Anda di halaman 1dari 17

MASA PEMERINTAHAN B.J.

HABIBIE

KELOMPOK 2 :

1. DIFA FARADILA
2. EDY SUNJAYA
3. EVA VERONICA
4. FANNY SAFITRI
5. FARHAN INSANI PRATAMA
6. FERGHINA SYIFA NURFADHILAH
7. IIM UMAMAH

XII MIA 2
SMA NEGERI 2 KRAKATAU STEEL CILEGON
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada kami, sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah selesai tepat pada
waktunya .Makalah ini berisikan tentang sejarah Bangsa Indonesia, khususnya sejarah Indonesia Masa
Kepemimpinan setelah B.J Habibie,diharapkan makalah ini dapat menambahkan pengetahuan kita
semua.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran
dari guru dan teman-teman yang bersifat membangun , selalu saya harapkan demi lebih baiknya
makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Cilegon, 2 September 2016

Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaanmasa
Sukarno (Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah
pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965. Orde baru lahir sebagai upayauntuk: mengoreksi
total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama, penataan kembali seluruh aspek kehidupan
rakyat, bangsa, dan negara Indonesia,melaksanakan Pancasila dan UUD1945 secara murni dan
konsekuen dan menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.

Setelah Orde Baru memegang talpuk kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan, muncul suatu
keinginan untuk terus-menerus mempertahankan status quo. Hal ini menimbulkan ekses-ekses negative,
yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya berbagai macam penyelewengan dan
penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak
dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya itu
direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa, sehingga hal tersebut selalu dianggap sah dan
benar, walaupun merugikan rakyat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dan agenda Masa Pemerintahan Reformasi?

2. Apakah yang melatar belakangi lahirnya Masa Pemerintahan Reformasi?

3. Faktor-faktor yang Mendorong Munculnya Reformasi

4. Apakah yang melatar belakangi Masa pemerintahan B.J Habibie?

5. Kebijakan apa saja yang dikeluarkan B.J Habibie untuk dapat mewujudkan tujuan dari Reformasi?

6. Bagaimana sistematika pelaksanaan UUD 1945 Pada masa Orde Reformasi sampai sekarang?

7. Apa yang menyebabkan lengsernya masa pemerintahan B.J Habibie?

C. TUJUAN

● Untuk mengetahui proses pengalihan Masa Pemerintahan dari Soeharto ke B.J. Habibie
● Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan pada Masa Pemerintahan B.J. Habibie di Era Reformasi
● Untuk mengetahui keadaan social di masa B.J. Habibie
● Untuk mengetahui berakhirnya Masa Pemerintahan B.J. Habibie
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Agenda Masa Pemerintahan Reformasi

Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan perikehidupan barudan
secara hukum menuju kearah perbaikan. Reformasi merupakan formulasi menuju Indonesia baru
dengan tatanan baru. Tatanan gerakan reformasi pada mulanya disuarakan dari kalangan kampus yaitu
mahasiswa, dosen maupun rektor. Situasi politik dan ekonomi Indonesia yang demikian terpuruk
mendorong kalangan kampus tidak hanya bersuara melalui mimbar bibas di kampus, namun akhirnya
mendorong mahasiswa turun ke jalan. Gerakan reformasi yang dipelopori oleh para mahasiswa tersebut
mengusung enam agenda reformasi yaitu:

a. Adili Soeharto dan krono-kroninya

b. Amandemen UUD 1945

c. Penghapusan Dwifungsi ABRI

d. Otonomi daerah yang seluas-luasnya

e. Supremasi hukum

f. Pemerintahan yang bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)

2. Latar belakang lahirnya Masa Pemerintahan Reformasi?

Krisis finalsial Asia yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan ekonomi Indonesia melemah. Keadaan
memburuk. Adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa, dan usaha. Pada masa orde baru,
orang-orang dekat dengan pemerintah akan mudah mendapatkan fasilitas dan kesempatan bahkan
mampu berbuat apa saja demi keberhasilan usahanya.Terjadi krisis moneter. Krisis tersebut membawa
dampak yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak perusahaan yang ditutup
sehimgga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan amgka pengangguran meningkat tajam serta
muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan. KKN semakin merajarela, ketidak adilan dalam
bidang hukum, pemerintahan orde baru yang otoriter (tidak demokrasi) dan tertutup, besarnya peranan
militer dalam orde baru, adanya 5 paket UU serta memunculkan demonstrasi yang digerakkan oleh
mahsiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi
peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan
aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto,
Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar
sebagai “ Pahlawan reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut, presiden soeharto berjanji akan
mereshuffle cabinet pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk
Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan
DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, komite reformasi belum bisa
terbentuk karenan empat belas menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya
penolakan tersebut menyebabkan presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Akhirnya pada tanggal 21
Mei 1998 presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan
jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai dimulainya orde reformasi.

3. Faktor-faktor yang Mendorong Munculnya Reformasi

A. Adanya ketidakadilan di bidang perekonomian dan hukum selama pemerintahan orde baru selama 32
tahun

B. Krisis Politik

Pembaharuan yang dituntut terutama ditukukan pada terbitnya lima paket undang-undang politik yang
dianggap menjadi sumber ketidakadilan yaitu :

· UU No. 1 tahun 1985 tentang pemilihan umum

· UU No. 2 tahun 1985 tentang susunan, kedudukan, tugas dan wewenang

DPR/MPR

· UU No. 3 tahun 1985 tentang Parpoil dan golongan karya

· UU No. 5 tahun 1985 tentang referendum

· UU No. 8 tahun 1985 tentang organisasi massa

C. Krisis Hukum Pelaksanaan hukum pada masa orde baru terdapat banyak ketidakadilan terutama yang
menyangkut hukum bagi keluarga pejabat. Bahkan hkum dijadikan sebagai pembenaran atas tindakan
dan kebijakan pemerintah atau sering terjadi rkayasa dalam proses peradilan.

D. Krisis Ekonomi Faktor penyebab krisis ekonomi yang melanda Indonesia antara lain :

· Utang Luar Negeri Indonesia

· Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945

· Pola pemerintahan sentralistis

E. Krisis Kepercayaan Krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi
kepercayaan rakyat kepada kepemimpinan Soeharto. Puncak dari ketidakpercayaan rakyat adalah
terjadinya berbagai aksi demonstrasi menentang pemerintah karena mengeluarkan kebijakan yang
melukai hati rakyat misal kenaikan BBM dan ongkos angkutan pada 4 Mei 1998. puncak aksi rakyat dan
mahasiswa terjadi pada 12 Mei 1998 dimana terjadi peristiwa penembakan terhadap Mahasiswa Trisakti
oleh aparat yaitu :
· Elang Mulia Lesmana

· Heri Hertanto

· Hendriawan Lesmana

· Hafidhin Royan

Yang akhirnya mendorong timbulnya aksi massa lebih besar pada 13 dan 14 Mei 1998 sehingga terjadi
aksi anarkis terutama ditujukan pada etnis Cina. Tuntutan mundur kepada Soeharto semakin menguat
setelah munculnya tokoh-tokoh masyarakat yang ikut menuntut Soeharto mundur diantaranya :

1. Gus Dur

2. Amien Rais

3. Megawati

4. Sri Sultan Hemengkubuwono X

( Yang dikenal dengan Tokoh Deklarasi Ciganjur) pada tanggal 21 Mei 1998 kemudian menyerahkan
kekuasaan pada BJ. Habibie.

4. Latar Belakang Masa pemerintahan B.J Habibie

Turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada tanggal 21 Mei 1998. Sebagai salah satu penguasa
terlama di dunia, dia cukup yakin ketika ditetapkan kembali oleh MPR untuk masa jabatan yang ketujuh
pada tanggal 11 Maret 1998, segala sesuatu akan berada di bawah kontrolnya. Tetapi dua bulan sesudah
Soeharto mengambil sumpah, Rezim Orde Baru runtuh. Ketika mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR
pada tanggal 19 Mei 1998, presiden yang sudah berumur 75 tahun ini menyaksikan legitimasinya
berkurang dengan cepat dan ia ditinggalkan seorang diri.

Soeharto yang selama 32 tahun memanipulasi eksistensi DPR/MPR untuk mengokohkan kekuasaan,
akhirnya didepak oleh lembaga yang sama, lewat pernyataan pers tanggal 18 Mei 1998 (pukul 15.30),
oleh Ketua DPR Harmoko yang didampingi oleh Ismail Hasan Meutareum, Fatimah Achmad, Syarwan
Hamid dan utusan daerah di depan wartawan dan mahasiswa menyampaikan pernyataan sebagai
berikut: “Pimpinan Dewan baik ketua maupun wakil-wakil ketua mengharapkan demi persatuan dan
kesatuan bangsa agar presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri”. Keterangan
pers Ketua DPR itu disambut gembira oleh ribuan mahasiswa yang mendatangi Gedung DPR/MPR.
Bahkan, DPR/MPR sempat pula mengeluarkan ultimatum bahwa kalau sampai Jumat (22 Mei 1998)
presiden tidak mundur, MPR akan melakukan rapat dengan fraksi pada hari Senin (25 Mei 1998). Usaha
terakhir Soeharto untuk mempengaruhi rakyat dengan menyampaikan pernyataan dihadapan pers pada
tanggal 19 Mei 1998 bahwa selaku mandataris MPR, presiden akan mereshuffle Kabinet Pembangunan
VII dengan membentuk Komite Reformasi, untuk lebih meyakinkan rakyat diprogramkan bahwa tugas
komite ini akan segera menyelesaikan UU Pemilu; UU Kepartaian; UU Susunan dan Kedudukan MPR,
DPR, DPRD; UU Anti Monopoli; UU Anti Korupsi dan hal lainnya yang sesuai dengan tuntutan rakyat.
Akan tetapi Soeharto mulai terpojok secara politik karena 14 Menteri sepakat tidak bersedia duduk
dalam Komite Reformasi tersebut. Ke-14 Menteri tersebut adalah Akbar Tanjung, A.M. Hendropriyono,
Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno Hadihardjono, Haryanto Dhanutirto, Ny. Justika S. Baharsjah,
Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya,
Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo Sambuaga, dan Tanri Abeng.

Penolakan ini melemahkan posisi Soeharto sebagai presiden karena dukungan untuk membentuk
Komite Reformasi gagal ditambah lagi banyak desakan yang menganjurkan presiden untuk mundur.
Perasaan ditinggalkan, terpukul telah membuat Soeharto tidak punya pilihan lain kecuali memutuskan
untuk berhenti.

Pada pagi harinya, tanggal 21 Mei 1998, pukul 09.05, di Istana Merdeka yang dihadiri Menhankam atau
Pangab Wiranto, Mensesneg Saadilah Mursjid, Menteri Penerangan Alwi Dahlan, Menteri Kehakiman
Muladi dan Wapres B.J. Habibie, beserta Pimpinan Mahkamah Agung, Ketua DPR, Sekjen DPR,
dihadapan wartawan dalam dan luar negeri Presiden Soeharto menyampaikan pidato pengunduran
dirinya sebagai presiden.

Usai Presiden Soeharto mengucapkan pidatonya Wakil Presiden B.J. Habibie langsung diangkat
sumpahnya menjadi Presiden RI ketiga dihadapan pimpinan Mahkamah Agung, peristiwa bersejarah ini
disambut dengan haru biru oleh masyarakat terutama para mahasiswa yang berada di Gedung
DPR/MPR, akhirnya Rezim Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto berakhir dan Era Reformasi dimulai
di bawah pemerintahan B.J. Habibie

5. Kebijakan yang Dikeluarkan B.J Habibie untuk Mewujudkan Tujuan dari Reformasi

a. Pada bidang politik

Ada berbagai langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Presiden B.J.
Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan. Kebijakan politik yang diambil yaitu:

● Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan
partai-partai politik yang baru sebanyak 45 parpol.
● Membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas dan Moch. Pakpahan.

Secara umum tindakan pembebasan tahanan politik meningkatkan legitimasi Habibie baik di dalam
maupun di luar negeri. Hal ini terlihat dengan diberikannya amnesti dan abolisi yang merupakan langkah
penting menuju keterbukaan dan rekonsiliasi. Diantara yang dibebaskan tahanan politik kaum separatis
dan tokoh-tokoh tua mantan PKI, yang telah ditahan lebih dari 30 tahun. Amnesti diberikan kepada
Mohammad Sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah Insiden Tanjung Priok. Selain tokoh itu
tokoh aktivis petisi 50 (kelompok yang sebagian besar terdiri dari mantan jendral yang menuduh
Soeharto melanggar perinsip Pancasila dan Dwi Fungsi ABRI). Dr Sri Bintang Pamungkas, ketua Partai
PUDI dan Dr Mochtar Pakpahan ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan K. H Abdurrahman Wahid
merupakan segelintir dari tokoh-tokoh yang dibebaskan Habibie. Selain itu Habibie mencabut
Undang-Undang Subversi dan menyatakan mendukung budaya oposisi serta melakukan pendekatan
kepada mereka yang selama ini menentang Orde Baru.

● Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen.


● Membentuk tiga undang-undang demokratis yaitu,

1) UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik

2) UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu

3) UU No. 4 tahun 1999 tentang Susduk DPR/MPR

● Menetapkan 12 ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari
tuntutan reformasi yaitu,

1) Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang Referendum.

2) Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. II/MPR/1978 tentang Pancasila Sebagai Asas
Tunggal.

3) Tap No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. V/MPR/1998 tentang Presiden Mendapat
Mandat dari MPR untuk Memiliki Hak-Hak dan Kebijakan di Luar Batas Perundang-undangan.

4) Tap No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Maksimal
Hanya Dua Kali Periode.

● Kebebasan Pers

Dalam hal ini, pemerintah memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya, sehingga semasa
pemerintahan Habibie ini, banyak sekali bermunculan media massa. Demikian pula kebebasan pers ini
dilengkapi pula oleh kebebasan berasosiasi organisasi pers sehingga organisasi alternatif seperti AJI
(Asosiasi Jurnalis Independen) dapat melakukan kegiatannya. Sejauh ini tidak ada
pembredelan-pembredelan terhadap media tidak seperti pada masa Orde Baru. Pers Indonesia dalam
era pasca-Soeharto memang memperoleh kebebasan yang amat lebar, pemberitaan yang menyangkut
sisi positif dan negatif kebijakan pemerintah sudah tidak lagi hal yang dianggap tabu, yang seringkali sulit
ditemukan batasannya. Bahkan seorang pengamat Indonesia dari Ohio State University, William Liddle
mengaku sempat shock menyaksikan isi berita televisi baik swasta maupun pemerintah dan membaca isi
koran di Jakarta, yang kesemuanya seolah-olah menampilkan kebebasan dalam penyampaian berita,
dimana hal seperti ini tidak pernah dijumpai sebelumnya pada saat kekuasaan Orde Baru. Cara Habibie
memberikan kebebasan pada Pers adalah dengan mencabut SIUPP.

● Pembentukan Parpol dan Percepatan pemilu pada tahun 1999

Presiden RI ketiga ini melakukan perubahan dibidang politik lainnya diantaranya mengeluarkan UU No. 2
Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang
MPR dan DPR. Itulah sebabnya setahun setelah reformasi Pemilihan Umum dilaksanakan bahkan
menjelang Pemilu 1999, Partai Politik yang terdaftar mencapai 141 dan setelah diverifikasi oleh Tim 11
Komisi Pemilihan Umum menjadi sebanyak 98 partai, namun yang memenuhi syarat mengikuti Pemilu
hanya 48 Parpol saja. Selanjutnya tanggal 7 Juni 1999, diselenggarakan Pemilihan Umum Multipartai.
Dalam pemilihan ini, yang hasilnya disahkan pada tanggal 3 Agustus 1999, 10 Partai Politik terbesar
pemenang Pemilu di DPR, adalah:

1). Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) pimpinan Megawati Soekarno

Putri meraih 153 kursi

2). Partai Golkar pimpinan Akbar Tanjung meraih 120 kursi

3). Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pimpinan Hamzah Haz meraih 58 Kursi

4). Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan H. Matori Abdul Djalil meraih 51 kursi

5). Partai Amanat Nasional (PAN) pimpinan Amein Rais meraih 34 Kursi

6). Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra meraih 13 kursi

7). Partai Keadilan (PK) pimpinan Nurmahmudi Ismail meraih 7 kursi

8). Partai Damai Kasih Bangsa (PDKB) pimpinan Manase Malo meraih 5 Kursi

9). Partai Nahdlatur Ummat pimpinan Sjukron Ma’mun meraih 5 kursi

10). Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) pimpinan Jendral (Purn) Edi Sudradjat meraih 4 kursi

Pemilihan Umum 1999

Untuk melaksanakan Pemilu yang diamanatkan oleh MPR, B.J. Habibie mengadakan beberapa
perubahan yaitu,

a) Menggunakan asas Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil)

b) Mencabut 5 paket undang-undang tentang politik yaitu undang-undang tentang Pemilu; Susunan,
Kedudukan, Tugas, dan Wewenang MPR/DPR; Partai Politik dan Golkar; Referendum; serta Organisasi
Massa

c) Menetapkan 3 undang-undang politik baru yaitu Undang-undang Partai Politik; Pemilihan Umum;
dan Susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD

d) Badan pelaksana pemilihan umum dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang terdiri atas
wakil dari pemerintahan dan partai politik serta pemilihan umum.

● Penyelesaian Masalah Timor Timur

Sejak terjadinya insident Santa Cruz, dunia Internasional memberikan tekanan berat kepada Indonesia
dalam masalah hak asasi manusia di Tim-Tim. Bagi Habibie Timor-Timur adalah kerikil dalam sepatu yang
merepotkan pemerintahannya, sehingga Habibie mengambil sikap pro aktif dengan menawarkan dua
pilihan bagi penyelesaian Timor-Timur yaitu di satu pihak memberikan setatus khusus dengan otonomi
luas dan dilain pihak memisahkan diri dari RI. Otonomi luas berarti diberikan kewenangan atas berbagai
bidang seperti : politik ekonomi budaya dan lain-lain kecuali dalam hubungan luar negeri, pertahanan
dan keamanan serta moneter dan fiskal. Sedangkan memisahkan diri berarti secara demokratis dan
konstitusional serta secara terhormat dan damai lepas dari NKRI.

1. Sebulan menjabat sebagai Presiden habibie telah membebaskan tahanan politik Timor-Timur, seperti
Xanana Gusmao dan Ramos Horta.

2. Sementara itu di Dili pada tanggal 21 April 1999, kelompok pro kemerdekaan dan pro intergrasi
menandatangani kesepakatan damai yang disaksikan oleh Panglima TNI Wiranto, Wakil Ketua Komnas
HAM Djoko Soegianto dan Uskup Baucau Mgr. Basilio do Nascimento. Tanggal 5 Mei 1999 di New York
Menlu Ali Alatas dan Menlu Portugal Jaime Gama disaksikan oleh Sekjen PBB Kofi Annan
menandatangani kesepakan melaksanakan penentuan pendapat di Timor-Timur untuk mengetahui sikap
rakyat Timor-Timur dalam memilih kedua opsi di atas. Tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan
pendapat di Timor-Timur berlangsung aman. Namun keesokan harinya suasana tidak menentu,
kerusuhan dimana-mana. Suasana semakin bertambah buruk setelah hasil penentuan pendapat
diumumkan pada tanggal 4 September 1999 yang menyebutkan bahwa sekitar 78,5 % rakyat
Timor-Timur memilih merdeka. Pada awalnya Presiden Habibie berkeyakinan bahwa rakyat Timor-Timur
lebih memilih opsi pertama, namun kenyataannya keyakinan itu salah, dimana sejarah mencatat bahwa
sebagian besar rakyat Timor-Timur memilih lepas dari NKRI. Lepasnya Timor-Timur dari NKRI berdampak
pada daerah lain yang juga ingin melepaskan diri dari NKRI seperti tuntutan dari GAM di Aceh dan OPM
di Irian Jaya, selain itu Pemerintah RI harus menanggung gelombang pengungsi Timor-Timur yang pro
Indonesia di daerah perbatasan yaitu di Atambua. Masalah Timor-Timur tidaklah sesederhana seperti
yang diperkirakan Habibie karena adanya bentrokan senjata antara kelompok pro dan kontra
kemerdekaan di mana kelompok kontra ini masuk ke dalam kelompok militan yang melakukan teror
pembunuhan dan pembakaran pada warga sipil. Tiga pastor yang tewas adalah pastor Hilario, Fransisco,
dan dewanto. Situasi yang tidak aman di Tim-Tim memaksa ribuan penduduk mengungsi ke Timor Barat,
ketidak mampuan Indonesia mencegah teror, menciptakan keamanan mendorong Indonesia harus
menerima pasukan internasional.

● Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya

Mengenai masalah KKN, terutama yang melibatkan Mantan Presiden Soeharto pemerintah dinilai tidak
serius menanganinya dimana proses untuk mengadili Soeharto berjalan sangat lambat. Bahkan,
pemerintah dianggap gagal dalam melaksanakan Tap MPR No. XI / MPR / 1998 tentang Penyelenggara
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, terutama mengenai pengusutan kekayaan
Mantan Presiden Soeharto, keluarga dan kroni-kroninya. Padahal mengenai hal ini, Presiden Habibie -
dengan Instruksi Presiden No. 30 / 1998 tanggal 2 Desember 1998 – telah mengintruksikan Jaksa Agung
Baru, Andi Ghalib segera mengambil tindakan hukum memeriksa Mantan Presiden Soeharto yang diduga
telah melakukan praktik KKN. Namun hasilnya tidak memuaskan karena pada tanggal 11 Oktober 1999,
pejabat Jaksa Agung Ismudjoko mengeluarkan SP3, yang menyatakan bahwa penyidikan terhadap
Soeharto yang berkaitan dengan masalah dana yayasan dihentikan. Alasannya, Kejagung tidak
menemukan cukup bukti untuk melanjutkan penyidikan, kecuali menemukan bukti-bukti baru.
Sedangkan dengan kasus lainnya tidak ada kejelasan.

Bersumber dari masalah di atas, yaitu pemerintah dinilai gagal dalam melaksanakan agenda Reformasi
untuk memeriksa harta Soeharto dan mengadilinya. Hal ini berdampak pada aksi demontrasi saat Sidang
Istimewa MPR tanggal 10-13 Nopember 1998, dan aksi ini mengakibatkan bentrokan antara mahasiswa
dengan aparat. Parahnya pada saat penutupan Sidang Istimewa MPR, Jumat (13/11/1998) malam.
Rangkaian penembakan membabi-buta berlangsung sejak pukul 15.45 WIB sampai tengah malam. Darah
berceceran di kawasan Semanggi, yang jaraknya hanya satu kilometer dari tempat wakil rakyat
bersidang. Sampai sabtu dini hari, tercatat lima mahasiswa tewas dan 253 mahasiswa luka-luka. Karena
banyaknya korban akibat bentrokan di kawasan Semanggi maka bentrokan ini diberi nama ”Semanggi
Berdarah” atau ”Tragedi Semanggi”.

● Pemberian Gelar Pahlawan Reformasi bagi Korban Trisakti

Pemberian gelar Pahlawan Reformasi pada para mahasiswa korban Trisakti yang menuntut lengsernya
Soeharto pada tanggal 12 Mei 1998 merupakan hal positif yang dianugrahkan oleh pemerintahan
Habibie, dimana penghargaan ini mampu melegitimasi Habibie sebagai bentuk penghormatan kepada
perjuangan dan pengorbanan mahasiswa sebagai pelopor gerakan Reformasi.

b. Pada Bidang Ekonomi

Di dalam pemulihan ekonomi, secara signifikan pemerintah berhasil menekan laju inflasi dan gejolak
moneter dibanding saat awal terjadinya krisis. Namun langkah dalam kebijakan ekonomi belum
sepenuhnya menggembirakan karena dianggap tidak mempunyai kebijakan yang kongkrit dan sistematis
seperti sektor riil belum pulih. Di sisi lain, banyaknya kasus penyelewengan dana negara dan bantuan
luar negeri membuat Indonesia kehilangan momentum pemulihan ekonomi. Pada tanggal 21 Agustus
1998 pemerintah membekukan operasional Bank Umum Nasional, Bank Modern, dan Bank Dagang
Nasional Indonesia. Kemudian di awal tahun selanjutnya kembali pemerintah melikuidasi 38 bank
swasta, 7 bank diambil-alih pemerintah dan 9 bank mengikuti program rekapitulasi.

Untuk masalah distribusi sembako utamanya minyak goreng dan beras, dianggap kebijakan yang gagal.
Hal ini nampak dari tetap meningkatnya harga beras walaupun telah dilakukan operasi pasar, ditemui
juga penyelundupan beras keluar negeri dan penimbunan beras.

Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, B.J. Habibie melakukan
langkah-langkah sebagai berikut :

● Merekapitulasi perbankan.
● Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.
● Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat hingga dibawah Rp.10.000,-.
● Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
● Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
● Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri.
● Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik. Monopoli dan Persaingan yang
Tidak Sehat
● Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

c. Pada Bidang Manajemen Internal ABRI

Pada masa transisi di bawah Presiden B.J. Habibie, banyak perubahan-perubahan penting terjadi dalam
tubuh ABRI, terutama dalam tataran konsep dan organisatornya.

Pertimbangan mendasar yang melatarbelakangi keputusan politik dan akademis reformasi internal TNI,
antara lain:

- Prediksi tantangan TNI ke depan di abad XXI begitu besar, komplek dan multidimensional, atas dasar
itu TNI harus segera menyesuaikan diri.

- TNI senantiasa harus mau dan mampu mendengar serta merespon aspirasi rakyat.

- TNI mengakui secara jujur, jernih dan objektif, sebagai komponen bangsa yang lainnya, bahwa di masa
lalu ada kekurangan dan distorsi sebagai konsekuensi logis dari format politik Orba

ABRI telah melakukan kebijakan-kebijakan sebagai langkah perubahan politik internal, yang berlaku
tanggal 1 April 1999. Kebijakan tersebut antara lain: pemisahan POLRI dari ABRI, Perubahan Stat Sosial
Politik menjadi Staf Teritorial, Likuidasi Staf Karyawan, Pengurangan Fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II,
pemutusan hubungan organisatoris dengan partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan
parpol yang ada, kometmen dan netralitas ABRI dalam Pemilu dan perubahan Staf Sospol menjadi
komsos serta pembubaran Bakorstanas dan Bakorstanasda.

Perubahan di atas dipandang positif oleh berbagai kalangan sebagai upaya reaktif ABRI terhadap
tuntutan dan gugatan dari masyarakat, khususnya tentang persoalan eksis peran Sospol ABRI yang
diimplementasikan dari doktrin Dwi Fungsi ABRI.

Ada beberapa perubahan yang muncul pada pemerintahan B.J. Habibie, yaitu :

● Jumlah anggota ABRI yang duduk di kursi MPR dikurangi, dari 75 orang menjadi 35 orang
● Polri memisahkan diri dari TNI dan menjadi Kepolisian Negara
● ABRI diubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Udara, Darat, dan Laut.

d. Bidang Hukum

Untuk melakukan refomasi hukum, ada beberapa hal yang dilakukan dalam pemerintahan B.J. Habibie
yaitu,

● Melakukan rekonstruksi atau pembongkaran watak hukum Orde Baru, baik berupa
Undang-Undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri.
● Melahirkan 69 Undang-undang.
● Penataan ulang struktur kekuasaan Kehakiman.
e. Bidang Hankam

Di bidang Hankam diadakan pembaharuan dengan cara melakukan pemisahan Polri dan ABRI.

f. Pembentukan Kabinet

Presiden B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang diberi nama Reformasi Pembangunan yang terdiri
atas 16 menteri, yang meliputi perwakilan dari ABRI, GOLKAR, PPP, dan PDI.

g. Kebebasan Menyampaikan pendapat

Presiden B.J. Habibie memberikan kebebasan dalam menyampaikan pendapat di depan umum, baik
dalam rapat maupun unjuk rasa. Dan mengatasi terhadap pelanggaran dalam penyampaian pendapat
ditindak dengan UU No. 28 tahun 1998.

6. Sistematika Pelaksanaan UU 1945 Pada Masa Reformasi

Pada masa orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan pada dasarnya adalah demokrasi dengan
berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa Orde
Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham demokrasi berdasar atas kerkyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat
Tuhan Yang Maha Esa serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu
memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosila bagi seluruh rakyat
Indonesia. Pelaksanaan demokasi Pancasila pada masa Reformasi telah banya member ruang gerak
kepada parpol dan komponen bangsa lainnya termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan
perwakilan rakyat mengawasi dan mengontrol pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara
tidak dapat melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama 5 tahun karena dianggap
menyimpang dari garis Reformasi.

Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Reformasi:

1. Mengutamakan musyawarah mufakat

2. Mengutamakan kepentingan masyarakat , bangsa dan negara

3. Tidak memaksakan kehendak pada orang lain

4. Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan

5. Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah

6. Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur

7. Keputusan dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Than Yang Maha Esa, berdasarkan
nilai-nilai kebenaran dan keadilan
8. Penegakan kedaulatan rakyar dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga negara,
lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakat

9. Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

10. Penghormatan kepada beragam asas, cirri, aspirasi dan program parpol yang memiliki partai

11. Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi manusia

Setelah diadakannya amandemen, UUD 1945 mengalami perubahan. Hasil perubahan terhadap UUD
1945 setelah di amandemen :

● Pembukaan
● Pasal-pasal: 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal peraturan peralihan dan 2 pasal aturan
tambahan.

7. Penyebab Lengsernya Habibie menjadi Presiden

Disamping pembaharuan-pembaharuan, pada masa pemerintahan Presiden Habibie juga


dijumpai adanya permasalahan-permasalahan baru yang muncul seperti,
1.​ B
​ erbagai masalah pelanggaran HAM bermunculan

2.​ M
​ asalah Tragedi Trisakti yang tidak terselesaikan dan masalah Semanggi I dan II
3.​ M
​ asalah Bank Bali
4.​ P
​ ertikaian antarkelompok yang disebabkan oleh SARA yang mengancam stabilitas politik

5.​ S
​ tatus hukum mantan Presiden Soeharto yang belum juga jelas

6.​ L
​ epasnya Timor Timur dari wilayah NKRI.

Masalah-masalah tersebut di atas menyebabkan pemerintahan B.J. Habibie dianggap


negative dan pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui
mekanisme ​votting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 ​abstain​, dan 4 suara tidak sah.
Akibat penolakan pertanggungjawaban itu pada Oktober 1999, Habibie tidak dapat untuk
mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
Kegagalan Habibie menjadi calon Presiden Republik Indonesia sebagai akibat ditolaknya
pidato pertanggung jawabannya, memunculkan 3 calon presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi
yang ada di MPR pada tahap pencalonan presiden diantaranya Abdurrahman Wahid (Gus Dur),
Megawati Soekarnoputri, dan Yusril Ihza Mahendra.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN

Sejalan dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya
perubahan besar dalam pegimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era
Orde Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada Orde
Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan kemudian
birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara
mengejutkan memenangi pemilu lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit
cerita tentang Orde Lama dan Orde Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan ekonomi di
masa itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya tumbang bersamaan dengan tumbangnya Pak Harto
atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR yang akhrinya pada saat itu titik tolak era
Reformasi lahir. Dan pasca reformasilah demokrasi yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada
saat itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini.

2. SARAN

Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya. Budaya
birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar kuat hingga reformasi saat ini.
Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan kekuasaan.
Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan
kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup
semakin menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin buruknya mentalitas
birokrasi secara institusional maupun individu.

Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien dalam
melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun militer secara
terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih
terjadi pada masa reformasi, namun hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang
sempat terekam oleh media menjadi salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk
suksesi. Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan dengan catatan bahwa
penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk merealisasikan program-program yang telah
ditetapkan pemerintah. Namun sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah
untuk memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.

Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam
mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai
dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan
bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://tugasgalau.blogspot.co.id/2015/12/makalah-masa-kepemimpinan-setelah.html

http://amalilmukita.blogspot.co.id/p/buku-bj-habibie.html

Anda mungkin juga menyukai