Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

BJ Habibie adalah sosok yang sangat diidolakan oleh masyarakat. Sebagai orang yang jenius yang
mampu membuat kapal terbang dan terpakai kepandaiannya di negara modern seperti Jerman. BJ
Habibie memulai kariernya ditanah air sebagai Penasehat Pemerintah Indonesia pada bidang teknologi
tinggi dan teknologi pesawat. Dan pada tahun 1978 BJ Habibie diangkat menjadi Menteri Negara Riset
dan Teknologi. Beliau memegang jabatan ini selama lima kali berturut-turut dalam kabinet
pembangunan hingga tahun 1998. Dan selama menjadi menristek ia juga merangkap memegang 47
posisi penting lainnya seperti, Presiden Direktur PT PAL Surabaya, Presiden Direktur Pindad, Ketua
Otorita Pembangunan Kawasan Batam, Kepala Direktur Industri Strategis (BPIS). Sebelum masyarakat
Indonesia menggelar pemilihan umum tahun 1997, sebenarnya BJ Habibie pernah menyampaikan
niatnya kepada keluarga dan kerabat dekat secara terbatas bahwa ia merencanakan berhenti dari
jabatan selaku menteri setelah Kabinet Pembangunan Enam berakhir. Akan tetapi pada tanggal 11
Maret 1998, MPR justru memilih dan mengangkat BJ Habibie sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia
ketujuh. I Pada saat itu Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi merata dikawasan Asia Tenggara. Krisis
moneter yang terjadi membuat situasi semakin tidak terkontrol dan berkembang menjadi krisis
multidimensional berkepanjangan diberbagai bidang. Globalisasi dan pengaruh teknologi pada
umumnya dan khususnya teknologi informasi dan teknologi pemberitaan terus berkembang. Dunia
menjadi lebih transparan. Rakyat Indonesia menanggapinya dengan menuntut kebebasan, transparansi,
keadilan. demokrasi, dilandaskan pada nilai-nilai hak asasi manusia, tanggung jawab asasi, serta
keamanan umat manusia dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kecemasan masyarakat akhirnya
terefleksikan dalam aksi-aksi unjuk rasa,terutama dimotori kalangan mahasiswa. Pada mulanya, belum
terdengar tuntutan agar Presiden mengundurkan diri. Namun selanjutnya, semakin tampak dukungan
rakyat kepada pemerintah mulai surut. Akhirnya, unjuk rasa bukan lagi menuntut perubahan politik dan
ekonomi, melainkan menuntut perubahan kepemimpinan nasional. Sejak itu dari hari kehari, tuntutan
agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin kencang.Harmoko, yang berbicara atas nama
Pimpinan DPR/MPR, menyampaikan sejumlah tuntutan reformasi yang semakin deras. Tuntutan
reformasi itu pada intinya dapat disimpulkan menjadi tiga hal. Pertama, perlunya melaksanakan
reformasi total. Kedua, menyampaikan keinginan rakyat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Ketiga, mendesak dilaksanakannya Sidang Istimewa MPR. Pernyataan Presiden Soeharto menanggapi
pernyataan Pimpinan DPR/MPR, bahwa jika rakyat memang menginginkan dia diganti, ia
mempersilakan, asal dilakukan secara konstitusional.

Bila kita lihat kembali, apabila seorang presiden berhenti dari jabatannya yang akan dilakukan secara
konstitusional, maka wakil presiden lah yang akan menggantikannya. Ini diatur dalam Undang-Undang
Dusar 1945, pasal 8, yang isi lengkapnya adalah jika Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya.
Dan pada tanggal 21 Mei 1998 secara konstitusional, menurut UUD 45. pasal 8, BJ Habibie sah diangkat
menjadi presiden menggantikan Soeharto Habibie diambil sumpah kewajibannya sebagai Presiden.
Selama BJ Habibie menjabat menjadi Presiden, sebenarnya banyak ide yang dilahirkan, selain
melanjutkan kebijakan mantan Presiden Soeharto pendahulunya. Salah satunya seperti yang dikatakan
oleh Dody Rudianto, sebenarnya Habibie telah berhasil meletakkan dasar-dasar bangun arsitektural
ekonomi yang menjadi landasan perbaikan ekonomi menuju kesejahteraan sosial, yaitu sistem ekonomi
pasar sosial yang diwacanakan pada waktu itu. Namun sangat disayangkan waktunya keburu habis.

Gagasannya terbengkalai, tidak dilanjutkan oleh presiden penggantinya. Malam sebelum BJ Habibie
diangkat menjadi Presiden, ia juga membuat beberapa point penting mengenai langkah-langkah awal,
dasar ataupun prinsip, sikap dan kebijakan yang akan diambil, antara lain:

1. Saya harus banyak mendengar dan tidak boleh terbuka menceritakan kepada siapa saja apa yang akan
direncanakan dan dilakukan. Termasuk kepada istri, anak, adik, keluarga, kawan dekat dan sebagainya
saya harus tertutup. Ini adalah keputusan yang harus diambil dan paling berat untuk dilaksanakan
karena bertentangan dengan prilaku, karakter dan sifat saya yang sangat bebas, terbuka dan transparan.

2. Saya mewarisi bentuk institusi kepresidenan yang sangat berkuasa dalam lingkungan dan budaya
feodal. Hal ini harus segera saya akhiri, tanpa memberi kesan yang dapat disimpulkan sebagai
"penguasa" yang lemah dan takut;

3. Tahanan politik harus segera dilepaskan dan tidak boleh lagi terjadi bahwa orang yang bertentangan
dengan pendapat atau rencana Presiden, harus dimasukkan ke dalam penjara, kecuali mereka yang
terbukti telah melaksanakan tindakan criminal;

4.Kebebasan berbicara, kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, dan kebebasan unjuk rasa
harus segera dilaksanakan;

5.Saya menyadari dan dapat mengerti, jikalau yang pernah dirugikan dalam masa Orde Baru menilai
negatif, bahkan bersikap anti kepada saya karena kedudukan dan kedekatan saya dengan kekuasaan
selama hampir 25 tahun lamanya, serta menganggap saya ikut bertanggung jawab atas terjadinya
multikrisis yang dihadapi. Oleh karena itu, sikap saya dalam menghadapi semua persoalan harus arif dan
toleran demi persatuan dan kesatuan dua ratus juta lebih penduduk Indonesia.

6.DPR dan MPR harus diberi legitimasi yang kuat berdasarkan pemilu yang demokratis. Dan kesempatan
terbuka untuk mendirikan partai politik apa saja, diperbolehkan asal tidak melanggar UUD 45 dan
Ketetapan MPR. Untuk itu saya harus berkonsultasi dengan MPR.

7.Sidang Istimewa MPR harus segera diselenggarakan dalam waktu sesingkat- singkatnya untuk
memberi dasar hukum bagi reformasi dan pemilu yang dibutuhkan. Hanya dengan demikian, suatu
revolusi dan khaos, yang bisa memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat dicegah.

BJ Habibie adalah seorang insinyur konstruksi pesawat terbang dan doktor teknologi tinggi. Pikiran
tenaga dan waktunya, seharusnya bisa tercurah penuh di bidang teknologi. Akan tetapi pada
perjalanannya BJ Habibie harus membaginya pada bidang yang benar-benar baru baginya, yaitu dunia
politik. BJ Habibie yang brilian dibidang teknologi, "diseret" untuk belajar politik mulai dari Nol, seperti
layaknya anak TK yang baru masuk sekolah. Ini terjadi ketika BJ Habibie diangkat menjadi wakil presiden
pada tahun 1997 dan menggantikan Presiden Soeharto karena mengundurkan diri pada 21 Mei 1998.
Kepemimpinan BJ Habibie ketika menjabat menjadi presiden berada pada masa transisi, masa reformasi.
Dimana masyarakat meminta begitu banyak kebebasan Mencermati pada hal-hal diatas, maka penulis
merasa tertarik meneliti tentang "Gaya Kepemimpinan BJ Habibie sebagai Presiden Tahun 1998-1999,"

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang diangkat sebagai isu pokok permasalahan cenderung berada dalam ruang lingkup yang
luas dan mendalam. Dari Latar belakang diatas, maka penulis mencoba membuat suatu perumusan
masalah sebagai berikut:

1.Bagaimanakah kepemimpinan BJ Habibie sebagai Presiden RI ke-3?

2.Bagaimanakah Gaya Kepemimpinan BJ Habibie ketika menjadi Presiden RI ke- 32

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1.Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan BJ Habibie sebagai Presiden RI Ke-3.

2.Untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan BJ Habibie ketika menjadi Presiden RI ke-3.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Teori-Teori Kepemimpinan

Untuk mengetahui dan memahami teori-teori kepemimpinan, dapat dilihat dari beberapa literatur yang
pada umumnya membahas yang sarna. Dari literatur itu diketahui ada teori yang menyatakan bahwa
pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Ada juga yang menyatakan bahwa pemimpin itu terjadi karena
adanya kelompok orang-orang, dan ia melakukan pertukaran dengan yang dipimpin. Dan teori yang
paling mutakhir melihat kepemimpinan lewat prilaku organisasi. Orientasi prilaku ini mencoba
mengetengahkan pendekatan yang bersifat "social learning" pada kepemimpinan. Teori ini menekankan
bahwa terdapat faktor penentu yang timbal balik dalam kepemimpinan ini. Faktor penentu ini ialah
pemimpin sendiri (termasuk didalamnya kognisinya). Situasi lingkungan (termasuk pengikut pengikutnya
dan variabel-variabel makro) dan prilakunya sendiri. Tiga faktor penentu ini merupakan dasar dari teori
kepemimpinan yang diajukan oleh ilmu prilaku organisasi. Berikut ini akan diuraikan beberapa teori yang
tidak asing bagi literatur-literatur kepemimpinan pada umumnya antara lain:

1. Teori Sifat (Trait Theory)

Teori sifat barangkali dapat memberikan arti lebih realistik terhadap pendekatan sifat dari pemimpin,
setelah mendapat pengaruh dari aliran prilaku pemikir psikologi, yaitu suatu kenyataan yang dapat
diterima bahwa sifat-sifat kepimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi juga dapat dicapai lewat
suatu pendidikan dan pengalaman. Dengan demikian maka perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan
kepada sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin, tidak lagi menekankan apakah pemimpin itu
dilahirkan atau dibuat.

Keith Devis merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai pengaruh terhadap
keberhasilan kepemimpinan organisasi antara lain:

a. Kecerdasan. Hasil penelitian pada umunya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat
kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian pemimpin tidak bisa
melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.

b.Kedewasaan dan keluasaan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai
emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas sosial.

c.Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi
yang kuat untuk berprestasi.d.Sikap sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil
mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.4
2. Teori Kelompok

Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, maka harus
terdapat suatu pertukaran yang positif diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Kepemimpinan
yang ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya ini,
melibatkan juga konsep-konsep sosiologi tentang keinginan-keinginan mengembangkan peranan. Para
pemimpin yang memperhitungkan pengaruh yang positif terhadap sikap, kepuasan dan pelaksanaan
kerja

3. Model Kepemimpinan Kontijensi dari Fiedler

Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan itu
diterangkan oleh Fielder dalam hubungannya. dengan dimensi dimensi empiris sebagai berikut:

a. Hubungan pemimpin-anggota. Hal ini merupakan variabel yang paling penting didalam menentukan
situasi yang menyenangkan tersebut.

b. Derajat dan struktur tugas. Dimensi ini merupakan masukan yang sangat penting, dalam menentukan
situasi yang menyenangkan.

c.Politisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini merupakan dimensi yang
sangat penting ketika di dalam situasi yang sangat menyenangkan.

4. Teori Jalan Kecil-Tujuan (Path-Goal Theory)

Secara umum berusaha untuk menjelaskan pengaruh prilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasaan
dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya. Adapun teori jalan kecil tujuan, memasukkan empat tipe atau
gaya utama kepemimpinan sebagai berikut:

a. Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis. Bawahan tahu
senantiasa apa yang diharapkan dirinya dengan pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin.
Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.
b. Kepemimpinan yang mendukung. Tipe kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk
menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni
terhadap bawahan.

e. Kepemimpinan yang partisipatif. Gaya kepemimpinan ini berusaha meminta dan mempergunakan
sarana-sarana dari bawahannya untuk berprestasi.

2.2. Tipologi Kepemimpinan

Sebagai titik tolak dalam pembahasan tipologi kepemimpinan yang secara luas dikenal bahwa dewasa
ini, kiranya relevan untuk menekankan bahwa gaya kepemimpinan yang menduduki jabatan pimpinan
mempunyai kapasitas untuk mengetahui situasi yang dihadapinya secara tepat dan menyesuaikan gaya

kepemimpinannya agar sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapinya. Meskipun belum terdapat
kesepakatan bulat tentang tipologi kepemimpinan yang secara luas dikenal dewasa ini, lima tipe
kepemimpinan yang diakui keberadaannya ialah:

1. Tipologi yang Otokratik

Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois.
Egoismenya yang sangat besar akan mendorongnya memutar-balikkan kenyataan yang sebenar-
benarnya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikan sebagai kenyataan.
Dengan egoisme yang sangat besar demikian, seorang pemimpin yang otokratik melihat peranannya
sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasional seperti kekuasaan yang tidak perlu
dibagi dengan orang lain dalam organisasi, ketergantungan total para anggota organisasi megenai nasib
masing-masing dan lain sebagainya. Berangkat dari persepsi yang demikian, seorang pemimpin yang
otokratik cenderung menganut nilai organisasi yang berkisar pada pembenaran segala cara. yang
ditempuh untuk pencapaian tujuannya. Sesuatu tindakan akan dinilainya benar apabila tindakan itu
mempermudah tercapainya tujuan dan semua tindakan yang menjadi penghalang akan dipandangnya
sebagai sesuatu yang tidak baik dan dengan demikian akan disingkirkannya, apabila perlu dengan
tindakan kekerasan. Berdasarkan nilai-nilai demikian, seorang pemimpin otoriter akan menunjukkan
berbagai sikap yang menonjolkan keakuannya antara lain dalam bentuk:

a. Kecenderungan melakukan para bawahan sama dengan alat-alat dalam. organisasi, seperti mesin, dan
dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka.

b. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan pelaksanaan
tugas dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan.
c. Pengabaian peranan bawahan dalam proses pengambilan keputusan, dengan cara memberitahukan
kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahan
tertentu itu diharapkan dan bahkan dituntut untuk melaksanakannya saja.

Sikap pemimpin demikian akan menampakkan juga pada prilaku pemimpin yang bersangkutan dalam
berinteraksi dengan pihak lain, terutama dengan para bawahannya dalam organisasi. Yang menjadi
masalah dalam hal kepemimpinan otokratik ialah keberhasilan mencapai tujuan dan berbagai sasaran-
sasaran itu semata-mata karena takutnya bawahan terhadap pemimpinnya dan bukan berdasarkan
keyakinan bahwa tujuan yang telah ditentukan itu wajar dan layak untuk dicapai dan disiplin kerja yang
terwujud pun hanya karena bawahan selalu dibayang-bayangi ancaman seperti pengenaan tindakan
disiplin yang keras, penurunan pangkat, dan bahkan tanpa kesempatan membela diri.

2. Tipologi yang Paternalistik

Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat dilingkungan masyarakat yang masih bersifat
tradisional, umumnya dimasyarakat pedesaan. Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang
peranannya dalam kehidupan organisasional dapat dikatakan diwarnai oleh harapan para pengikutnya
kepadanya. Harapan itu pada umumnya berwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu berperan
sebagai bapak yang bersifat melindungi dan yang layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk
memperoleh petunjuk. Para bawahan biasanya mengharapkan seorang pemimpin yang paternalistik
mempunyai sifat- sifat tidak mementingkan dirinya sendiri, melainkan memberikan perhatian terhadap
kepentingan kesejahteraan bawahannya. Akan tetapi sebaliknya, pemimpin yang paternalistik
mengharapkan bahwa kehadiran atau keberadaannya dalam organisasi tidak lagi dipertanyakan oleh
orang lain.

Dengan perkataan lain, legitimasi kepemimpinannya dipandang sebagai hal yang wajar dan normal,
dengan implikasi organisasionalnya seperti kewenangan memerintah dan mengambil keputusan tanpa
harus berkonsultasi dengan para bawahannya. Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut,
biasanya seorang pemimpin yang paternalistik kepentingan bersama dan. perlakuan yang seragam
terlihat menonjol juga. Artinya pemimpin yang bersangkutan berusaha untuk memperlakukan semua
orang dan semua satuan kerja yang terdapat didalam organisasi seadil dan serata mungkin. Dalam
organisasi demikian tidak terdapat penonjolan orang atau kelompok tertentu. kecuali sang pemimpin
dengan dominasi keberadaanya.

3. Tipe yang Kharismatik

Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun
para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkrit mengapa orang tertentu tidak
dikagumi. Sesungguhnya sangat menarik untuk memperhatikan bahwa para pengikut seorang pemimpin
yang kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap dan prilaku dan gaya yang
digunakan pemimpin yang diikutinya itu. Penampilan fisik ternyata bukan ukuran yang berlaku umum
karena ada pemimpin yang dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik yang kalau dilihat dari
penampilan fisiknya saja sebenarnya tidak atau kurang mempunyai daya tarik. Usia pun tidak selalu
dapat dijasikan ukuran. Sejarah telah membuktikan bahwa seorang yang berusia relatif muda pun
mendapat julukan sebagai pemimpin yang kharismatik. Jumlah harta yang dimiliki pun nampaknya tidak
bisa digunakan sebagai ukuran. Hanya saja jumlah pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang
kharismatik tidak besar dan mungkin jumlah yang sedikit ini juga yang menyebabkan, sehingga tidak
cukup data empirik yang dapat digunakan untuk menganalisis secara ilmiah karakteristik pemimpin yang
sedemikian dengan rinci.

4. Tipe yang Laissez Faire

Dapat dikatakan bahwa persepsi seorang pemimpin yang laissez faire tentang peranannya sebagai
seorang pemimpin berkisar pada pandangannya bahwa pada umumnya organisasi terdiri dari orang-
orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa-apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran
apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan seorang
pemimpin tidak terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasional. Dengan sikap yang
persuasif, prilaku seorang pemimpin yang laissez faire cenderung mengarah kepada tindak-tanduk yang
memperlakukan bawahan sebagai rekan kerja, hanya saja kehadirannya sebagai pemimpin diperlukan
sebagai akibat dari adanya struktur hirarki organisasi. Dengan telah. mencoba mengidentifikasi
karakteristik utama seorang pemimpin yang laissez faire ditinjau dari kriteria persepsi, nilai dan prilaku
diatas, mudah menduga. bahwa gaya kepemimpinan yang digunakannya adalah sedemikian rupa
sehingga:

a. Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif.

b. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pemimpin yang lebih rendah dan kepada
para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ternyata menuntut keterlibatannya secara
langsung.

c. Status quo organisasional tidak terganggu.

d. Pertumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan bertindak yang inovatif dan kreatif
diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri.

e. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan prilaku dan prestasi kerja yang memadai
intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimum.

5. Tipe yang Demokratik

Tipe pemimpin yang paling ideal dan paling didambakan adalah pemimpin yang demokratik. Pemimpin
yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai
unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu totalitas. Seorang pemimpin yang
demokratik menyadari benar bahwa akan timbul kecenderungan dikalangan para pejabat pemimpin
yang paling rendah dan dikalangan para anggota organisasi untuk melihat peranan suatu kerja dimana
mereka berada sebagai peranan yang paling penting, paling strategis dan paling menentukan
keberhasilan organisasi mencapai berbagai sasaran organisasional, prilaku mendorong para bawahan
menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya.

Dengan sungguh-sungguh ia mendengarkan pendapat, saran dan bahkan kritik dari orang lain, terutama
bawahannya. Bahkan seorang pemimpin yang demokratik tidak akan takut membiarkan para
bawahannya berkarya meskipun. ada kemungkinan prakarsa itu akan berakibat kesalahan. Jika terjadi
kesalahan, pemimpin yang demokratik berada disamping bawahan yang berbuat kesalahan. itu, bukan
untuk menindak atau menghukumnya, melainkan meluruskannya sedemikian rupa sehingga bawahan
tersebut belajar dari kesalahannya itu dan dengan demikian menjadi anggota organisasi yang lebih
bertanggung jawab. Karakteristik penting seorang pemimpin yang demokratik yang sangat positif ialah
dengan cepat menunjukkan penghargaannya kepada para bawahan yang berprestasi tinggi

2.3. Teori Kepemimpinan

Teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seri prilaku pemimpin dan konsep-konsep
kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab musabab timbulnya
kepemimpinan, persyaratan menjadi pemimpin, sifat-sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya,
serta etika profesi kepemimpinan. 7 Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan
penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan berbagai
segi, antara lain:

. Latar Belakang Sejarah Pemimpin dan Kepemimpinan

a Kepemimpinan muncul bersama-sama dengan adanya peradaban. manusia yaitu sejak zaman nenek
moyang manusia berkumpul bersama, lalu bekerja bersama-sama untuk mempertahankan eksistensi
hidupnya menentang kebuasan binatang dan alam sekitarnya. Sejak itulah terjadi kerjasama antar
manusia dan ada unsur kepemimpinan. b. Sebab Munculnya Pemimpin

Dua teori yang menonjol dalam menjelaskan kemunculan pemimpin. yaitu:

1. Teori Genetis menyatakan sebagai berikut:

o Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat-bakat lama yang luar biasa sejak
lahirnya.

o Dia ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga,
termasuk yang khusus.

o Secara filosofi, teori tersebut menganut pandangan deterministis.


2. Teori Sosial menyatakan sebagai berikut:

o Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk, tidak terlahir begitu saja.

o Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan, serta didorong oleh
kemauan sendiri.

o Teori Ekologis atau Sintesis (muncul sebagai reaksi dari kedua teori tersebut lebih dahulu),
menyatakan bahwa seorang akan sukses menjadi kepemimpinan dan bakat-bakat ini sempat
dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan juga sesuai dengan tuntutan lingkungan
ekologisnya

c. Syarat-Syarat Pemimpin

Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting, yaitu:

a. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna
mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.

b. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang mampu mengatur orang lain,
sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.

e. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atau ketrampilan teknis
maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.

2.4. Fungsi-Fungsi Kepemimpinan

Fungsi-fungsi kepemimpinan secara singkat adalah sebagai berikut:

1. Pemimpin sebagai Penentu Arah

Telah umum diketahui bahwa setiap organisasi diciptakan atau dibentuk sebagai wahana untuk
mencapai suatu tujuan tertentu, baik yang sifatnya jangka panjang. jangka sedang, maupun jangka
pendek yang tidak mungkin tercapai apabila diusahakan dan dicapai oleh para anggotanya yang
bertindak sendiri-sendiri. Dengan kata lain, arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju
tujuannya harus sedemikian rupa sehingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan
prasarana yang tersedia. Arah yang dimaksud tertuang dalam strategi dan taktik yang disusun dan
dijalankan oleh organisasi yang bersangkutan. Tergantung pada jenjang hirarki jabatan pemimpin yang
diduduki oleh seorang dalam suatu organisasi. Keputusan yang diambil dapat digolongkan sebagai
berikut:
a. Keputusan strategik

b. Keputusan yang bersifat taktik

c. Keputusan yang bersifat teknis

d. Keputusan oprasional.

2. Pemimpin sebagaiWakil dan Juru Bicara Organisasi Tidak ada yang mempersoalkan kebenaran
pendapat yang mengatakan bahwa dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya, tidak ada
organisasi yang bergerak dalam suasana terisolasi. Artinya, tidak ada organisasi yang akan. mampu
mencapai tujuannya tanpa memelihara hubungan yang baik dengan berbagai pihak diluar organisasi
yang bersangkutan sendiri. Prinsip yang sama berlaku bagi suatu instansi pemerintah dalam suatu
negara. Dengan bertitik tolak dari kenyataan bahwa suatu instansi pemerintah mempunyai wewenang
melaksanakan tugas-tugas pengaturan dan berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat,
tidak ada satupun instansi pemerintah yang dapat menjalankan wewenangnya dengan baik dan
memberikan pelayanan yang menjadi tanggung jawabnya dengan memuaskan tanpa memelihara
hubungan yang baik dengan berbagai pihak dalam dan luar pemerintah yang bersangkutan. Kebijakan
dan kegiatan organisasi perlu dijelaskan kepada berbagai pihak tersebut, dengan maksud agar berbagai
pihak tersebut mempunyai pengertian yang tepat tentang kehidupan organisasional yang bersangkutan.
Univer

3. Pimpinan sebagai Komunikator yang Efektif Pemeliharaan hubungan baik keluar maupun kedalam
dilakukan melalui proses komunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Berbagai kategori
keputusan yang telah diambil disampaikan kepada para pelaksana melalui jalur komunikasi yang
terdapat dalam organisasi. Bahkan sesungguhnya interaksi yang terjadi antara atasan dengan bawahan,
antara sesama pejabat pimpinan dan antara sesama petugas pelaksana kegiatan operasioanal
dimungkinkan terjadi dengan serasi berkat terjadinya komunikasi yang efektif. Tidak dapat disangkal
bahwa salah satu fungsi pimpinan yang bersifat hakiki adalah berkomunikasi secara efektif. Demikian
pentingnya komunikasi yang efektif itu dalam usaha peningkatan kemampuan memimpin seseorang
sehingga dapat dikatakan bahwa penguasaan teknik-teknik komunikasi dengan baik merupakan
condition sine qua non bagi setiap pejabat pemimpin.

2.5. Gaya Kepemimpinan

Istilah gaya kepemimpinan secara kasar adalah sama dengan cara yang dipergunakan pemimpin didalam
mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan oleh
sesorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang seperti ia lihat.
Adapun gaya kepemimpinan yang dikenal antara lain:

1. Gaya Kepemimpinan Kontinum

Ada dua bidang yang berpengaruh yang ekstrem. Pertama, bidang pengaruh pimpinan dan kedua,
bidang pengaruh kebebasan bawahan. Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannya
kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan.

2. Gaya Kepemimpinan Grid

Dalam pendekatan ini, manager berhubungan dengan dua hal, yakni produksi di satu pihak dan orang-
orang dipahak lain. Managerial Grid ditekankan bagaimana pemimpin memikirkan mengenai produksi
dan hubungan kerja dengan manusianya. Dalam hal ini ia harus mengetahui

kualitas atau kebijakan-kebijakan yang diambil, memahami proses dan prosedur, melalui penelitian dan
kreativitas, memahami kualitas pelayanan staffnya, melakukan efisiensi dalam bekerja.
BAB III PENUTUP

3.1. Kepemimpinan BJ Habibie sebagai Presiden RI ke-3

Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie dianggap sebagai sosok presiden yang mengantar Indonesia
memasuki era demokrasi setelah 32 tahun berada dalam otoritarianisme rezim Orde Baru di bawah
Presiden Soeharto. Langkah-langkah Habibie saat mengawali masa kepresidenannya meninggalkan
banyak legasi yang dianggap membuka jalan bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia.

Gambaran sosok presiden yang mengubah lanskap pemerintahan dari era otoritarianisme menuju
demokrasi terbaca dalam buku otobiografi Habibie, Detik- detik vang Menentukan. Habibie mengatakan,
sesaat setelah diambil sumpah jabatan sebagai Presiden RI, dirinya sudah harus memikirkan bagaimana
pemerintahannya bakal berjalan di tengah tuntutan demonstrasi mahasiswa yang baru saja
menumbangkan Presiden Soeharto.

Habibie menulis, "Setelah upacara pengambilan sumpah selesai, saya segera kembali ke kediaman di
Kuningan untuk melanjutkan pemantauan perkembangan gerakan demo yang terus meningkat dan
menyusun pesan Presiden Republik Indonesia yang akan saya sampaikan di TVRI pada malam hari."

Isi pidato Habibie yang disiarkan TVRI tersebut dengan gambang menyebut bahwa dirinya akan
menyusun kabinet yang tugas utamanya adalah menyiapkan proses reforması. Di bidang politik antara
lain memperbarui berbagai perundang-undangan dalam rangka lebih meningkatkan kualitas kehidupan
berpolitik yang bernuansa pemilu.

Di bidang hukum, meninjau kembali Undang-Undang Subversi. Di bidang ekonomi, mempercepat


penyelesaian undang-undang yang menghilangkan praktik-praktik monopoli dan persaingan tidak sehat.

3.2Gaya Kepemimpinan BJ Habibie Ketika Menjadi Presiden RI ke-3

Sebenarnya gaya kepemimpinan Presiden Habibie adalah gaya kepemimpinan Dedikatif-Fasilitatif,


merupakan sendi dan Kepemimpinan Demokratik. Pada masa pemerintahan BJ Habibie ini, kebebasan
pers dibuka lebar-lebar sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih besar. Pada saat itu pula
peraturan-peraturan perundang-undangan banyak dibuat. Pertumbuhan ekonomi cukup tinggi
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya Habiebi sangat terbuka dalam berbicara tetapi tidak pandai
dalam mendengar, akrab dalam bergaul, tetapi tidak jarang eksplosif. Sangat detailis, suka uji coba tapi
tetapi kurang tekun dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam penyelengaraan Negara Habibie pada
dasarnya seorang liberal karena kehidupan dan pendidikan yang lama di dunia barat.

Gaya komunikasinya penuh spontanitas, meletup-letup, cepat bereaksi, tanpa mau memikirkan
risikonya. Tatkala Habibie dalam situasi penuh emosional, ia cenderung bertindak atau mengambil
keputusan secara cepat. Seolah ia kehilangan kesabaran untuk menurunkan amarahnya. Bertindak
cepat, rupanya, salah satu solusi untuk menurunkan tensinya. Karakteristik ini dilustrasikan dengan kisah
lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Habibie digambarkan sebagai pribadi yang terbuka, namun
terkesan mau menang sendiri dalam berwacana dan alergi terhadap kritik

3.3.Kesimpulan

Gaya kepemimpinan BJ Habibie mengandung unsur-unsur kepemimpinan bisnis modern: di situlah ia


dibesarkan. Namun jelas terlihat juga unsur-unsur kepemimpinan terkenal Indonesia. Tidak salah lagi,
dengan segala kekuasaannya. dalam dunia bisnis internasional modern, ia tetap putera bangsa dan
negaranya. Perpaduan antara ke-Islamannya, nasionalismenya, kejawaannya, kesulawesiannya, ilmu dan
teknologi serta internasionalnya, dan lugasan bisnisnya, menjadikan BJ Habibie sebagai bagian dari
Indonesia modern.

Adapun kebijakan yang dilakukan B.J. Habibie pada masa pemerintahannya adalah:

-Sistem Pers: Pers diberi kebebasan untuk mengkritik dan mengungkap fakta yang sebenarnya dimana
selama Orba dilarang dan mencabut SIUPP

-Dwi Fungsi ABRI: Mempersempit dan membatasi peranan dengan adanya Dwi fungsi ABRI dalam
pemerintahan dengan membagi Abri menjadi kepolisian dan TNI, serta mengurangi jumlah anggota ABRi
dalam Legislatif

-Pemilu Memangkas aturan yang menekan kebebesan dan keterbukaan. berdemokrasi kepada rakyat
dan parpol dengan mencabut 5 paket UU Politik

Orba

-Perekonomian: memusatkan perhatian pada peningkatan kualitas, produktivitas, dan daya saing
ekonomi rakyat, dengan memberi peran perusahaan kecil, menengah, dan koperasi, karena terbukti
memiliki ketahananekonomi dalam. menghadapi krisis dan memprioritaskan pada pemerataan
pertumbuhan ekonomi.
Daftar Pustaka

Nasiha, Sholehatun, 2010. Strategi Komunikasi Pemasaran Terpadu (Integrated Marketing


Communications) Dalam Mengokohkan Brand Dagadu Djokdja. Yogyakarta.

hristopher H Lovelock dan Lauren K. Wright, 2007, Manajemen Pemasaran Jasa, Alih bahasa Agus
Widyantoro, Cetakan Kedua, Jakarta; PT. INDEKS

Prof.DR.Sondang P.Siagian MPA. Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta,
1998, hal.27-45

Dr.Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: PT.Grafindo Persada, 2005, hal.31.

Anda mungkin juga menyukai