Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PANCASILA

“ AMANDEMEN UUD 1945”


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah pancasila
Dosen Pengampu : wina Sumiati.M.His

Disusun oleh Kelompok 10 :


1. Arsad 231350059
2. Ismail Nur Rahman 231350068
3. Salman Nur Fahmi 231350056
FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB
SEJARAH PERADABAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah.Puji syukur atas rahmat Allah SWT. yang telah memberikan


berbagai macam nikmat sehingga makalah yang berjudul “ Amandemen UUD
1945’’dapat di selesaikan dengan baik.tak lupa,sholawat dan salam,dijunjungkan
kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.ialah pembawa risalah yg tak
pernah salah, pembawa amanat yang tak pernah hianat.
Terima kasih kepada Ibu Wina Sumiati.M.His.selaku dosen pengampu mata
kuliah Pancasila,serta teman-teman yang berkontribusi secara langsung maupun
tidak langsung dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari adanya kekurangan dalam makalah ini.Oleh karena itu,kritik
dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca akan membantu
menyempurnakan makalah ini.semoga makalah ini dapat memberikan
pengetahuan kepada kita.

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah ................................................................. i


b. Rumusan Masalah .......................................................................... ii

BAB II PEMBAHASAN

a. Latar belakang lahir nya reformasi .................................................1


b. Amandemen I,II,III,IV UUD 1945 .................................................2
c. Perubahan sistem ketatanegaraan NKRI setelah amandemen UUD
1945.................................................................................................4

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan .....................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................7

i
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lengsernya Soeharto dari jabatan presiden di tahun 1998 adalah pertanda Orde Baru telah
berakhir dan disusul dengan lahirnya era Reformasi.Pada era Reformasi ini, masih ada
beberapa pejabat yang beranggap bahwa Orde Baru belum berakhir, karenanya era Reformasi
disebut juga dengan era pasca Orde Baru.Adapun asal kata reformasi sendiri tersusun atas dua
kata,yakni re yang berarti kembali, dan formasi berarti susunan.
Maka era Reformasi dapat dikatakan sebagai era yang menyusun kembali. Perihal yang disusun
kembali dalam era ini adalah sistem pemerintahan Negara Indonesia.Lahirnya era Reformasi
ini bertujuan untuk mengubah segala bidang yang menyimpang pada masa Orde Baru atau
sebelum tahun 1998.Era ini lahir tepat setelah presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21
Mei 1998 dan kemudian digantikan oleh wakil presidennya, yakni B.J. Habibie.Krisis finansial
yang terjadi pada tahun 1997 atau yang lebih dikenal dengan krisis moneter, menjadi faktor
utama yang melatarbelakangi lahirnya era Reformasi dan runtuhnya Orde Baru.Tidak hanya
itu, Indonesia juga dilanda kemarau dan didukung dengan jatuhnya komoditas ekspor.
Permasalahan-permasalahan tersebut sangat memporak-porandakan negara Indonesia pada
masa itu.Krisis finansial Asia yang turut melanda Indonesia menjadikan rakyat Indonesia tidak
puas atas kepemimpinan presiden Soeharto.Gerakan mahasiswa yang terjadi di seluruh
Indonesia pun menjadi pemicu demonstrasi besar-besaran. Dikarenakan desakan dari dalam
dan luar negeri, Soeharto pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai
presiden.Melansir buku berjudul Implikasi Tata Kelola Sektor Publik Era Reformasi karya
Muslim Afandi dkk, ada begitu banyak krisis yang melanda Indonesia pada saat itu, yakni krisis
ekonomi, krisis politik, krisis hukum, krisis keamanan dan sosial budaya serta krisis
kepercayaan.Namun krisis ekonomi menjadi faktor utama runtuhnya Orde Baru dan lahirnya
era Reformasi.

B. RUMUSAN MASALAH

Pada rumusan masalah ini, kami akan merumuskan masalah antara lain:

1. Apa latar belakang lahir nya masa reformasi?


2. Apa fungsi amandemen I,II,III,IV UUD 1945?
3. Bagaimana perubahan sistem ketatanegaraan NKRI setelah amandemen UUD 1945

ii
BAB II PEMBAHASAN

A Latar Belakang Lahirnya Reformasi


Krisis ekonomi yang terjadi pada 1997 menjadi faktor utama yang melatarbelakangi lahirnya
reformasi pada era pemerintahan Soeharto. Berbagai permasalah lain juga turut menjadi
pemicu munculnya reformasi. Berikut beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya reformasi.
1. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah yang semakin melemah sehingga membuat
pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 persen. Beberapa hal yang menjadi tanda adanya
krisis ekonomi di Indonesia, yakni: Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah.
Pemerintah melikuidasi 16 bank bermasalah pada akhir 1997. Pemerintah membentuk Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengawasi 40 bank bermasalah lainnya.
Perusahaan milik negara dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang luar negeri yang
telah jatuh tempo. Angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat karena banyak
perusahaan yang melakukan efisiensi atau menghentikan kegiatannya sama sekali. Persediaan
sembilan bahan pokok di pasaran mulai menipis pada akhir tahun 1997. Akibatnya, harga-harga
barang naik tidak terkendali dan hal itu berarti biaya hidup juga makin tinggi. Terjadinya krisis
ekonomi tersebut menyebabkan hancurnya sistem fundamental perekonomian Indonesia.
Penyebab terjadinya krisis ekonomi, meliputi: Utang Negara Republik Indonesia
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Politik Sentralisasi
2. Krisis Politik
Krisis politik ini ditandai dengan adanya kemenangan mutlak Golkar dalam Pemilihan Umum
1997, yang dinilai penuh kecurangan. Golkar menjadi kendaraan politik Soeharto untuk
mendukung kekuasaannya selama 32 tahun. Demokrasi tidak dilaksanakan dengan semestinya.
Misalnya, kedaulatan tidak lagi ada di tangan rakyat pada kenyataannya. Soeharto dianggap
merekayasa praktik itu sehingga sebagian besar anggota MPR diangkat dengan sistem keluarga
(nepotisme). Oleh karena itu, rasa ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah, DPR, dan
MPR memicu gerakan reformasi. Mereka menuntut pembaharuan terhadap lima paket UU
politik yang menjadi sumber ketidakadilan, yaitu: UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan
Umum UU No. 1 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang DPR/MPR
UU No. 1 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya UU No. 1 Tahun 1985 tentang
Referendum UU No. 1 Tahun 1985 tentang Organisasi Masa
3. Krisis Hukum
Ketidakadilan di bidang hukum banyak terjadi pada era Orde Baru, termasuk mengenai
kekuasaan kehakiman. Sesuai Pasal 24 UUD 1945, hakim seharusnya punya independensi.

1
dalam mengadili kasus, lepas dari kekuasaan eksekutif. Pada kenyataannya, mereka justru
berada di bawah eksekutif. Oleh karena itu, rakyat menuntun reformasi terhadap aparat
penegak hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, ajaran-ajaran hukum, dan
bentuk praktik hukum lainnya.

4. Krisis Kepercayaan
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah merupakan akibat dari praktik KKN di
bidang parlemen, kehakiman, dunia usaha, perbankan, serta peradilan dalam pemerintahan
yang sudah berlangsung lama.
Ciri-Ciri Gerakan Reformasi Beberapa ciri gerakan reformasi, dilansir Modul Sejarah
Indonesia Kelas XII, meliputi: Gerakan reformasi dilakukan karena adanya penyimpangan-
penyimpangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gerakan reformasi dilakukan
berdasarkan suatu cita-cita Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Gerakan
reformasi dilakukan dengan berdasar pada kerangka UUD 1945 sebagai kerangka dasar
Gerakan reformasi. Reformasi diarahkan menuju suatu perubahan kehidupan kenegaraan ke
arah kondisi serta keadaan yang lebih baik. Gerakan reformasi telah memiliki formulasi atau
gagasan menuju terwujudnya Indonesia baru. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada
tahun 1998 merupakan suatu Gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan dan
pembaruan, terutama perbaikan tatanan peri kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum,
dan sosial. Agenda Dalam Gerakan Reformasi Situasi politik nasional justru menjadi semakin
memanas setelah adanya pelantikan Kabinet Pembangunan VII dan terpilihnya kembali
Soeharto sebagai presiden untuk masa jabatannya yang ke-6. Mahasiswa dari berbagai daerah,
dan elemen masyarakat lainnya, melakukan demonstrasi untuk menentang kepemimpinan
Soeharto. Mereka juga menuntut turunnya harga sembako, dihapuskannya praktik KKN, serta
lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan. Berbagai isu yang digulirkan dalam demonstrasi
mahasiswa tahun 1998 tersebut berisi beberapa agenda reformasi sebagai berikut: Adili
Soeharto dan kroni-kroninya. Amandemen UUD 1945. Penghapusan dwifungsi ABRI.
Otonomi daerah yang seluas-luasnya. Supremasi hukum. Pemerintahan yang bersih dari KKN.
Menurunnya pamor pemerintahan Orde Baru dimulai sejak penandatanganan perjanjian
pemberian dana bantuan IMF. Pemberian dana bantuan tersebut mengandung dua kelemahan.

B. Amandemen I,II,III,IV UUD 1945


Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945) menjadi variabel bebas, yang menggerakkan konstruksi politik sangat kondusif bagi
bangkitnya demokratisasi politik tidak saja menyangkut relasi antara badan legislatif
terhadap kelembagaan suprastruktur politik lainnya, terutama antara pihak DPR terhadap
eksekutif, tetapi juga hingga di tingkat internal kelembagaan perwakilan itu sendiri, yaitu
baik pada masing-masing alat kelengkapan dan fraksi, serta masingmasing supporting
system-nya.

2
Perjalanan lahirnya perangkat pengaturan kelembagaan politik dalam konteks demokratisasi,
diarahkan dalam rangka usaha menciptakan check and balances. Check and balances
mempunyai arti mendasar dalam hubungan antarkelembagaan negara. Misalnya, untuk aspek
legislasi, check and balances mempunyai lima fungsi. Pertama, sebagai fungsi penyelenggara
pemerintahan, di mana eksekutif dan legislatif mempunyai tugas dan tanggungjawab yang
saling terkait dan saling memerlukan konsultasi sehingga terkadang tampak tumpang tindih.
Namun di sinilah fungsi check and balances agar tidak ada satu lembaga negara lebih dominan
tanpa control dari lembaga lain. kedua, sebagai fungsi pembagi kekuasaan dalam lembaga
legislatif sendiri, di mana melalui sistem pemerintahan yang dianut, seperti halnya sistem
presidensial di Indonesia, diharapkan terjadi mekanisme control secara internal. Ketiga, fungsi
hirarkis antara pemerintah pusat dan daerah. Keempat, sebagai fungsi akuntabilitas perwakilan
dengan pemilihnya. Kelima, sebagai fungsi kehadiran pemilih untuk menyuarakan
aspirasinya.1
Tetapi pada kenyataannya, dengan ketidakmampuan kelompok reformasi total jamak, seperti
halnya mahasiswa dan masyarakat sipil dalam berhadapan dengan kelompok regim maka
proses politik mengalami kompromi berhadapan dengan dominasi kalangan pro status quo dan
pihak pendukung perubahan gradual. Pada gilirannya kondisi ini, memunculkan tuduhan
tentang perlindungan kepentingan status quo dan bahkan anggapan rekayasa demokrasi
prosedural perwakilan.2 Meskipun telah menjalankan fungsi legislasi secara optimal, DPR tetap
saja tidak sepi dari kesan atau penilaian yang kurang memuaskan bagi berbagai kalangan.
Sejumlah produk legislasi DPR dianggap kurang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan
masyarakat. Produk legislasi berupa undang-undang (UU) terkesan tidak serius dirancang dan
dibahas, sebaliknya lebih didasarkan pada kepentingan kelompok dan kompromi politik.
Bahkan, secara vulgar ada pihak yang menilai dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang
(RUU) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terjadi transaksi dan jual beli pasal.3 Tentu yang
melakukannya adalah mereka yang berkepentingan dengan pasal-pasal krusial dalam RUU
yang dibahas. Kesan atau penilaian lainnya, DPR periode 2009-2014 dianggap kurang
menjalankan fungsi legislasi, dengan tidak tercapainya target Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) Prioritas Tahun 2012 sebanyak 70 RUU.4
Ruang lingkup pembaruan politik yang sangat terbatas bagi dukungan substansial pelaksanaan
fungsi-fungsi kelembagaan perwakilan politik, baik menyangkut MPR, DPR, DPD, dan DPRD,
dianggap membuktikan titik lemah dari politik kompromi antarkepentingan dan tuntutan
antarkalangan tersebut

1 Nurliah Nurdin, Komparasi Sistem Presidensial Indonesia dan Amerika Serikat:


Rivalitas Kekuasaan antara Presiden & Legislatif, Penerbit MIPI, Jakarta, 2012, hal. 248.
2 Indriawati Dyah Saptaningrum et.al., Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Politik

Transaksional: Penilaian terhadap Kebijakan HAM dalam Produk Legislasi dan Pengawasan
DPR Periode 2004-2009, Penerbit Elsam Jakarta, 2011, hal. 5.
3 Benny K. Harman, Negeri Mafia Koruptor: Menggugat Peran DPR Reformasi, Penerbit

Lamalera, Yogyakarta, 2012, hal. 64. 4Ibid.

3
C. Perubahan sistem ketatanegaraan NKRI setelah amandemen UUD 1945
Salah satu agenda penting dari gerakan reformasi adalah amandemen terhadap
UUD 1945 yang kemudian berhasil dilaksanakan selama 4 tahun berturut urut melalui
Sidang Tahunan MPR yaitu tahun 1999, 2000,2001 dan tahun 2002. Reformasi dalam
sistem perundang -undangan Indonesia ini dilakukan denganpertimbangan penyesuaian
dengan kondisi negara dan masyarakat Indonesia. Diharapkan dengandiadakannya
amandemen , UUD 1945 sebagai dasar hukum negara Indonesia bisa lebih menyerap
kebutuhan rakyat serta sesuai dengan kondisi yang terjadi saat ini. Karena UUD 1945
setelah amandemen dianggap lebih demokratis bila dibandingkan dengan UUD 1945
sebelumnya. Latar Belakangpelaksanaan Amandemen UUD 1945:

1)Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada


kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal
ini berakibat pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi
ketatanegaraan.
2)Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada
pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah
executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi
dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain:
memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena
memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
3)UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat
menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945
(sebelum di amandemen).
4)UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden
untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang
kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai
kehendaknya dalam Undang-undang.

Bila sebelum amandemen disebutkan bahwa kekuasaan / kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR, setelah amandemen dijelaskan bahwa kedaulatan berada
di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD kemudian memberikan
pembagian kekuasaan (separation of power) kepada lembaga negara dengan kedudukan yang
sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY). Setelah

amandemen, MPR merupakan lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga
tinggi negara lainnya serta mempunyai fungsi legislasi. MPR kini tidak lagi melaksanakan
sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tidak lagi berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara
dengan kekuasaan yang sangat besar, termasuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Di
dalam susunan lembaga tinggi negara setelah amandemen, terdapat DPD sebagai lembaga
negara baru untuk mengakomodasi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan
tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat
sebagai anggota MPR.

4
Terdapat pula MK sebagai sebuah mahkamah yang mempunyai kewenangan menguji UU
terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan antar 9embaga negara, memutus pembubaran
partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR
mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD. Aspek
yudisial atau peradilan juga semakin diperkuat dengan hadirnya

KY sebagai 9embaga yang bersifat mandiri dan berfungsi mengusulkan pengangkatan Hakim
Agung, menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.
Secara garis besar, dapat dipahami bahwa susunan 9embaga tinggi negara setelah amandemen
adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Legislatif dilaksanakan oleh MPR, DPR dan DPD;


b. Fungsi Eksekutif dilaksanakan oleh Presiden dan Wakil Presiden;
c. Fungsi Yudikatif dilaksanakan oleh MA, MK dan KY; serta
d. BPK untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara.

5
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan adanya amandemen terhadap UUD 1945, terjadilah perubahan yang


signifikan terhadap kedudukan, tugas dan wewenang DPR/DPRD. Kalau sebelum
amandemen UUD 1945 kekuasaan membentuk undang-undang berada di tangan Presiden,
maka sesudah amandemen UUD 1945 kekuasaanmembentuk undang-undang berada di
tangan DPR, sedangkan Presiden hanya mengesahkan rancangan undang-undang yang
telah dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan diberikannya kekuasaan
membentuk undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat, maka kedudukan
Dewan Perwakilan Rakyat baik dari aspek politik maupun yuridis menjadi semakin kuat
untuk menjaga sistem check and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sesudah
diamandemennya UUD tahun 1945, diperoleh gambaran bahwa sistem pemerintahan yang
dianut di Indonesia bercirikan sistem pemerintahan Presidensil Konstitusional yaitu “suatu
sistem pemerintahan yang penyelenggaraan pemerintahan negaranya 79 dilaksanakan oleh
presiden dimana tugas dan kewenangan presiden diatur dalam konstitusi baik dalam
kapasitasnya sebagai penyelenggara pemerintahan maupun sebagai penyelenggara negara
dengan arah pertanggungjawabannya adalah terhadap konstitusi.

6
Daftar pustaka

Kaelan, Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma, 2004.

Kansil, C.S.T., Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Aksara


Baru, 1978.

Naning, Randlon.,Lembaga Legislatif sebagai pilar Demokrasi


dan mekanisme Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD
1945,Liberty. Yogyakarta, 1982.

Mahmuzar, 2010, Sistem pemerintahan Indonesia : menurut


UUD 45 sebelum dan sesudah Amandemen, Nusamedia,
Bandung

Anda mungkin juga menyukai