Anda di halaman 1dari 12

KETERANGAN TERTULIS

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


ATAS
PERMOHONAN PENGUJIAN MATERI PASAL 4 AYAT (1), 9 DAN 13 AYAT (1)
UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2022 TENTANG IBU KOTA NEGARA

TERHADAP

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA


REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DALAM PERKARA

NOMOR: 55/PUU-XX/2022

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA, ……. …… 2022


Kepada Yth.

Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Di

Jakarta

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Yasonna H. Laoly,S.H., Msc, Phd, Menteri Kehakiman dan Hak


Asasi Manusia Republik Indonesia dalam hal ini bertindak dan untuk dan
atas nama Presiden Republik Indonesia berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tertanggal …. ….. 2022 dan karena itu sah mewakili Pemerintah Republik
Indonesia, dan selanjutnya dalam keterangan ini disebut
sebagai---------------------------------------Pemerintah.

Selanjutnya adalah Advokat/Konsultan Hukum pada Kantor Hukum

Rakyat Bersatu, yang beralamat di Jalan Jendral Sudirman, Nomor 195, Kota

Bengkulu, Provinsi Bengkulu berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal

…………….., baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak

untuk dan atas nama:

1. Nama : Dr. Fareza Rizki Maulana, S.H.,

M.H. Kewarganegaraan : Indonesia

Pekerjaan : Dosen
Alamat : Jl. Ahmad Yani, No. 35, Kota Bengkulu
Selanjutnya disebut sebagai…...............................................................Pemohon
Dalam hal ini mengajukan Pengujian Materiil Pasal 4 ayat (1), 9, 13

ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara (selanjutnya

disebut UU IKN) Terhadap Pasal 17, 18 ayat (3) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (Selanjutnya disebut UUD NRI

1945).
Dalam perkara yang terdaftar dalam buku register perkara Mahkamah
Konstitusi Nomor: 55/PUU-XX/2022. Semua keterangan lisan yang disampaikan
Pemerintah pada sidang Mahkamah Konstitusi tanggal ….. ….. 2022 merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dan keterangan tertulis sebagai berikut:

A. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

1.Bahwa ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat

pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk

menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar...”

2. Bahwa ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat

pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945”

3. Bahwa selanjutnya, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga

Atas Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi (selanjutnya disebut UU MK) menyatakan:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat

pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ”


4. Bahwa oleh karena permohonan Pemohon adalah Pengujian Materil

Pasal Pasal 4 ayat (1), 13 ayat (1), 39 ayat (3) UU Nomor 3 Tahun 2022

Tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang selengkapnya berbunyi sebagai

berikut:

 Pasal 4 ayat (1):


“Dengan Undang-Undang ini dibentuk:
a. Ibu Kota Nusantara sebagai Ibu Kota Negara; dan
b. Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai lembaga setingkat

kementerian yang menyelenggarakan Pemerintahan

Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara”.

 Pasal 9:
“(l) Otorita Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita

Ibu Kota Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala

Otorita Ibu Kota Nusantara yang ditunjuk, diangkat, dan

diberhentikan langsung oleh Presiden setelah berkonsultasi

dengan DPR.

(2) Pelantikan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil

Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilaksanakan oleh Presiden”.


 Pasal 39 ayat (3):
“Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah

Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Pemerintah Daerah

Kabupaten Penajam Paser Utara tetap melaksanakan urusan

pemerintahan daerah di wilayah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan, kecuali kewenangan dan perizinan terkait

kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota

Negara, sampai dengan penetapan pemindahan Ibu Kota Negara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.

Bahwa oleh karena permohonan Pemohon adalah pengujian materiil undang-

undang in casu UU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara terhadap

UUD NRI 1945, maka Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili permohonan ini.
B. KETENTUAN PASAL UU NO 3 TAHUN 2022 YANG DIMOHONKAN
UJI MATERIL TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945.

Pemohon dalam a quo merupakan uji materil ketentuan pasal 4 ayat (1), 9
13 ayat (1) yang berbunyi:

 Pasal 4 ayat (1):


“Dengan Undang-Undang ini dibentuk:
a. Ibu Kota Nusantara sebagai Ibu Kota Negara; dan
b. Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai lembaga setingkat

kementerian yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah

Khusus Ibu Kota Nusantara”.

 Pasal 9:
“(l) Otorita Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita Ibu Kota

Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita Ibu Kota

Nusantara yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh

Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.

(2) Pelantikan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala

Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan oleh Presiden”.

 Pasal 13 ayat (1):


Dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang

mengatur daerah pemilihan dalam rangka pemilihan umum, Ibu Kota

Nusantara hanya melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan

Wakil Presiden, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, dan

pemilihan umum untuk memilih anggota DPD.


C. TENTANG KEDUDUKAN HUKUM ( LEGAL STANDING ) PEMOHON.

Dalam surat permohonan disebutkan pemohon yakni:

1. Nama : Dr. Fareza Rizki Maulana, S.H., M.H.

Kewarganegaraan : Indonesia

Pekerjaan : Dosen
Alamat : Jl. Ahmad Yani, No. 35, Kota Bengkulu
Selanjutnya disebut sebagai….....................................................................Pemohon

1. Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU MK menyatakan, “Pemohon adalah pihak


yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan
oleh berlakunya Undang-Undang, yaitu:
a. perorangan WNI;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik
Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;
c. badan hukum publik dan privat; atau;
d. lembaga negara”.

Selanjutnya, penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK menyatakan:

” Yang dimaksud dengan ‘hak konstitusional’ adalah hak-hak yang diatur


dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

2. Bahwa merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi sejak Putusan


Nomor 006/PUU-III/2005 tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor
11/PUU-V/2007 tanggal 20 September 2007 dan putusan-putusan
selanjutnya, Mahkamah Konstitusi berpendirian bahwa kerugian hak
dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat
(1) UU MK harus memenuhi 5 (lima) syarat, yaitu:

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang


diberikan oleh UUD NRI 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon
dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan
pengujian;
c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan
aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang
wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dimaksud dan berlakunya
Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
e. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka
kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
3. Bahwa para Pemohon merupakan perorangan warga negara Indonesia
sebagaimanana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK, yang
memiliki hak konstitusional dirugikan dengan berlakunya UU Nomor 3
Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara sebagaimana dijamin dalam Pasal 4
Ayat (1), Pasal 10, Pasal 28D Ayat (1), dan Pasal 30 Ayat (3) UUD NRI
Tahun 1945;

4. Bahwa menurut para Pemohon jika permohonan dikabulkan oleh


Mahkamah maka hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon
tidak lagi dirugikan.
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, menurut para Pemohon, para
Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a
quo.

D. HAK DAN/ATAU KEWENANGAN KONSTITUSIONAL YANG


DIANGGAP PEMOHON DIRUGIKAN OLEH BERLAKUNYA PASAL
Pasal 4 ayat (1), 9, 13 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2022.

Permohonan dalam pemohon a quo, mengemukakan bahwa hak


dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana pada pasal 17 dan 18
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia telah dirugikan
dan dilanggar oleh berlakunya Pasal 4 ayat (1), 9 dan 13 ayat (1) Undang-
Undang No. 3 Tahun 2022 Tentang Ibukota Negara, yaitu sebagai berikut :

1. Bahwa Pemohon dalam permohonan a quo halaman 5 angka 1


berpendapat bahwa pada Pasal 4 ayat (1), 9, 13 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun
2022 Tentang Ibu Kota Negara yang berkaitan dengan kedudukan Otorita Ibu
Kota Nusantara setingkat Menteri dan dikecualikan pemilihan umum
terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Kota dan
Kabupaten di Ibu Kota Nusantara.

2. Bahwa Pemohon dalam permohonan a quo halaman 5 angka 2,Bahwa


Pemohon mendalilkan Pasal a quo bertentangan dengan Pasal 17, 18 ayat (3)
UUD NRI Tahun 1945, yang masing-masing menyatakan sebagai berikut:

Pasal 17

1. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.


2. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
3. Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
4. Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur
dalam undang-undang.
Pasal 18 ayat (3)

1. “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki


Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang Anggota - anggotanya dipilih
melalui pemilihan umum”.

3. Bahwa Pemohon dalam permohonan a quo halaman 6 angka 3,Bahwa


menurut Pemohon ketentuan Pasal a quo yang mengatur tentang kedudukan
Otorita Ibu Kota Nusantara setingkat Menteri dan dikecualikan pemilihan
umum terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Kota
dan Kabupaten di Ibu Kota Nusantara bertentangan dengan Pasal 17, 18 ayat
(3) UUD NRI 1945 dengan alasan sebagai berikut:

- Bahwa dalam Pasal 4 ayat (1), 9, 13 ayat (1) bertentangan dengan


Pasal 17, 18 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 sebagaimana Pemohon
menganggap pada Pasal 4 ayat (1) huruf b, dimana Otorita Ibu Kota
Nusantara Sebagai Lembaga Setingkat Kementerian yang menyelenggarakan
Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang bertentangan dengan
UUD NRI 1945 pada Pasal 17 ayat (3). Pada pasal ini, Menteri hanya
membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, sedangkan dalam UU
Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara kepala Otorita Ibu Kota
Nusantara menjadi Lembaga setingkat Menteri di daerah Khusus Ibu Kota
Nusantara.

- Bahwa dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang tentang


penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang
bertentangan dengan UUD NRI 1945, UU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu
Kota Negara kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menjadi Lembaga setingkat

- Menteri di daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. Otorita Ibu Kota


Nusantara ini wilayahnya berada pada 2 wilayah Pemerintah Daerah
Provinsi Kalimantan Timur, yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai
Kartanegara, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara.

- Bahwa dalam UU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara Pasal
13 ayat (1) dalam konteks Pemilu, dikecualikan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur daerah pemilihan dalam rangka
pemilihan umum, Ibu Kota Nusantara hanya melaksanakan Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan umum untuk memilih
anggota DPR, dan pemilihan umum untuk memilih anggota DPD. Hal ini
tentunya bertentangan dengan Pasal 18 ayat (3) UUD NRI 1945 bahwa
pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.
4. Bahwa Pemohon dalam permohonan a quo halaman 6 angka 4, Bahwa
berdasarkan seluruh uraian alasan-alasan hukum di atas, menurut Pemohon
Pasal 4 ayat (1), 9, 13 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2022 bertentangan dengan
UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

E. KETERANGAN PEMERINTAH.
Terhadap dalil-dalil pemohon sebagaimana diuraikan dalam Permohonan
a quo dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Bahwa objek permohonan pengujian ini adalah materi muatan UU No.3


Tahun 2022 Tentang IKN berupa :
 Pasal 4 ayat (1):
“Dengan Undang-Undang ini dibentuk:
a. Ibu Kota Nusantara sebagai Ibu Kota Negara; dan
b. Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai lembaga setingkat

kementerian yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah

Khusus Ibu Kota Nusantara”.

 Pasal 9:
“(l) Otorita Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita Ibu Kota

Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita Ibu Kota

Nusantara yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh

Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.

(2) Pelantikan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala

Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan oleh Presiden”.

 Pasal 13 ayat (1):


Dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang

mengatur daerah pemilihan dalam rangka pemilihan umum, Ibu Kota

Nusantara hanya melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan

Wakil Presiden, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, dan

pemilihan umum untuk memilih anggota DPD.

2. Bahwa dalil pembuatan Undang-Undang No 3 Tahun 2022 Tentang


IKN ini untuk menjamin pembentukan sebuah pemerintahan yang
modern atau bisa dikatakan sebaga ‘Smart Governance’ yang mana pada
Ibukota yang baru nanti pelaksanaan pemerintahanya dilaksnakan
dengan format sebagai suatu pemerintahan yang khusus, pemerintahan
IKN dapat
dilaksanakan oleh sebuah otorita yang merupakan bagian dari
pemerintah pusat (setara Kementerian/Lembaga). yang mana disebutkan
pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No.3 tahun 2022 Tentang IKN.
Konsekuesinya adalah tidak adanya lembaga perwakilan di IKN.
Filosofi bekerja pemerintahan IKN adalah filosofi bekerjanya city manager,
di mana tugas dan fungsinya hanya mengelola kota dengan baik, tanpa
campur tangan politik. Walaupun demikian, pada dasarnya
pemilihan umum tetap ada di wilayah, tetapi terbatas hanya pada
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan umum
untuk memilih anggota DPR, dan pemilihan umum untuk memilih
anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia .

3. Bahwa substansi Pasal 13 ayat (1) yang diajukan oleh Pemohon dalam
permohonan a quo, yaitu ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur daerah pemilihan dalam rangka pemilihan umum, Ibu Kota
Nusantara hanya melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, dan pemilihan
umum untuk memilih anggota DPD dikarenakan bahwa wilayah IKN
adalah wilayah yang sepenuhnya dalam kendali Pemerintah Pusat.
Dengan
demikian, aspirasi dari masyarakat terhadap Pemerintahan Khusus
di IKN nantinya dapat disalurkan langsung melalui Dewan
Perwakilan Rakyat (Pusat). Pemusatan itu berkaitan dengan modernisasi
birokrasi pemerintahan ke depannya. Sebuah institusi birokrasi yang
mematuhi peraturan dan kebiasaan yang ketat dalam melakukan
sesuatu dianggap bukan pemerintah yang modern.

4. Bahwa demi keterjaminan sistem kepemerintahan pada ibu kota


nusantara maka dibuatlah Lembaga setingkat kementrian yang mana
disebut Otorita Ibu Kota Nusantara yang nantinya dipinpin oleh Kepala
Otorita IKN sebagaimana di rumuskan pada Pasal 9 Ayat (1) yang mana
nantinya di rencanakan untuk menggerakan pemerintahan Kawasan
Wilayah Khusus. Di dalam perencanaan system Pemerintahan Kawasan
Wilayah Khusus itu sang Otorita IKN mempunyai tanggung jawab yang
penuh terhadap semua urusan kenegaraan dan juga perencanaan
pembangunan di Kawasan Wilayah Khusus tersebut.

5. Dengan adanya Kepala Otorita sebagai koordinator tertinggi dalam


sistem pemerintahan Ibu Kota Nusantara memiliki wewenang
dalam membagi wilayah IKN menjadi wilayah-wilayah yang
bentuk, jumlah dan strukturnya disesuaikan dengan kebutuhan,yang
ketentuan pembagian wilayahnya tersebut diatur dengan Peraturan
Presiden.
6. Bahwa demi terjaminya praktik demokratis di dalam Ibu Kota
Nusantara nanti ,dimungkinkan akan mengakibatkan pada perubahan
perhitungan kursi anggota DPRD pada daerah-daerah tersebut. Salah
satunya yaitu adanya ketentuan Pasal 191 ayat (1) jo. ayat (2) UU No. 1
tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur tentang jumlah anggota
DPRD Kabupaten/Kota paling sedikit 20 kursi. Dalam hal adanya IKN
mengakibatkan perubahan pada perhitungan dalam penentuan kursi
tersebut,maka penentuan jumlah kursi tersebut mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang ada. Perubahan tersebut disebutkan
juga pada Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No.3 Tahun 2022 Tentang
IKN.

7. Bahwa substansi Pasal 4 ayat (1) hurf a yang diajukan oleh Pemohon
dalam permohonan a quo, yaitu penyebutan Ibu Kota Negara diganti
menjadi Ibu Kota Nusantara dikarenakan oleh dampak pengaturan dari
RUU IKN terhadap Peraturan perundangundangan lain, yaitu :

1. UU No. 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah


Daerah Otonom Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, dan Kalimantan Timur sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958
tentang Penetapan Undang-Undang Darurat No. 10 Tahun
1957 Tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I
Kalimantan Tengah Dan Perubahan Undang-Undang No.
25 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah
Swatantra Tingkat I Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan Dan
Kalimantan Timur Sebagai Undang-Undang.
Dengan diundangkannya RUU IKN, Undang-Undang ini
harus disesuaikan karena sebagian wilayah Provinsi
Kalimantan Timur dijadikan wilayah IKN.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2002 tentang Pembentukan


Kabupaten Penajam Paser Utara di Provinsi Kalimantan Timur.
Dengan diundangkannya RUU IKN, UndangUndang ini harus
disesuaikan karena sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara
dijadikan wilayah IKN.

3. Undang-Undang No. 47 Tahun 1999 tentang


Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau,
Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota
Bontang sebagaimana yang telah diubah dengan UU
Nomor 7 tahun 2000.
F. KESIMPULAN

Berdasarkan kajian serta aturan yang tertera diatas, Pemerintah dalam


hal ini diwakili oleh Menteri Hukum dan Ham memohon kepada yang
terhormat Majelis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang
memeriksad dan memutus pengujian materi pasal 4 ayat (1), 9, 13 ayat (1)
Undang-Undang No.3 Tahun 2022 Tentang IKN terhadap pasal 17 dan Pasal
18 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dapat memberikan putusan sebagai berikut:

1. Menyatakan permohonan pemohon Tidak Dapat Diterima;


2. Menerima pernyataan yang dinyatakan pemerintah dalam hal ini
diwakili oleh Menteri Hukum dan Ham;
3. Menyatakan pasal 4 ayat (1), 9, 13 ayat (1) Undang-Undang No.3
Tahun 2022 Tentang IKN tidak bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
4. Menyatakan bahwa pasal 4 ayat (1), 9, 13 ayat (1) Undang-Undang
No.3 Tahun 2022 Tentang IKN mempunyai kekuatan hukum;

Atas perhatian Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,


Kami mengucapkan terimakasih.

Jakarta,……. … 2022
Kuasa Presiden RI
Menteri Hukum dan HAM RI

Yosanna Laoly, S.H., M.sc, P.hd

Anda mungkin juga menyukai