam Kerangka Indonesia National Single Window Di Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup
Permentan No. 37 Th. 2009 tentang Penggunaan Pestisida Berbahan Aktif metil bromida untuk
tindakan perlakuan karantina tumbuhan dan perlakuan pra-pengapalan
Permentan No. 24 Th. 2011 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pendaftaran Pestisida
Permendag No. 23 Th. 2011 tentang Pengawasan Bahan Berbahaya
Permendag No. 3 Th. 2012 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Ozon
2.Definisi
Pasal 1:
1. Notifikasi untuk ekspor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara pengekspor ke
otoritas negara penerima dan negara transit apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas batas
B3 yang terbatas dipergunakan.
2. Notifikasi untuk impor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara pengekspor
apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas batas B3 yang terbatas dipergunakan.
4. Di Indonesia proses notifikasi untuk B3 Terbatas Digunakan adalah wajib sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 pada pasal 7 dan 8, yaitu:
Pasal 7:
1. Setiap orang yang melakukan kegiatan ekspor B3 yang terbatas dipergunakan, wajib
menyampaikan notifikasi ke otoritas negara tujuan ekspor, otoritas negara transit dan instansi
yang bertanggungjawab
2. Ekspor B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilaksanakan setelah adanya
persetujuan dari otoritas negara tujuan ekspor, otoritas negara transit dan instansi yang
bertanggung jawab
3. Persetujuan dari instansi yan bertanggung jawab sebagaimana dimaksud da;am ayat (2)
merupakan dasar untuk penerbitan atau penolakan izin ekspor dari instansi yang berwenang di
bidang perdagangan
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
Pasal 8:
(1)Setiap orang yang melakukan kegiatan impor B3 yang terbatas dipergunakan dan atau yang
pertama kali diimpor, wajib mengikuti prosedur notifikasi
(2)Notifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib disampaikan oleh otoritas negara
pengekspor kepada instansi yang bertanggung jawab
(3)Instansi yang bertanggung jawab wajib memberikan jawaban atas notifikasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya
permohonan notifikasi
5.Mengenai persepsi umum bahwa prosedur notifikasi yang berlaku di Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan adalah sama dengan/mengikuti Konvensi Rotterdam, bersama ini kami klarifikasikan
bahwa prosedur notifikasi baik untuk impor dan ekspor B3 terbatas dipergunakan adalah mengikuti
dan sesuai dengan PP No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 dan bukan mengikuti dan sesuai
Konvensi Rotterdam.
Hal ini diperkenankan oleh Konvensi Rotterdam sesuai pasal 15 ayat (4) yang menyatakan: Nothing
in this Convention shall be interpreted as restricting the right of the Parties to take action that is more
stringently protective of human health and the environment than that called for in this Convention,
provided that such action is consistent with the provisions of this Convention and is in accordance with
international law (“tidak ada sesuatu dalam Konvensi ini boleh ditafsirkan sebagai pembatasan hak
dari Para Pihak untuk mengambil tindakan yang kesehatan manusia dan lingkungan hidup jauh lebih
terlindungi daripada tindakan yang ditetapkan dalam Konvensi ini, dengan syarat bahwa tindakan
tersebut konsistenn dengan ketentuan Konvensi ini dan sesuai dengan hukum internasional”)
Catatan:
Proses Notifikasi Impor B3 Terbatas adalah 30 hari kerja sejak diterimanya notifikasi (sesuai PP 74 tahun
2001 pasal 8 ayat 3)
Untuk Importir :
Surat jawaban importir tentang konfirmasi kebenaran rencana impor (disampaikan sebelum
deadline yang diberikan oleh KLHK)
Formulir konfirmasi rencana impor (diisi sesuai dengan kategori kegunaan B3 yang akan diimpor
apakah digunakan untuk industri atau untuk digunakan sebagai pestisida)
Dokumen perijinan dari K/L terkait sesuai B3 yang akan diimpor
üUntuk B3 Kategori Pestisida, agar melengkapi:SK Menteri Pertanian tentang Pendaftaran dan
Pemberian Izin Pestisida
üUntuk B3 yang merupakan Bahan Perusak Ozon (BPO), agar melengkapiSurat Penunjukkan
IT/IP-BPO dari Kementerian Perdagangan
Untuk B3 Merkuri Elemental (Hg) agar melengkapi Surat Penunjukkan IT/IP-B2 dari Kementerian
Perdagangan
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
INVENTARISASI PENGGUNAAN B3
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 58 ayat 1 menyatakan bahwa :
Setiap orang yang memasukkan kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang,
mengolah,da/atau menimbun Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) wajib melakukan
pengelolaan B3. Pasal tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah dan seluruh pemangku
kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
dan pasal 63 ayat 1 menyatakan bahwa : “ Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, pemerintah bertugas dan berwenang” butir n. “melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah; “dan
butir o. “melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan amanat diatas, maka Kementerian Lingkungan Hidup perlu melakukan kegiatan
inventarisasi penggunaan B3 yang memberikan pemahaman tentang inventarisasi penggunaan
dan peredaran serta pengelolaan B3 yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha (importir, eksportir,
produsen, distributor) serta pengguna baik dari sektor Manufaktur Prasarana,
Jasa, Kesehatan dan Pertanian (MJKP) maupun sektor Pertambangan, Energi,
Minyak dan Gas (PEM).
Direktorat Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya memiliki sasaran
kegiatan yang harus dicapai seperti yang tertuang dalam Rencana Strategis
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Masing-masing dari
Indikator Kegiatan telah mencerminkan tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing sub-Direktorat Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya.
Lingkupan tugas Direktorat Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya sesuai
PermenLHK No. P.18 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tatakerja KLHK ini
meliputi penerapan konvensi, pengendalian B3, inventarisasi penggunaan B3,
dan penanganan B3.
Inventarisasi B3 adalah kegiatan untuk mendapatkan informasi mengenai
pengelolaan B3 terhadap usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan, dan atau membuang
B3; Inventarisasi Penggunaan B3 sesuai ketentuan PermenLHK No. P.18
Tahun 2015 adalah kegiatan pendataan jumlah dan jenis B3 melalui
administrasi registrasi dan notifikasi pelaku usaha importir (produsen,
distributor) eksportir, maupun dari kegiatan usaha pengguna (user) beserta
peredaraannya baik dari sektor MJKP maupun sektor PEM. Data dan informasi
hasil kegiatan inventarisasi tersebut kemudian diinput, disimpan dan diolah
serta dimanfaatkan melalui Sistem Informasi Tata kelola B3 untuk mendukung
proses pengambilan keputusan serta dimanfaatkan untuk pertukaran
informasi dan edukasi sebagaimana UU No. 19 Tahun 2009 tentang
Pengesahan Konvensi Stockohlm tentang Bahan Pencemar Organik yang
Persisten, UU No. 10 Tahun 2013 tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam
tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan untuk
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
4. Surat perizinan pengelolaan bahan kimia dari instansi lain (izin impor,
penyimpanan, penggunaan, distribusi, pengangkutan, ekspor, dll);
2. Pelaksanaan Inventarisasi
a. Pertemuan Pembukaan dengan perusahaan
Menyerahkan surat tugas kepada pihak usaha/kegiatan dan menjelaskan
sekilas mengenai maksud kedatangan;
Memperkenalkan anggota tim mencakup kedudukan dan asal instansi serta
menjelaskan sekilas mengenai maksud kedatangan;
Menyampaikan peraturan-peraturan yang menjadi dasar pelaksanaan
inventarisasi pengelolaan B3;
Menyampaikan lingkup pelaksanaan inventarisasi;
Meminta persetujuan untuk dilakukan pengambilan foto/ dokumentasi pada
beberapa titik kegiatan perusahaan;
b. Inventarisasi Data Pengelolaan B3
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
PENGANGKUTAN B3
REKOMENDASI PENGANGKUTAN B3
Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3
merupakan bahan kimia yang diperlukan dalam proses produksi baik sebagai
bahan utama maupun bahan penolong. Sebagai bahan kimia B3 memiliki
potensi membahayakan lingkungan maupun keselamatan manusia apabila
didalam penggunaannya tidak dikelola secara tepat. Untuk mencegah atau
meminimalkan resiko terhadap kesehatan manusia maupun dampak terhadap
lingkungan,makakegiatan pemindahan B3 dimulai dari impor sampai ke
pengguna ataupun melaluikegiatan pengangkutan/ peredaran menggunakan
moda transportasi darat, udara, maupun laut, perlu mendapatkan perhatian
sehingga dampak yang mungkin terjadi dapat diantisipasi sejak awal.
Peredaran B3 khususnya transportasi darat,kendali yang dilakukan oleh
pemerintah adalah melaluipengaturan lalu lintas dan angkutan B3 dengan Izin
yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan berdasarkan Rekomendasi
Pengangkutan B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Adapun
dasar hukum penerapan kendali B3 melalui perijinan adalah sebagai berikut :
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Simbol
dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun;
6. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.725/AJ.302/DRJD/2004
tentang Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Jalan.
Ruang Lingkup
Prosedur Rekomendasi Pengangkutan B3 ini digunakan sebagai pedoman dalam
mengajukan permohonan Rekomendasi Pengangkutan B3 ke Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan khusus pada moda angkutan darat, yang menjadi
dasar diterbitkannya/ditolaknya Izin Pengangkutan B3 oleh Kementerian
Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
PENGERTIAN POPS
PERSISTENT ORGANIC POLLUTANS / POLUTAN ORGANIK
PERSISTEN (POPs)
Pengertian POPs
POPs adalah singkatan dari Persistent Organics Pollutans. Menurut UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN
STOCKHOLM CONVENTION ON PERSISTENT ORGANIC POLLUTANTS (KONVENSI
STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN) ada bahan
yang dikategorikan sebagai bahan pencemar organik yang persisten (persistent
organic pollutants) atau lebih dikenal dengan POPs yang memiliki sifat beracun, sulit
terurai, bioakumulasi dan terangkut, melalui udara, air, dan spesies berpindah dan
melintasi batas internasional serta tersimpan jauh dari tempat pelepasan, tempat
bahan tersebut berakumulasi dalam ekosistem darat dan air.
2. Bahan kimia industri berupa: Poly Chlorinated Biphenyl (PCB) dan Hexa Chloro
Benzene (HCB)
yang tidak disengaja. Kira-kira 6-10 ton isomers lain termasuk HCH alpha dan
beta hasil dari tiap ton produk lindane
2. Hexa,hepta,tetra, dan penta bromodiphenyl eter dan heptabromodiphenyl eter
Bromodiphenyl Eter adalah suatu kelompok zat organik brominated yang
menghalangi pembakaran dalam material organik, yang digunakan sebagai flame
retardants tambahan. Diphenyl Brominated Eter sebagian besar sebagai
campuran komersil dimana beberapa isomer, congeners dan sejumlah kecil unsur
lain terjadi.
3. Chlordecone
Chlordecone adalah campuran organik chlorine buatan, yang sebagian besar
digunakan sebagai pestisida pertanian. Pertama diproduksi tahun 1951 dan
dikenalkan secara komersial pada 1958. Penggunaan atau produksinya sekarang
tidak ada laporan.
4. Hexabromobiphenyl
Hexabromobiphenyl (HBB) adalah zat kimia industri yang digunakan sebagai
flame retardant, sebagian besar di tahun 1970. Berdasar data, HBB tidak lagi
diproduksi dan tidak digunakan dalam produk sekarang.
5. Lindane
Lindane digunakan secara luas sebagai insektisida benih dan perawatan lahan,
aplikasi foliar, pohon dan perawatan kayu serta melawan ektoparasit dalam
perawatan hewan dan manusia. Produksi lindane telah berkurang dengan cepat
terakhir ini dan hanya sedikit negara yang masih menghasilkannya.
6. Pentachlorobenzene (PeCB)
Pentachlorobenzene (PeCB) telah digunakan dalam produk PCB, turunan dyestuff
(bahan pewarna tekstil), sebagai fungisida, flame retardant dan suatu perantara
bahan kimia seperti produksi quintozene dan mungkin masih digunakan untuk
tujuan ini. PeCB juga diproduksi tanpa sengaja selama pembakaran dalam proses
industri dan yang berkenaan dengan panas.
7. Perfluorooctane sulfonic acid, dan perfluorooctane sulfonyl
PFOS adalah yang diproduksi atau produk turunan yang tidak diharapkan terkait
bahan-kimia anthropogenic. Penggunaan PFOS yang disengaja sekarang tersebar
luas dan ditemukan dalam produk seperti elektris dan bagian elektronik, fire
fighting foam, photo digital, tekstil dan cairan hidrolik. PFOS masih diproduksi
beberapa negara-negara sekarang.
Sebanyak 12 inisial POPs yang tercover oleh konvensi meliputi 9 pestisida (Aldrin,
Chlordane, DDT, Dieldrin, Endrin, Heptachlor, hexachlorobenzene, Mirex and
Toxaphene), dua zat kimia industri (PCBs seperti hexachlorobenzene yang juga
digunakan sebagai pestisida dan hasil sampingan produk yang tidak disengaja,
dioksin dan furan.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
Diantara buah dan sayur yang sering dikonsumsi dan sebenarnya banyak terdapat
pestisida menurut Departemen Pertanian serta Badan Administrasi Obat dan Pang
(FDA) Amerika adalah sebagai berikut:
1. Strawbery
Buah ini banyak kemungkinan mengandung pestisida karena petani banyak
menggunakan pestisida untuk membasmi serangga pada daun dan bunga, disamping
itu juga serangga pada tanah tempat tumbuh strobery, dan dengan buah strobery
yang cenderung dekat permukaan tanah, maka kemungkinan pestisida yang
mencemarinya lebih banyak lagi. Ditambah lagi untuk menjaga agar buah tetap
segar, awet dan tahan lama, digunakan pula pestisida untuk membasmi bakteri dan
jamur yang mempercepat pembusukan.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
2. Seledri
Seledri perlu waktu berbulan-bulan utnuk tumbuh dan siap dipanen. Sehingga
memungkinkan lebih lama terpapar pestisida.
3. Apel
Karena kepopuleran buah ini, banyak perusahaan yang memproduksi pestisida
khusus untuk buah apel. Sehingga kemungkinan paparan pestisida ke apel lebih
besar.
4. Bayam
Bayam memiliki dauh yang cukup lebar dan terbuka ke atas sehingga memungkinkan
banyak pestisida yang terpapar ke daun bayam.
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/bepop/view?slug=akrolein
5. Kentang
Meskipun letaknya didalam tanah, namun kentang juga mendapat perlakuan dengan
bahan pestisida. Biasanya pada saat mau mulai mussim tanam, para petani
menyuntikkan bahan kimia ke tanah tempat kentang mau ditanam.
6. Anggur
Penggunaan pestisida karena permukaan kulit anggur yang lunak dan mudah
diserang ngengat. Sehingga penyemprotan pestisida harus sering-sering dilakukan
agar hasilnya bagus.
Untuk menyikapi hal ini, maka ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk dapat
mengkonsumsi macam-macam sayur dan buah diatas, diantaranya :
3. Mengurangi konsumsi buah dan sayur yang dikonsumsi dari perkebunan skala
besar atau pilih yang organik
4. Jangan terlalu tergoda dengan penampilan, karena penampilan yang menarik dan
mengkilap bisa jadi karena seringnya diberi perlakuan pestisidan
5. Waspadai dengan kulit buah maupun sayur yang terdapat bintik-binti berwarna
putih, karena bisa jadi itu adalah sisa pestisida yang masih menempel di buah
dan sayur tersebut