MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas perkuliahan mata kuliah Sejarah
Indonesia Masa Orde Baru dan Reformasi yang diampu oleh: Drs. Suwirta,
M.Hum., Iing Yulianti, S.Pd, M.Pd., Nour Muhammad Adriani, S.Hum., MAPS.
Oleh:
Cahya 1701378
Hanna 1705872
2019
KATA PENGANTAR
Rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Nya. Kami bisa menyelasaikan sebuah makalah yang merupakan tugas kelompok
dari mata kuliah sejarah Indonesia pada masa orde baru dan refomari mengenai
“Integrasi Timor-Timur ke Indonesia”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik beserta saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini sampai akhir. Dan semoga Allah meridhai usaha
kita, Amin.
Penyusuun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................II
1. Sosial .....................................................................................................11
2. Politik ....................................................................................................12
3. Ekonomi ................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pada tahun 1960, pemerintah Portugis terpengaruh oleh Resolusi PBB, yang
kemudian mengubah status negeri-negeri jajahannya menjadi propinsi seberang
lautan. Kebijakan yang diambil tersebut merupakan suatu strategi politik kolonial,
yang tujuannya adalah untuk menciptakan dan membentuk suatu kelompok elite
yang tetap loyal kepada penjajah. Adapun cara yang digunakan adalah mendorong
masyarakat jajahannya agar selalu berasimilasi ke dalam struktur sosial dan tatanan
masyarakat penjajah. Akan tetapi pada akhirnya prinsip penjajah tersebut
menumbuhkembangkan dalam diri masyarakat sikap-sikap anti penjajah. Dengan
hal tersebut lah lahir hasrat untuk melepaskan diri dari penjajah Portugal termasuk
Timor Timur.
3
bunga yang terjadi di Portugis pada 25 April 1974 menyebabkan perubahan yang
sangat besar terhadap kebijakan politik kolonisasi Portugis di Afrika dan di Timor
Timur (Suartika, 2015, hlm. 16). Dampak dari revolusi bunga tersebut turut
memengaruhi sikap Portugis terhadap daerah jajahan. Sikap Portugal tersebut
adalah dekolonisasi terhadap daerah jajahannya termasuk Timor Timur.
4
melalui gagasan federasi seperti konsep Spinola. Namun mereka menyetujui
diadakan referendum yang akan memberi kesempatan kepada rakyat untuk
menyatakan keinginan dan menentukan hari depan negerinya masing-masing.
Movimento beraksud menciptakan iklim politik bagi daerah-daerah koloni untuk
dapat merdeka dengan cara membentuk satuansatuan kekuatan politik sendiri
(Neonbasu, 1997: 42).
Terdapat perbedaan menyolok antara kedua kubu kekuatan. Konsepsi
Spinola ternyata bertolak belakang dengan konsepsi Movimento. Bahkan kubu
Movimento menyatakan bahwa, visi Spinola bukanlah suatu proses dekolonisasi,
melainkan sebuah usaha neokolonialisme. Dengan adanya perbedaan pendapat
tersebut akhirnya melahirkan polarisasi politik nasional Portugal yang semakin
tidak menentu arahnya. Namun pada akhirnya konsepsi Movimento tampil lebih
dominan menghadapi kenyataan tersebut.
Pada akhirnya Presiden Spinola pun mengundurkan diri pada bulan
September 1974, dan digantikan oleh Jenderal Fransisco da Costa Gomes sebagai
Presiden, dan Brigjen Vasco Goncalves sebagai perdana menteri. Brigjen
Goncalves adalah tokoh utama di balik kudeta militer tahun 1974. Ia mempunyai
hubungan yang dekat dengan tokoh Partai Komunis Portugal (Partido Comunista
de Portugal), yaitu Alvaro Cunhal. Kedekatan hubungan ini membuat kebijakan
pemerintah lebih dekat ke kiri, sehingga kelompok komunis mendapat dukungan
kuat dari pemerintah. Pada akhirnya, pengaruh kekuatan kaum komunis Portugal
ini sampai juga ke Timor Timur, baik di bidang birokrasi maupun di kalangan
perwira militer Portugal di Timor Timur (Neonbasu, 1997: 43). Pemerintah
Portugis memberikan tiga opsi kepada rakyat Timor Timur dalam menentukan
nasibnya sendiri. Ketiga opsi tersebut adalah: pertama, asosiasi Timor Timur
dengan Portugis; kedua, Timor Timur merdeka; dan opsi ketiga, integrasi Timor
Timur dengan negara tetangga yaitu Indonesia. Bagi wilayah Timor Timur,
semangat kemerdekaan bukanlah hal yang baru, upaya untuk membebaskan diri
dari belenggu penjajahan sudah lama terpendam dalam keinginan masyarakat
Timor Timur. Adanya jiwa untuk merdeka atau semangat integrasi ini, sesekali
ditunjukkan dalam beberapa perjuangan rakyat Timor Timur pada kurun waktu
tertentu.
5
Sikap dan garis besar politik Portugis terhadap Timor Timur adalah
dilaksanakannya dekolonisasi, artinya Pemerintah Portugis yang baru memberikan
kelonggaran kepada rakyat Timor Timur untuk mendirikan partai-partai politik
guna menyalurkan aspirasi mereka tentang bagaimana dekolonisasi itu harus
dilaksanakan (Iskandar, 2016, hlm. 1). Proses dekolonisasi dilakukan Portugis
berdasarkan prinsip hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa jajahan (Resolusi
Majelis Umum PBB 1514/1960) pada tanggal 13 Mei 1974 Gubernur Portugis
untuk Timor Portugis Dr. Lemos Pires membentuk komisi untuk penentuan nasib
sendiri Timor Portugis (Suartika, 2015, hlm. 17). Berbanding lurus dengan
kebijakan tersebut, pada Mei 1974 Portugis memberikan izin kepada rakyat Timor
Timur untuk mendirikan partai-partai politik agar dapat menentukan masa
depannya melalui referendum yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 1975.
Referendum tersebut meliputi tiga pilihan yaitu: Pertama, menjadi daerah otonomi
dalam federasi dengan Portugal. Kedua, menjadi negara bebas dan merdeka.
Ketiga, berintegrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kebijakan yang diberikan oleh Portugis mendapat sambutan yang baik yang
terlihat dengan terbentuknya partai-partai politik yang mempunyai ideologi dan
aspirasinya sendiri. Kebijakan Portugis tersebut disambut baik dengan dibentuknya
partai-partai politik yang mempunyai ideologi dan aspirasinya sendiri. Partai-partai
tersebut adalah : Pertama, UDT (Unio Democratica de Timorense/Uni Demokrasi
Rakyat Timor) partai UDT sudah ada sejak tahun 1974 dan memiliki kepentingan
agar Timor Timur bergabung menjadi bagian dari federasi Portugal (Indrawan,
2015, hlm. 180). Kedua, Fretilin (Fretilin Revolucioner de Timor Leste
Independence/front revolusioner untuk kemerdekaan rakyat Timor Timur). Ketiga,
Apodeti (Associaco Populer Democratica de Timorense/Asosiasi Rakyat Timor
Demokrat). Selain ketiga partai itu, masih ada partai KOTA (Klibur Oan Timor
Asua’in/Liga Pejuang Timor Timur) yang menghendaki sistem pemerintahan
monarki dan dibentuk pada tanggal 5 September 1974, partai buruh Trabalhista
yang muncul tanggal 9 Juli 1974, serta ALDILTA (Asociacao Democratica da
Integraciao de Timor Leste a Australian/Asosiasi Integrasi Demokratis Rakyat
Timor Timur ke Australisa). Namun, partai KOTA dan Trabalhista tidak banyak
berpengaruh, mereka hanya menjadi underbow salah satu partai UDT. Sedangkan
6
Aldilta, karena tidak mendapatkan dukungan dari Australia dan masyarakatnya
sendiri, segera membubarkan diri.
Tindakan Fretilin ini dibalas oleh partai U.D.T, Apodeti, KOTA, dan
Trabalhista keesokan harinya, sebagai upaya untuk mengimbangi proklamasi
kemerdekaan Fretilin. Mereka memproklamasikan bahwa Timor Timur merupakan
bagian dari Republik Indonesia yang dikenal dengan deklarasi Balibo. Dikeluarkan
deklarasi sebagai bentuk untuk berintegrasi dengan Indonesia pada tanggal 30
November 1975 di Balibo. Deklarasi itu adalah pernyataan kesepakatan mereka atas
nama rakyat Timor Timur memproklamasikan pengintegrasian Timor Timur ke
7
negara kesatuan RI sebagai provinsi ke-27. Teks proklamasi keempat organisasi
politik tersebut dibuat dalam bahasa Inggris dan bahasa Portugis (Iskandar, 2016,
hlm. 3).
8
tersebut. Sebagai upaya menghentikan perseteruan di wilayah yang bergejolak,
pemerintahan Indonesia memutuskan untuk mengirimkan pasukan ABRI supaya
menstabilkan wilayah perbatasan yang terkena dampak dari perang saudara tersebut
setelah sebelumnya telah melancarkan Operasi Komodo sejak bulan Januari 1975.
9
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang penggabungan Timor Timur ke
wilayah Indonesia pun diajukan kepada DPR-RI pada tanggal 1 Juli 1976. RUU
tersebut disahkan menjadi Undang-Undang tentang Penyatuan Timor Timur ke
dalam Negara Republik Indonesia Tingkat I Timor Timur. Kemudian pada tanggal
17 Juli 1976, Presiden Soeharto menandatangani UU No.7 Tahun 1976 yang
menyatakan bahwa Timor Timur adalah bagian dari Indonesia dan secara resmi
menetapkan daerah tersebut sebagai Provinsi Daerah Tingkat I yang ke-27 dari
NKRI. Proses integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia secara resmi telah disahkan oleh Undang-undang No.7 tahun 1976
tentang penyatuan ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat 1 Timor Timur, wilayahnya pun menjadi
provinsi ke-27 Indonesia pasca pendudukan militer Indonesia tahun 1976
(Indrawan, 2015, hlm. 178). Hal ini merupakan peristiwa sejarah yang belum
pernah dialami oleh bangsa Indonesia. Peristiwa ini tidak dapat disamakan dengan
apa yang yang pernah bangsa ini alami mengenai Irian Jaya dahulu yang secara de
Jure memang telah termasuk wilayah Indonesia sejak proklamasi 17 Agustus 1945.
Sedangkan mengenai wilayah Timor Timur sebelum berlakunya undang-undang
no.7 tahun 1976 jelas bahwa wilayah bekas jajahan Portugis di Timor itu berada di
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan secara hukum wilayah
tersebut merupakan bagian Negara Portugal yang diberi nama “Provincia
Ultramarina” yang berarti provinsi sebrang lautan.
10
1. Sosial
Timor Timur memang telah masuk menjadi propinsi termuda Indonesia, namun
dari integrasi tersebut melahirkan kelompok Pro-integrasi dan Pro-kemerdekaan.
Kontak senjata antara ABRI dengan Fretilin terus berlangsung pada awal
bergabungnya Timor Timur ke Indonesia terutama pada Operasi Militer. Beberapa
pemberontakan masih sering terjadi di berbagai tempat dalam skala yang kecil. Di
lain pihak, Fretilin merupakan musuh paling utama bagi ABRI dan kelompok pro
integrasi. Pertempuran antara ABRI dan Fretilin mengalami pasang surut
pertempuran tidak semata-mata terus dimenangkan oleh satu pihak saja. Ada
kalanya ABRI dan tenaga bantuannya terdesak, tetapi seringkali dari pihak Fretilin
juga terdesak. Upaya pemulihan keamanan di Timor Timur terus di lakukan,
meskipun faktanya terdapat kelompok kelomok pemeberontak yang masih
berkeliaran. Potensi konflik yang ada di wilayah timor timur tentunya merupakan
sebuah ancaman terhadap stabilitas Indonesia.
Timor timur dibiarkan tetap terputus dari ekspos dunia luar selama bertahun-
tahun demi meminimalisir liputan tentang apa yang sesungguhnya terjadi disana.
(Ricklefs, 2008, hlm 631). Pada faktanya pemerintah terutama ABRI memang
menjaga ketat kawasan Timor Timur, mereka membatasi dunia internasional untuk
masuk dan mengakses informasi Timor timur pada masa itu.
11
2. Politik
Setelah Timor Timur resmi berintegrasi dengan Indonesia pada 17 Juli 1976,
maka pimpinan-pimpinan pro integrasi menduduki jabatan-jabatan dalam
pemerintahan Timor Timur. Contohnya Arnaldo dos Reis Araujo (ketua Apodeti)
menduduki jabatan sebagai gubernur Timor Timur, Lopes da Cruz (pimpinan UDT)
diangkat sebagai wakil gubernur. Pada pertengahan tahun 1978, Arnaldo dos Reis
Araujo digantikan oleh Guiherme Maria Goncalves pada tahun 1978.
3. Ekonomi
Pada awal bergabungnya Timor timur ke Indonesia lebih tepatnya masa operasi
militer Seroja, kelaparan hebat terjadi dimana-mana, pemukiman dan lahan
pertanian hancur akibat pertempuran. Seiring bejalannya waktu perekonomian di
dorong agar berkembang namun perekonomian di wilayah ini masih bergantung
pada uluran tangan Jakarta. Pembangunan berjalan amat lambat di salah satu
provinsi Indonesia tersebut. Indonesia mengeluarkan dana yang relatif banyak
untuk Timor Timur, bahkan melebihi provinsi-provinsi lain guna mengejar
12
ketertinggalan dan mengimbangi daerah-daerah lain. Indonesia telah mengucurkan
dana sebesar 4 miliar rupiah selama bulan Juli 1976 hingga 3 Maret 1977. Dana ini
digunakan untuk pembangunan perumahan, rumah sakit, gedung sekolah, serta
proyek air minum dan listrik.
Namun disisi lain, masyarakat tidak bisa bebas bergerak dan mengusahakan
mata pencaharian, ini merupakan dampak dari pengawalan masyarakat yang ketat
oleh Indonesia. Segala barang yang masuk maupun keluar harus melalui semacam
lembaga khusus untuk urusan ekonomi.
4. Dunia Internasional
Integrasi timor timur ke Indonesia nampaknya menadapat perhatian dari dunia
Internasional. Indonesia juga harus berjuang keras untuk mendapatkan pengakuan
atas integrasi Timor Timur namun. Kekhawatiran Indonesia muncul atas tuduhan-
tuduhan dunia internasional terutama yang kontra dengan tindakan Integrasi Timor
timur ke Indonesia. Selain itu juga Majelis umum PBB berkali – kali menegur
Indonesia untuk menarik diri dari wilayah Timor timur. Mereka beranggapan
bahwa tidak setuju akan kekuasaanya secara kolonial atas Timor timur.
Pada tahun 1985, perdana mentri Australia Bob Hawke mnegakui kedaulatan
Indonesia atas Timor timur dan memblokir hubungan radio luar Fretilin dengan
Australia (Ricklefs, 2008, hlm 655). Hal tersebut menjadi sebuah bentuk dukungan
bagi Indonesia atas integrasi Timor timur. Seiring berjalanya waktu, suara anti-
13
Indonesia di PBB melemah setiap tahunya. perhatian terhadap nasib timor timur
sudah mulai memudar walaupun secara diam diam Indonesia sering di tuntut untuk
memperbaiki perlakuanya terhadap masayarakat Timor-timur.
Pada tahun 1991, dunia internasional menaruh perhatian pada Timor timur
ketika pembunuhan massal di Dili, yang dikenal sebagai insiden Santa Cruz, terjadi
dengan tertuduh utamanya pihak militer Indonesia. Peristiwa 12 November 1991
merupakan titik balik dalam perjuangan rakyat Timor Timur untuk diakui secara
internasional, Untuk pertama kali sejak invasi 1975, kebrutalan militer Indonesia
terhadap warga sipil terekam dalam media internasional. Film yang diselundupkan
keluar dari wilayah tersebut beberapa hari setelah pembantaian awal yang
dilakukan oleh militer Indonesia, ditayangkan oleh berbagai televisi di seluruh
dunia dan menyingkap keadaan sebenarnya tentang pendudukan Indonesia yang
selama itu disembunyikan oleh Jakarta. Di bawah rezim Orde Baru ketika itu,
pemerintah banyak melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), terutama
terhadap mereka yang menolak integrase yang mengakibatkan konflik tak bisa
dihindari.
14
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Timor-Timur atau Negara Demokrastis Republik Timur-Leste adalah salah
satu negara yang dulunya merupakan bagian dari negara Indonesia. Setelah
melepaskan diri, lalu wilayah ini kemudian mendirikan sebuah negara yang dikenal
sebagai Timor Leste. Berdasarkan garis lintang, Timor Leste berada pada 8° LS –
10° LS Sedangkan berdasarkan garis bujurnya, Timor Leste berada pada 124° BT
-127° 30’ BT. Portugal tercatat sebagai bangsa Eropa pertama yang menginjakkan
kaki di daerah Timor-Timur dan mulai dikolonisasi oleh Portugis pada tahun 1642.
Sistem kolonialisme yang dilakukan oleh Portugis adalah faktor tantangan kepada
Belanda yang mana saat itu hampir menguasai selutuh pulau di Nusantara. Timor-
Timur kemudia dibagi menjadi dua wilayah bagian yaitu wilayah Timor bagian
barat dikuasai oleh Belanda sedangkan wilayah Timor Timur dikuasai oleh
Portugis.
15
3.2. Saran
Permasalahan yang terjadi di Timor-Timur merupakan permasalahan yang
begitu kompleks, sebab itu penyusun harus ,elihat Timor-Timur dari berbagai sisi
sehingga mendapatkan suatu penjelasan yang jelas. Permasalahan yang terjado
antara pemerintah dengan kelompok yang ingin merdeka, pro integrasi dan konflik
internasional. Melihat kondisi tersebut diharapkan peneliti selanjutnya dapat
mengkaji lebih dalam tentang permasalahan di Timor-Timur.
16
DAFTAR PUSTAKA
Hardiyani, NT. (2014) . Dinamika Hubungan Indonesia-Australia Pasca Integrasi
Timor-Timur ke Wilayah Indonesia. FKIP . Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Suartika, T. 2015. Korban Jajak Pendapat di Timor Timur 1999. Artikel diakses
dari: http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id
17
Ricklefc, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi.
18