Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

GAYA KEPEMIMPINAN PRESIDEN RI KE-3


BJ HABIBIE TAHUN 1998-1999

DOSEN PENGAMPU
Akhmad Supriyanto, SE, MM

DISUSUN OLEH
Muhammad Gunawan Wahid (1710312610046)
JURUSAN MANAJEMEN BISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhmadulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman saya Irvan Gusti Ananda
yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini
bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran
yang bersiat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik
lagi.

Banjarmasin, 10 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1. LATAR BELAKANG .................................................................. 1


1.2.RUMUSAN MASALAH ............................................................... 2
1.3.TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH ......................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 4

2.1. Teori-Teori Kepemimpinan .......................................................... 5

2.2. Tipologi Kepemimpinan ............................................................... 5

2.3. Teori Kepemimpinan .................................................................... 6

2.4. Fungsi-Fungsi Kepemimpinan ...................................................... 6

2.5. Gaya Kepemimpinan..................................................................... 7

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 17

3.1. KESIMPULAN ......................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 18

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


BJ Habibie adalah sosok yang sangat diidolakan oleh masyarakat. Sebagai
orang yang jenius yang mampu membuat kapal terbang dan terpakai
kepandaiannya di negara modern seperti Jerman. BJ Habibie memulai
kariernya ditanah air sebagai Penasehat Pemerintah Indonesia pada bidang
teknologi tinggi dan teknologi pesawat. Dan pada tahun 1978 BJ Habibie
diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi. Beliau memegang
jabatan ini selama lima kali berturut-turut dalam kabinet pembangunan hingga
tahun 1998. Dan selama menjadi menristek ia juga merangkap memegang 47
posisi penting lainnya seperti, Presiden Direktur PT PAL Surabaya, Presiden
Direktur Pindad, Ketua Otorita Pembangunan Kawasan Batam, Kepala
Direktur Industri Strategis (BPIS). Sebelum masyarakat Indonesia menggelar
pemilihan umum tahun 1997, sebenarnya BJ Habibie pernah menyampaikan
niatnya kepada keluarga dan kerabat dekat secara terbatas bahwa ia
merencanakan berhenti dari jabatan selaku menteri setelah Kabinet
Pembangunan Enam berakhir. Akan tetapi pada tanggal 11 Maret 1998, MPR
justru memilih dan mengangkat BJ Habibie sebagai Wakil Presiden Republik
Indonesia ketujuh.1Pada saat itu Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi
merata dikawasan Asia Tenggara. Krisis moneter yang terjadi membuat situasi
semakin tidak terkontrol dan berkembang menjadi krisis multidimensional
berkepanjangan diberbagai bidang.Globalisasi dan pengaruh teknologi pada
umumnya dan khususnya teknologi informasi dan teknologi pemberitaan terus
berkembang. Dunia menjadi lebih transparan. Rakyat Indonesia
menanggapinya dengan menuntut kebebasan, transparansi, keadilan,
demokrasi, dilandaskan pada nilai-nilai hak asasi manusia, tanggung jawab
asasi, serta keamanan umat manusia dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Kecemasan masyarakat akhirnya terefleksikan dalam aksi-aksi unjuk rasa,
terutama dimotori kalangan mahasiswa. Pada mulanya, belum terdengar
tuntutan agar Presiden mengundurkan diri. Namun selanjutnya, semakin

1
tampak dukungan rakyat kepada pemerintah mulai surut. Akhirnya, unjuk rasa
bukan lagi menuntut perubahan politik dan ekonomi, melainkan menuntut
perubahan kepemimpinan nasional. Sejak itu dari hari kehari, tuntutan agar
Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin kencang.Harmoko, yang
berbicara atas nama Pimpinan DPR/MPR, menyampaikan sejumlah tuntutan
reformasi yang semakin deras. Tuntutan reformasi itu pada intinya dapat
disimpulkan menjadi tiga hal. Pertama, perlunya melaksanakan reformasi
total. Kedua, menyampaikan keinginan rakyat agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri. Ketiga, mendesak dilaksanakannya Sidang Istimewa
MPR. Pernyataan Presiden Soeharto menanggapi pernyataan Pimpinan
DPR/MPR, bahwa jika rakyat memang menginginkan dia diganti, ia
mempersilakan, asal dilakukan secara konstitusional.
Bila kita lihat kembali, apabila seorang presiden berhenti dari jabatannya
yang akan dilakukan secara konstitusional, maka wakil presiden lah yang akan
menggantikannya. Ini diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 8, yang
isi lengkapnya adalah jika Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya ia diganti oleh Wakil
Presiden sampai habis waktunya. Dan pada tanggal 21 Mei 1998 secara
konstitusional, menurut UUD ’45, pasal 8, BJ Habibie sah diangkat menjadi
presiden menggantikan Soeharto.Habibie diambil sumpah kewajibannya
sebagai Presiden.Selama BJ Habibie menjabat menjadi Presiden, sebenarnya
banyak ide yang dilahirkan, selain melanjutkan kebijakan mantan Presiden
Soeharto pendahulunya. Salah satunya seperti yang dikatakan oleh Dody
Rudianto, sebenarnya Habibie telah berhasil meletakkan dasar-dasar bangun
arsitektural ekonomi yang menjadi landasan perbaikan ekonomi menuju
kesejahteraan sosial, yaitu sistem ekonomi pasar sosial yang diwacanakan
pada waktu itu. Namun sangat disayangkan waktunya keburu habis.
Gagasannya terbengkalai, tidak dilanjutkan oleh presiden penggantinya.
Malam sebelum BJ Habibie diangkat menjadi Presiden, ia juga membuat
beberapa point penting mengenai langkah-langkah awal, dasar ataupun
prinsip, sikap dan kebijakan yang akan diambil, antara lain:

2
1. Saya harus banyak mendengar dan tidak boleh terbuka menceritakan kepada
siapa saja apa yang akan direncanakan dan dilakukan. Termasuk kepada istri,
anak, adik, keluarga, kawan dekat dan sebagainya saya harus tertutup. Ini adalah
keputusan yang harus diambil dan paling berat untuk dilaksanakan karena
bertentangan dengan prilaku, karakter dan sifat saya yang sangat bebas, terbuka
dan transparan.

2. Saya mewarisi bentuk institusi kepresidenan yang sangat berkuasa dalam


lingkungan dan budaya feodal. Hal ini harus segera saya akhiri, tanpa memberi
kesan yang dapat disimpulkan sebagai “penguasa” yang lemah dan takut;

3.Tahanan politik harus segera dilepaskan dan tidak boleh lagi terjadi bahwa
orang yang bertentangan dengan pendapat atau rencana Presiden, harus
dimasukkan ke dalam penjara, kecuali mereka yang terbukti telah melaksanakan
tindakan criminal;

4.Kebebasan berbicara, kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, dan


kebebasan unjuk rasa harus segera dilaksanakan;

5.Saya menyadari dan dapat mengerti, jikalau yang pernah dirugikan dalam masa
Orde Baru menilai negatif, bahkan bersikap anti kepada saya karena kedudukan
dan kedekatan saya dengan kekuasaan selama hampir 25 tahun lamanya, serta
menganggap saya ikut bertanggung jawab atas terjadinya multikrisis yang
dihadapi. Oleh karena itu, sikap saya dalam menghadapi semua persoalan harus
arif dan toleran demi persatuan dan kesatuan dua ratus juta lebih penduduk
Indonesia.

6.DPR dan MPR harus diberi legitimasi yang kuat berdasarkan pemilu yang
demokratis. Dan kesempatan terbuka untuk mendirikan partai politik apa saja,
diperbolehkan asal tidak melanggar UUD ’45 dan Ketetapan MPR. Untuk itu saya
harus berkonsultasi dengan MPR.

7.Sidang Istimewa MPR harus segera diselenggarakan dalam waktu sesingkat-


singkatnya untuk memberi dasar hukum bagi reformasi dan pemilu yang

3
dibutuhkan. Hanya dengan demikian, suatu revolusi dan khaos, yang bisa
memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat dicegah.

BJ Habibie adalah seorang insinyur konstruksi pesawat terbang dan doktor


teknologi tinggi. Pikiran tenaga dan waktunya, seharusnya bisa tercurah penuh di
bidang teknologi. Akan tetapi pada perjalanannya BJ Habibie harus membaginya
pada bidang yang benar-benar baru baginya, yaitu dunia politik. BJ Habibie yang
brilian dibidang teknologi, ”diseret” untuk belajar politik mulai dari Nol, seperti
layaknya anak TK yang baru masuk sekolah. Ini terjadi ketika BJ Habibie
diangkat menjadi wakil presiden pada tahun 1997 dan menggantikan Presiden
Soeharto karena mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Kepemimpinan BJ
Habibie ketika menjabat menjadi presiden berada pada masa transisi, masa
reformasi. Dimana masyarakat meminta begitu banyak kebebasan.Mencermati
pada hal-hal diatas, maka penulis merasa tertarik meneliti tentang ”Gaya
Kepemimpinan BJ Habibie sebagai Presiden Tahun 1998-1999.”

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang diangkat sebagai isu pokok permasalahan cenderung berada dalam
ruang lingkup yang luas dan mendalam. Dari Latar belakang diatas, maka penulis
mencoba membuat suatu perumusan masalah sebagai berikut:

1.Bagaimanakah kepemimpinan BJ Habibie sebagai Presiden RI ke-3?

2.Bagaimanakah Gaya Kepemimpinan BJ Habibie ketika menjadi Presiden RI ke-


3?

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah


Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1.Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan BJ Habibie sebagai Presiden RI


Ke-3.

4
2.Untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan BJ Habibie ketika menjadi
Presiden RI ke-3.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Teori-Teori Kepemimpinan


Untuk mengetahui dan memahami teori–teori kepemimpinan, dapat dilihat
dari beberapa literatur yang pada umumnya membahas yang sama. Dari literatur itu
diketahui ada teori yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat.
Ada juga yang menyatakan bahwa pemimpin itu terjadi karena adanya kelompok
orang–orang, dan ia melakukan pertukaran dengan yang dipimpin. Dan teori yang
paling mutakhir melihat kepemimpinan lewat prilaku organisasi. Orientasi prilaku
ini mencoba mengetengahkan pendekatan yang bersifat ”social learning” pada
kepemimpinan. Teori ini menekankan bahwa terdapat faktor penentu yang timbal
balik dalam kepemimpinan ini. Faktor penentu ini ialah pemimpin sendiri
(termasuk didalamnya kognisinya). Situasi lingkungan (termasuk pengikut–
pengikutnya dan variabel–variabel makro) dan prilakunya sendiri. Tiga faktor
penentu ini merupakan dasar dari teori kepemimpinan yang diajukan oleh ilmu
prilaku organisasi. Berikut ini akan diuraikan beberapa teori yang tidak asing bagi
literatur–literatur kepemimpinan pada umumnya antara lain:

1.Teori Sifat (Trait Theory)

Teori sifat barangkali dapat memberikan arti lebih realistik terhadap


pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran prilaku
pemikir psikologi, yaitu suatu kenyataan yang dapat diterima bahwa sifat–sifat
kepimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi juga dapat dicapai lewat suatu
pendidikan dan pengalaman. Dengan demikian maka perhatian terhadap
kepemimpinan dialihkan kepada sifat–sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin,
tidak lagi menekankan apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibuat.

5
Keith Devis merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai
pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi antara lain:

a. Kecerdasan. Hasil penelitian pada umunya membuktikan bahwa pemimpin


mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
dipimpin. Namun demikian pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari
kecerdasan pengikutnya.

b.Kedewasaan dan keluasaan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi


matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas
terhadap aktivitas sosial.

c.Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relatif


mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi.d.Sikap–sikap
hubungan kemanusiaan. Pemimpin–pemimpin yang berhasil mau mengakui harga
diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.4

2.Teori Kelompok

Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai


tujuan–tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif diantara
pemimpin dan pengikut–pengikutnya. Kepemimpinan yang ditekankan pada adanya
suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya ini, melibatkan juga
konsep–konsep sosiologi tentang keinginan–keinginan mengembangkan peranan.
Para pemimpin yang memperhitungkan pengaruh yang positif terhadap sikap,
kepuasan dan pelaksanaan kerja

3.Model Kepemimpinan Kontijensi dari Fiedler

Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan


situasi yang menyenangkan itu diterangkan oleh Fielder dalam hubungannya
dengan dimensi–dimensi empiris sebagai berikut:

a. Hubungan pemimpin–anggota. Hal ini merupakan variabel yang paling


penting didalam menentukan situasi yang menyenangkan tersebut.

6
b. Derajat dan struktur tugas. Dimensi ini merupakan masukan yang sangat
penting, dalam menentukan situasi yang menyenangkan.

c.Politisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi


ini merupakan dimensi yang sangat penting ketika di dalam situasi yang
sangat menyenangkan.

4. Teori Jalan Kecil–Tujuan (Path–Goal Theory)

Secara umum berusaha untuk menjelaskan pengaruh prilaku pemimpin terhadap


motivasi, kepuasaan dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya. Adapun teori jalan
kecil – tujuan, memasukkan empat tipe atau gaya utama kepemimpinan sebagai
berikut:

a. Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang


otokratis. Bawahan tahu senantiasa apa yang diharapkan dirinya dengan
pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin. Dalam model ini tidak
ada partisipasi dari bawahan.
b. Kepemimpinan yang mendukung. Tipe kepemimpinan model ini
mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah
didekati dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap
bawahan.
c. Kepemimpinan yang partisipatif. Gaya kepemimpinan ini berusaha
meminta dan mempergunakan sarana–sarana dari bawahannya untuk
berprestasi.

2.2. Tipologi Kepemimpinan


Sebagai titik tolak dalam pembahasan tipologi kepemimpinan yang secara
luas dikenal bahwa dewasa ini, kiranya relevan untuk menekankan bahwa gaya
kepemimpinan yang menduduki jabatan pimpinan mempunyai kapasitas untuk
mengetahui situasi yang dihadapinya secara tepat dan menyesuaikan gaya
kepemimpinannya agar sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapinya.
Meskipun belum terdapat kesepakatan bulat tentang tipologi kepemimpinan yang

7
secara luas dikenal dewasa ini, lima tipe kepemimpinan yang diakui
keberadaannya ialah:

1. Tipologi yang Otokratik


Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah
seseorang yang sangat egois. Egoismenya yang sangat besar akan mendorongnya
memutar-balikkan kenyataan yang sebenar-benarnya sehingga sesuai dengan apa
yang secara subjektif diinterpretasikan sebagai kenyataan. Dengan egoisme yang
sangat besar demikian, seorang pemimpin yang otokratik melihat peranannya
sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasional seperti kekuasaan
yang tidak perlu dibagi dengan orang lain dalam organisasi, ketergantungan total
para anggota organisasi megenai nasib masing-masing dan lain sebagainya.
Berangkat dari persepsi yang demikian, seorang pemimpin yang otokratik
cenderung menganut nilai organisasi yang berkisar pada pembenaran segala cara
yang ditempuh untuk pencapaian tujuannya. Sesuatu tindakan akan dinilainya
benar apabila tindakan itu mempermudah tercapainya tujuan dan semua tindakan
yang menjadi penghalang akan dipandangnya sebagai sesuatu yang tidak baik dan
dengan demikian akan disingkirkannya, apabila perlu dengan tindakan kekerasan.
Berdasarkan nilai-nilai demikian, seorang pemimpin otoriter akan menunjukkan
berbagai sikap yang menonjolkan keakuannya antara lain dalam bentuk:

a. Kecenderungan melakukan para bawahan sama dengan alat-alat dalam


organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan
martabat mereka.

b. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas


tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas dengan kepentingan dan kebutuhan para
bawahan.

c. Pengabaian peranan bawahan dalam proses pengambilan keputusan,


dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah
mengambil keputusan tertentu dan para bawahan tertentu itu diharapkan dan
bahkan dituntut untuk melaksanakannya saja.

8
Sikap pemimpin demikian akan menampakkan juga pada prilaku
pemimpin yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan pihak lain, terutama
dengan para bawahannya dalam organisasi. Yang menjadi masalah dalam hal
kepemimpinan otokratik ialah keberhasilan mencapai tujuan dan berbagai sasaran-
sasaran itu semata-mata karena takutnya bawahan terhadap pemimpinnya dan
bukan berdasarkan keyakinan bahwa tujuan yang telah ditentukan itu wajar dan
layak untuk dicapai dan disiplin kerja yang terwujud pun hanya karena bawahan
selalu dibayang–bayangi ancaman seperti pengenaan tindakan disiplin yang keras,
penurunan pangkat, dan bahkan tanpa kesempatan membela diri.

2. Tipologi yang Paternalistik


Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat dilingkungan
masyarakat yang masih bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat pedesaan.
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam
kehidupan organisasional dapat dikatakan diwarnai oleh harapan para pengikutnya
kepadanya. Harapan itu pada umumnya berwujud keinginan agar pemimpin
mereka mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan yang layak
dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk. Para bawahan
biasanya mengharapkan seorang pemimpin yang paternalistik mempunyai sifat-
sifat tidak mementingkan dirinya sendiri, melainkan memberikan perhatian
terhadap kepentingan kesejahteraan bawahannya. Akan tetapi sebaliknya,
pemimpin yang paternalistik mengharapkan bahwa kehadiran atau keberadaannya
dalam organisasi tidak lagi dipertanyakan oleh orang lain.
Dengan perkataan lain, legitimasi kepemimpinannya dipandang sebagai
hal yang wajar dan normal, dengan implikasi organisasionalnya seperti
kewenangan memerintah dan mengambil keputusan tanpa harus berkonsultasi
dengan para bawahannya. Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut,
biasanya seorang pemimpin yang paternalistik kepentingan bersama dan
perlakuan yang seragam terlihat menonjol juga. Artinya pemimpin yang
bersangkutan berusaha untuk memperlakukan semua orang dan semua satuan
kerja yang terdapat didalam organisasi seadil dan serata mungkin. Dalam

9
organisasi demikian tidak terdapat penonjolan orang atau kelompok tertentu,
kecuali sang pemimpin dengan dominasi keberadaanya.

3. Tipe yang Kharismatik


Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh
banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan
secara konkrit mengapa orang tertentu tidak dikagumi. Sesungguhnya sangat
menarik untuk memperhatikan bahwa para pengikut seorang pemimpin yang
kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap dan prilaku dan
gaya yang digunakan pemimpin yang diikutinya itu. Penampilan fisik ternyata
bukan ukuran yang berlaku umum karena ada pemimpin yang dipandang sebagai
pemimpin yang kharismatik yang kalau dilihat dari penampilan fisiknya saja
sebenarnya tidak atau kurang mempunyai daya tarik. Usia pun tidak selalu dapat
dijasikan ukuran. Sejarah telah membuktikan bahwa seorang yang berusia relatif
muda pun mendapat julukan sebagai pemimpin yang kharismatik. Jumlah harta
yang dimiliki pun nampaknya tidak bisa digunakan sebagai ukuran. Hanya saja
jumlah pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang kharismatik tidak besar
dan mungkin jumlah yang sedikit ini juga yang menyebabkan, sehingga tidak
cukup data empirik yang dapat digunakan untuk menganalisis secara ilmiah
karakteristik pemimpin yang sedemikian dengan rinci.

4. Tipe yang Laissez Faire


Dapat dikatakan bahwa persepsi seorang pemimpin yang laissez faire
tentang peranannya sebagai seorang pemimpin berkisar pada pandangannya
bahwa pada umumnya organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa
yang mengetahui apa-apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa
yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota
dan seorang pemimpin tidak terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan
organisasional. Dengan sikap yang persuasif, prilaku seorang pemimpin yang
laissez faire cenderung mengarah kepada tindak-tanduk yang memperlakukan
bawahan sebagai rekan kerja, hanya saja kehadirannya sebagai pemimpin

10
diperlukan sebagai akibat dari adanya struktur hirarki organisasi. Dengan telah
mencoba mengidentifikasi karakteristik utama seorang pemimpin yang laissez
faire ditinjau dari kriteria persepsi, nilai dan prilaku diatas, mudah menduga
bahwa gaya kepemimpinan yang digunakannya adalah sedemikian rupa sehingga:

a. Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif.

b. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pemimpin yang


lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang ternyata menuntut keterlibatannya secara langsung.

c. Status quo organisasional tidak terganggu.

d. Pertumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan bertindak


yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang
bersangkutan sendiri.

e. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan prilaku dan


prestasi kerja yang memadai intervensi pimpinan dalam perjalanan
organisasi berada pada tingkat yang minimum.

5. Tipe yang Demokratik

Tipe pemimpin yang paling ideal dan paling didambakan adalah pemimpin
yang demokratik. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya
selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi
sehingga bergerak sebagai suatu totalitas. Seorang pemimpin yang demokratik
menyadari benar bahwa akan timbul kecenderungan dikalangan para pejabat
pemimpin yang paling rendah dan dikalangan para anggota organisasi untuk
melihat peranan suatu kerja dimana mereka berada sebagai peranan yang paling
penting, paling strategis dan paling menentukan keberhasilan organisasi mencapai
berbagai sasaran organisasional, prilaku mendorong para bawahan menumbuhkan
dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya

11
Dengan sungguh-sungguh ia mendengarkan pendapat, saran dan bahkan
kritik dari orang lain, terutama bawahannya. Bahkan seorang pemimpin yang
demokratik tidak akan takut membiarkan para bawahannya berkarya meskipun
ada kemungkinan prakarsa itu akan berakibat kesalahan. Jika terjadi kesalahan,
pemimpin yang demokratik berada disamping bawahan yang berbuat kesalahan
itu, bukan untuk menindak atau menghukumnya, melainkan meluruskannya
sedemikian rupa sehingga bawahan tersebut belajar dari kesalahannya itu dan
dengan demikian menjadi anggota organisasi yang lebih bertanggung jawab.
Karakteristik penting seorang pemimpin yang demokratik yang sangat positif
ialah dengan cepat menunjukkan penghargaannya kepada para bawahan yang
berprestasi tinggi

2.3. Teori Kepemimpinan

Teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seri prilaku


pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar
belakang historis, sebab musabab timbulnya kepemimpinan, persyaratan menjadi
pemimpin, sifat-sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya, serta etika
profesi kepemimpinan. 7 Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk
memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan
dengan mengemukakan berbagai segi, antara lain:

a. Latar Belakang Sejarah Pemimpin dan Kepemimpinan


Kepemimpinan muncul bersama-sama dengan adanya peradaban
manusia yaitu sejak zaman nenek moyang manusia berkumpul
bersama, lalu bekerja bersama-sama untuk mempertahankan eksistensi
hidupnya menentang kebuasan binatang dan alam sekitarnya. Sejak
itulah terjadi kerjasama antar manusia dan ada unsur kepemimpinan.
b. Sebab Munculnya Pemimpin
Dua teori yang menonjol dalam menjelaskan kemunculan pemimpin
yaitu:

1. Teori Genetis menyatakan sebagai berikut:

12
o Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh
bakat-bakat lama yang luar biasa sejak lahirnya.
o Dia ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin dalam situasi dan
kondisi yang bagaimanapun juga, termasuk yang khusus.
o Secara filosofi, teori tersebut menganut pandangan deterministis.

2. Teori Sosial menyatakan sebagai berikut:

o Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk, tidak


terlahir begitu saja.
o Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan
dan pendidikan, serta didorong oleh kemauan sendiri.

o Teori Ekologis atau Sintesis (muncul sebagai reaksi dari kedua


teori tersebut lebih dahulu), menyatakan bahwa seorang akan
sukses menjadi kepemimpinan dan bakat-bakat ini sempat
dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan juga
sesuai dengan tuntutan lingkungan ekologisnya
c. Syarat-Syarat Pemimpin
Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan itu harus selalu
dikaitkan dengan tiga hal penting, yaitu:
a. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang
memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan
menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.

b. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga


orang mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh
pada pemimpin dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan
tertentu.

c. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan


kecakapan atau ketrampilan teknis maupun sosial, yang dianggap
melebihi dari kemampuan anggota biasa.

13
2.4. Fungsi-Fungsi Kepemimpinan

Fungsi-fungsi kepemimpinan secara singkat adalah sebagai berikut:

1. Pemimpin sebagai Penentu Arah


Telah umum diketahui bahwa setiap organisasi diciptakan atau dibentuk sebagai
wahana untuk mencapai suatu tujuan tertentu, baik yang sifatnya jangka panjang,
jangka sedang, maupun jangka pendek yang tidak mungkin tercapai apabila
diusahakan dan dicapai oleh para anggotanya yang bertindak sendiri-sendiri.
Dengan kata lain, arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuannya
harus sedemikian rupa sehingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana
dan prasarana yang tersedia. Arah yang dimaksud tertuang dalam strategi dan
taktik yang disusun dan dijalankan oleh organisasi yang bersangkutan. Tergantung
pada jenjang hirarki jabatan pemimpin yang diduduki oleh seorang dalam suatu
organisasi. Keputusan yang diambil dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Keputusan strategik

b. Keputusan yang bersifat taktik

c. Keputusan yang bersifat teknis

d. Keputusan oprasional

2. Pemimpin sebagaiWakil dan Juru Bicara Organisasi


Tidak ada yang mempersoalkan kebenaran pendapat yang mengatakan bahwa
dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya, tidak ada organisasi
yang bergerak dalam suasana terisolasi. Artinya, tidak ada organisasi yang akan
mampu mencapai tujuannya tanpa memelihara hubungan yang baik dengan
berbagai pihak diluar organisasi yang bersangkutan sendiri. Prinsip yang sama
berlaku bagi suatu instansi pemerintah dalam suatu negara. Dengan bertitik tolak
dari kenyataan bahwa suatu instansi pemerintah mempunyai wewenang
melaksanakan tugas-tugas pengaturan dan berkewajiban memberikan pelayanan
kepada masyarakat, tidak ada satupun instansi pemerintah yang dapat
menjalankan wewenangnya dengan baik dan memberikan pelayanan yang

14
menjadi tanggung jawabnya dengan memuaskan tanpa memelihara hubungan
yang baik dengan berbagai pihak dalam dan luar pemerintah yang bersangkutan.
Kebijakan dan kegiatan organisasi perlu dijelaskan kepada berbagai pihak
tersebut, dengan maksud agar berbagai pihak tersebut mempunyai pengertian
yang tepat tentang kehidupan organisasional yang bersangkutan.
Univer

3. Pimpinan sebagai Komunikator yang Efektif


Pemeliharaan hubungan baik keluar maupun kedalam dilakukan melalui proses
komunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Berbagai kategori keputusan
yang telah diambil disampaikan kepada para pelaksana melalui jalur komunikasi
yang terdapat dalam organisasi. Bahkan sesungguhnya interaksi yang terjadi
antara atasan dengan bawahan, antara sesama pejabat pimpinan dan antara sesama
petugas pelaksana kegiatan operasioanal dimungkinkan terjadi dengan serasi
berkat terjadinya komunikasi yang efektif. Tidak dapat disangkal bahwa salah
satu fungsi pimpinan yang bersifat hakiki adalah berkomunikasi secara efektif.
Demikian pentingnya komunikasi yang efektif itu dalam usaha peningkatan
kemampuan memimpin seseorang sehingga dapat dikatakan bahwa penguasaan
teknik-teknik komunikasi dengan baik merupakan condition sine qua non bagi
setiap pejabat pemimpin.

2.5. Gaya Kepemimpinan


Istilah gaya kepemimpinan secara kasar adalah sama dengan cara yang

dipergunakan pemimpin didalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya

kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan oleh sesorang pada saat

orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang seperti ia lihat.

Adapun gaya kepemimpinan yang dikenal antara lain:

1. Gaya Kepemimpinan Kontinum

Ada dua bidang yang berpengaruh yang ekstrem. Pertama, bidang

15
pengaruh pimpinan dan kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan.

Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannya kalau

pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan.

2. Gaya Kepemimpinan Grid

Dalam pendekatan ini, manager berhubungan dengan dua hal, yakni

produksi di satu pihak dan orang-orang dipahak lain. Managerial Grid

ditekankan bagaimana pemimpin memikirkan mengenai produksi dan hubungan


kerja dengan manusianya. Dalam hal ini ia harus mengetahui

kualitas atau kebijakan-kebijakan yang diambil, memahami proses dan

prosedur, melalui penelitian dan kreativitas, memahami kualitas pelayanan

staffnya, melakukan efisiensi dalam bekerja.

16
BAB III PENUTUP

3.1. Kepemimpinan BJ Habibie sebagai Presiden RI ke-3

Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie dianggap sebagai sosok

presiden yang mengantar Indonesia memasuki era demokrasi setelah 32 tahun

berada dalam otoritarianisme rezim Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.

Langkah-langkah Habibie saat mengawali masa kepresidenannya meninggalkan

banyak legasi yang dianggap membuka jalan bagi tumbuhnya demokrasi di

Indonesia.

Gambaran sosok presiden yang mengubah lanskap pemerintahan dari era

otoritarianisme menuju demokrasi terbaca dalam buku otobiografi Habibie, Detik-

detik yang Menentukan. Habibie mengatakan, sesaat setelah diambil sumpah

jabatan sebagai Presiden RI, dirinya sudah harus memikirkan bagaimana

pemerintahannya bakal berjalan di tengah tuntutan demonstrasi mahasiswa yang

baru saja menumbangkan Presiden Soeharto.

Habibie menulis, ”Setelah upacara pengambilan sumpah selesai, saya segera

kembali ke kediaman di Kuningan untuk melanjutkan pemantauan perkembangan

gerakan demo yang terus meningkat dan menyusun pesan Presiden Republik

Indonesia yang akan saya sampaikan di TVRI pada malam hari.”

Isi pidato Habibie yang disiarkan TVRI tersebut dengan gambang menyebut

bahwa dirinya akan menyusun kabinet yang tugas utamanya adalah menyiapkan

proses reformasi. Di bidang politik antara lain memperbarui berbagai perundang-

17
undangan dalam rangka lebih meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik yang

bernuansa pemilu.

Di bidang hukum, meninjau kembali Undang-Undang Subversi. Di bidang

ekonomi, mempercepat penyelesaian undang-undang yang menghilangkan

praktik-praktik monopoli dan persaingan tidak sehat.

3.2Gaya Kepemimpinan BJ Habibie Ketika Menjadi Presiden RI ke-3

Sebenarnya gaya kepemimpinan Presiden Habibie adalah gaya


kepemimpinan Dedikatif-Fasilitatif, merupakan sendi dan Kepemimpinan
Demokratik. Pada masa pemerintahan B.J Habibie ini, kebebasan pers dibuka
lebar-lebar sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih besar. Pada saat itu pula
peraturan-peraturan perundang-undangan banyak dibuat. Pertumbuhan ekonomi
cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya Habiebi sangat terbuka dalam
berbicara tetapi tidak pandai dalam mendengar, akrab dalam bergaul, tetapi tidak
jarang eksplosif. Sangat detailis, suka uji coba tapi tetapi kurang tekun dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam penyelengaraan Negara Habibie pada
dasarnya seorang liberal karena kehidupan dan pendidikan yang lama di dunia
barat.

Gaya komunikasinya penuh spontanitas, meletup-letup, cepat bereaksi, tanpa mau


memikirkan risikonya. Tatkala Habibie dalam situasi penuh emosional, ia
cenderung bertindak atau mengambil keputusan secara cepat. Seolah ia
kehilangan kesabaran untuk menurunkan amarahnya. Bertindak cepat, rupanya,
salah satu solusi untuk menurunkan tensinya. Karakteristik ini diilustrasikan
dengan kisah lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Habibie digambarkan sebagai
pribadi yang terbuka, namun terkesan mau menang sendiri dalam berwacana dan
alergi terhadap kritik

3.3.Kesimpulan

Gaya kepemimpinan BJ Habibie mengandung unsur-unsur kepemimpinan


bisnis modern: di situlah ia dibesarkan. Namun jelas terlihat juga unsur-unsur
kepemimpinan terkenal Indonesia. Tidak salah lagi, dengan segala kekuasaannya
dalam dunia bisnis internasional modern, ia tetap putera bangsa dan negaranya.
Perpaduan antara ke-Islamannya, nasionalismenya, kejawaannya,
kesulawesiannya, ilmu dan teknologi serta internasionalnya, dan lugasan
bisnisnya, menjadikan BJ Habibie sebagai bagian dari Indonesia modern.

18
Adapun kebijakan yang dilakukan B.J. Habibie pada masa pemerintahannya
adalah:
· Sistem Pers : Pers diberi kebebasan untuk mengkritik dan mengungkap fakta yang
sebenarnya dimana selama Orba dilarang dan mencabut SIUPP
· Dwi Fungsi ABRI : Mempersempit dan membatasi peranan dengan adanya Dwi
fungsi ABRI dalam pemerintahan dengan membagi Abri menjadi kepolisian dan
TNI, serta mengurangi jumlah anggota ABRi dalam Legislatif
· Pemilu :Memangkas aturan yang menekan kebebesan dan keterbukaan
berdemokrasi kepada rakyat dan parpol dengan mencabut 5 paket UU Politik
Orba
· Perekonomian : memusatkan perhatian pada peningkatan kualitas, produktivitas,
dan daya saing ekonomi rakyat, dengan memberi peran perusahaan kecil,
menengah, dan koperasi, karena terbukti memiliki ketahananekonomi dalam
menghadapi krisis dan memprioritaskan pada pemerataan pertumbuhan ekonomi

19
Daftar Pustaka
Nasiha, Sholehatun, 2010. Strategi Komunikasi Pemasaran Terpadu
(Integrated Marketing Communications) Dalam Mengokohkan Brand
Dagadu Djokdja. Yogyakarta.
hristopher H Lovelock dan Lauren K. Wright, 2007, Manajemen Pemasaran
Jasa, Alih bahasa Agus Widyantoro, Cetakan Kedua, Jakarta; PT. INDEKS
Prof.DR.Sondang P.Siagian MPA, Teori dan Praktek Kepemimpinan,
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1998, hal.27-45
Dr.Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: PT.Grafindo
Persada, 2005, hal.31.

20

Anda mungkin juga menyukai